Professional Documents
Culture Documents
66 125 1 SM
66 125 1 SM
ABSTRACT
The aim of the study were to determine antioxidant activity of isolates
astaxanthin from waste of white shrimp shell (Panaeus indicus) and the
characteristic as dye in powder formulation. Extraction was carried out using
maseration method and acetone as solvent then partitioned using petroleum ether
and added NaCl and Na2SO4 anhydrous. Macerate was evaporated using rotary
evaporator vaccum and flowed by N2 gas. Isolation astaxanthin pigment using
column chromatography and acetone: n-hexane (3:7) as mixed solvent.
Determination of antioxidant activity in UV-Vis spectrophotometry using DPPH
method. The isolates of astaxanthin and beta-carotene standard which added to
DPPH were 1.0 ml 2.0 ml, 3.0 ml, 4.0 ml and 5.0 ml. The antioxidant activity was
calculated based on EC50 values. Astaxanthin pigment was used as dye in powder
formulation. Physical characteristic which observed are organoleptic, adhesion,
power spread, homogenity of color and pH. Results showed EC50 value
astaxanthin pigment was 565.6223 ppm and beta-carotene was 548.6724 ppm, it
can be concluded that there wasn’t significant difference level in antioxidant
activity between astaxanthin pigment and beta-carotene. Powder formulation
which made fulfill the requirements then it tested on 20 respondents who stated
that the powder formulation is good.
PENDAHULUAN
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein (21%), lemak
(0,2%), vitamin A dan B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur dan fosfor.
Udang dapat diolah dengan beberapa cara seperti udang beku, udang kering,
udang kaleng, dan lain-lain (Goligo, 2009).
Salah satu jenis udang adalah udang putih. Besarnya jumlah limbah udang
masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya (Manjang,
1993). Salah satu kandungan yang terdapat pada udang putih adalah astaxanthin
yang merupakan pigmen karotenoid golongan xantofil yang berwarna orange
merah dengan struktur molekul sedemikian rupa sehingga berpotensi sebagai
antioksidan (Miki, 1991). Studi banding antara astaxanthin dan jenis karoten
lainnya memperlihatkan bahwa astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan 10 kali
lebih kuat dari sekelompok karoten (Naguib, 2000).
Astaxanthin dalam bidang pangan astaxanthin digunakan sebagai pewarna
makanan, sedangkan pada industri non pangan digunakan dalam industri kosmetik
dan farmasi (Capelli and Cysewski, 2007 : 94).
Pemanfaatan pewarna alami untuk produk kosmetik belum banyak
dilakukan. Sebagian besar kosmetik masih menggunakan pewarna sintesis.
Pewarna sintetik pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia sehingga bila
penggunaannya tidak tepat dapat memiliki efek samping mengganggu kesehatan
(Heriyanto dan Leenawaty, 2006).
Mengingat potensi dan peluang tersebut, maka dilakukan penelitian dan
pengembangan pemanfaatan limbah pada udang putih (Panaeus indicus) untuk
mengetahui potensinya sebagai antioksidan dan pewarna alami dalam sediaan
kosmetik.
METODE PENELITIAN
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pigmen astaxanthin
limbah udang putih (Penaeus indicus). Variabel terikat dalam aktivitas
antioksidan ini adalah absorbansi pigmen astaxanthin dan betakaroten yang diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal, nilai EC50 dan karakteristik fisik sediaan bedak. Variabel yang
dikontrol dalam penelitian ini adalah konsentrasi larutan DPPH (1,1 Difenil-2-
pikrihidrazil), limbah udang putih (Panaeus indicus), lama maserasi, kondisi
percobaan bebas cahaya, dan formula bedak. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah konsentrasi pigmen astaxanthin.
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, filler, rotary evaporator,
kolom kromatografi, klem dan statif, bejana elusi dan tutup, pipa kapiler, kertas
Whatman, neraca analitik, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu mini 1420),
ayakan mesh 40 dan 60, lumpang, dan alu.
Bahan yang digunakan adalah limbah udang putih, silika gel, aseton p.a,
petroelum eter p.a, n-heksana p.a, metanol p.a, baku betakaroten, DPPH (1,1
Difenil-2-pikrilhidrazil), NaCl teknis, Na2SO4 anhidrat teknis, kaolin teknis, ZnO
teknis, talkum teknis, PVP k-30, MgCO3 teknis, parfum j-lo, dan aquadestilata.
Serbuk limbah udang kering diayak menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk
20 g dihomogenasi dengan 100 ml aseton selama 4 jam. Maserat disaring dengan
kertas saring Whatman no.1. Residu diekstrak lagi dengan pelarut yang sama
sampai pigmen terekstrak semua, filtrat dikumpulkan dalam corong pisah,
ditambahkan 25 ml petroleum eter. Lapisan petroleum eter ditambah dengan
NaCl 0,1% untuk menghilangkan jejak-jejak aseton, kemudian ditambah natrium
sulfat anhidrat 25 g dan disaring. Tahap selanjutnya filtrat diuapkan pada suhu
37°C dengan rotary evaporator dan dialiri gas nitrogen (N2) sampai kering
(Sachindra dkk, 2006 : 2).
Isolasi astaxanthin dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan
fase diam silika gel sebanyak 25 g dan fase gerak n-heksane: aseton (7:3) 250 ml.
Ekstrak kurang lebih 2 g dilarutkan dalam pelarut n-heksana:aseton 10,0 ml,
kemudian dimasukkan dalam kolom kromatografi yang telah dipersiapkan.
Masing-masing fraksi ditampung dalam botol sampel kemudian dikeringkan
dengan gas N2 (Bowen dkk, 2002 : 4)
Identifikasi astaxanthin menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak heksan: aseton (7:3).
Pola pemisahan pigmen diamati berdasarkan noda warna yang terbentuk,
kemudian dilakukan penghitungan nilai Retardation Factor (Rf) pada masing-
masing noda (Khanafari dkk, 2007).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel
(UV-Vis) pada panjang gelombang 300 - 700 nm. Pola spektra yang terbentuk
pada masing-masing pigmen dibandingkan dengan pola spektra dari literatur.
Penentuan aktivitas antioksidan pigmen astaxanthin dengan metode DPPH.
Sebanyak 4,0 ml DPPH 0,1 mM dalam metanol dimasukkan dalam 5 tabung
tabung reaksi, ditambahkan 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml isolat pigmen
astaxanthin (50mg/50ml) limbah kulit udang. Campuran selanjutnya
dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit dan didiamkan sesuai operating
time kemudian absorbansi larutan dibaca pada panjang gelombang (λ) maksimal
pembacaan absorbsi kontrol dilakukan dengan mengukur 4,0 ml DPPH 0,1 mM
ditambah 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml aseton tanpa penambahan larutan
uji (Sylvi, 2011).
Rf3 = 0,80
Rf2 = 0,68
Rf 1= 0,48
Rf = 0,46
a b
Gambar 1. Hasil Kromatografi lapis Tipis (KLT) ekstrak (a) dan isolat (b)
limbah udang putih dengan eluen heksan:aseton (7:3)
580
570
560
EC 50 (ppm)
550
540
530
520
510
500
astaxanthin baku betakaroten
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai
EC50 untuk isolat astaxanthin sebesar 565,6223 dan beta karoten sebesar 548,6724
ppm tetapi penggunaan pada sediaan bedak kurang baik dalam hal homogenitas.
SARAN
1. Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut pada isolat astaxanthin untuk
mendapatkan astaxanthin yang lebih murni menggunakan kromatografi lapis
tipis preparatif atau kromatografi cair kinerja tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji kestabilan pigmen
astaxanthin karena pengaruh pH dan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen J, C. Sountar, R.D Serwata, S. Lagocki, D.A. White, S.J. Davies dan A.J.
Young. 2002. Utilization of (3S,3’S) Astaxanthin acyl esters in
pigmentation of rainbow trout (Oncorhyncus mykiss). Aquaculture
Nutrition. 8: 59-68
Capelli, B., and Cysewski, G., 2007. Natural Astaxanthin : King of the
Carotenoids. USA : Cyanotech Corporation
Goligo, I .2009. Subsektor Perikanan. Makasar : Bone.
Heriyanto dan Leenawaty, L. 2006. Komposisi dan Kandungn pigmen Utama
Tumbuhan taliputri Cuscuta australis R.Br. dan Cassytha filiformis L.
Makara Sains. 10. (2) : 69-75
Ilagan, R.P., Christensen, R.L., Chapp, T.W., Gibson, G.N., Pascher T., Polivka,
T., and Frank, H.A. 2005. Femtosecond Time Resolved Absorption
Spectroscopy of Astaxanthin in Solution and in α-Crustacyanin. J. Phys.
Chem. A.109 : 3120
Khanafari, A., Saberi, A., Azar, M., Vosooghi, Sh., Jamili, Sh., and
Sabbaghzadeh, B. 2007. Extraction of Astaxanthin Esters From Shrimp
Waste by Chemical and Microbial Method. Iran. J. Environ. Health. Sci.
Eng. 4. (2) : 93-98
Lorenz, R.T. 1998. Thin Layer Chromatography (TLC) System for NatuRose
Carotenoids. NatuRoseTM Technical Buletin
Manjang Y., 1993. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit Udang Terhadap Mutu
Khitosan. Jurnal Penelitian Andalas. 12. (V) : 138–143
Miki W. 1991. Biological Functions and Activities of Animal Carotenoids. Pure
Appl Chem . 63. (1) : 141-146
Naguib, Y.M.A. 2000. Antioxidant Activities of Astaxanthin and Related
Carotenoids. J. Agric. Food. Chem. 48:1150-1154
Negro, J.J., and Fernandez, J.G. 2000. Astaxanthin is Major Carotenoid in Tissues
of White Storks (Ciconia ciconia) Feeding on Introduced Crayfish
(Procambarus clarkia). Comparative Biochemistry and Physiology Part B.
126.: 347-352
Sachindra N.M, Bhaskar N., Mahendrakar N.S. 2006. Recovery of carotenoids
from shrimp waste in organic solvents. Waste Management. 26. (10):
1092-1098
Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty
Sylvi, L. 2011. Penetapan Kadar Total dan Uji Aktivitas Antioksida Pigmen
Astaxanthin dalam Limbah Kulit Udang Windu (Penaeus monodon Fab.).
Skripsi. Semarang : STIFAR
Yuangsoi, B., Jintasataporn, O., Areechon, N., and Tabthipwon. 2008. Validated
TLC-densitometric Analysis for determination of Carotenoids in Fancy
Carp (Cyprinus carpio) Serum and the Application for Pharmacokinetic
Parameter Assessment. Songklanakarin J. Sci. Technol. 30. (6) : 693-700