You are on page 1of 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia.
Menurut IRSG 2014, indonesia masih menduduki peringkat kedua terbesar
produksi karet alam dunia setelah Thailand. Karet tidak hanya diolah oleh
perkebunan milik negara saja, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Pada
tahun 2015 tercatat total luas perkebunan karet yang terdapat di Indonesia
mencapai 3.616.694 Ha dengan produksi 3.153.186 Ton.
Pertanian karet mempunyai banyak resiko, termasuk juga di dalam tahap
pengolahannya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu yang pertama
diakibatkan musim, pada musim kemarau/panas getah yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang baik sedangkan pada musim hujan terutama saat curah
hujannya tinggi getah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang tidak begitu baik.
Faktor kedua proses penyadapan, proses penyadapan yang tidak benar dapat
mengakibatkan getah yang keluar menjadi sedikit, dan dapat juga menggangu
ekosistem pohon. Faktor ketiga yaitu lateks mudah untuk mengalami
kougulasi(penggumpalan/rusak).
Oleh karena itu perlu dilakukan kunjungan ke PTPN XII untuk mengetahui
pengolahan karet (lateks) yang te terdapat di lapangan mulai dari proses
penyadapan hingga menjadi RSS (Ribbed Smoke Sheet).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kunjungan ke PTPN (PT. Perkebunan Nusantara) XII
yaitu untuk mengetahui proses pengolahan lateks di lapangan sehingga dapat
dibandingkan dengan literatur.
1.3 Luaran
Luaran dari kunjungan ke PTPN (PT. Perkebunan Nusantara) XII yaitu
mahasiswa menjadi lebih paham mengenai proses pengolahan lateks yang benar
dari penyadapan hingga menjadi RSS.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Penyadapan
Pertama akan dihabas mengenai penyadapan yang dilakukan di PTPN (PT.
Perkebunan Nusantara) XII, penyadapan yang dilakukan disana dimulai dari
pukul tiga atau empat pagi hingga sebelum jam 7. Menurut penjelasan di PTPN
XII hal ini dilakukan agar mendapatkan produksi getah yang banyak, dikarenakan
pada jam-jam tersebut tekanan turgornya masih sangat cepat sehingga getah akan
deras keluar, alasan kedua yaitu pada jam-jam tersebut matahari belum terlalu
nampak sehingga lateks tidak mengalami prakoagulasi/mengeras yang
diakibatkan oleh penguapan, alasan ketiga yaitu pohon karet belum mengalami
fotosintesis sehingga energinya masih dikhususkan untuk tekanan turgor yang
menyebabkan tekanan turgornya cepat apabila telah tejadi fotosintesis maka
tekanan turgornya akan melemah dikarenakan energinya telah dipakai untuk foto
sintesis. Pada saat proses penyadapan juga harus memperhatikan arah sadapan,
ketebalan, dan kedalaman sadap. Arah sadapan yang benar yaitu dari kiri atas ke
kanan, hal ini dikarenakan aliran turgor terdapat dari kanan atas ke kiri bawah
apabila arah sadapan dari kiri atas ke kanan bawah maka akan memotong aliran
turgor sehingga getah karet(lateks) yang didapatkan akan lebih optimal. Untuk
kedalaman sadapan yang dianjurkan yaitu 1-1,5 mm sedangkan ketebalan irisan
sadapannya yaitu antara 1,5-2 mm. Kedalaman dan ketebalan sadap ini dapat
mempengaruhi kecepatan regenerasi kulit pohon karet dan seberapa lama phon
karet dapat disadap apabila prosesnya benar dan tidak mengenai kambium maka
pohon dapat disadap selama 25-30 tahun .Pernyataan ini telah sesuai dengan
literatur, yaitu menurut Untung dan Kuswanhadi (2010) penyadapan dilakukan
sebelum matahari terbit atau sebelum jam 7, hal ini agar mendapatkan getah lateks
yang lebih optimal dikarenakan tekanan turgor yang masih cepat sedangkan untuk
arah sadapnya dari kiri atas ke kanan bawah. Kedalaman sadap yang dianjurkan
yaitu 1-1,5 mm dan ketebalan sadapnya 1,5-2 mm, hal ini dilakukan agar pohon
dapat disadap selama 25-30 tahun. Sedangkan saat musin hujan sering didapatkan
lateks yang rusak, menurut pemateri di PTPN XII hal ini dapat diantisipasi dengan
tiga cara yaitu pertama mangkok untuk menampung lateks terlebih dahulu disiram
bagian dalamnya memakai amonia dengan konsentrasi 1-2,5 %, cara kedua dapat
dengan menyemprotkan amonia 1-2,5 % sebanyak 5cc/liter ke dalam mangkok
untuk menampung lateks, cara ketiga dengan menambahkan abu gadung pisang
ke dalam mangkok tetapi penambahannya jangan sampai terlalu banyak hanya
untuk melapisi bagian dalam mangkoknya saja.
2.2 Penerimaan Bahan Baku
Pembahasan kedua tentang proses penerimaan. Proses penerimaan
merupakan proses pemindahan lateks dari petani karet(lateks) ke pabrik
pengolahan dan juga dilakukan penghitungan banyaknya volume lateks dalam
setiap timba/drum dengan cara mencelupkan penggaris ukur ke dalam bak yang
sudah dikonversikan ke dalam cm dengan perhitungan 1 cm = 28 liter
(Djumarti,2011). Pada tahap penerimaan, lateks segar akan dibagi menjadi dua
yaitu superior dan inferior. Superior merupakan lateks yang warnanya putih
seperti susu, bersih, bebas dari lump, dan ketika disaring tidak perlu dipaksa
(digosok) sedangkan inferior merupakan lateks yang telah mengalami
prakoagulasi, terdapat lump mangkok, dan lump tanah. Lump mangkok
merupakan lateks yang mengalami pembekuan pada mangkok sadap, dan lump
tanah merupakan lateks yang terjatuh ke tanah dan mengalami pembekuan. Cara
melakukan uji kualitas lateks segar yaitu dengan cara mencelupkan tangan ke
dalam drum/timba. Apabila lateks segar terdapat gumpalan atau menjadi bintik-
bintik cairan saat di tangan itu berarti lateks tersebut telah rusak dan akan
dimasukkan ke kualitas inferior. Sedangkan lateks segar yang tidak terdapat
gumpalan atau tanda-tanda prakoagulasi akan dimasukkan ke superior. Proses
untuk penentuan kualitas lateks telah sesuai dengan literatur, menurut Djumarti
(2011) lateks dibedakan menjadi dua yaitu superior dan inferior. Cara
membedakan lateks stabil dan labil yaitu sebagai berikut, lateks stabil apabila
lateks yang menempel di telapak tangan tidak terdapat gumpalan baik itu kecil
maupun besar sedangkan lateks labil yaitu apabila di telapak tangan terdapat
bintik-bintik gumpalan lateks dalam jumlah banyak.

2.3 Perhitungan KKK


Kemudian dilakukan perhitungan KKK. Menurut purbaya (2011) KKK
merupakan kandungan padatan karet per satuan berat (%).Menurut rival (1994)
metode yang paling mudah untuk menentukan KKK, yakni metode gravimetri.
Hubungan KKK diperoleh berdasarkan rumus KKK = (massa sesudah
pengeringan/massa sebelum pengeringan) x 100%. Tahapan penghitungan KKK
yaitu pertama diambil 100 ml lateks segar per afleding pertahun tanam dengan
gelas ukur, kemudian lateks tersebut dipindahkan dari gelas ukur ke dalam
mangkok sadap alumunium. kemudian ditambahkan asam semut/asam format
dengan konsentrasi 2% kurang lebih sebanyak 2 ml. Selanjutnya lateks yang telah
dicampur asam semut/asam format dipanaskan hingga lateksnya menjadi beku
atau mengalami koagulum, kemudian dilakukan penggilingan sebanyak belasan
kali hingga didapatkan ketebalalan kurang lebih 2 atau 3 mm. Setelah itu, lateks
tersebut di lap hingga kering agar tidak ada air yang menempel di permukaan
lateks. Selanjutnya dilakukan penimbangan dan berat tersebut dicatat sebagai
berat sersih. Kemudian sampel tadi dilakukan pengasapan hingga kurang lebih 5
hari. Setelah itu ditimbang beratnya dan dicatat sebagai berar kering. Setelah
dilakukan pencatatan berat basah dan kering selanjutnya dilakukan penghitungan
KKK.
Menurut Untung dan Kuswanhadi (2010) tahap perhitungan KKK dimulai
dengan mengambil 100 cc lateks per afleding per tahun tanam dengan gelas ukur.
Kemudian contoh lateks dari gelas ukur ke dalam mangkok sadap almunium.
Selanjutnya ditambahkan asam semut secukupnya, dan taruh mangkok sadap
alumunium ke atas mesin pemanas. Setelah lateks menjadi koagulum, giling
sebanyak 20 kali pada mesin penggiling hingga mencapai ketebalan 0,3mm.
Keringkan lembaran tipis koagulum dengan menghamparkan diatas kain lap,
kemudian timbang lembaran tipis koagulum dan catat sebagai berat bersih.
Selanjutnya hitunglah KKK dengan rumus. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan di proses perhitungan KKK antara PTPN
XII dengan literatur tersebut, tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu
mempengaruhi hasil akhir dari nilai KKK nya. Menurut maspanger (2005)
kualitas karet dinilai dari KKK, yakni mutu I dengan kadar kering minimal 28%
dan mutu II dengan kadar kering dibawah 28%.

2.4 Penyaringan dan Pengenceran


Tahap selanjutnya setelah lateks segar masuk melewati lubang saluran di
bagian penerimaan, kemudian masuk ke tahap penyaringan dan pengenceran.
Penjelasan pertama pada tahap pengayakan. berfungsi untuk menyaring kotoran-
kotoran yangmasih ikut bersama lateks segar. Ayakan yang digunakan di PTPN
XII yaitu ayakan dengan ukuran 30 mesh, hal ini tidak sesuai karena menurut
literatur menyatakan lateks yang telah diukur volume dan KKKnya tersebut telah
siap untuk diolah. Pemberian air yang dialirkan ke dalam bak koagulum disaring
terlebih dahulu menggunakan saringan 80-120 mesh yang dilapisi kain blaco
(Alam,2007) perbedaan ini dikarenakan kebijakan dari perusahaannya sendiri.
Akan tetapi penggunakan yang lebih dianjurkan yaitu semakin besar meshnya,
karena hasil yang didapatkan akan lebih bersih dari kotoran-kotoran. Sedangkan
pada pengenceran berfungsi untuk menyamakan konsentrasi produk serta
menyamakan ukuran praktikel, melunakkan bekuan sehingga tenaga gilingan
tidak terlalu kuat, memudahkan pembersihan gelembung udara, memudahkan
meratanya koagulan yang ditambahkan untuk proses koagulasi, dengan
melakukan proses pengenceran yang benar dapat mengoptimalkan proses
koagulasi. Pengenceran menggunakan air sebagai medianya. Pertama harus
dipastikan bak untuk pengenceran telah dibersihkan kemudian lateks ditambahkan
dan dilakukan pengadukan. Pernyataan yang ada di PTPN XII telah sesuai dengan
literatur yang menyatakan pengenceran dilakukan menggunakan air yang
dialirkan ke dalam lateks setelah lateks mengalami penyaringan, jumlah air yang
dibutuhkan sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan (Alam,2007)

2.5 Pembekuan
Pembekuan merupakan proses penambahan asam sebagai zat koagulasi,
agar lateks segar dapat memadat. Pembekuan bertujuan untuk
mempersatukan/merapatkan butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks,
supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum hal ini dapat terjadi dikarenakan
terdapat titik isoelektrik yang terjadi diakibatkan ion H+ dalam asam bereaksi
dengan ion OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan
listrik sehingga terjadi koagulasi pada lateks. Asam yang ditambahkan saat di
PTPN XII yaitu asam format 4,5-55cc/kg karet kering dengan konsentrasi 90%.
Setelah lateks disaring dan diencerkan, lateks tadi akan ditempatkan disebuah bak
untuk ditambahkan cairan asam format. Penambahan lateks dari ujung ke ujung
dengan arah yang berlawanan agar lateks tersebar merata. Kemudian dilakukan
pengadukan sebanyak kurang lebih 6 kali tanpa terlalu menggerakkan permukaan
lateks. Apabila di atas lateks terdapat buih-buih maka harus dihilangkan buih-buih
tersebut untuk mengoptimalkan proses pembekuan. Selanjutnya bak tersebut akan
diberi sekat-sekat untuk membuat lateks berbentuk seperti lembaran. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam proses pengambilannya. Setelah itu bak
koagulum ditutup dengan plastik. Penjelasan yang terdapat di PTPN XII telah
sesuai dengan liteartur, yaitu yang menyatakan sebelum dicampur dengan asam
semut(asam format) lateks dimasukkan ke dalam bak koagulum secara merata dari
ujung ke ujung dengan arah yang berlawanan. Lakukan pengadukan sebanyak 6
kali (3 kali tarik 3 kali dorog) tanpa terlalu menggerakkan permukaan. Kemudian
buang busa dengan hati-hati dipermukaan lateks dengan cara menggunakan alat
pengumpul busa dan saput busa yang diikuti dengan pemasangan tussen schott.
Kemudian bak koagulum ditutup dengan plastik untuk mencegah kontaminasi
debu atau serangga.

2.6 Penggilingan
Proses penggilangan merupakan proses pempipihan lateks yang telah
mengalami pembekuan menggunakan alat penggiling. Tujuan dari proses ini yaitu
untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, memberi
garis(motif), membentuk lembaran tipis untuk memperluas permukaan sheet yang
berguna untuk mempercepat proses pengasapan Proses penggilingan dilakukan
dengan cara mengambil lateks yang telah dibekukan selama dua-tiga hari dan
dipipihkan menggunakan alat penggiling hingga tebalnya sekitar 2 mm. Menurut
Tim penulis PS (2008) sebelum proses penggilingan dilakukan penambahan air ke
dalam bak koagulasi sampai terendam dengna tujuan mempercepat proses
pengerutan sehingga hasil bekuan tidak melekat pada saat dikeluarkan serta
mencegah oksidasi. Kemudian tussen schoot dibuka untuk kemudian hasil
pembekuan digiling. Lateks yang beku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
sheet mangel secara teratur dan dijaga agar slab dari rol ke rol tidak rusak.
Pemasukan bekuan (slab) ke dalam sheet mangel rol pertama harus menipiskan
bagian ujung depan slab secara merata. Berikut tabel proses penggilingan
Rol Ke-1 6,4 mm 42 rpm
Rol Ke-2 3,2 mm 48 rpm
Rol Ke-3 1,8 mm 53 rpm
Rol Ke-4 1,3 mm 57 rpm
Rol Ke-5 0,8 mm 63 rpm
Rol Ke-6 0,3 mm 63 rpm
Slab yang keluar dari mangel langsung dimasukkan ke bak air dengan maksut
membersihkan sisa asam, sisa serum, dan kotoran yang menempel selama
penggilingan. Usahakan slab yang keluar dari mesin mangel six in one tidak
ditarik agar slab tidak pecah atau rusak. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa proses penggilingan di PTPN XII tidak sesuai dengan literatur
yang ada dikarenakan ukuran sheet yang terdapat di literatur 0,3 mm sedangkan
yang berada di lapangan 2 mm, hal ini dapat mempengaruhi proses pengasapan.
Apabila lebar sheet semakin kecil maka semakin optimal proses pengasapannya
akan tetapi apabila sangat tipis maka sheet akan mudah rusak/rapuh.

2.7 Penirisan

Pembahasan selanjutnya yaitu penirisan lateks yang telah digiling, tahap


ini bertujuan untuk mengurangi air yang terdapat di permukaan lembaran sheet
sebelum proses pengasapan. Penirisan ini tidak boleh terlalu lama dikarenakan
dapat membuat sheet menjadi cacat, misalnya timbul warna yang seperti karat
akibat teroksidasi. Penirisan ini dilakukan selama 2-4 jam dengan menata sheet
pada glantang (alat jemuran dari bambu), yang mana setiap gelantang terdiri dari 4
lembar sheet. Menurut Untung dan Kuswanhadi (2010) koagulum yang telah
digiling kemudian ditiriskan diruang terbuka dan terlindungi dari sinar matahari
selama 1-2 jam. Tujuan penirisan merupakan untuk mengurangi kandungan air di
dalam lembaran sebelum proses pengasapan. Penirisan tidak boleh terlalu lama
untuk menghindari terjadinya cacat pada lembaran yang dihasilkan, misalnya
timbul warna yang seperti karat akibat redoks. Penirisan dilakukan pada tempat
teduh dan terlindungi dari sinar matahari. Sehingga dapat disimpulkan proses
yang terdapat di PTPN XII telah sesuai dengan literatur dikarenakan proses
penirisannya ditempat terbuka, tidak terlalu lama, dan tidak terkena sinar matahari
secara langsung.
2.8 Pengasapan

Pengasapan merupakan proses yang dapat membuat sheet menjadi lebih


awet/tahan lama. Hal ini dikarenakan proses pengasapan bertujuan untuk
mengurangi kandungan air dalam sheet, memberi warna khas coklat, dan
menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan sheet. Suhu saat proses
pengasapan harus di kontrol setiap satu jamnya, hal ini dilakukan untuk
memastikan suhu yang diberikan tidak berlebih atau kurang. Apabila suhu saat
pengasapan berlebih maka lembaran sheet akan muncul bintik-bintik udara yang
lebih banyak, sedangkan apabila suhu kurang maka lembaran sheet akan tetap
mentah/tidak dapat diolah lanjut menjadi produk. Suhu saat pengasapan sheet
yaitu pada hari pertama suhunya dimulai dari 400C-450C, pada hari kedua
suhunya naik 50C yaitu 450C-500C, pada hari ketiga suhunya naik lagi 50C yaitu
dari 500C-550C, selanjutnya pada hari keempat naik lagi 50C yaitu dari 550C-
600C, kemudian pada hari kelima suhunya tetap menjadi 600C kemudian pada hari
keenam mengalami penururan suhu dan sheet tersebut diambil kemudian
dimasukkan ke ruang sortasi. Penjelasan tersebut telah sesuai dengan literatur
yang menyatakan pengasapan sheet dilakukan selama enam hari, dengan suhu
yang digunakan sebagai berikut pada hari ke 1 400C-450C, hari ke-2 450C-500C,
pada hari ke-3 500C-550C, hari ke-4 550C-600C, dan pada hari ke-5 suhunya tetap
600C

2.9 Sortasi

2.10 Pengemasan
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1 Saran
1. Pada saat berkunjung diharapkan mahasiswa tidak bergurau dan mendengarkan
intruksi dengan baik.
2. Diharapkan pada saat bertanya gunakan etika dan tidak berbicara kasar.

You might also like