You are on page 1of 9

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PIGMEN ASTAXANTHIN DARI

LIMBAH UDANG PUTIH (Penaeus indicus) DAN KARAKTERISTIK


FISIKNYA DALAM SEDIAAN BEDAK

Rini Fitriyani, Endang Diyah Ikasari, Yuliana P.


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “YAYASAN PHARMASI” Semarang

ABSTRACT
The aim of the study were to determine antioxidant activity of isolates
astaxanthin from waste of white shrimp shell (Panaeus indicus) and the
characteristic as dye in powder formulation. Extraction was carried out using
maseration method and acetone as solvent then partitioned using petroleum ether
and added NaCl and Na2SO4 anhydrous. Macerate was evaporated using rotary
evaporator vaccum and flowed by N2 gas. Isolation astaxanthin pigment using
column chromatography and acetone: n-hexane (3:7) as mixed solvent.
Determination of antioxidant activity in UV-Vis spectrophotometry using DPPH
method. The isolates of astaxanthin and beta-carotene standard which added to
DPPH were 1.0 ml 2.0 ml, 3.0 ml, 4.0 ml and 5.0 ml. The antioxidant activity was
calculated based on EC50 values. Astaxanthin pigment was used as dye in powder
formulation. Physical characteristic which observed are organoleptic, adhesion,
power spread, homogenity of color and pH. Results showed EC50 value
astaxanthin pigment was 565.6223 ppm and beta-carotene was 548.6724 ppm, it
can be concluded that there wasn’t significant difference level in antioxidant
activity between astaxanthin pigment and beta-carotene. Powder formulation
which made fulfill the requirements then it tested on 20 respondents who stated
that the powder formulation is good.

Keywords : astaxanthin, shrimp shell waste, antioxidant, powder

PENDAHULUAN
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein (21%), lemak
(0,2%), vitamin A dan B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur dan fosfor.
Udang dapat diolah dengan beberapa cara seperti udang beku, udang kering,
udang kaleng, dan lain-lain (Goligo, 2009).
Salah satu jenis udang adalah udang putih. Besarnya jumlah limbah udang
masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya (Manjang,
1993). Salah satu kandungan yang terdapat pada udang putih adalah astaxanthin
yang merupakan pigmen karotenoid golongan xantofil yang berwarna orange
merah dengan struktur molekul sedemikian rupa sehingga berpotensi sebagai
antioksidan (Miki, 1991). Studi banding antara astaxanthin dan jenis karoten
lainnya memperlihatkan bahwa astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan 10 kali
lebih kuat dari sekelompok karoten (Naguib, 2000).
Astaxanthin dalam bidang pangan astaxanthin digunakan sebagai pewarna
makanan, sedangkan pada industri non pangan digunakan dalam industri kosmetik
dan farmasi (Capelli and Cysewski, 2007 : 94).
Pemanfaatan pewarna alami untuk produk kosmetik belum banyak
dilakukan. Sebagian besar kosmetik masih menggunakan pewarna sintesis.
Pewarna sintetik pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia sehingga bila
penggunaannya tidak tepat dapat memiliki efek samping mengganggu kesehatan
(Heriyanto dan Leenawaty, 2006).
Mengingat potensi dan peluang tersebut, maka dilakukan penelitian dan
pengembangan pemanfaatan limbah pada udang putih (Panaeus indicus) untuk
mengetahui potensinya sebagai antioksidan dan pewarna alami dalam sediaan
kosmetik.

METODE PENELITIAN
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pigmen astaxanthin
limbah udang putih (Penaeus indicus). Variabel terikat dalam aktivitas
antioksidan ini adalah absorbansi pigmen astaxanthin dan betakaroten yang diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal, nilai EC50 dan karakteristik fisik sediaan bedak. Variabel yang
dikontrol dalam penelitian ini adalah konsentrasi larutan DPPH (1,1 Difenil-2-
pikrihidrazil), limbah udang putih (Panaeus indicus), lama maserasi, kondisi
percobaan bebas cahaya, dan formula bedak. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah konsentrasi pigmen astaxanthin.
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, filler, rotary evaporator,
kolom kromatografi, klem dan statif, bejana elusi dan tutup, pipa kapiler, kertas
Whatman, neraca analitik, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu mini 1420),
ayakan mesh 40 dan 60, lumpang, dan alu.
Bahan yang digunakan adalah limbah udang putih, silika gel, aseton p.a,
petroelum eter p.a, n-heksana p.a, metanol p.a, baku betakaroten, DPPH (1,1
Difenil-2-pikrilhidrazil), NaCl teknis, Na2SO4 anhidrat teknis, kaolin teknis, ZnO
teknis, talkum teknis, PVP k-30, MgCO3 teknis, parfum j-lo, dan aquadestilata.
Serbuk limbah udang kering diayak menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk
20 g dihomogenasi dengan 100 ml aseton selama 4 jam. Maserat disaring dengan
kertas saring Whatman no.1. Residu diekstrak lagi dengan pelarut yang sama
sampai pigmen terekstrak semua, filtrat dikumpulkan dalam corong pisah,
ditambahkan 25 ml petroleum eter. Lapisan petroleum eter ditambah dengan
NaCl 0,1% untuk menghilangkan jejak-jejak aseton, kemudian ditambah natrium
sulfat anhidrat 25 g dan disaring. Tahap selanjutnya filtrat diuapkan pada suhu
37°C dengan rotary evaporator dan dialiri gas nitrogen (N2) sampai kering
(Sachindra dkk, 2006 : 2).
Isolasi astaxanthin dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan
fase diam silika gel sebanyak 25 g dan fase gerak n-heksane: aseton (7:3) 250 ml.
Ekstrak kurang lebih 2 g dilarutkan dalam pelarut n-heksana:aseton 10,0 ml,
kemudian dimasukkan dalam kolom kromatografi yang telah dipersiapkan.
Masing-masing fraksi ditampung dalam botol sampel kemudian dikeringkan
dengan gas N2 (Bowen dkk, 2002 : 4)
Identifikasi astaxanthin menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak heksan: aseton (7:3).
Pola pemisahan pigmen diamati berdasarkan noda warna yang terbentuk,
kemudian dilakukan penghitungan nilai Retardation Factor (Rf) pada masing-
masing noda (Khanafari dkk, 2007).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel
(UV-Vis) pada panjang gelombang 300 - 700 nm. Pola spektra yang terbentuk
pada masing-masing pigmen dibandingkan dengan pola spektra dari literatur.
Penentuan aktivitas antioksidan pigmen astaxanthin dengan metode DPPH.
Sebanyak 4,0 ml DPPH 0,1 mM dalam metanol dimasukkan dalam 5 tabung
tabung reaksi, ditambahkan 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml isolat pigmen
astaxanthin (50mg/50ml) limbah kulit udang. Campuran selanjutnya
dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit dan didiamkan sesuai operating
time kemudian absorbansi larutan dibaca pada panjang gelombang (λ) maksimal
pembacaan absorbsi kontrol dilakukan dengan mengukur 4,0 ml DPPH 0,1 mM
ditambah 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml; 5,0 ml aseton tanpa penambahan larutan
uji (Sylvi, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pigmen astaxanthin dalam limbah udang diperoleh dengan proses ekstraksi
menggunakan metode maserasi. Limbah udang dikeringkan dan diperkecil ukuran
partikelnya agar mudah kontak dengan pelarut aseton.
Maserat yang diperoleh kemudian dipartisi dengan menggunakan petroleum
eter dalam corong pisah. Proses partisi dilakukan untuk memisahkan pigmen
astaxanthin dalam ekstrak dengan senyawa lain yang ikut tersari dalam aseton.
Fase petroleum eter selanjutnya ditambahkan NaCl 0,1 % untuk mengikat adanya
aseton yang mungkin masih ada dalam fase petroleum eter (Sachindra, 2005).
Penambahan Na2SO4 anhidrat untuk mengikat adanya air dari penambahan
NaCl. Ekstrak dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator untuk
mendapatkan ekstrak pekat.
Uji kualitatif ekstrak limbah udang putih dilakukan dengan teknik
kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase gerak heksan:aseton (7:3) dan
fase diam silika gel GF245. Gambar 1 menunjukkan hasil pemisahan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak limbah udang putih dengan teknik kromatografi lapis
tipis (KLT). Terdapat lebih dari satu noda yang terlihat pada plat KLT, hal ini
kemungkinan dalam ekstrak limbah udang putih (Penaeus indicus) terdapat
beberapa senyawa karotenoid lain selain astaxanthin. Berdasarkan gambar 1 hasil
Rf = 0,48 dari noda ke-1 teridentifikasi sebagai astaxanthin karena mendekati
harga Rf astaxanthin yang dilaporkan oleh Bowen dkk (2002) yaitu Rf = 0,47
dengan menggunakan sistem elusi yang sama.
Senyawa tersebut dipastikan sebagai astaxanthin dengan dilakukan uji
kualitatif KLT pendukung yaitu menggunakan sistem elusi dengan fase gerak
yang berbeda seperti yang terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan harga Rf dengan fase gerak yang berbeda
Fase gerak Rf yang diperoleh Rf berdasarkan literatur
aseton:n-heksan (3:7) 0,46 0,47 (Bowen dkk, 2002)
aseton:n-heksan (1:3) 0,50 0,50 (Lorenz, 1998)
PE:aseton:dietilamin (10:4:1) 0,52 0,53 (Khanafari dkk, 2007)

Rf3 = 0,80

Rf2 = 0,68

Rf 1= 0,48
Rf = 0,46

a b
Gambar 1. Hasil Kromatografi lapis Tipis (KLT) ekstrak (a) dan isolat (b)
limbah udang putih dengan eluen heksan:aseton (7:3)

Pengukuran pola spektrum menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan


rentang 400-600 nm. Hasil pengukuran pola spektrum pada fraksi 3 hampir sama
dengan yang ada di literatur. Spektrum khas astaxanthin yang berasal dari
golongan udang mempunyai serapan khas yaitu hanya mempunyai serapan
tunggal (Negro, 2000). Hasil pengukuran fraksi 3 didapatkan pola spektra tunggal
dengan panjang gelombang 477,5 nm pada metanol dan 468 nm pada n-heksana,
sedangkan pada literatur disebutkan bahwa serapan astaxanthin pada pelarut
metanol adalah 476 nm (Ilagan dkk, 2005) sedangkan pada pelarut n-heksana
adalah 468 nm (Yuongsoi dkk, 2008). Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya
perbedaan pelarut sehingga menyebabkan pergeseran batokromik yaitu pergeseran
serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang yang disebabkan oleh
pelarut (Sastrohamidjojo, 2001 : 23).
Uji aktivitas antioksidan pigmen astaxanthin menggunakan metode DPPH
dan dibandingkan dengan betakaroten. Isolat astaxanthin memerlukan waktu
pendiaman (OT) selama 35 menit dengan panjang gelombang 515 nm.
Hasil uji statisitik dengan menunjukkan pigmen astaxanthin pada limbah
kulit udang putih (Penaeus indicus) memiliki aktivitas antioksidan yang tidak
berbeda signifikan dengan baku betakaroten, sehingga dapat disimpulkan pigmen
astaxanthin dalam limbah kulit udang putih (Penaeus indicus) juga berpotensi
sebagai antioksidan alami seperti halnya betakaroten. Nilai EC50 dari masing-
masing pigmen astaxanthin dan baku betakaroten dapat dilihat pada gambar 2.

580
570
560
EC 50 (ppm)

550
540
530
520
510
500
astaxanthin baku betakaroten

Gambar 2. Perbandingan nilai EC50 astaxanthin dan betakaroten

Pigmen astaxanthin dan betakaroten termasuk dalam golongan karotenoid


yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Meskipun dalam satu golongan tetapi
astaxanthin termasuk dalam kelompok xantofil, dan dengan adanya gugus
hidroksi (OH) dan karbonil (C=O) membuat pigmen astaxanthin bisa menjadi
antioksidan yang kuat. Betakaroten tidak termasuk dalam kelompok xantofil tetapi
masuk dalam kelompok karoten, meskipun nilai EC50 tidak berbeda dibandingkan
dengan pigmen astaxanthin tetapi nilai EC50 baku betakaroten masih lebih kecil
daripada nilai EC50 pigmen astaxanthin. Hal ini memungkinkan aktivitas
betakaroten sebagai antioksidan masih lebih bagus dibanding pigmen astxanthin
dalam limbah kulit udang putih (Penaeus indicus).
Astaxanthin selain berpotensi sebagai antioksidan dapat juga digunakan
sebagai pewarna alami dalam sediaan bedak. Syarat bedak adalah halus, homogen,
memiliki pH yang sesuai agar tidak mengiritasi kulit dan mudah disapukan merata
pada kulit. Parfum ditambahkan agar sediaan terlihat lebih menarik. Sediaan
bedak yang dibuat adalah bedak A (0,1%) dan B (0,48%) dengan perbedaan
konsentrasi astaxanthin. Pengujian karakteristik dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Pengujian karakteristik Bedak
Bedak Bentuk Warna Bau pH Homogenitas Daya lekat
A Serbuk halus Putih Wangi 6,02 – 6,41 Tidak Mudah disapukan dan
compact kekuningan parfum homogen melekat pada kulit
B Serbuk halus Kuning Wangi 6,16 – 6,38 Tidak Mudah disapukan dan
compact parfum homogen melekat pada kulit
Syarat Halus - - 4,5-7 Homogen Mudah disapukan dan
(Depkes RI, (Wasitaatmadja, (Tenri, 2010) melekat pada kulit
1985) 2007) (Depkes RI, 1985)

Hasil tanggapan pengguna menunjukkan bahwa bedak yang paling disukai


adalah bedak B dengan persentase 75% dari jumlah pengguna dan bedak A
disukai oleh 25 pengguna.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai
EC50 untuk isolat astaxanthin sebesar 565,6223 dan beta karoten sebesar 548,6724
ppm tetapi penggunaan pada sediaan bedak kurang baik dalam hal homogenitas.

SARAN
1. Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut pada isolat astaxanthin untuk
mendapatkan astaxanthin yang lebih murni menggunakan kromatografi lapis
tipis preparatif atau kromatografi cair kinerja tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji kestabilan pigmen
astaxanthin karena pengaruh pH dan suhu.

DAFTAR PUSTAKA
Bowen J, C. Sountar, R.D Serwata, S. Lagocki, D.A. White, S.J. Davies dan A.J.
Young. 2002. Utilization of (3S,3’S) Astaxanthin acyl esters in
pigmentation of rainbow trout (Oncorhyncus mykiss). Aquaculture
Nutrition. 8: 59-68
Capelli, B., and Cysewski, G., 2007. Natural Astaxanthin : King of the
Carotenoids. USA : Cyanotech Corporation
Goligo, I .2009. Subsektor Perikanan. Makasar : Bone.
Heriyanto dan Leenawaty, L. 2006. Komposisi dan Kandungn pigmen Utama
Tumbuhan taliputri Cuscuta australis R.Br. dan Cassytha filiformis L.
Makara Sains. 10. (2) : 69-75
Ilagan, R.P., Christensen, R.L., Chapp, T.W., Gibson, G.N., Pascher T., Polivka,
T., and Frank, H.A. 2005. Femtosecond Time Resolved Absorption
Spectroscopy of Astaxanthin in Solution and in α-Crustacyanin. J. Phys.
Chem. A.109 : 3120
Khanafari, A., Saberi, A., Azar, M., Vosooghi, Sh., Jamili, Sh., and
Sabbaghzadeh, B. 2007. Extraction of Astaxanthin Esters From Shrimp
Waste by Chemical and Microbial Method. Iran. J. Environ. Health. Sci.
Eng. 4. (2) : 93-98
Lorenz, R.T. 1998. Thin Layer Chromatography (TLC) System for NatuRose
Carotenoids. NatuRoseTM Technical Buletin
Manjang Y., 1993. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit Udang Terhadap Mutu
Khitosan. Jurnal Penelitian Andalas. 12. (V) : 138–143
Miki W. 1991. Biological Functions and Activities of Animal Carotenoids. Pure
Appl Chem . 63. (1) : 141-146
Naguib, Y.M.A. 2000. Antioxidant Activities of Astaxanthin and Related
Carotenoids. J. Agric. Food. Chem. 48:1150-1154
Negro, J.J., and Fernandez, J.G. 2000. Astaxanthin is Major Carotenoid in Tissues
of White Storks (Ciconia ciconia) Feeding on Introduced Crayfish
(Procambarus clarkia). Comparative Biochemistry and Physiology Part B.
126.: 347-352
Sachindra N.M, Bhaskar N., Mahendrakar N.S. 2006. Recovery of carotenoids
from shrimp waste in organic solvents. Waste Management. 26. (10):
1092-1098
Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty
Sylvi, L. 2011. Penetapan Kadar Total dan Uji Aktivitas Antioksida Pigmen
Astaxanthin dalam Limbah Kulit Udang Windu (Penaeus monodon Fab.).
Skripsi. Semarang : STIFAR
Yuangsoi, B., Jintasataporn, O., Areechon, N., and Tabthipwon. 2008. Validated
TLC-densitometric Analysis for determination of Carotenoids in Fancy
Carp (Cyprinus carpio) Serum and the Application for Pharmacokinetic
Parameter Assessment. Songklanakarin J. Sci. Technol. 30. (6) : 693-700

You might also like