You are on page 1of 9

NAMA : ZAINAL ABIDIN

NIM : 12030117420103
Kelas : B

PENCEGAHAN FRAUD

PENDAHULUAN
Ketika mengembangkan sistem pengendalian fraud, sangat sulit untuk mengetahui
apa yang harus dilindungi dan bagaimana melindungi jika tidak melakukan penilaian risiko
untuk melihat di mana risiko berada dalam entitas (kecuali untuk fraud yang telah terjadi). Hal
tersebut akan mencakup aset yang paling berisiko, skema fraud yang paling mungkin terjadi,
red flags terkait, dan risiko residual dengan mempertimbangkan pengendalian apa yang
diperlukan untuk mengurangi risiko ini.

Tujuan dari program antifraud adalah untuk mencegah fraud, bukan hanya
mendeteksinya. Aksioma lama “satu ons pencegahan bernilai satu pon pengobatan” adalah
pernyataan yang meremehkan terkait dengan fraud. Bagian Sarbanes-Oxly (SOX) Act of 2002
menempatkannya ke fraud adalah hal yang penting, jelas akan lebih baik jika fraud dapat
dikurangi atau diminimalisir—dicegah semaksimal mungkin. Pendeteksian pasti terkait
dengan pencegahan, dan keduanya bersama-sama menyediakan sistem pengendalian antifraud.

A. LINGKUNGAN PENCEGAHAN
Kunci keberhasilan pencegahan fraud adalah dengan melihat budaya entitas dan
mencoba mengubahnya. Beberapa aktivitas dan sikap dapat membantu dalam mencapai tujuan
ini. Elemen pencegahan yang penting umumnya diterapkan untuk suatu entitas, dan tidak selalu
diarahkan ke fraud yang spesifik.

1. Struktur Tata Kelola Perusahaan


Sebelum disahkannya SOX, penelitian telah menunjukkan bahwa tata kelola
perusahaan yang lemah dikaitkan dengan semua fraud keuangan yang besar. Misalnya, COSO
Landmark Study (1998) mempelajari 200 dari 300 kasus fraud yang ditangani oleh Securities
and Exchange Commission (SEC) dari tahun 1987 hingga 1997. Para peneliti menemukan pola
khas dari dewan yang lemah bagi entitas yang diselidiki. Tujuh dua puluh persen
mengidentifikasi dari kasus mengidentifikasi CEO, dan 43 persen direktur keuangan (CFO)
terlibat dengan fraud. Selain itu, menurut Wheel, Deal dan Steal, sebagian besar dewan diketuai
oleh mantan atau CEO saat ini.
Kelemahan dari laporan yang diringkas sebagai berikut :
a. Anggota dewan yang tidak independen
b. Dewan didominasi oleh orang dalam
c. Anggota dewan dengan kepemilikan ekuitas yang signifikan
d. Anggota dewan dengan sedikit pengalaman dewan
e. Dewan dan komite audit yang tidak sesuai
f. Anggota komite audit yang kurang mengetahui tentang keuangan atau audit
g. Tidak ada komite audit
h. Komite audit tidak mencukupi
i. Eksekutif puncak terlibat dalam fraud

Dari kelemahan tersebut, elemen dasar dari tata kelola yaitu jelas dan SOX mengatasi
masalah ini dengan membutuhkan lebih banyak kemandirian dan keahlian, serta sejumlah
aktivitas lainnya yang berhubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik. Misalnya, komite
audit bertanggung jawab untuk menerapkan tips anonim dan keluhan sistem dan sistem
whistleblower. SOX juga membutuhkan komite audit untuk menyewa perusahaan audit
eksternal dan menetapkan biaya untuk audit keuangan. SOX merekomendasikan interaksi yang
tinggi antara komite audit dengan auditor internal maupun keuangan. Singkatnya, tata kelola
perusahaan yang baik mencakup anggota dewan yang aktif, berkualitas, dan independen dan
terutama komite audit.

2. Pola Diatas (Tone at the Top)


Terlepas dari struktur tata kelola perusahaan, gaya manajemen menentukan nada bagi
organisasi. Meskipun terkadang diabaikan, sering disalahgunakan, tone at the top masih
menjadi kunci untuk mencegah fraud. Jika seseorang meninjau skandal besar dalam beberapa
tahun terakhir, di hampir setiap kasus, seorang eksekutif terlibat. Eksekutif itu biasanya tidak
mempercayai orang dan menyimpan sebanyak mungkin urusan keuangan yang disembunyikan
dari auditor.

Jika manajer kunci, dan dewan direksi dimana ia berada, terus berbicara tentang fraud,
mengkomunikasikan kebijakan fraud, dan mendorong semua orang untuk terlibat dalam
mencegah dan mendeteksi fraud, maka entitas tersebut pada akhirnya akan mengembangkan
budaya antifraud. Tanpa tekanan dan dukungan dari manajemen kunci, hampir tidak mungkin
memiliki budaya semacam itu.

3. Tujuan Keuangan Yang Realistis (Realistic Financial Goals)


Unsur lain yang umum dari fraud adalah tujuan yang terlalu optimis untuk kinerja
perusahaan. Dalam fraud keuangan di masa lalu, hampir setiap tujuan dan strategi entitas
berputar di sekitar peningkatan laba ke tingkat abnormal untuk industri dan/atau entitas
tersebut. Jika pemimpin entitas, terutama dewan, dapat menghindari penetapan tujuan
keuangan yang tidak realistis, maka akan ada sedikit tekanan pada eksekutif untuk mengambil
jalan pintas demi mencapai tujuan keuangan tersebut. Menyeimbangkan tujuan tersebut dengan
dampak negatif yang mungkin mereka miliki adalah tugas yang rumit.
Seperti yang dibahas, salah satu kaki dari segitiga fraud adalah tekanan (motivasi),
dan tujuan keuangan yang tidak realistis secara otomatis menciptakan fraud karena adanya
tekanan (motivasi). Manajemen selalu dapat mengesampingkan pengendalian atau berkolusi
pada tingkat tertentu, yang merupakan kaki kedua dari segitiga fraud (kesempatan). Situasi
tersebut berarti, hanya etika eksekutif yang akan mencegah eksekutif melakukan fraud
keuangan (rasionalisasi), jika tujuan kinerja yang realistis ada.
4. Kebijakan dan Prosedur

Kebijakan menentukan tujuan dan prinsip entitas, sedangkan prosedur menentukan


tindakan yang diambil entitas untuk memastikan tujuan tersebut tercapai. Oleh karena itu, dasar
untuk budaya antifraud dan lingkungan bagi setiap entitas yang serius tentang mencegah fraud
adalah kebijakan fraud dan prosedur yang berdasarkan kebijakan dibuat dengan hati-hati.
Kebijakan fraud menjadi dokumen sumber untuk mengembangkan langkah-langkah
pencegahan fraud, tindakan untuk mendeteksi fraud, dan tindakan dalam menanggapi fraud,
dan dengan demikian mempengaruhi efektivitas budaya atau iklim anti-fraud. Untuk memiliki
budaya antifraud yang efektif, suatu entitas harus memiliki kebijakan dan prosedur yang:

a. Menentukan fraud
b. Menjelaskan kebijakan publikasi dan komunikasi
c. Menjelaskan implementasi pengendalian untuk antifraud
d. Menjelaskan pelatihan
e. Menjelaskan langkah-langkah audit fraud yang proaktif
f. Menjelaskan pengujian pengendalian antifraud
g. Menentukan kebijakan dan prosedur investigasi
h. Menjelaskan tindakan yang diambil dalam audit fraud
i. Menjelaskan analisis bukti
j. Menjelaskan resolusi untuk fraud
k. Menjelaskan prosedur pelaporan insiden

Namun penciptaan etika dan kebijakan fraud secara tertulis tidak cukup dengan
sendirinya. Sistem yang efektif mencakup sarana untuk mengkomunikasikan kebijakan
tersebut secara memadai kepada semua pihak yang terlibat. Contohnya adalah memasukkan
etika dan fraud kedalam program orientasi karyawan. Yang penting untuk keberhasilan
kebijakan adalah sistem pemantauan dan kepatuhan.

Kebijakan etika didasarkan pada nilai-nilai atau prinsip. Sebagai ganti daftar yang
rinci atas kebijakan dan prosedur, beberapa nilai dipilih sebagai simbol entitas. Dengan
pendekatan ini, karyawan harus menerima nilai-nilai, yang harus tertanam dalam budaya dan
diperkuat oleh tindakan. Yang terpenting entitas harus mempertimbangkan elemen manusia
dari budaya organisasi. Meskipun banyak sekali faktor yang mempengaruhi budaya, ada
beberapa faktor yang lebih penting daripada yang lain. Orang adalah komponen terbesar dalam
budaya. Membangun budaya antifraud yang sesuai dengan orang-orang, operasi bisnis, dan
organisasi secara keseluruhan akan memastikan bahwa fraud dapat dikurangi sampai tingkat
yang memungkinkan

B. PERSEPSI DETEKSI (Takut Ketahuan)

Para profesional antifraud setuju bahwa persepsi deteksi berada di daftar teratas
pengukuran pencegahan fraud. Karena penjahat kerah putih yang melakukan fraud cenderung
memiliki beberapa kode etik pribadi, teknik ini bahkan lebih efektif dalam mencegah fraud
daripada untuk mencegah kriminal jalanan. Rasa takut akan penjara, penghinaan, atau
hilangnya hubungan keluarga adalah alat pencegah yang cukup bagi para fraudster potensial
untuk membuat mereka berhenti, berpikir, dan memutuskan itu tidak sebanding dengan biaya
total yang dikeluarkan. Hal terbaik yang dapat dilakukan oleh setiap entitas untuk
meminimalkan kecurangan adalah dengan menemukan biaya-manfaat untuk meningkatkan
persepsi deteksi. Beberapa cara untuk meningkatkan persepsi deteksi meliputi:

1. Pengawasan (Surveillance)
Tempat di mana aset yang beresiko tinggi, seperti ruangan surat dimana surat yang
berisi cek dan/atau uang kas dibuka, diberi kamera pengawas atau metode pengawasan lainnya
yang bisa menjadi persepsi yang baik dari metode deteksi. Jika pengawasan akan digunakan
sebagai tindakan pencegahan terhadap fraud, sebaiknya diumumkan secara terbuka bahwa itu
ada di tempatnya. Seseorang harus memastikan untuk memantau pengawasan sedemikian rupa
sehingga orang akan percaya bahwa seseorang sebenarnya menindaklanjuti aktivitas yang
mencurigakan. Karyawan yang tidak etis akan menguji efektivitas pengawasan untuk melihat
apakah itu benar-benar dipantau dan digunakan oleh seseorang untuk benar-benar
menindaklanjuti aktivitas yang mencurigakan. Dimungkinkan untuk menggunakan kamera
palsu atau “mati” tetapi hanya dalam hubungannya dengan kamera hidup dengan pemantauan
dan tindak lanjut yang cepat.

2. Masukan atau Saran Tanpa Nama (Anonymous Tips)


Tips telah terbukti menjadi metode terbaik untuk saat ini dalam mendeteksi fraud.
Namun, tips juga merupakan ukuran pencegahan. Alasannya sederhana. Jika karyawan tahu
ada sistem tip anonim dan siapa pun yang melihat sesuatu yang mencurigakan dapat
mengubahnya, maka itu tips mulai berfungsi sebagai tindakan pencegahan persepsi deteksi.
Praktik terbaik untuk program tip anonim mencakup keterlibatan manajemen yang tepat,
penanganan keluhan independen oleh pihak ketiga, dan menggunakan beberapa metode
komunikasi (telepon, surat, email, dll). Di atas semua, buatlah mudah, tidak menyusahkan, dan
nyaman bagi karyawan untuk memberikan tip.

3. Audit Kejutan (Surprise Audit)


Audit internal adalah metode proaktif dengan peringkat tertinggi atas deteksi (per
Association of Certified Fraud Examiners [ACFE] Statistik Report to the Nation [RTTN]).
Tetapi audit kejutan yang dilakukan oleh fungsi audit internal atau auditor fraud yang disewa
akan lebih efektif. Audit ini tidak hanya melayani tujuan yang sama dalam mendeteksi fraud
(yang kemudian dapat dipertimbangkan untuk tindakan pencegahan lebih lanjut), tetapi
faktanya audit kejutan yang tanpa pemberitahuan dapat menimbulkan sebuah persepsi deteksi.
Pelaku kecurangan tidak tahu kapan auditor fraud akan muncul, sehingga mereka tidak dapat
mempersiapkan diri untuk menipu auditor. Bahkan, setidaknya dalam satu fraud, pengumuman
palsu dari audit kejutan (auditor internal mencoba bermain lelucon) menyebabkan manajer unit
bisnis akan mengakui fraud.

4. Penuntutan (Prosecution)
Manfaat besar dapat diperoleh dengan menuntut pelaku fraud sampai batas maksimal
hukum. Memang benar bahwa ada beberapa risiko negatif dalam pengadilan terbuka, dan
bahkan ada risiko bahwa lembaga penuntut mungkin gagal melakukan tugasnya secara efektif.
Tetapi sisi positifnya tidak hanya memperoleh keadilan bagi insiden tunggal dan keadilan
untuk pelaku kecurangan. Menuntut seseorang mengirimkan sebuah pesan yang kuat tentang
persepsi deteksi: Jika seseorang melakukan fraud dan tertangkap, entitas ini akan mencari
penuntutan dan mungkin penjara. Sebagian besar para ahli setuju bahwa penuntutan adalah
kunci untuk mempertahankan tingkat deteksi persepsi yang efektif.

5. Penegakan Kebijakan Etika dan Fraud (Enforcement of Ethics and Fraud Policies)
Filosofi yang sama berlaku untuk memenuhi kebijakan fraud, kebijakan etika, dan
kebijakan perusahaan dalam menangani fraud. Sebuah entitas harus menentukan terlebih
dahulu apa yang akan dilakukan jika fraud terjadi; khususnya, hukuman apa yang akan
dijatuhkan untuk jenis fraud dan tingkat fraud. Kemudian entitas perlu memastikan untuk
memantau dan menindaklanjuti hukuman yang ditetapkan untuk fraud. Gagalnya mengikuti
pedoman sendiri untuk hukuman fraud lebih buruk daripada tidak memiliki kebijakan fraud
sama sekali. Secara emosional sulit untuk membuat keputusan ad hoc semacam ini setelah
fraud terjadi, dan emosi-emosi tersebut dapat menghambat keputusan terbaik.

6. Tangkap Saya Jika Anda Bisa (Catch Me If You Can)


Anehnya, mungkin persepsi terbesar dari ukuran pendeteksian adalah untuk
menangkap fraudster, mengadili dia, dan sangat mempublikasikan apa yang telah dilakukan.
Seorang fraudster yang baru saja ditangkap secara signifikan dapat meningkatkan persepsi
deteksi, karena berfungsi sebagai contoh hidup dan pengingat bahwa entitas ini serius, mampu
mendeteksi fraud, dan bersedia untuk mengadili. Selain itu, memberi hadiah kepada karyawan
yang berkontribusi untuk mendeteksi fraud pada budaya antifraud.

C. PENDEKATAN KLASIK

Tinjauan atas pendekatan klasik terhadap pengurangan pencurian, fraud, dan


penggelapan karyawan sangat membantu dalam mengembangkan program pencegahan dan
pengendalian fraud yang efektif. Berikut adalah pendekatan klasik:

1. Pendekatan Direktif
Pendekatan direktif bersifat konfrontatif dan autoritatif. Pendekatan ini mengatakan:
''Jangan mencuri. Jika Anda melakukannya, dan kami menangkap Anda, Anda akan dipecat.''
Ketika entitas sedikit atau tidak ada pencegahan fraud, mungkin akan mengambil pendekatan
ini. Jika fraud terjadi dan terdeteksi, manajemen mungkin akan memecat karyawan tersebut
dan mungkin tidak akan menuntut pelaku fraud. Manajemen mungkin juga akan terkejut bahwa
seseorang akan melakukan fraud terhadap entitas.

2. Pendekatan Preventif
Dalam pendekatan preventif, pelaku fraud potensial disaring dengan menggunakan
berbagai cara, termasuk mencheck latar belakang untuk catatan kriminal dan laporan kredit.
Pengendalian internal dapat digunakan dalam pendekatan preventif. Yaitu, pemisahan tugas
dapat mengurangi risiko fraud setidaknya sampai pada titik di mana manajemen harus
menimpa kontrol atau orang harus berkolusi untuk melakukan penipuan, yang selalu ada
kemungkinan.

3. Pendekatan Detektif
Dalam pendekatan detektif, manajemen menyiapkan pengendalian akuntansi dan
fungsi audit internal untuk memantau potensi fraud. Fungsi audit internal secara berkala
memverifikasi keabsahan transaksi dan memastikan keberadaan aset. Di antara audit periodik,
manajemen tergantung pada pengendalian akuntansi untuk mendeteksi fraud yang mungkin
terjadi.

4. Pendekatan Observasi
Pendekatan observasi bergantung pada pengamatan fisik aset dan karyawan.
Manajemen memonitor perilaku karyawan untuk perilaku atau aktivitas yang mencurigakan.
Tingkat persediaan barang berharga dan portabel juga dimonitor secara langsung atau dengan
cara lain, seperti kamera Barang yang termasuk persediaan berharga dan mudah dipindahkan,
kas, dan aset lain.

5. Pendekatan Investigasi
Berdasarkan hasil investigasi, pendekatan investigasi menindaklanjuti adanya
ketidaksesuaian. Misalnya, entitas akan menindaklanjuti dugaan pencurian. Untuk varians
yang tidak menguntungkan, atau yang menguntungkan, dalam persediaan, barang, bahan baku,
perlengkapan, dan biaya produk, entitas akan menindaklanjuti untuk menentukan sifat dan
tingkat kerugian dan siapa kemungkinan pelakunya.

6. Pendekatan Asuransi
Pendekatan ini tergantung pada cakupan asuransi yang memadai untuk menutupi
kerugian yang mungkin terjadi karena fraud. Meskipun pendekatan ini jelas tidak mengurangi
pencurian oleh karyawan, namun ini meringankan pukulan keuangan ketika kerugian fraud
terjadi.

Namun pencurian karyawan dapat terjadi bahkan jika suatu entitas mengadopsi semua
pendekatan klasik ini. Dua jenis frayd selalu dapat terjadi: kolusi antara dua orang dan
manajemen yang mengesampingkan kontrol. Selain itu, sifat fraud ini berarti mereka dapat
berlanjut dalam skala besar tanpa terdeteksi. Kenyataan itu tampaknya menjadi pengalaman
banyak perusahaan saat ini, yang dibuktikan dengan hasil ACFE 1996, 2002, 2004, 2006, dan
2008 RTTN di mana setiap survei menunjukkan biaya fraud adalah 5-7 persen dari total
pendapatan.
D. TINDAKAN PENCEGAHAN LAINNYA

Selain dari ukuran pencegahan umum (lingkungan, budaya, dan perusahaan), ukuran
pencegahan yang spesifik dapat digunakan untuk meminimalkan fraud. Karyawan kunci yang
memiliki kontrol atau akses atas aset berharga dan portabel seperti kas atau cek, dapat
digunakan menjadi objek tindakan pencegahan fraud dan penanggulangan fraud. Suatu entitas
harus mempertimbangkan langkah-langkah pencegahan yang tepat yang membuat karyawan
bertanggung jawab dalam menangani aset berharga.

1. Pemeriksaan Latar Belakang (background checks)


Salah satu ukuran pencegahan yang cukup efektif adalah dengan menggunakan
pemeriksaan latar belakang untuk karyawan kunci. Pemeriksaan latar belakang bisa
mengungkapkan catatan kriminal dan atau hutang yang tinggi. Adanya tekanan hutang yang
tinggi dapat menjadi salah satu penyebab fraud (pressure-fraud triangle). Catatan kriminal
menunjukan sejarah dalam melakukan kejahatan dan timbul kemungkinan kemauan untuk
melakukan fraud (rationalization-fraud triangle).

2. Audit Reguler
Fakta bahwa kehadiran auditor secara rutin dapat menjadi ukuran pencegahan, karena
dapat meningkatkan persepsi deteksi mereka. Ukuran pencegahan lain yaitu jika auditor
menggunakan alat dan teknik audit untuk mencari fraud yang sedang berlangsung. Kunci
efektivitas dari audit fraud reguler adalah mengidentifikasi, review, dan menganalisis anomali.
Contoh yang terjadi adalah beberapa tahun terakhir telah terjadi kecurangan keuangan, fungsi
internal audit dilumpuhkan dan tidak diizinkan untuk melakukan sesuatu yang serius terhadap
informasi keuangan, tetapi tetap sibuk dengan jenis audit lainnya. CEO perusahaan tersebut
beranggapan bahwa kehadiran internal audit akan menghalangi kecurangan yang mereka
lakukan. Pada akhirnya seorang auditor internal datang larut malam dan diam-diam memeriksa
catatan keuangan, dan menemukan bahwa telah terjadi kecurangan keuangan dan pelakunya
adalah CEO perusahaan tersebut.

3. Pengendalian Intern (Internal Control)


Segitiga fraud mencakup peluang, yang pada dasarnya merupakan sinonim dari
pengendalian internal. Auditor fraud memiliki sedikit kemampuan untuk mempengaruhi
tekanan atau rasionalisasi, walaupun manajemen dapat menciptakan lingkungan yang
berpengaruh positif terhadap aspek tersebut. Aspek tekanan dan rasionalisasi berasal dari
pikiran seseorang sehingga sulit untuk dideteksi secara langsung. Kegiatan pengendalian yang
spesifik dapat membatasi kesempatan untuk melakukan fraud dan lebih mudah diamati.
Dengan demikian lingkungan pengendalian, khususnya aktivitas pengendalian antifraud, dapat
menjadi ukuran pengecahan fraud.
Secara historis, kelemahan paling umum uang berkaitan dengan fraud dalam aktivitas
pengendalian adalah pemisahan tugas yang tidak memadai dan tidak terpantau. Pengendalian
internal lainnya termasuk:
a. prosedur otorisasi yang tepat
b. dokumentasi yang memadai, catatan, dan jejak audit
c. kontrol fisik atas aset dan catatan
d. pemeriksaan independen terhadap kinerja
e. pemantauan kontrol

Jika SOX benar-benar merupakan kompilasi praktik terbaik, maka bagian 404 SOX
sejalan dengan upaya untuk meminimalkan fraud. Bagian 404 memerlukan evaluasi tahunan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Seperti yang telah dibahas, SOX adalah ukuran
pencegahan secara umum karena persepsi deteksi ada untuk audit SOX setiap tahun berulang,
dan kelemahan kontrol dapat diidentifikasi yang kemudian dapat diperkuat untuk berfungsi
sebagai tindakan pencegahan.

4. Invigilation
Variasi dari pengawasan adalah invigilation. Dalam invigilation, auditor fraud
menciptakan lingkungan murni yang harus bebas dari fraud. Hal tersebut merupakan audit
fraud high-profile dan dikelola dengan baik. Karyawan akan sangat berhati-hati untuk tidak
melakukan kegiatan fraud selama waktu tersebut, invigilation berfungsi sebagai tolok ukur dari
apa yang seharusnya diperoleh entitas dalam pendapatan. Dengan menganalisis pendapatan
selama invigilation terhadap periode waktu lainnya, auditor fraud dapat menentukan apakah
fraud terjadi secara teratur di luar invigilation tersebut.
Invigilation sangat berguna untuk fraud off-the-books yang tidak dapat menggunakan
model deteksi biasa. Invigilation memberikan tolok ukur untuk memverifikasi pendapatan
yang ada, misalnya, memungkinkan manajemen untuk menentukan apakah skimming atau
beberapa skema off-the-books lain tampaknya telah dilakukan.

E. SIKLUS AKUNTANSI

Salah satu cara untuk melakukan tindakan pencegahan dari suatu fraud adalah dengan
cara memeriksa proses akuntansi dari suatu bisnis dalam siklus yang natural. Berikut ini kami
sajikan beberapa contoh untuk menggambarkan langkah-langkah untuk pencegahan:

1. Generalisasi
Pertama yang harus dipahami adalah bagaimana transaksi dan siklus akuntansi yang
spesifik untuk setiap organisasi tertentu. Spesifiknya transaksi dan siklus akuntansi tersebut
dapat disebabkan oleh industri, strategi, ukuran organisasi, struktur organisasi, struktur modal,
dan berbagai faktor lainnya.
Ukuran organisasi merupakan salah satu faktor yang paling penting untuk
dipertimbangkan dalam pengendalian fraud. Ukuran organisasi sangat berdampak terhadap
pemisahan tanggung jawab, yang merupakan area kritis untuk pencegahan dan deteksi fraud.
Ukuran dari organisasi juga merupakan faktor yang dapat mengidentifikasi jenis dan
banyaknya fraud yang terjadi dalam suatu organisasi. Pada organisasi yang besar memiliki
struktur yang kompleks dan akan lebih sulit untuk dikendalikan dalam banyak aspek, namun
organisasi yang besar juga memiliki sumber daya yang besar yang dapat digunakan untuk
kontrol. Hal yang sebaliknya, organisasi yang lebih kecil memiliki kesulitan dalam pemisahan
tanggung jawab sebagai kontrol preventif, tetapi fraud yang terjadi lebih mudah dideteksi. Hal
ini dikarenakan struktur organisasi yang lebih sederhana dan lebih erat terhubung. Yang paling
penting untuk dipahami disini adalah konteks dari organisasi dan faktor lingkungan fraud.
Walaupun transaksi dan siklus akuntansi di setiap organisasi berbeda, pada tingkat
tertentu mereka sama. Hanya ada beberapa siklus akuntansi dasar. Meskipun transaksi fraud
terjadi dalam berbagai bentuk namun substansinya tetap sama.

2. Siklus Penjualan
Salah satu skema umum dalam siklus penjualan adalah lapping. Terdapat dua langkah
yang mungkin dapat digunakan untuk mencegah terjadinya lapping ini yaitu, 1) melakukan
rotasi tanggung jawab dan 2) Memaksa karyawan untuk mengambil liburan. Pemisahan
tanggung jawab dapat membantu pencegahan fraud seperti pencurian dan skema write-off.
Dalam banyak kasus, otorisasi bertahap perlu ditambahkan ke proses bisnis.

3. Siklus Pembelian
Dalam siklus pembelian, fraud yang memiliki persentase tertinggi terjadi pada
kecurangan pengeluaran kas. Salah satu fraud yang umum adalah shell company. Fraud ini
dapat dicegah dengan cara melakukan pemisahan tanggung jawab dan otorisasi bertahap.
Langkah ini dapat membantu dalam mencegah check tampering, kesalahan palsu, dan
pengembalian uang palsu.

4. Siklus penggajian
Pada siklus penggajian fraud yang sering terjadi adalah karyawan hantu (ghost
employees). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan cross-
check antara daftar penggajian dan daftar sumber daya manusia secara berkala. Ghost
employees akan ada di daftar gaji tetapi tidak ada di daftar sumber daya manusia. Selain itu
tindakan prencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan rotasi paksa tanggung
jawab atau memberikan liburan pada area manajer penggajian.

You might also like