Professional Documents
Culture Documents
C. Akhlaq Terhadap Lingkungan
C. Akhlaq Terhadap Lingkungan
َا
ُو هْتُمَك
ترَ َْو ل ينَة
ٍ أ ِ ْ
ْ مِن َطَع
ْتُم َا ق م
َْنِ ا
ِّلل َبِإ
ِذ َا ف ُِصُو
له ٰ أ ً عَل
َى َة
ِمَا ئ
ق
Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan
tumbuh, berdiri di atas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ... (QS
Al-Hasyr [59]: 5).
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada
kesadaran bahwa apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain
kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang
terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes
hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia
menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya", demikian kandungan penjelasan
Nabi saw tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8 yang
berbunyi, "Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan
nikmat (yang kamu peroleh)." Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak
alpa dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut
untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan)
menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.
ْلَر
َْض َْاَاتِ و ْنَا السَم
َا و َقَ ا خَلم
َجَل
ٍ َأ ْ َّل ب
ِال حَقِ و َِ َا إ
ُمْنَه
بيَ َا َمو
ُ سَم
م
Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara
keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan (QS
Al-Ahqaf[46]:3).
Pernyataan Tuhan ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja,
melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Ia
tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang
terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam.
Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani.
Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak
sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya.
ُنَا
َا ك
َمَا و
ٰذَ َ َ
ل نَا ه ِي سَخَر َ َ
ال ذ ْحَا ن
سُب
َ ْرِن
ِي ن ُقُ ملهَ
Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami,
sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf
[43]: 13).
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan
dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat
bersahabat.
Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad
saw yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk
menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad saw bahkan memberi nama semua
yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. "Nama"
memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan
kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Nabi Muhammad saw telah mengajarkan:
ْم
ٍ َو
ْ ق َو
ْمٌ مِن ي سْخَر
ْ ق َ
َ َّل
Janganlah ada satu kaum yang merendahkan kaum yang lain.
Dan Dia (Allah) menundukkan untuk kamu; semua yang ada di langit
dan di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]: 13).
Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia.
Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang
sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu
yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia
tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Manusia dalam hal ini dituntut
untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun asalkan yang
diraihnya serta cara meraihnya diridhoi Allah SWT, sesuai dengan kaidah
kebenaran dan keadilan.
Akhirnya kita dapat mengakhiri uraian ini dengan menyatakan bahwa
keberagamaan seseorang diukur dari akhlaknya. Rasulullah bersabda,
Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang
mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur. (Diriwayatkan oleh At-
Tirmidzi). (sumber: "Membumikan" Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat Oleh M. Quraish Shihab)