You are on page 1of 7

1.

1 Analisa Citra Penginderaan Jauh

1.2.1 Karakteristik Citra Penginderaan Jauh

Gambar yang merupakan hasil dari penginderaan jauh disebut dengan citra. Adapun
arti dari citra itu sendiri adalah gambaran yang tampak dari suatu objek yang diamati sebagai
hasil dari proses perekaman sensor ataupun alat pemantau lainnya. Menurut Simonett, 1983
yang dimaksud dengan citra (image) adalah gambaran objek yang dibuahkan oleh pantulan
atau pembiasan sinar yang difokuskan dari sebuah lensa atau cermin. Secara umum citra
penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu citra foto dan citra non foto :

1. Citra Foto
Citra foto adalah citra objek yang merupakan hasil dari pemotretan kamera.

Berdasarkan spectrum elektromagnetikyang digunakan, citra foto dapat dibedakan


sebagai berikut :
a. Foto ultraviolet, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spectrum
ultraviolet dengan panjang gelombang 0,1 – 0,4 mikron.
b. Foto ortokromatik, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan
spektrum sinar tampak. Mulai dari warna biru sampai warna hijau dengan
panjang gelombang 0,4 – 0,56 mikron.
c. Foto pankromatik, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan
spectrum tampak mulai dari warna merah sampai warna ungu dengan
panjang gelombang 0,4 – 0,7 mikron.
d. Foto inframerah, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spectrum
inframerah dengan panjang gelombang 0,7 – 30,0 mikron.

Berdasarkan sumbu kamerayang digunakan citra foto dibedakan atas :


a. Foto vertikal, yaitu citra foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus
terhadap objek di permukaan bumi.
b. Foto miring/condong, yaitu citra foto yang yang dibuat dengan menggunakan
sumbu kamera yang condong dan membentuk sudut terhadap objek di
permukaan bumi

2. Citra Non Foto


Citra non foto adalah foto yang dibuat dengan menggunkan sensor non kamera.
Gambarnya diperoleh dengan menggunakan penyinaran scanner. Citra non foto
dapat dibedakan berdasarkan :

Spektrum gelombang elektromagnetik :


a. Citra inframerah termal, yaitu citra yang terbentuk dari penyerapan spectrum
inframerah termal.
b. Citra gelombang mikro, yaitu citra yang terbentuk dari penyerapan
gelombang mikro.
c. Citra radar, yaitu citra ysng dibuat dari sumber tenaga buatan.

Jenis sensor :
a. Citra tunggal, yaitu citra yang dibuat melalui sensor tunggal.
b. Citra jamak, yaitu citra yang dibuat melalui sensor jamak
Jenis wahana :

a. Citra dirgantara, citra yang dibuat dari wahana yang berada di atmosfer
(bukan ruang angkasa).
b. Citra satelit, citra yang dibuat dari wahana yang berada di luar angkasa
(antariksa).

1.2.2 Memperbaiki Kenampakan Citra

Apabila sebuah citra ditampilkan berdasarkan hubungan linear antara digital number
dengan derajat keabuan (untuk hitam putih) atau nilai display (apabila kita memakai
pewarnaan), citra tersebut mungkin akan tampak terlalu terang atau terlalu gelap sehingga
sulit dianalisa. Hal ini bisa diperbaiki dengan mengubah hubungan linier tersebut. IA
mempunyai cara yang agak berbeda dalam menggambarkan kurva hubungan antara digital
number dengan nilai display dari yang dipaparkan diatas, yaitu dengan menggunakan
histogram. Pada awalnya, dengan hubungan linear antara digital number dan nilai display,
histogram antara keduanya berhimpit. Kemudian apabila kita mengubah hubungan ini,
histogram dari nilai display akan berubah, sehingga keduanya tidak lagi berhimpit. Praktek
yang paling sering dilakukan untuk memperbaiki tampilan citra adalah dengan merentangkan
histogram nilai display.

1.2.3 Mengelompokkan Area Dengan Karakter Yang Sama

Image Analysis (IA) dapat dengan cepat mengidentifikasi daerah dengan


karakteristik yang sama dari sebuah citra dengan menggunakan fasilitas Seed
Tool. Fasilitas ini sangat berguna untuk identifikasi cepat seperti bekas kebakaran hutan, atau
daerah yang terbuka. Polygon hasil proses identifikasi ini dapat langsung disimpan kedalam
format shapefile ArcView. Fasilitas ini bukanlah pengganti klasifikasi otomatis pada
pengolahan citra, tetapi lebih merupakan alternatif dari digitasi secara manual pada layar
monitor yang berketelitian sangat rendah.

1.2.4 Mengubah Citra Dengan Data Vektor

Mengubah citra dengan peta vektor sebagai acuan sangat penting untuk
mendapatkan akurasi koordinat geografi yang tinggi, sehingga memungkinkan overlay antara
citra dan peta vektor untuk keperluan analisa. Hal ini juga disebut sebagai koreksi geometrik.
IA memberikan suatu fasilitas cepat dan mudah untuk melakukan hal tersebut akan tetapi
untuk keperluan rektifikasi yang lebih akurat lebih baik gunakan perangkat lunak lain yang
khusus dirancang untuk mengolah citra digital.

1.2.5 Membuat Klasifikasi Citra

IA menyediakan fasilitas klasifikasi tak terbimbing untuk mengkategorikan sebuah


citra kontinyu menjadi klas tematik yang berguna. Kita menentukan kelas yang diinginkan lalu
IA akan melakukan proses penghitungan yang menempatkan masing-masing pixel kedalam
kelas yang sesuai tergantung pada digital number. Dari pengkategorian ini kita bisa
menghitung area dengan tutupan lahan yang berbeda pada citra. Teknik ini digunakan sebagai
cara yang cepat untuk memperoleh klasifikasi yang cukup umum dan tidak terlalu akurat.
Untuk klasifikasi yang memerlukan ketelitian tinggi disarankan untuk menggunakan perangkat
lunak pengolahan citra digital.
1.2.6 Mencari Area yang mengalami perubahan

IA menyediakan fasilitas untuk mendeteksi perbedaan antara beberapa citra yang


diambil dalam periode yang berbeda sehingga bisa digunakan untuk mempelajari perubahan
dari waktu ke waktu. Untuk data yang sifatnya kontinyu, disediakan fasilitas Image
Differencing, sedangkan untuk data yang sifatnya tematik disediakan fasilitas Thematic
Change.

1.2.7 Definisi Image Difference

Image Difference sangat berguna untuk menganalisa citra pada area yang sama untuk
mempelajari tipe-tipe tutupan lahan yang mungkin berubah dengan waktu. Cara bekerjanya
adalah dengan mengurangkan satu theme dari theme lain. Perubahan ini bisa ditonjolkan
dengan perbedaan warna : warna hijau dan merah menggambarkan peningkatan dan
penurunan nilai.

1.2.8 Definisi Thematic Change

Image Analysis (IA) menyediakan fasilitas Thematic Change untuk membuat


perbandingan tematik antar citra tematik hasil klasifikasi. Fasilitas ini untuk data yang sifatnya
tematik.

1.2.9 Definisi Summarize Area

Dengan menggunakan cara Thematic Change, kita bisa melihat dengan jelas area yang
diinginkan, akan tetapi secara kuantitatif luas area di dalam suatu area tertenu, tidak
diketahui. Area tersebut bisa dihitung dengan menggunakan fasilitas Summarize Areas.

1.3.10 Daftar Pustaka

Puntodewo, Dewi, dan Tarigan. 2003.Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan


Sumberdaya Alam.Bogor: CIFOR.
D. Metode Average Nearest Neighbor Distance

1. Judul Paper :

a. Pemodelan Spasial Kerentanan Wilayah Terhadap Penyakit Leptospirosis Berbasis


Ekologi
b. Analisis Pola Sebaran Kejadian Longsorlahan Di Kecamatan Somagede Dengan Sistem
Informasi Geografis

2. Cara Kerja Metode Pada Paper :

Paper 1 :

Cara kerja metode average nearest neighbor distance adalah mengukur jarak
antara setiap centroid fitur dan lokasi centroid tetangganya yang terdekat, kemudian
rata-rata semua jarak tetangga terdekat. Analisis pola ini menggunakan nilai indeks.
Nilai indeks ini dihasilkan dari rasio antara jarak yang diamati dibagi dengan jarak yang
diharapkan (jarak yang diharapkan didasarkan pada distribusi acak hipotetis dengan
jumlah yang sama fitur yang mencakup total luas yang sama).

Jika indeks rasio tetangga terdekat rata-rata kurang dari 1, maka feature dikatakan
berpola clustering (berkelompok). Jika indeks lebih besar dari 1, tren adalah menuju
disperse (menyebar).

Paper 2 :

Metode analisis kerapatan adalah memanfaatkan analisis tetangga terdekat


merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menjelaskan pola persebaran
dari titik-titik lokasi dengan mempertimbangkan jarak, index kedekatan, z-score, dan
p-value(ESRI, 2013). Z-score dan p-value adalah ukuran signifikansi statistik yang
menunjukkan distribusi data acak. Indeks tetangga terdekat akan digunakan sebagai
rasio dari jarak rata-rata data dengan jarak rata-rata standar.Indeks tetangga terdekat
dinyatakan sebagai rasio jarak diamati dibagi dengan jarak yang diharapkan. Jarak
yang diharapkan adalah jarak rata-rata antara tetangga dalam distribusi acak
hipotetis. Jika indeks kurang dari 1, pola menunjukkan pengelompokan; jika indeks
lebih besar dari 1, tren ke arah dispersi atau persaingan.

Penggunaan formula analisis tetangga terdekat dalam hal ini menggunakan formula
yang statistik average nearest neighbor (ANN) sebagai berikut :

Dimana Do adalah jarak rata-rata yang diamati antara setiap fitur dan tetangga
terdekat mereka, sedangkanDE adalah jarak rata-rata yangdiharapkan untuk fitur
dengan pola acak. Madalah jumlah kejadian, dan A mewakili luas wilayah. Nilai ANN
dinyatakan dengan ANN=1 berarti berpola acak (random); ANN < 1 berarti
mengelompok (clustered) ; dan ANN > 1 berarti terpencar (dispersed). Identifikasi
pola distribusi kejadian longsor di Kecamatan Somagede dilakukan dengan
perhitungan statistik dalam lingkungan SIG berdasarkan hasil survey dan inventarisasi
kejadian longsor yang diperoleh dari masyarakat

3. Kriteria dan variabel yang digunakan

Paper 1 : Membuat model spasial kerentanan wilayah terhadap penyakit


leptospirosis dan menganalisis pola persebaran penyakit
leptospirosis.
Paper 2 : Mengidentifikasi pola sebaran kejadian longsor yang terjadi di
Kecamatan mengidentifikasi pola sebaran kejadian longsor yang
terjadi di Kecamatan Somagede dengan menggunakan hasil survei
lapangan dan memanfaatkan SIG sebagai alat analisis.

4. Analisis data spasial dan non spasial

Paper 1 :
Data Spasial : Pada paper ini data spasial yang disajikan berupa titik
koordinat lokasi wilayah kasus leptospirosis yang digunakan
untuk mengidentifikasi lokasi.
Data Non Spasial : Pada paper ini data non spasial yang disajikan berupa data
jumlah kasus leptospirosis di Kecamatan Imogiri, Bantul yang
disajikan dalam tabel.

Paper 2 :
Data Spasial : Pada paper ini data spasial yang disajikan berupa titik
kooridinat 39 titik kejadian longsor yang digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi.

Data Non Spasial : Pada paper ini data non spasial yang disajikan berupa data
kemiringan lereng di kecamatan Somagede.

5. Contoh Perhitungan

Paper 1 :

Paper 2 :
Pola sebaran kejadian longsor dengan 39 titik kejadian dengan perhitungan
ANN telah dihasilkan angka sebagai berikut :

Pembuktian kebenaran apakah sebaran kejadian longsor tersebut mengelompok atau


tidak dapatdigunakan uji signifikansi yang tuliskan sebagai berikut.
i. H0: tidak terdapat pola kejadian longsor yang mengelompok
H1: terdapat pola kejadian longsor yang mengelompok i
ii. Tingkat signifikansi
iii. Daerah kritis
H0 ditolak jika Z-score>Z α/2=2,58 atau
Z-score< Z α/2 = -2,58
dengan Z α/2 diperoleh dari tabel normal
iv. Statistik uji Berdasarkan software ArcGis 9.3, diperoleh hasil output pada
gambar xx dengan Zscore sebesar -2.77
v. Kesimpulan Berdasarkan perhitungan Z-score sebesar -2.77 <Z α/2 = -2,58
maka H0 ditolak artinya terdapat kejadian longsor dengan pola mengelompok.

6. Software yang digunakan :

Paper 1 :
ArcGIS 9,3
Paper 2 :
ArcGis 9.3
SPSS 17

7. Daftar Pustaka
Nirwansyah, dkk.Dalam Paper Analisis Pola Sebaran Kejadian Longsorlahan Di
Kecamatan Somagede Dengan Sistem Informasi Geografis.

Widayani, Dyah.Dalam Paper Pemodelan Spasial Kerentanan Wilayah Terhadap


Penyakit Leptospirosis Berbasis Ekologi.

You might also like