You are on page 1of 19

Emerging Issues in Accounting and Auditing

OLEH :
Kelompok 14

1. WAHYUNI 1610536011
2. HARINI 1610536025
3. FEBI RAMADHANNI 1610536037
4. QURRATUL AINI 1610536046

S1 INTAKE AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
Emerging Issues in Accounting and Auditing

1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Riset, Regulasi, dan Praktik Akuntansi dan


Audit Saat Ini

Satu dari pengaruh-pengaruh utama pada praktik dan riset akuntansi dan audit dikaji
melalui bab ini merupakan perkembangan standar akuntansi dan audit internasional.
Permasalahan ini, bersamaan dengan perkembangan saat ini dalam pelaporan dan asersi
keberlanjutan, akan didiskusikan dalam bab ini. Pertama, sejumlah faktor kontroversial yang
berpotensi untuk diuji.

XBRL (Extensible Business Reporting Language)

Terdapat kemajuan teknologi yang sedang dalam tahap penyelesaian yang akan
memengaruhi cara penyajian laporan keuangan. Pada akhir tahun 2008, US Securities and
Exchange Commision (SEC) memutuskan agar 500 perusahaan publik terbesar di United
States untuk mendokumentasikan laporan keuangan tahun 2009 mereka menggunakan
Extensible Business Reporting Language (XBRL), dengan perusahaan lainnya untuk
mengikuti hal tersebut. XBRL memungkinkan informasi keuangan untuk disajikan dalam
cara yang lebih interaktif dan mudah digunakan dengan ‘label’ item data individual sehingga
mereka dapat diekstrak dengan software untuk memproduksi laporan yang disusun oleh
pengguna. Pihak SEC berharap bahwa XBRL akan memungkinkan analisis yang lebih cepat
terhadap data keuangan perusahaan dengan sekelompok pengguna yang lebih luas dengan
kesalahan yang tidak terlalu material. Teknik yang ada saat ini biasanya mengutip detail dari
laporan keuangan yang berisi kesalahan karena apakah data tersebut dijalankan secara
manual atau menggunakan software program yang menghasilkan output yang hanya
membagi rata data pokok.

Laporan keuangan diajukan dengan database umum SEC (dikenal sebagai EDGAR),
yang mana dapat diakses melalui web, membuat data tersedia untuk berbagai kepentingan
pengguna. Haka menyarankan bahwa perkembangan ini akan berarti ketersediaan yang besar
dari kemudahan akan akses data dan akan memungkinkan memposisikan manajer perusahaan
sesuai penelitian yang cukup mendalam untuk menjelaskan laporan keuangan mereka.
Terkait data yang digunakan, Haka menyarankan XBRL bisa saja mengubah cara analis
keuangan mempelajari perusahaan-perusahaan kecil. Saat ini, alisis keuangan cenderung
untuk berfokus pada perusahaan besar karena ketersediaan yang lebih besar dari data mereka
dan ketertarikan yang lebih pada perusahaan tersebut dari para investor. Analis keuangan
menghasilkan laporan terkait perusahaan yang mereka pelajari, membuat bahkan lebih
banyak informasi tersedia untuk para investor. Peningkatan ketersediaan data keuangan untuk
perusahaan kecil bisa membuat perusahaannya lebih atraktif bagi para analis. Sebaliknya,
analis skala besar memperlajari hal tersebutmungkin dengan maksud untuk meningkatkan
likuiditas saham perusaahan skala kecil. Selanjutnya, investor pemula mungkin
mengembankan kepercayaan diri mereka dari tingkat detail dan keterbandingan data antara
perusahaan.

Namun demikian, CFO nampaknya akan kehilangan kemampuan mereka untuk


memilih tingkat pemisahan data dalam laporan keuangan. Mereka akan mengklaim bahwa
bagian pokok dari akuntansi merupakan proses pemisahan item yang serupa dengan maksud
untuk memberikan arti terhadap informasi yang ada. Ekstrimnya, jika hal tersebut
memungkinkan untuk menyediakan investor dengan akses yang lengkap untuk transaksi
tingkat data, hal ini tidak akan berguna karena data tidak akan memberikan informasi yang
berarti. Arti dari sebuah data ditambahkan oleh akuntan melalui proses klasifikasi dan
pemisahan untuk memperbolehkan, semisal, penghitungan rasio tipe tertentu dari expenses
hingga sales.

Satu hal yang masih diperdebatkan terkait XBRL merupakan apakah pendekatan audit
yang berlaku saat ini dari rekonsiliasi dalam versi paper dari dokumen yang berkaitan dengan
XBRL untuk informasi dalam penatausahaan dokumen resmi SEC cukup memadai. Plumlee
dan Plumlee menyarankan bahwa pencadangan dari informasi XBRL merupakan perluasan
paradigma pelaporan tradisional akan mengubah cara data finansial dan non-finansial dapat
digunakan. Pergantian paradigma ini memerlukan auditor untuk mempertimbangkan
pertanyaan lebih dalam daripada hanya sekadar rekonsiliasi output. Pertanyaan ini meliputi:
Apa yang mendasari kesalahan dalam XBRL, dan apa yang dimaksud dengan materialitas
keika sebagian data keuangan individu akan digunakan diluar konteks dari laporan keuangan?
Materialitas secara tradisional dinilai sebagai dampak dari keputusan pengguna, dan pedoman
kuantitatif menyarankan bahwa item tersebut dapat dipertimbangkan pada pengasingan dan
dalam pemisahan, dan dalam proporsi untuk dasar yang relative, semacam laba. Jika data
dapat diakses dengan mudah dalam pengasingan atau dalam penggabungan yang baru,
pedoman materialitas ini tidak dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama. Plumlee dan
Plumlee setuju dengan Haka akan kebutuhan riset yang lebih dalam untuk memahami
keuntungan dan kelemahan dari XBRL dan dampaknya pada masa depan pelaporan keuangan
dan audit.

Pengaruh dari Jatuhnya Perusahaan dan Sarbanes-Oxley Act (2002)

Sebagaimana telah didiskusikan secara cukup komprehensif pada awal bab ini,
sejumlah perusahaan yang ternama bangkrut dan perubahan hukum pada awal 2000-an
mengubah baik citra akuntansi dam audit dan lingkungan regulasinya. Sejumlah kritikan
terhadap independensi auditor dan tata kelola perusahaan menjadi topic hangat yang
mengundang banyak pendapat publik dan perhatian bagi peneliti.

Semisal, di Amerika sebelum adanya Sarbanes-Oxley Act (2002) (SOX) audit


perusahaan saling memberikan reviu sesuai dengan sistem administrasi reviu sejawat oleh
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Proses ini berkaitan dengan
pengumpulan informasi pada prosedur pengendalian kualitas audit perusahaan dengan
mewawancarai para staff dan memeriksa pendokumentasian. Fogarty mengkritik proses ini
pada dasar bahwa proses reviu tidaklah memadai secara tepat dan penelaah cenderung tidak
dapat mendeteksi kekurangan yang penting. Hal ini seperti yang dikatakan bahwa staf dapat
dilatih untuk menjawab pertanyaan pereviu dan dokumen dapat dihasilkan yang mana
menunjukkan audit yang mendalam daripada yang sebenarnya.

Sejak tahun 2004, Public Company Accounting and Oversight Board (PCAOB), yang
mana dibentuk sesuai dengan legislasi SOX, telah menyusun pemeriksaan independen
perusahaan audit. Akan tetapi, meskipun kritik terhadap reviu sejawat AICPA yang mana
mengacu pada perubahan dalam regulasi, Hilary dan Lennox menemukan bukti bahwa reviu
sejawat lebih menyediakan informasi yang kredibel terkait perbedaan kualitas antara audit
perusahaan. Meskipun hal muncul untuk menyarankan bahwa perubahan regulator tidak
dapat dibenarkan, Hillary dan Lennox juga memberi catatan bahwa perbedaan antara metode
reviu, dan secara khusus bagaimana penemuan mereka dipublikasikan, membuat hal ini sulit
untuk ditarik kesimpulan. Pada sistem AICPA Nampak bahwa penelaahan perusahaan
mungkin sedikit untuk mengungkapkan permasalahan audit jika mereka tidak dapat
berkompetisi dengan perusahaan yang direviu. Perusahaan yang telah direviu cenderung
memiliki kualitas yang lebih tinggi jika mereka direviu oleh auditor lainnya yang tidak
berkompetisi untuk klien yang sama. Bukti-bukti mengatakan bahwa sulit untuk benar-benar
menghilangkan insentif kepentingan masing-masing pihak sesuai dengan sistem pengendalian
kualitas yang diatur oleh perusahaan sendiri. Mungkin sebuah sistem dengan insentif pribadi
yang lebih sedikit dapat menjadi pilihan pada masa sulit, bahkan jika hal tersebut bukanlah
sistem yang baik.

2. Permasalahan terkait Penerapan Akuntansi Fair Value selama Krisis Finansial


Global

Penyebab Global Financial Crisis (GFC) yang menyerang hampir seluruh dunia pada
tahun 2008 dan 2009 merupakan hal yang kompleks dan terdapat celah untuk diperdebatkan.
Namun demikian, beberapa terkait praktik penggunaan fair value pada aset sebagai faktor
yang berkontribusi untuk penyebaran yang cukup cepat pada permasalahan berasal dari pasar
subprime mortgage amerika hingga negara lainnya, dan yang memperburuk keadaan krisis
tersebut. Hal ini dikarenakan standar akuntansi (terutama Financial Accounting Standard
(FAS) No. 157 Fair Value Measurements) memerlukan pengungkapan nilai investasi yang
dimiliki oleh bank selama kondisi pasar sedang bergolak. Kemampuan akan pengungkapan
tersebut membuat entitas sulit untuk melakukan peminjaman. Penandaan aset keuangan
terhadap pasar (untuk merefleksikan nilai fair value) juga memengaruhi sisi aset yang ada
pada neraca perusahaan, membatasi kemampuan perusahaan untuk berutang.

US SEC mempertanyakan peran akan fair value pada saat krisis dan menerbitkan
laporan yang terdiri dari 211 halaman pada akhir tahun 2008. SEC perlu untuk melakukan
investigasi akan peran standar akuntansi, semisal FAS 157 pada kegagalan lembaga keuangan
yang terjadi pada tahun 2008. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa ‘kegagalan lembaga
keuangan di Amerika muncul sebagai akibat pertumbuhan kerugian akibat kredit yang
probable, terlalu berfokus pada kualitas aset, dan kasus tertentu, kebangkrutan para
peminjam, dan kepercayaan diri yang berlebihan dari investor’, dan tidak sekadar
menyesuaikan nilai aset keuangan terhadap harga pasar. Pandangan terkait peran akuntansi
fair valuye didukung oleh yang lainnya, termasuk mantan chief accountants SEC Conrad
Hewitt dan Lynn Turner, yang memuji akuntansi mark-to-market untuk peningkatan
transparansi, memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk melihat kondisi ekonomi
institusi dengan sebenarnya.

1. Apa itu sebenarnya akuntansi nilai wajar ?


Menurut ketua umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Hamid
Yusuf yang dikutip dari Majalah Akuntan Indonesia edisi No. 16 tahun ke III, yang
pertama kali mengenalkan konsep nilai wajar ini adalah Australia, Inggris, dan negara-
negara bekas jajahan Inggris. Konsep ini pertama kali digunakan untuk menghitung aset
biologis di lingkungan perusahaan perkebunan dan peternakan di Australia dan Inggris.
Pertimbangannya aset dan bidang usaha perusahaan-perusahaan tersebut adalah makhluk
hidup, seperti tanaman dan ternak, yang terus berkembang dan berbiak. Jika perusahaan-
perusahaan tersebut dinilai dengan nilai buku (historical cost), tentu tidak fair karena
mercerminkan nilai ekonomi yang tidak sebenarnya. Dari situ kemudian ditemukan
konsep penghitungan yang baru dan kemudian dikenal sebagai nilai wajar. Konsep ini
kemudian diadopsi ke dalam standar akuntansi internasional dan diberlakukan pertama
kali pada 2003 untuk menilai aset-aset biologis di sektor pertanian, perkebunan dan
peternakan. Sejak saat itulah, semua perusahaanperusahaan publik di Eropa
menggunakan nilai wajar untuk menyusun laporan keuangannya.
Saat ini dari seluruh PSAK yang berlaku di Indonesia terdapat 12 PSAK yang
melibatkan nilai wajar , yaitu (PSAK No. 10, 13, 16, 22, 23, 24, 30, 48, 50, 55, 58 dan
60).
Menurut PSAK 50, nilai wajar adalah nilai suatu aset untuk dapat dipertukarkan atau
suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi secara wajar (arm’s length transaction), bukan atas transaksi
paksaan, likuidasi paksaan, atau penjualan paksaaan (distressed sale). Nilai wajar ini
digunakan untuk mengukur: satu aset, sekelompok aset, satu liabilitas, sekelompok
liabilitas, konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas
terkait, satu segmen atau divisi dari sebuah entitas, satu lokasi atau wilayah dari suatu
entitas, satu keseluruhan entitas. Penerapan akuntantansi nilai wajar dapat dicontohkan
dalam suatu lelang dimana suatu aset berupa lukisan ditawarkan dengan nilai tawar
sebesar Rp10.000.000. Para peserta lelang menawar aset tersebut dengan berbagai nilai
tawar sampai pada akhirnya aset tersebut terjual kepada penawar tertinggi dengan nilai
jual sebesar Rp30.000.000, maka nilai tawar tertinggi tersebutlah yang menjadi nilai
wajar atas aset tersebut.
2. Mengapa implementasinya menjadi kontroversi?
Argumen lain yang menentang penerapan akuntansi nilai wajar menyatakan
bahwa penggunaan nilai wajar akan mengurangi komparabilitas laporan keuangan antar
entitas bisnis. Hal ini disebabkan oleh adanya subjektivitas oleh manajemen dalam
melakukan pengukuran aset dan liabilitas, terutama utama aset dan liabilitas yang tidak
memiliki nilai pasar. Subjektivitas melalui asumsi dan model penilaian yang berbeda
(untuk aset yang identik) akan menghasilkan nilai wajar dan efek terhadap laba/rugi yang
berbeda. Permasalahan lain dari penerapan akuntansi nilai wajar (terutama untuk aset dan
liabilitas keuangan) adalah bahwa nilai wajar akan menyebabkan volatilitas laba/rugi
yang tidak bisa dikontrol. Volatilitas laba/rugi ini akan membuat kepercayaan investor
berkurang atas kinerja entitas tersebut meskipun laba/rugi tersebut bukanlah kinerja riil
dari operasi utama entitas bisnis tersebut.
3. Dan akan seperti apakah dampak dari penerapan akuntansi nilai wajar pada
kondisi keuangan perusahaan?
Dampak implementasi akuntansi nilai wajar di Indonesia dapat kita pelajari dari
negara-negara lain yang sudah melakukan implementasi. Awal implementasi akuntansi
nilai wajar tentunya akan membawa dampak yang cukup buruk terutama bagi entitas di
industri perbankan dan juga jasa keuangan (seperti perusahaan investasi). Implementasi
awal ini akan mengubah kondisi keuangan entitas bisnis dimana pengubahan sebagian
besar nilai aset dan liabilitasnya ke nilai wajarnya ini akan mengakibatkan perubahan
profitabilitas yang cenderung menurun. Namun, hal ini tidak menandakan kinerja
perusahaan yang buruk karena kerugian tersebut bukanlah kerugian yang permanen. Hal
ini dapat dicontohkan oleh American Capital dimana pada saat awal pengimplementasian
tia membukukan kerugian sebesar $813 juta pada kuartal pertama 2008 dan nilai aset
investasinya turun sebesar $447 juta. Kerugian dan penurunan nilai aset pada awal
implementasi ini bukanlah gambaran kondisi keuangan yang sebenarnya karena pada
kuartal pertama tahun berikutnya, American Capital berhasil mengembalikan nilai aset
investasinya sepertiga dari penuruan sebelumnya.
Signifikansi dampak dari penerapan implementasi akuntansi nilai wajar terhadap
kondisi keuangan entitas bisnis setelah implementasi awal (selain dari performa riil
entitas bisnis dan kondisi ekonomi makro) akan bergantung pada dua hal, yaitu jenis
industri entitas bisnis dan komponen aset dan liabilitas yang dimiliki dan subjektivitas
manajemen (estimasi dan asumsi yang digunakan) dan penilaian profesional auditor
dalam melakukan proses pelaporan keuangan.

Reaksi-Reaksi Dari Penyusun Standar

Pada Oktober tahun 2008 IASB mengubah aturan terkait reklasifikasi aset keuangan
keuangan sehingga kerugian dari perubahan pada nilai pasar pada aset tersebut dapat
diperlakukan dengan berbeda. Sebelum aturan tersebut berubah, standar internasional
menyaratkan kerugian tersebut untuk disajikan pada laporan keuangan. Setelah aturan
berubah, aset dapat direklasifikasi sesuai dengan kondisi tertentu menghindari pembebanan
kerugian penilaian pada pasar pada laporan keuangan. Namun demikian, terdapat juga
perubahan aturan yang menyaratkan peningkatan pengungkapan instrument keuangan dan
pengaruh dari reklasifikasi pada laporan keuangan. Perubahan ini dibuat melalui amandemen
untuk IAS 39 dan IFRS 7.

Pimpinan IASB, Sir David Tweedie, telah mengklarifikasi secara publik terkait
permintaan yang dibuat pada IASB oleh politisi Eropa yang meminta perubahan pada standar
yang konsisten dengan kepentingan bank Eropa. Mengikuti perubahan aturan, yang mana
berlaku surut untuk July 2008, satu dari bank Eropa tersebut, Deutche Bank, mengurangi
pengungkapannya dan menghasilkan laba sebelum pajak yang cukup mencengangkan.
Laporan keuangan interin Deutche Bank untuk kuartal ketiga pada tahun 2008 menjelaskan
bahwa dampak dari reklasifikasi meningkatkan income sebelum pajak sebesar €825 juta.
Terdapat beberapa saran di mana pasar sekuritas tertipu dengan reklasifikasi akuntansi
tersebut. Kessler mengakui bahwa saham Deutsche Bank meningkat hampir 19% pada
tanggal 30 Oktober, pada hari itu keuntungan tersebut diumumkan. Apakah benar atau tidak
peningkatan harga saham tersebut dikarenakan dengan menipu pasar, atau pasar mengakui
bahwa Deutsche Bank sedang berada pada posisi untuk membuat pinjaman lebih
menguntungkan, pengaruh dari tekanan konvergensi perubahan aturan antara US GAAP dan
IFRS didiskusikan lebih jauh pada seksi berikutnya.

Auditor dan Global Financial Crisis (GFC)

Sebuah alternative, atau mungkin pelengkap, tindakan untuk perubahan aturan


akuntansi merupakan kesalahan auditor. Sebagaimana bankrutnya beberapa perusahaan pada
awal 2000-an memacu independensi pembatasan audit dalam US SOX (2002) dan
mereformasi CLERP 9 Australia, GFC dapat mengarahkan pada tindakan hukum yang
melawan auditor. Sikka menemukan bukti bahwa 28 bank yang menderita kerugian yang
berasal dari US, UK, dan negara Eropa lainnya menerima laporan audit yang tidak masuk
kualifikasi dari perusahaan audit besar di tahun 2007 (meskipun tiga dari laporan audit
menarik perhatian untuk persoalan pengungkapan dalam pencatatan akun). Sebagaimana
Sikka memberi catatan, sangat sedikit sekali perhatian yang didapat sejauh ini pada
klarifikasi peran auditor pada saat krisis, meskipun beberapa komentator telah
mempertanyakan nilai audit ketika auditor tidak dapat meramalkan pengaruh dari berisikonya
aset pada beberapa neraca bank.

Profesi akuntan dan pembuat aturan hukum melihat lebih jauh laporan keuangan dan
audit hampir seluruh dunia telah secara proaktif menerbitkan pedoman bagi akuntan dan
direktur untuk menilai diri mereka sendiri selama masa krisis. Semisal, Dewan Praktik Audit
(UK) menerbitkan bulletin pada bulan Desember tahun 2008 pada penilaian permasalahan
keberlangsungan dan menentukan kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan dan
pengaruh pada laporan audit. Publikasi yang sama datang dari Canadian Institute of
Chartered Accountants dan The Institute of Chartered Accountans di Inggris dan Wales.
Publikasi tersebut menekankan pada risiko yang dihadapi auditor ketika menilai nilai aset dan
mempertimbangkan jasa dari perencanaan yang dibuat manajemen untuk memitigasi risiko
keberlangsungan dan likuiditas selama mengantisipasi resesi. Publikasi juga menekankan
pentingnya standar etika ketika berhadapan dengan tekanan dari manajemen untuk
menghindari pengungkapan yang tidak diterima atau pengungkapan. Analisis peranan auditor
dalam GFC mungkin akan berlanjut segera mungkin di masa yang akan data

3. Arah perkembangan rencana penyusunan standar akuntansi internasional di masa


depan

Proyek Konvergensi IASB dan FASB

Pada November 2008, SEC (US) mengeluarkan sebuah ‘roadmap’ untuk potensi
penggunaan dari IFRS oleh perusahaan US pada 2014. Konvergensi dengan IFRS bergantung
pada sejumlah kejadian penting yang menjadi capaian yang mana akan meyakinkan SEC
yang menggunakan IFRS akan menjadi ketertarikan publik dan menyediakan perlindungan
bagi para investor. Konvergensi dipertimbangkan dengan SEC karena pasar investasi
mengalami peningkatan secara global dan peruntungan investasi baru yang tersedia untuk
investor US. Pada kondisi ini, investor US dapat memanfaatkan dari bantuan dalam
membandingkan laporan keuangan untuk perusahaan dari negara yang berbeda. SEC akan
menilai kemajuan terhadap kejadian penting yang terjadi di tahun 2011 dan kemudian
membuat keputusan terkait apakah pelaksanaan perjanjian di tahun 2014 harus diteruskan.

Kejadian-kejadian penting tersebut berkaitan dengan:

1. Kemajuan standar akuntansi;


2. Akuntabilitas dan penemuan dari yayasan IASC;
3. Kemajuan dalam kemampuan untuk menggunakan intraktif data untuk pelaporan IFRS;
4. Pengajaran dan pelatihan yang berkaitan dengan IFRS;
5. Penggunaan awal yang terbatas terhadap IFRS di mana hal ini akan meningkatkan daya
banding dengan US investor;
6. Antisipasi ketepatan waktu pembuat aturan di masa depan oleh Dewan Komisioner; dan
7. Penerapan penggunaan mandatory terhadap IFRS oleh penerbit US.

Rencana kerja SEC dirancang untuk tahun perjanjian 2002 dan 2006 antara IASB dan
FASB agar berkomitmen pada pengembangan sesegera mungkin dapat dipraktikan dengan
kualitas tinggi, standar akuntansi yang kompatibel yang dapat digunakan baik untuk local dan
laporan keuangan lintas negara, dan untuk dapat bekerja terhadap serangkaian standar global
yang berkualitas tinggi pada umumnya. Sejak saat itu, IASB dan FASB telah bekerja pada
beberapa proyek sesuai dengan rencana kerja sama yang mana mencakup periode tersebut
hingga 2011. SEC berkeinginan untuk mereviu standar yang berasal dari proyek tersebut
terkait dengan kualitas dan kekomprehensifan standar tersebut. Selain hal itu, SEC juga
berfokus pada ketahanan, keadaptasian, dan ketepatan waktunya pada proses yang digunakan
untuk mengembangkan standar. Secara keseluruhan, SEC berfokus tentang kualitas laporan
keuangan dan perlindungan terhadap investor yang dijamin oleh IFRS.

Capaian kedua yang penting berhubungan dengan tata kelola dari IASB. IASB
melaporkan pada International Accounting Standards Committee Foundation (IASCF).
IASCF merupakan lembaga nonprofit, lembaga nonpemerintah. IASCF tidak melaporkan
pada pihak yang berwenang, sehingga IASCF tidak menerima perlindungan hukum dari
pemerintah. Hal ini membuat IASB sangat mudah untuk diinterferensi dan ditekan dari pihak
yang berkepentingan, termasuk pemerintah. Hal ini berlawanan dengan FASB, yang
melaporkan pada kongres US atau Australian Accounting Standards Board, yang mana pada
akhirnya bertanggung jawab kepada pemerintah Australia. IASCF dikelola oleh 22
perwakilan yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Pendanaan untuk IASCF sebagian
besar berasal dari donasi sukarela partisipan pasar jangka besar. SEC berfokus pada
keamanan dan stabilitas pendanaan, dan apakah perjanjian ini memiliki potensi untuk
berkompromi ketidakberpihakan dari IASB.

IASB pada saat ini bersepakat dalam reviu konstitusional. Satu capaiannya dari reviu
adalah pembentukan badan yang akan memberikan IASB kemampuan yang lebih agar
mampu bertahan dengan tekanan dari pihak luar. Keanggotaan dari lembaga ini, dikenal
sebagai Monitor Group, yang ditarik dari otoritas pasar modal dari berbagai badan hukum
yang memiliki kepentingan dalam mendukung perkembangan standar akuntansi internasional
yang berkualitas tinggi. SEC mendukung pembentukan Monitor Group dan akan menilai
kinerjanya sebagai mekanisme untuk memitigasi kesalahan.

Capaian ketiga berhubungan dengan penggunaan XBRL. Capaian lainnya


berhubungan perubahan di US berkenaan dengan kapasitas akuntan, perusahaan, dan otoritas
penegak hukum untuk dapat mengikuti/beradaptasi dengan perubahan pada standar akuntansi.

Permasalahan dalam Konvergensi IFRS-US GAAP

Meskipun adanya rencana kerja, hal tersebut bukan berarti US akan mengadopsi
IFRS. Pimpinan SEC, Mary Schaphiro, berkata bahwa dia tidak akan ‘merasa terikat’ dengan
rencana kerja tersebut. Dia menambahkan bahwa dia telah berfokus pada ‘standar IFRS pada
umumnya’, dan tidak dipersiapkan untuk menyerahkan penyusunan standar atau tanggung
jawab atas kekeliruan kepada IASB. Anggota dari Public Company Accounting Overrsight
Board (PCAOB) di Amerika, Charles Niemeier, juga mengkritik terhadap usulan
konvergensi. Fokusnya adalah perpindahan pada IFRS akan mengakibatkan US dengan
aturan yang sulit untuk dilaksanakan. Dia juga mengakui bahwa IFRS tidak lebih principle-
based dari US GAAP, hanya sekadar lebih muda dan oleh karena itu terdapat sedikit waktu
untuk meneliti dan menambahkan detail yang lebih mendalam.

Standar Audit Internasional

Haka melaporkan bahwa beberapa akuntan menyarankan bahwa pergerakan pada


IFRS akan memerlukan standar audit dan praktik di US untuk mengubah cara dari model
penilaian kecocokan dengan aturan dalam standar akuntansi terhadap penilaian ‘kebenaran
dan kewajaran’ secara keseluruhan. Pendekatan audit memiliki implikasi penting bagi
pengadopsian principle-based standar akuntansi IFRS karena pendekatan yang ada berfokus
pada pelaksanaan aturan dari pada prinsip.

Standar audit juga merupakan standar yang diinternasionalisasi untuk beberapa alasan
sebagai standar akuntansi, yang mana, bisnis yang mengglobal dan harga pasar menciptakan
permintaan untuk standar global. Banyak perusahaan multinasional secara sukarela memilih
untuk memiliki laporan keuangan mereka yang telah diaudit sesuai dengan International
Standards on Auditing (ISA) dan beberapa negara apakah mengadopsi ISA menjadi standar
audit nasional mereka atau mendasarkan standar audit nasional mereka pada ISA. ISA
dikeluarkan oleh International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB), yang
beroperasi sesuai dengan bantuan dari International Federation of Accounting (IFAC).
IAASB telah menyelesaikan proyek yang lebih jelas yang berkaitan dengan pengonsepan
kembali standar yang ada dalam formulir yang dibuat untuk meningkatkan pemahaman dan
pelaksanaan standar tersebut, sebagaimana mereka membantu penerjemahan. Program kerja
IAASB untuk tahun 2009-11 bertujuan untuk menyediakan standar baru dan memroses untuk
meningkatkan dan menilai keefektifan dari ISA.

4. Sustainability Accounting, Reporting and Assurance

Akuntansi dan pelaporan yang berkelanjutan merupakan bagian dari social


accounting. Gray, Owen, dan Adams menilai social accounting sebagai gabungan akuntansi
untuk hal yang berbeda, dalam media yang berbeda, untuk pengguna yang berb, dan untuk
tujuan berbeda. Dengan kata lain, social accounting lebih dari yang bisa dibayangkan,
instrument keuangan dari kejadian ekonomi dan pelaporan untuk sekelompok pengguna yang
sudah jelas, sering berkenaan dengan standar akuntansi dan regulasi. Akuntansi dan
pelaporan sosial bertujuan pada pengamatan dan pengasimilasian permasalahan yang tidak
dimitigasi oleh masing-masing yang secara tidak langsung atau hanya berfokus dengan
keberhasilan keuangan perusahaan.

Kata ‘keberlanjutan’ digunakan dan diinterpretasikan dalam cara yang berbeda. Hal
ini dapat berkenaan sebagai bertemunya kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi di masa depan untuk memenuhi keinginan mereka. Sesuai dengan definisi tersebut,
keberlanjutan berfokus pada baik antara perlindungan terhadap lingkungan (eco-eficiency)
sebagaimana keadilan antara masyarakat dan generasi (eco-justice). Definisi yang luas berarti
bahwa laporan akan lingkungan merupakan bagian dari keberlanjutan, dan perusahaan yang
mengeluarkan laporan keberlanjutan termasuk informasi yang berhubungan dengan hubungan
mereka dengan karyawannya, komunitas, dan lingkungan. Misalnya: Perusahaan J. Sainsbury
plc’s bertanggung jawab melaporkan pertumbuhan perusahaannya pada bagian awal laporan
lingkungan. Laporan tahun 2008 berisi informasi terkait kebijakan Sainsbury dan tindakan-
tindakan dalam penyediaan pilihan makanan sehat untuk konsumen mereka, menggunakan
supplier perdagangan pasar dan supplier lokal, mendukung kegiatan sosial dan organisasi
pada komunitas lokal, mempromosikan kesehatan dan memanusiakan pegawai mereka, dan
mengurangi dampak mereka terhadap lingkungan melalui emisi sampah dan karbon.
Sustainability accounting (akuntansi berkelanjutan) adalah subkategori akuntansi
keuangan yang berfokus pada pengungkapan informasi kinerja non-keuangan organisasi
kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Kinerja tersebut mencakup kegiatan-
kegiatan yang memiliki dampak langsung kepada masyarakat, lingkungan hidup, dan
ekonomi. Perusahaan yang telah go public memiliki kewajiban membuat laporan
berkelanjutan (sustainability report) sesuai dengan amanat Pasal 66 ayat 2 UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Bapepam-LK telah mengeluarkan aturan yang
mengharuskan perusahaan public untuk mengungkapkan pelaksanaan kegiatan CSR di dalam
laporan tahunannya. Pengungkapan CSR ini akan dilaporkan pada sebuah pelaporan yang
disebut dengan pelaporan berkelanjutan atau sustainability reporting. Pelaporan
berkelanjutan adalah pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur,
mengungkapkan (disclose), serta upaya perusahaan untuk menjadi perusahaan yang akuntabel
bagi seluruh stakeholders, untuk tujuan kinerja perusahaan menuju pembangunan
berkelanjutan, dimana di dalam pelaporan ini terdapat prinsip dan standar pengungkapan
yang mampu mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan terkait dengan aspek ekonomi,
lingkungan, dan social.

Perkembangan Terbaru dalam Pelaporan yang Berkelanjutan

Sudut pandang untuk pelaporan yang berkelanjutan telah berubah dalam beberapa
tahun terakhir karena sejumlah perkembangan. Secara garis besar, salah satu rangkaian
pedoman pelaporan yang berkelanjutan, dipublikasikan oleh Global Reporting Initiative
(GRI), telah direvisi dan diterbitkan pada Oktober 2006. Pedoman GRI membentuk dasar
kerangka pengungkapan keberlanjutan dan berisi prinsip dan pedoman ditambah standar
pengungkapan untuk semua tipe organisasi. Prinsip mendefinisikan isi dari laporan yang
berkelanjutan, kualitas informasi, dan ikatan dari laporan. Standar mengungkapkan termasuk
strategi dan profil keberlanjutan organisasi, pendekatan manajemen, dan indikator kinerja.
Pedoman GRI serupa dengan tujuan dari kerangka konseptual yang biasa digunakan sebagai
pedoman laporan keuangan.

Perusahaan mengadopsi pedoman GRI dapat mendaftarkan laporan keberlanjutan


mereka dengan GRI, dan pada Maret 2009 hampir 1000 laporan untuk 2008 telah
didaftarkan. Pertumbuhan dalam keberlanjutan pelaporan dikonfirmasikan pada survey yang
terbaru yang dilakukan oleh KPMG pada perusahaan ekonomi, lingkungan, dan
pengungkapan kinerja sosial. Survey menemukan bahwa lebih dari 90% dari 250 perusahaan
global dengan kondisi keuangan yang cukup baik mempublikasikan laporan ‘keberlanjutan’
atau ‘tanggung jawab sosial’. KPMG juga melaporkan bahwa 70% dari laporan perusahaan
seluruh dunia menggunakan pedoma GRI, mungkin dikarenakan kredibilitas dari standar dan
keuntungan yang ada dari menggunakan serangkaian standar yang konsisten yang mana
membuat laporan lebih dapat diperbandingkan dengan perusahaan lainnya. Selanjutnya untuk
dampak dari kegiatan mereka, perusahaan juga melaporkan data pada dampak keberlanjutan
yang muncul dalam supply chain perusahaan.

Pertumbuhan pelaporan tentang masalah lingkungan juga didorong oleh kekuatan


pasar terkait izin untuk emisi gas rumah kaca. Perusahaan diminta untuk
mempertanggungjawabkan emisi gas rumah kaca mereka dan melaporkan berdasarkan aturan
yang ditetapkan otoritas peraturan yang relevan. Perkembangan izin terkait emisi, khususnya
saat pembentukan European Union Emisiions Trading Scheme (EU ETS) pada bulan Januari
2005, juga telah memberikan kontribusi terhadap hubungan yang dekat antara pelaporan
keuangan dan lingkungan, atau pelaporan berkelanjutan. Hal ini disebabkan kebutuhan untuk
mempertimbangkan hak-hak atau izin emisi, dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari
emisi yang dibuat.

Perdagangan emisi karbon adalah bentuk perdagangan emisi yang secara khusus
menargetkan karbon dioksida (dihitung dalam ton setara karbon dioksida atau tCO 2 e) dan
saat ini merupakan bagian terbesar dari perdagangan emisi. Bentuk perdagangan izin ini
adalah metode umum yang digunakan negara-negara untuk memenuhi kewajiban mereka
yang ditentukan oleh Protokol Kyoto; yaitu pengurangan emisi karbon dalam upaya untuk
mengurangi (mitigasi) perubahan iklim di masa depan.

Kecenderungan Perkembangan dalam Asersi Laporan Keberlanjutan

Unsur penting dari kegunaan laporan keuangan perusahaan adalah keyakinan yang
independen atas laporan atau asersi laporan yang terbebas dari bias. Asersi yang terbebas dari
bias membuat tingkat kepercayaan diri untuk pemegang saham terkait kredibilitas, relevansi,
dan reliabilitas laporan perusahaan. Di kebanyakan negara dengan laporan keuangan tahunan
harus telah diaudit, meskipun laporan keuangan anak perusahaan hanya memerlukan
penelaahan. Perbedaan antara audit dan reviu merupakan tingkat asersi yang dimiliki oleh
auditor berkenaan dengan reliabilitas dari informasi yang dilaporkan oleh perusahaan. Hal ini
sebaliknya ditentukan dengan sifat dan ruang lingkup prosedur yang dijalankan oleh auditor,
hasil dari prosedur dan objektivitas dari bukti yang diperoleh. Audit memberikan tingkat
keyakinan yang memadai dan reviu memberikan hanya tingkat keyakinan yang terbatas.
Audit memberikan pengurangan yang signifikan dalam risiko asersi yang melekat karena
auditor berkinerja lebih signifikan dan lebih efektif pada prosedur pengumpulan bukti untuk
mendukung opini pada laporan keuangan.

Beberapa perusahaan sedang mencari keyakinan untuk laporan keberlanjutan mereka.


Survey KPMG terkait tanggung jawab pelaporan perusahaan menunjukkan bahwa 56% dari
G250 (250 perusahaan terbesar dalam Fortune Global 500) yang menerbitkan laporan
pertanggungjawaban perusahaan termasuk beberapa komentar pihak ketiga. Asersi yang
formal meningkat dari rata-rata 30% di tahun 2002 hingga 40% di tahun 2008. KPMG
menggarisbawahi bahwa hal ini masih sebagian kecil dari laporan, meskipun bukti yang
dimiliki pemakai berfokus pada klaim ‘greenwashing’. Greenwashing merupakan praktik
penyebaran informasi yang bias untuk menyajikan citra publik yang bertanggungjawab
terhadap lingkungan.

Survei KPMG juga menunjukkan jumlah dari perusahaan besar yang mencari
keyakinan yang resmi berbeda secara signifikan. Permintaan atas informasi terkait
lingkungan yang teruji untuk tujuan yang berkenaan dengan peraturan dapat mengarahkan
syarat informasi yang terjamin bagi kelompok pemegang kepentingan yang lebih luas.
Nampaknya terdapat perubahan sikap terhadap pelaporan keberlanjutan dan keyakinan di
Amerika Serikat, dengan syarat pernyataan keyakinan resmi dalam laporan pertanggung
jawaban meningkat dengan cepat dari 2% pada 2002 menjadi 14% pada 2008. Perubahan ini
dapat disebabkan karena berakhirnya era pemerintahan Bush, dan kegiatan kelompok pelobi
seperti CERES yang berbasis di Boston (salah satu pendiri Global Reporting Initiative). Salah
satu pendorong untuk menyediakan informasi lingkungan yang berkualitas tinggi juga berasal
dari tumbuhnya Carbon Disclosure Project (CDP). CDP memperoleh data dari perusahaan
atas risiko perubahan iklim mereka, strategi, dan emisi gas rumah kaca dan membuatnya
tersedia secara gratis di website mereka. Tujuan utama atas pengumpulan informasi ini
adalah untuk memberitahukan keputusan pembelian dan investasi oleh investor dari lembaga,
organisasi pembelian dan badan/instansi pemerintah.

Perlunya keyakinan untuk Laporan yang Berkelanjutan

Positive teori dari audit menyarankan bahwa permintaan akan audit muncul dari
pemisahan antara kepemilikan dan manajemen. Proses dari perlindungan harga memberikan
insentif untuk manajemen untuk mengalokasikan biaya audit di mana cost tersebut lebih
sedikit daripada manfaat dari peningkatan pada harga saham. Audit diperdebatkan untuk
memberikan manfaat dengan meningkatkan kredibilitas manajemen dalam menyiapkan
laporan keuangan dan meningkatkan kualitas sistem akuntansi entitas berdasarkan pada
umpan balik dari proses audit.

Penerapan teori ini untuk keyakinan berkelanjutan menyarankan bahwa perusahaan


dengan kecenderungan untuk memperoleh gain dari peningkatan kredibilitas dari laporan
mereka lebih mungkin untuk memperoleh tingkat keyakinan memadai. KPMG melaporkan
bahwa perusahaan mengklaim mereka mencari keyakinan pada pertanggungjawaban
perusahaan mereka, melaporkan untuk meningkatkan kredibilitas proses dan pelaporan dan
karena mereka berharap untuk meningkatkan kualitas informasi yang dilaporkan. Perusahaan
dengan kecenderungan untuk memperoleh gain dari laporan yang lebih kredibel biasanya
menjadi lebih transparan, secara potensial memengaruhi industri. KPMG melaporkan bahwa
semua perusahaan tambang dalam sampel mereka yang mempublikasikan laporan
pertanggungjwaban perusahaan telah memiliki keyakinan atas pernyataan tersebut secara
independen. Kemudian, lebih dari 50% sampel perusahaan pada industri utilitas, minyak, dan
gas, kimia, dan sintetik, dan obat-obatan, memberikan keyakinan pada laporannya.

5. Permasalahan Lainnya pada Akuntansi Keuangan dan Pelaporan

Water Accounting

Water accounting menerapkan konsep akuntansi akrual dari mengidentifikasi,


mengukur, mencatat, dan melaporkan informasi berkaitan dengan sumber daya air. Water
accounting saat ini dikembangkan oleh Water Accounting Standards Board (WASB) di
Australia, dengan proyek serupa dengan berbagai tahap dari pengembangan di lain tempat.
WASB mengeluarkan edisi pertama dari Water Accounting Conceptual Framework (WACF)
dan Preliminary Australian Water Accounting Standards (PAWAS) di tahun 2009. WACF
dan PAWAS mengelola persiapan dan penyajian yang bertujuan umum dari laporan
akuntansi air (GPWARs) oleh entitas tertentu. GPWARs dibentuk agar berguna untuk
pengambilan keputusan oleh pengguna yang tidak dapat menguasai informasi air dari entitas
mereka. Tujuan yang paling utama dari proyek water accounting adalah untuk memiliki
akuntansi dan sistem pelaporan keuangan yang akan memberikan informasi yang berguna
untuk pengambilan keputusan terkait alokasi sumber air dan untuk meningkatkan
kepercayaan investor dan masyarakat terkait pengelolaan air di Australia. National Water
Account (NWA) yang pertama jatuh tempo pada tahun 2010 dan memberikan lebih banyak
pengujian dan umpan balik, PAWAS diharapkan dapat berkembang lebih jauh dan
diterbitkan sebagai Australian Water Accounting Standards (AWAS).

Jenis laporan entitas untuk air meliputi:

a) Pernyataan Arus Air fisik;


b) Pernyataan Air Aktiva dan Kewajiban Air,
c) Pernyataan Perubahan Aktiva Air dan Air Kewajiban,
d) Pengungkapan Catatan;
e) Pernyataan Kepatuhan, dan
f) Pernyataan Jaminan.

Penerapan tujuan bahwa laporan untuk memberikan informasi untuk pengambilan


keputusan telah membutuhkan pengembangan laporan pada definisi elemen dari laporan-
laporan, seperti air aktiva, kewajiban dan perubahan aktiva dan kewajiban air. Sebagai
contoh, kerangka konseptual mendefinisikan aset air sebagai berikut:
'Aset Air adalah air, atau hak-hak atau klaim lain untuk air, dimana pelaporan air oleh
entitas atau ditahan, atau untuk entitas pelapor air memiliki tanggung jawab manajemen
air, dan dari mana seorang individu atau organisasi yang merupakan entitas pelaporan air,
atau grup pemangku kepentingan badan air fisik, memperoleh manfaat masa depan.'
Laporan water accounting akan memberikan informasi tentang saham dan arus
sumber daya air, bukan hanya data dan klaim yang dibuat oleh manajer yang bergantung pada
data yang bersumber di luar sistem formal akuntansi, seperti dalam pelaporan keberlanjutan.
Dengan cara yang sama bahwa auditor laporan keuangan menambah nilai atas laporan
keuangan dengan meningkatkan kredibilitas mereka, diharapkan bahwa laporan air akan
diaudit. Auditor bisa memberikan keyakinan pada laporan air dengan menggunakan
keterampilan yang sama dan teknik yang digunakan untuk laporan audit keuangan, meskipun
mereka kemungkinan akan perlu mencari pendapat mengenai masalah teknis dari insinyur
dan ahli kualitas air.
Pendorong dari proyek akuntansi air disediakan oleh National Water Initiative (NWI)
dari pemerintah Australia. Meskipun air selalu menjadi sumber alam yang langka di
Australia, kemarau berkepanjangan si Australia bagian selatan telah mencipatkan tekanan
politik untuk membagi air diantara pengguna yang bersaing di desa dan daerah perkotaan,
khususnya di Victoria. Pengguna yang bersaing termasuk industri, petani, rumah tangga,
komunitas, dan organisasi olahraga, dan lingkungan (semacam menjaga danau dan sungai
agar tetap bersih dan menyediakan air yang memadai untuk mahluk liar). Pembuat keputusan
akan bergantung pada data akuntansi air terkait seberapa banyak air yang ada, di mana
sumber tersebut, siapa yang menggunakan air tersebut, dan bagaimana mereka
menggunakannya. Sebagai tambahan untuk informasi alokasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan, data akuntansi air akan menyokong perdagangan air dan investasi
pada infrastruktur air.

Water accounting merupakan contoh yang tidak biasa dan inovatif dari perpanjangan
kerangka akuntansi keuangan untuk konteks non-keuangan. Jika akhirnya berhasil, itu bisa
mendorong formalisasi standar dalam aplikasi lain pelaporan non-keuangan.

Water Accounting vs Greenhouse Gas Emision Accounting

Proyek pelaporan non-financial lainnya dikembangkan baru-baru ini adalah


greenhouse gas (GHG) emission accounting. Satu dari sumber utama dunia saat ini dari
pedoman untuk pengukuran dan pelaporan GHG emissions adalah standar Greenhouse Gas
Protocol (GGP). Meskipun standar akuntansi dan pelaporan GGP berdasarkan pada,
sebagian, prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan yang diterima secara umum, mereka juga
mencerminkan hasil dari proses gabungan oleh berbagai pemangku kepentingan dari berbagai
latar belakang. Standar GGP memungkinkan untuk pengukuran secara langsung dari emisi
GHG, namun fokus utamanya adalah proses perubahan aktivitas data menjadi emisi GHG
melalui penggunaan faktor emisi yang disetujui. Aktivitas data ditangkap dengan software
utama atau dimasukkan ke dalam spreadsheets secara bersamaan dengan aktivitas yang
spesifik atau transaksi finansial semacam faktur pembayaran, pengeluaran persediaan atau
pencatatan transaksi ke dalam jurnal.

Satu kunci yang membedakan standar water accounting dan standar GGP adalah penekanan
pada akuntansi yang dulu digunakan untuk saham dan aliran air menggunakan proses akrual.
Pendekatan pengukuran untuk akuntansi air berasal dari adopsi secara eksplisit dari tujuan
untuk menghasilkan informasi untuk membantu pengambilan keputusan, yang mana
merupakan tujuan yang sama diadopsi oleh kerangka konseptual akuntansi finansial. GGP
memberikan sebuah standar untuk mengarahkan perusahaan dalam menyiapkan persediaan
GHG yang mewakili akun yang benar dan wajar dari emisi mereka, dan menekankan
karakteristik kualitatif dari relevansi, kelengkapan, konsistensi, transparansi, dan keakuratan.
Namun demikian, standar GGP dibuat untuk membantu perusahaan dalam mengukur dan
melaporkan keputusannya, daripada untuk meyakinkan bahwa semua informasi yang
dibutuhkan oleh pemangku kepentingan eksternal dalam membuat keputusan mereka yang
disediakan dalam bentuk yang mereka butuhkan. Meskipun informasi saat ini telah disusun
sesuai dengan standar GGP berkemungkinan digunakan beberapa untuk pembuat keputusan
dari pihak eksternal, hal tersebut tidak lengkap dan masih perkiraan. Hal ini bukanlah usaha
untuk menyediakan akuntansi akrual secara utuh untuk aktivitas perusahaan terkait stocks
dari GHG pada lingkungan, dengan keterbatasan laporan dari emisi secara tidak langsung,
dan masalah pengukuran yang dibuat oleh pendekatan faktor emisi.

Beberapa masalah yang timbul dari pendekatan faktor emisi dalam standar GGP
terkait dengan pemilihan dan penerapan faktor emisi dan kualitas data aktivitas. Mereka juga
mengangkat masalah yang berbeda untuk auditor. Sebagai contoh, pendekatan saat ini untuk
menghitung emisi gas rumah kaca berfokus pada penilaian tingkat aktivitas dan memilih
faktor yang tepat. Auditor dapat memberikan jaminan atas proses dan control atas data ini,
tetapi tidak dapat memberikan pendapat apakah laporan yang dihasilkan merupakan
presentasi yang adil dari dampak entitas terhadap lingkungan. Pergerakan menuju sistem
akuntansi akrual yang terintegrasi penuh untuk emisi GHG akan memberikan kesempatan
bagi auditor unutk membuat opini semacam itu.

Terlepas dari keterbatasan standar GGP dan upaya lain untuk mengukur emisi gas
rumah kaca, sistem ini berarti bahwa perusahaan melaporkan data emisi gas rumah kaca
untuk pertama kalinya dalam sejarah. GGP dan standar water accounting keduanya bukti
tekanan pada pemerintah untuk memperoleh data tentang sumber daya yang langka selain
yang secara tradisional ditangkap oleh sistem akuntansi keuangan. Dengan demikian,
menunjukkan masa depan yang lebih luas, dan yang terpenting untuk akuntansi di abad 21
dan seterusnya.

You might also like