You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.
Saat ini kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang
berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diketahui terdapat
493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka
kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan
oleh infeksi virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam
waktu yang lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa
mengganas dan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker serviks
mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang yaitu
menempati urutan pertama, sedangkan di negara maju ia menempati urutan ke 10,
atau secara keseluruhan ia menempati urutan ke 5.
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai diatas
15%. Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan oleh alokasi dana kesehatan yang mencukupi,
promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan dan pengobatan yang
mendukung.
Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap
tahunnya, sedangkan angka kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun
(Emilia, 2010). Menurut data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah
merenggut lebih dari 250.000 perempuan di dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus
kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8000 kematian di Indonesia
setiap tahunnya.
Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit
di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat
jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus
kanker serviks datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium.
Di Sumatera Utara diperoleh data dari dinas Kesehatan Propinsi jumlah
penderita kanker serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus, tahun 2001
sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 sebanyak 345
kasus, tahun 2008 sebanyak 25 kasus, tahun 2009 sebanyak 48 kasus dan tahun
2010 sebanyak 40 kasus.
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian akibat kanker
serviks, diperkirakan bahwa sekitar 10 persen wanita di dunia telah terinfeksi
Human Papiloma Virus (HPV), muncul fakta bahwa semua perempuan
mempunyai resiko untuk terkena infeksi HPV. Jenis HPV tertentu merupakan
penyebab utama kanker serviks. Sementara itu, seseorang yang terkena infeksi ini
memiliki kemungkinan terkena kanker serviks hampir 20-100 kali .
Perjalanan dari infeksi HPV (Human Pappiloma Virus), tahap pra kanker
hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 sampai 20 tahun. Disinilah
tujuan dari deteksi dini yaitu memutuskan perjalanan penyakit pada tahap pra
kanker dan mendapatkan pengobatan sesegera mungkin sehingga kanker serviks
diharapkan dapat sembuh sempurna.
Masih tingginya angka penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan
karena penyakit ini tidak menimbulkan gejala dan rendahnya kesadaran wanita
untuk memeriksakan kesehatan dirinya. Padahal sekarang penyakit apapun sudah
dapat diobati dan ditangani dengan cepat apabila deteksi dini dilakukan secara
berkala sehingga dapat mengurangi risiko angka kematian. Jika semakin banyak
wanita terbiasa melakukan deteksi dini, apabila penyakit sudah berjangkit pada
seseorang maka bisa lebih cepatditangani.
Menurut Wiknjosastro (1999) kanker serviks dapat disembuhkan jika
dideteksi dan ditanggulangi sejak dini, malahan sebenarnya kanker serviks ini
dapat dicegah. Menurut ahli Obgyn dari Newyork University Medical Center,
Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan, dan
kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker servik terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka
penyakit kanker serviks suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya.
Budaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan
persepsi yang jadi penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada
profesional medis dan mampu melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya,
kebanyakan pasien datang sudah pada stadium lanjut, hingga sulit. Menurut
Wilopo (2010) saat ini diperkirakan baru sekitar 5% wanita yang mau melakukan
deteksi dini terhadap kanker serviks, mengakibatkan banyak kasus ini ditemukan
sudah pada stadium lanjut yang sering kali mengakibatkan kematian.
Faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi, hubungan seksual
pada usia dini (< 20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma
kronis pada serviks uteri dan hygiene genetalia. Lebih dari separuh penderita
kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus
untuk pengobatan seperti peralatan radio terapi yang hanya tersedia dibeberapa
kota besar saja. Disamping mahal, pengobatan tehadap kanker stadium lanjut
memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang
rendah.
Seringnya terjadi keterlambatan dalam pengobatan mengakibatkan
banyaknya penderita kanker serviks meninggal dunia, padahal kanker serviks
dapat diobati jika belum mencapai stadium lanjut, tentunya dengan mengetahui
terlebih dahulu apakah sudah terinfeksi atau tidak dengan menggunakan beberapa
metode deteksi dini, antara lain metode Pap Smear, IVA (Inspeksi Visual dengan
Asam asetat), Thin Prep, dan Kolposkopi, vikografi, papnet (komputerisasi).
Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di
Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara,
agaknya metode IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) layak
dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker leher rahim.
Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining
IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di
setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat
sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks
dipandang dari segi harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya
pengobatan, sudah sepatutnya apabila kita memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap penyakit yang sudah terlalu banyak meminta korban itu, dan segala
aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya preventif yang
dapat dilakukan.
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3tahun pada wanita usia
25-60 tahun. Pemeriksaan lebih sering dilakukan pada wanita yang memiliki
factor-faktor resiko. Hal yang perlu diingat adalah tidak ada kata terlambat untuk
melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks, tetap perlu biarpun anda tidak
lagi melakukan aktifitas seksual.

1.2 Permasalahan
a. Berapa presentase WUS dan lansia yang sudah memeriksakan IVA tes di
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai Duren.
b. Apakah sudah mencapai target pencapaian pemeriksaan iva tes bagi
WUS dan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai Duren.

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk menganalisis presentase pencapaian hasil pemeriksaan iva test bagi
WUS dan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai Duren.
b. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil
pemeriksaan iva tes di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai Duren.
c. Memberikan solusi untuk memaksimalkan pencapaian hasil iva tes.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Dinas Kesehatan untuk mengambil kebijakan melalui kegiatan
promosi kesehatan agar masyarakat termotivasi untuk melakukan
pemeriksaan iva tes dalam upaya deteksi dini kanker serviks.
b. Untuk Puskesmas sebagai masukan agar dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan yang lebih baik khususnya terhadap pemeriksaan iva tes untuk
menurunkan insiden kanker serviks.
c. Bagi dokter internship diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pencapaian hasil pemeriksaan iva test
pada WUS dan lansia, faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil
iva tes, dan strategi untuk memaksimalkan pencapaian hasil iva tes dalam
upaya deteksi dini kanker serviks.

You might also like