You are on page 1of 35

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketergantungan pangan bangsa Indonesia terhadap beras dan gandum
sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan (Hariyadi dan Giriwono, 2004).
Sebagai negara yang besar dan subur, Indonesia tidak seharusnya bergantung pada
impor beras dan gandum karena hal tersebut hanya akan menghidupkan roda
perekonomian negara pemasok. Ubi kayu merupakan salah satu contoh penghasil
karbohidrat yang sangat tepat untuk tujuan diversifikasi makanan. Tepung kasava
dimanfaatkan secara luas sebagai produk pangan, antara lain roti, kue kering,
biskuit, bolu, mie instant dan berbagai jenis produk lainnya.
Tepung kasava yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan telah
melalui proses modifikasi komposisi kimia dan fisiknya. Salah satu cara
memodifikasi komponen tepung ubi kayu adalah melalui proses fermentasi.
Menurut Subagio (2008), fermentasi merupakan salah satu tahap produksi tepung
kasava dengan prinsip modifikasi sel ubi kayu. Pada proses fermentasi,
mikroorganisme memiliki peran yang besar dalam merombak komposisi dan
komponen ubi kayu. Salah satu bentuk tepung ubi kayu terfermentasi adalah
Modified Cassava Flour (Mocaf) atau tepung ubi kayu termodifikasi.
Salah satu produk dari MOCAF yaitu mie mojang, mie dengan campuran
mocaf dan jagung kemudian produk kedua yaitu campuran antara mocaf dengan
tepung beras dan tepung tapioca yang disebut dengan mie mobeta. Dalam
praktikum ini membandingkan perbedaan mie mojang dan mie mobeta dari segi
rasa, aroma dan warna menurut panelis.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perbedaan antara mie mojang dan mie mobeta dalam
hal organoleptik sensoris (kekenyalan, elastisitas, warna, aroma, rasa, dan
keseluruhan)
2. Untuk mengetahui mie berbahan dasar mocaf yang paling disukai oleh
panelis
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mocaf
Mocaf adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan
prinsip memodifikasi ubi kayu melalui proses fermentasi. Proses fermentasi ini
melibatkan berbagai mikroorganisme, yang paling dominan adalah bakteri asam
laktat. Mikroorganisme yang digunakan menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu. Dinding sel ubi kayu
yang hancur ini akan menyebabkan liberasi granula pati. Mikroorganisme yang
digunakan dalam fermentasi ubi kayu juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat
menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya diubah menjadi asam-asam
organik. Asam organik yang dominan dihasilkan adalah asam laktat. Hal ini akan
menyebabkan perubahan karakteristik tepung meliputi perbaikan viskositas,
kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut. Selain itu, asam organik
yang dihasilkan akan memperbaiki cita rasa tepung yang dihasilkan menjadi netral
dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70% (Subagio, 2008).
Pengolahan mocaf secara teknis sangat sederhana, mirip dengan cara
pengolahan tepung ubi kayu konvensional, namun disertai dengan proses
fermentasi. Proses produksi mocaf dimulai dengan pengupasan kulit ubi kayu,
pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap fermentasi
selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan
ditepungkan sehingga dihasilkan produk mocaf (Subagio, 2008). Selama proses
fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbulan warna, seperti
pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat menyebabkan
warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna mocaf yang
dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa.
Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan
kualitas hampir menyerupai tepung terigu. Sehingga produk mocaf sangat cocok
untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri makanan.
Pada tahap perendaman I, perendaman dilakukan pada air yang telah
ditambah dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 kubik air sawah dilakukan
penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 kubik air
sumber/gunung dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok
makan. Lalu setelah dipastikan bahan terendam semua, dilakukan penambahan
senyawa aktif B yang sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu. Senyawa aktif B
dibuat dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air
yang telah dicampur oleh enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok
makan), perendaman dilakukan selama 24-30 jam untuk menghasilkan senyawa
aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan
semua untuk air sebanyak 1 meter kubik. Setelah dimasukkan semua, perendaman
dilakukan selama 12 – 72 jam, dimana tiap 24 jam air diganti dengan yang baru.
Penggantian ini penting untuk mencegah terlewatinya fase pertumbuhan tetap dari
bakteri asam laktat, dan bergantinya mikrobia menjadi bakteri pembusuk. Lama
perendaman mempengaruh mutu MOCAF yang dihasilkan (Subagio et al., 2008).
Setelah dilakukan perendaman I maka dilanjutkan dengan perendaman II.
Pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa aktif C (1 sendok
makan dalam 1 kubik air) selama 10 menit. Tujuan dari proses perendaman ini
adalah untuk mencuci protein dari ubi yang dapat menyebabkan warna coklat
ketika proses pengeringan. Selain itu juga akan menghentikan pertumbuhan lebih
lanjut dari mikrobia (Subagio et al., 2008).
Pada perendaman I, senyawa A adalah senyawa yang mengandung enzim
pektinolitik atau selulotik yang dapat memecah dinding sel singkong sehingga
granula pati keluar. Pada pembuatan senyawa B ditambahkan enzim dan kultur
mikroba. Enzim ini merupakan enzim α-amilase yang digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai
berat molekul rendah yaitu glukosa (Salim, 2011). Sedangkan mikroba yang
ditambahkan merupakan bakteri asam laktat yaitu bakteri dari famili
Lactobacillaceae yang mempunyai kemampuan untuk mengubah gula menjadi
asam laktat (Salim, 2011). Senyawa C adalah senyawa yang mengandung enzim
protease yang merupakan enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian dilepaskan keluar dari sel. Sehingga dalam hal ini protein yang dipecah
akan larut dalam air rendaman. Proses fermentasi ubi kayu dilakukan dengan
merendam ubi kayu dalam air selama 3-4 hari. Hasil dari fermentasi adalah umbi
menjadi lembut dan mudah hancur jika digenggam. Proses fermentasi terjadi
sebagai akibat reaksi antara mikroorganisme dengan lingkungan. Pengontrolan
perlu dilakukan agar tidak muncul mikroba lain yang mengganggu proses
fermentasi dan menimbulkan bau yang tidak enak (Achi dan Akomas, 2006).
Menurut Subagio et al. (2008), komposisi kimia MOCAF tidak jauh
berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik
organoleptik yang spesifik. Komposisi kimia dan karakteristik organoleptik antara
MOCAF dan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Secara
organoleptik warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan
dengan warna tepung singkong biasa. Hal ini disebabkan karena kandungan
protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung singkong.
Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau
pemanasan.
Tabel 2.1. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Parameter MOCAF Tepung Singkong


Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13
Kadar protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2
Kadar abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2
Kadar pati (%) 85 - 87 82 – 85
Kadar serat (%) 1.9 – 3.4 1.0 – 4.2
Kadar lemak (%) 0.4 – 0.8 0.4 – 0.8
Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi
Sumber : Subagio et al. (2008)
Tabel 2.2 Perbedaan sifat organoleptik MOCAF dengan tepung singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Warna Putih Putih agak kecoklatan
Aroma Netral Kesan singkong
Rasa Netral Kesan singkong
Sumber : Subagio et al. (2008)
MOCAF menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi
aroma dan citarasa singkong yang cenderung tidak menyenangkan konsumen
apabila bahan tersebut diolah. Hal ini disebabkan oleh hidrolisis granula pati
menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam-asam organik,
terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan. Hal ini membuat aroma
dan rasa MOCAF menjadi netral.
Tahapan proses pembuatan tepung MOCAF menurut Salim (2011)
meliputi: pertama sortasi. Sebelum singkong diproses, sortasi dilakukan untuk
memisahkan singkong yang rusak dan tidak memenuhi standar mutu. Pada
dasarnya semua varietas singkong dapat digunakan sebagai bahan baku MOCAF,
namun singkong ideal yang sebaiknya digunakan adalah varietas singkong yang
bisa dimakan, berumur sekitar 8-12 bulan, masih segar, tidak busuk, dan tidak
bercak-bercak hitam, dan lama penyimpanan maksimal 2 hari. Tahap kedua yaitu
pengupasan, pengupasan kulit singkong dilakukan dengan menggunakan pisau.
Singkong yang telah dikupas sebaiknya ditampung dalam bak yang berisi air
untuk menghindari warna kecoklatan sekaligus menghilangkan asam Sianida
(HCN). Selanjutnya pencucian, singkong yang telah melalui proses pengupasan
dicuci menggunakan air bersih, hindari penggunaan air yang mengandung kaporit
atau terkontaminasi bahan kimia karena dapat menghambat pertumbuhan bakter
fermentasi. Pencucian singkong harus dilakukan hingga benar-benar bersih, baik
kotoran maupun lendir pada umbi harus dihilangkan. Tahap berikutnya
pemotongan, singkong yang sudah bersih selanjutnya diiris tipis-tipis, dengan
ketebalan chip 0,2-0,3 cm. Untuk jumlah yang besar, proses ini dapat dilakukan
menggunakan mesin slicer. Namun ketajaman pisau harus senantiasa diperhatikan
agar dapat menghasilkan chip yang bagus (tipis tetapi tidak hancur). Setelah
berbentuk bulatan-bulatan tipis selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah
fermentasi. Kemudian dilanjutkan dengan fermentasi. Proses fermentasi chips
singkong dilakuan dengan menggunakan drum plastik yang didisi air, kemudian
dilarutkan bakteri Acetobacter xylinum (bakteri asam laktat) 10-20% dari volume
chips dan air. Perendaman chips singkong diupayakan sedemikian hingga seluruh
chips singkong tertutup air. Fermentasi dilakukan selama kurang lebih 2-3 hari
(minimal 30 jam). Kemudian dilakukan pencucian. Setelah proses fermentasi
selesai, dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan sifat asam pada chips
singkong tidak berasa dan netral. Kemudian chips ditiriskan dengan menggunakan
penjemur dari anyaman bambu, plat seng atau terpal. Kemudian Pengeringan,
Tahapan terakhir dalam pembuatan chip MOCAF adalah pengeringan.
Pengeringan yang terbaik adalah pengeringan alami menggunakan sinar matahari.
Untuk mempercepat proses pengeringan, sebaiknya chip ditiriskan terlebih dahulu
atau pres dengan mesin pres. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan
meletakkan chip diatas tampah-tampah atau sejenisnya. Diusahakan pengeringan
dilakukan tidak lebih dari 4 hari. Chip yang sudah kering dapat disimpan dalam
karung bersih dan kering. Penyimpanan juga harus ditempat yang kering dan tidak
lembab, (agar tidak lembab alasi karung dengan palet kayu). Tahap selanjutnya
yaitu tahap penepungan. Penepungan dilakukan jika chips sudah benar-benar
kering hingga mencapai kadar air 13%, selanjutnya penepungan dilakukan dengan
mesin penepung biasa seperti mesin-mesin penepung beras, dan sebagainya.
Dilanjutkan dengan pengayakan, pengayakan dilakukan untuk mendapatkan
tepung MOCAF yang lembut. Pengayakan dapat dilakukan secara manual dengan
saringan atau dengan mesin dengan mesh 60-100. Tepung mocaf yang halus
menentukan mutu produk. Adapun syarat mutu tepung MOCAF menurut SNI
7622-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung MOCAF (SNI 7622-2011)
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
- Aroma - Netral
- Bentuk - Serbuk halus
- Warna - Putih
Benda-benda asing - Tidak ada
Serangga dalam semua bentuk stadia - Tidak ada
dan potongan-potongannya yang
tampak
Kehalusan
- Lolos ayakan 100 mesh % b/b Min. 90
- Lolos ayakan 80 mesh % b/b 100
Kadar air % b/b Maks. 13
Abu % b/b Maks. 1,5
Serat kasar % b/b Maks. 2,0
Derajat putih (MgO = 100) - Min 87
Belerang dioksida (SO2) % b/b Negatif
Derajat asam Ml Maks. 4,0
NaOH 1
N 100 g
HCN mg/kg Maks. 10
Cemaran logam
- Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05
- Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
Cemaran mikroba
- Angka Lempeng Total (35ºC, 48 Koloni/g Maks. 1 x 100
jam)
- Escherichia coli APM/g Maks. 10
- Bacillus cereus Koloni/g < 1 x 104
- Kapang Koloni/g Maks. 1 x 104

2.2 Mie Mojang


Mie mojang merupakan mie yang berbahan dasar MOCAF dan tepung
jagung. Mie mojang masuk ke dalam jenis starch based noodle karena mie ini
terbuat dari pati sehingga dalam pengolahannya perlu menggunakan teknik
ekstrusi dingin. Teknik ekstrusi dingin yaitu dengan menekan adonan mie yang
sudah dikukus untuk menghasilkan gelatinisasi parsial ke dalam lubang-lubang
kecil pada ekstruder sehingga dihasilkan untaian mie. Adonan mie akan diekstrusi
tanpa pemasakan bahan yang menyebabkan pengembangan. Ekstruder yang
digunakan akan dioperasikan pada kecepatan rendah di dalam barrel yang rata
sehingga gesekan bahan akan semakin rendah (Estiasih dan Ahmadi,2009).
Melalui teknik-teknik tersebut maka dapat dihasilkan mie yang berkualitas dan
saat dimasak menjadi mie yang lebih elastis, kenyal, dan tidak hancur. Selain itu
untuk dimasak langsung, mie mojang juga dapat disajikan dengan mie goreng dan
pendampig seperti bakso (Puspitarini,2014).
Keungggulan mie mojang yaitu mengandung protein yang terkandung di
dalam mie mojang berkisar antara 6-8%. Keunggulan lainnya yaitu kandungan zat
karotenoid yang menjadi sumber vitamin A dalam mie mojang. Zat warna tersebut
berperan sebagai zat pewarna alami sehingga tidak memerlukan pewarna kuning
tambahan (Puspitarini,2014). Komposisi gizi mie basah secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.4 dan SNI mie basah dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.4 Komposisi gizi mie basah


Zat Gizi Mie Basah
Energy (kal) 86
Protein (g) 0,6
Lemak (g) 3,3
Karbohidrat (g) 14
Kalsium (mg) 13
Besi 0,
Vitamin A -
Vitamin B1 (mg) -
Vitamin C (mg) -
Air (mg) 80
Sumber : Astawan (2008)
Tabel 2.5 Syarat Mutu Mie Basah (SNI 2046-90)
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
- Aroma - Normal
- Rasa - Normal
- Warna - Normal
Kadar air % b/b 20-35
Abu % b/b Maks. 3
Protein % b/b Maks. 8
Bahan tambahan pangan
- Boraks dan asam borat Tidak boleh
- Pewarna Yang diizinkan
- Formalin Tidak boleh
Cemaran logam
- Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 1,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10,0
- Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
- Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
Cemaran mikroba
- Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1,0 x 106
- Escherichia coli APM/g Maks. 10
- Kapang Koloni/g Maks. 1,0 x 104

2.2.1 Bahan yang Digunakan


A. Tepung Jagung
Menuruk SNI 01-3727-1995, tepung jagung merupakan tepung tepung
yang diperoleh dengna cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Secara
umum, terdapat dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode basah dan
metode kering. Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam
dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan, dan diproses menjadi tepung
menggunakan mesin penepung. Sedangkan pada metode kering, biji jagung yang
telah disosoh ditepungkan langsung tanpa melalui proses perendaman. Tepung
yang dihasilkan melalui penggilingan basah biasanya memiliki rendemen yang
lebih tinggi namun kandungan gizinya lebih rendah dibandingkan tepung yang
dihasilkan dengan penggilingan kering (Suarni,2005). Tepung jagug juga
memiliki mutu yang bervariasi, tergantung dari jenis jagungnya. Oleh karena itu
ditentukan kritetia mutu tepung jagung berdasarkan SNI yang disajikan pada tabel
2.6 agar diaplikasi dari tepung jagung tersebut memilik kualitas yang baik.
Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Jagung Berdasarkan SNI 01-3727-1995
No Kriteria Uji Satuan Pesyaratan
Keadaan
1.1 Bau Normal
1 -
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna Normal
Tidak Boleh
2 Benda-benda asing -
Ada
Serangga dalam bentuk Tidak Boleh
3 -
stadia Ada
Jenis pati selain pati Tidak Boleh
4 -
jagung Ada
Kehalusan
5 5.1 80 mesh % Min 70
5.2 60 mesh % Min 99
6 Air % b/b Maks. 10
7 Abu % b/b Maks. 1,5
8 Silikat % b/b Maks. 0,1
9 Serat kasar % b/b Maks. 1,5
ml.N.NaOH/100
10 Derajat asam Maks. 4,0
gram
Cemaran mikroba
11.1 Angka Lempeng
Kologi/g Maks 10
11 Total
11.2 E.coli APM/g Maks 10
11.3 Kapang Kologi/g Maks 10
Cemaran logam
12.1 Timbal(Pb) Maks. 1,0
12 12.2 Tembaga(Cu) Maks. 10,0
mg/kg
12.3 Seng(Zn) Maks.40,0
12.4 Raksa (Hg) Maks. 0,05
13 Arsen (As) mg/kg Maks. 5
B. MOCAF (Modified Cassava Flour)
MOCAF (Modified Cassava Flour) merupakan produk turunan dari
tepung ubi kayu menggunakan prinsip modifikasi sel ubi secara fermentasi
dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi.
Mikroba yang tumbuh pada ubi kayu menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa
sehingga terjadi pembebasan granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan
enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya
mengubahnya menjadi asam-asam organik.
Menurut Subagio(2008) Komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda
dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik organoleptik
yang lebih spesifik. Secara organoleptik, warna MOCAF jauh lebih putih jika
dibandingkan dengan warna tepung singkong.
MOCAF memiliki kandungan amilopektin yang tinggi. Menurut Wardani
(2011) MOCAF memiliki kandungan amilosa sebesar 25% dan amilopektin 75%.
Kadar amilopektin yang tinggi akan meningkatkan kemampuan pembentukan gel
dari sifat pati melalui gelatinisasi dan bentukan daya lengket yang kuat sehingga
berpotensi dalam meningkatkan elastisitas produk(Elliason,2004).
C. Sodium Tripoliphospate (STPP)
Sodium Tripoliphospate (Na5P3O10) digunakan sebagai bahan pengikat air,
agar air dalam adonan tidak menguap, sehingga adonan tidak mengalami
pengerasan. Sodium Tripoliphospate merupakan bentuk polimer rantai lurus
panjang. Bebrapa fungsi umum dari bentuk fosfat dalam makanan yaitu bereaksi
kimia secara langsung dengan bahan makanan, penstabil pH, pensipersi bahan
makanan, meningkatkan daya ikat air dan hidrasi, dan sebagai pengawet
makanan(Harahap,2007). Pengguaan STPP pada adonan mie karena STPP
berperan dalam proses gelatinisasi pati-protein sehingga mempengaruhi tekstur
mie menjadi lebih kuat dan kenyal (Widyaningsih dan Mutrini,2006).
D. Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat
sehingga akan mengembang, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal
gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9. Makin tinggi pH air maka
mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan
meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi
persyaratan minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
(Aswatan,2004). Jumlah mie yang biasanya digunakan dalam pembuatan mie
yaitu sekitar 28-32% dari campuran bahan yang digunakan. Jika lebih dari 38%
maka adonan akan menjadi sangat lengket dan jika kurang dari 28% makan
adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak (Suyanti,2008).
E. Garam
Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, memperkuat tekstur mie,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, mengikat air, serta menghambat
aktivitas enzim amilase sehingga sifat mie tidak lengket(Aswatan,2004).
Pengggunaan garam pada mie biasanya sekitar 1-2%, penggunaan garam pada
kadar tersebut akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan dan mengurangi
kelengketan (Widyaningsih dan Murtini,2006).
F. Telur
Telur mengandung asam amino lengkap jika dibandingkan dengan bahan
maknaan lain seperti kan, daging, ayam, tahu, dan tempe. Telur memiliki sifat-
sifat yang berguna untuk pengolahan pangan diantaranya daya busa, emulsi,
koagulasi, dan warna. Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat
pendispersi, zat terdispersi, dan zat pengemulsi. Bagian telur yang mempunyau
daya emulsi kuat yaitu kuning telurnya. Komponen zat pengemulsi kuning telur
merupakan fosfolipid, lipoprotein, dan protein(Koswara,2009)
Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk
dalam golongan karotenoid yaitu santrofil, lutein, dan zeasantin serta sedikit
betakaroten dan kriptosantin (Koswarna,2009). Penambahan kuning telur pada
pembuatan mie basah dapat meningkatkan mutu protein mie dan adonan yang
lebih liat sehingga tidak mudah putus (Astawan,2004). Penambahan telur juga
dapat membuat tekstur mie menjadi lebih lembut karena telur mengandung lemak.
Hal tersebut berhubungan dengan sifat fisiologis telur yaitu daya emulsi. Kuning
telur memiliki daya emulsi sehingga dengan adanya kuning telur dapat
menyebabkan penyerapan air yang lebih tinggi. Semakin banyak air yang
terperangkap maka akan meningkatkan elastisitas mie basah (Ristih dan
Rahayu,2013).
H.CMC
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator,
pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan
penyebaran antibiotic. Selain itu juga digunakan untuk mencegah terjadinya
retrogradasi dan sineresis pada bahan pembuatan mie. Sebagai pengemulsi, CMC
sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari produk
berkadar gula tinggi (Masfufatun, 2010). Sedangkan menurut Purvitasari (2004)
CMC (carboxymethyl cellulose) merupakan turunan selulosa yang dapat larut
dalam air, baik panas maupun dingin. CMC adalah eter asam karboksilat turunan
selulosa yang berwarna putih, tidak berbau, padat, digunakan sebagai bahan
penstabil.CMC merupakan koloid hidrofilik yang efektif untuk mengikat air
sehingga memberikan tekstur yang seragam, meningkatkan kekentalan, dan
cenderung membatasi pengembangan.CMC dibuat dari selulosa yang direaksikan
dengan larutan NaOH, kemudian selulosa alkalis tersebut direaksikan dengan
sodium monokloroasetat.
I. Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut
merah dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.
Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall, 2009).
Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang
hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Proses pembentukan gel tidak
memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-
thawing yang berulang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan
menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak.
Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan
penstabil dan pengental alami menggantikan bahan pengental sintetik golongan
alkanolamide. Menurut Masfufatun (2010)Karagenan merupakan senyawa yang
termasuk kelompok polisakarida hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar
karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada
gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Digunakan
dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat
mengentalkan dan menstabilkan material sebagai fungsi utamanya. Pada
pembuatan mie, karagenan berfungsi untuk mengendalikan kandungan air dalam
bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan makanan.
2.2.2 Reaksi yang Terjadi Selama Proses
A. Gelatinisasi Pati
Gelatinisasi merupakan peristiwa perkembangan granula pati sehingga
granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pengembangan
granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan mencapai
suhu tertentu, pengembagan granula pati menjadi bersifat tidak dapat balik dan
akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati membengkak
dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat balik disebut
suhu gelatinisasi pati (Winarno,2004). Pada Pembutatan mie mojang proses ini
terjadi pada proses pengukusan tepung, pengadukan adonan mie dalam ekstruder,
dan proses pemasakan mie.
B. Retrogradasi
Retrogradasi merupakan proses kristalisasi pati yang telah mengalami
gelatinisasi. Mie basah yang baru saja matang masih memiliki dua kemampuan
yaitu mengalir yang fleksibel dan tidak kaku dalam kondisi panas. Bila suhu mie
menjadi dingin, energi kinetik tidak cukup tinggi untuk melawan kecenderungan
molekul-molekul amilosa bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan
satu sama lain serta berkaitan dengan cabang amilopektin pada pinggiran luar
granula. Ikatan tersebut juga menggabungkan butir-butir yang bengkak sehingga
terbentuk jaring-jaring seperti membentuk mikrokristal dan mengeras
(Elliason,2004)
C.Browning
Reaksi pencoklatan pada pembuatan mie mojang terjadi pada saat proses
pengukusan. Jenis browning non enzimatis yang terjadi yaitu reaksi maillard.
Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus gula reduksi dari karbohidrat
dengan gugus amina dari protein pada suhu 70-950C. Reaksi maillard
menyebabkan warna mie menjadi lebih gelap(Winarno,2004).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
a. Baskom besar
b. Mixer
c. Neraca
d. Gelas ukur 100 ml
e. Ekstruder
f. Cetakan mie
g. Dandang
h. Panci
i. Piring
j. Kompor
3.1.2. Bahan
a. Mocaf 250 gram
b. Tepung jagung 250 gram
c. Karagenan 1 gram
d. CMC 2 gram
e. STPP 1 gram
f. Air 200 ml
g. Garam 7.5 gram
h. Kuning telur 1 butir
3.2. Metode Percobaan
3.2.1 Skema Kerja Pembuatan Tepung Mocaf
Singkong segar 2kg

Pengupasan kulit kulit

Pencucian dan pengerokan kulit hingga tidak berlendir

Pengecilan ukuran/pemotongan bentuk chip

Perendaman chip singkong menggunakan senyawa A 0.01% selama 10 menit

Penirisan

Fermentasi dengan starter Mocaf selama 24 jam

Penirisan dan perendaman menggunakan senyawa C 0.01% selama 10 menit

Penirisan

Penjemuran hingga kering

Pengecilan ukuran/penggilingan

Pengayakan

Penggilingan sera

Pengayakan

Penghitungan randemen
Pada praktikum pertama dilakukan pembuatan tepung mocaf. Pembuatan
tepung mocaf diawali dengan menyiapkan singkong sebanyak 2 kg. singkong
yang digunakan sebaiknya jenis singkong dengan rasa yang pahit, namun dapat
juga digantikan jenis singkong lainnya tetapi hasil yang didapat tidak sebaik
singkong pahit. kemudian dilakukan pengupasan kulit, pengupasan bertujuan
untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit singkong dan
menghilangkan asam sianidanya (HCN). Singkong yang sudah dikuliti kemudian
dicuci hingga bersih, pada saat pencucian ini dilakukan pengerokan kulit ari untuk
menghilangkan lendir pada singkong. Setelah singkong bersih dan tidak berlendir,
dilanjutkan dengan pemotongan singkong hingga berbentuk chip menggunakan
pisau atau chip slicer. Pemotongan ini bertujuan agar mempercepat proses
pengeringan dikarenakan kandungan air dalam chip lebih mudah menguap. Fungsi
lain dari dibentuknya chip ini yaitu untuk mengoptimalkan proses fermentasi
karena senyawa nya lebih mudah menyerap ke dalam chip. Setelah didapat bentuk
chip dilanjutkan dengan perendaman chip singkong menggunakan senyawa A
dengan konsentrasi 0.01% selama 10 menit. Perendaman menggunakan senyawa
A ini bertujuan untuk memberi atau menambah nutrisi pada dingkong dan
mengatur pH chip singkong yang akan di fermentasi. Setelah perendaman selesai,
chip singkong ditiriskan dan dilanjutkan dengan fermentasi. Fermentasi singkong
menggunakan starter Mocaf dan air dengan perbandingan 1:10 selama 24 jam.
Pada proses fermentasi ini mikroba pada starter Mocaf yang tumbuh pada ubi
kayu akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi
pembebasan granula pati. Setelah dilakukan fermentasi selama 24 jam,
selanjutnya chip singkong ditiriskan kembali dan ditambahkan senyawa C dengan
konsentrasi 0.01% selama 10 menit. Perendaman dengan senyawa C ini berfungsi
untuk menghentikan proses fermentasi. Setelah proses fermentasi berakhir
kemudian chip diperas hingga agak kesat dan dilanjutkan proses penjemuran
dibawah sinar matahari hingga kering. Hasil chip kering digiling menggunakan
gilingan komersil sebanyak dua kali penggilingan. Hal ini dilakukan agar
didapatkan hasil gilingan yang hasul dan sesuai dengan standar tepung pada
umumnya. Hasil penggilingan yang didapat kemudian diayak menggunakan
ayakan 100 mesh. Hasil sera yang tidak lolos ayakan digiling ulang dengan
blender dan diayak kembali. Setelah dilakukan pengayakan kemudian dilakukan
perhitungan randemen hasil dari berat bahan mentah.
3.2.2 Skema Kerja Pembuatan Mie Mojang

Mocaf dan karagenan, CMC,


Tepung jagung STPP, air dan garam

Pencampuran Pencampuran

Pencampuran hingga merata

Pengukusan selama 20 menit

Pendinginan

Penambahan
kuning telur

Pencampuran

Pemasukan adonan ke dalam


ekstruder

Pencetakan

Pengukusan mie selama 20


menit

Pemasakan hingga lunak

Pengujian warna dan


organoleptik
Praktikum pembuatan mie mojang menggunakan bahan utama yaitu
MOCAF 250 gram dan tepung jagung 250 gram, serta menggunakan beberapa
bahan lain yaitu Karagenan 1 gram, CMC 2 gram, STPP 1 gram, Air 200 ml,
Garam 7.5 gram, Kuning telur 1 butir sedangkan alat yang digunakan untuk
pembuatan mie mojang yaitu Baskom besar, Mixer, Neraca, Gelas ukur 100 ml,
Ekstruder, Cetakan mie, Dandang, Panci, Piring, dan Kompor. Tahap pertama
yaitu penyiapan alat dan bahan, pastikan MOCAF dan tepung jagung telah diayak
menggunakan ayakan 100 mesh agar ukuran partikelnya sama. MOCAF dan
tepung jagung kemudian dimasukkan ke dalam wadah dengan perbandingan
50%:50% atau 250 gram:250 gram lalu dilakukan pencampuran. Karagenan dan
CMC dicampurkan dengan air 35% dari berat tepung setelah larut, kemudian
ditambah garam dan STPP ke dalam wadah dan dicampur kembali. Pencampuran
karagenan dan CMC terlebih dahulu dimaksudkan agar memberi waktu lebih
untuk karagenan dan CMC bereaksi sehingga tekstur yang dihasilkan akan lebih
elastis dan kenyal. Tahap selanjutnya yaitu pencampuran MOCAF dan tepung
jagung dengan Karagenan, CMC, air, STPP, dan garam hingga menjadi adonan
yang homogen kemudian dilanjutkan dengan pengukusan selama 20 menit. Proses
pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian pati sehingga dapat
berperan sebagai pengikat adonan. Apabila tidak dilakukan pengukusan, maka
adonan tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi mie yang berkualitas. Hal ini
disebabkan karena MOCAF dan tepung jagung tidak mengandung gluten
sehingga tidak dapat membentuk massa adonan yang elastis kohesif bila hanya
ditambahkan air dan diuleni. Tahap selanjutnya yaitu pendinginan adonan, hal ini
bertujuan untuk memberi waktu agar gelatinisasi pati dapat terjadi lebih banyak.
Langkah selanjutnya yaitu penambahan kuning telur, penambahan kuning telur
dimaksudkan agar menambah kandungan protein mie dan membuat mie tidak
mudah putus. Kemudian dilakukan pemasukan ke dalam ekstruder, dilanjutkan
dengan pencetakan mie sehingga dihasilkan mie mojang basah mentah.
Berikutnya dilakukan pengukusan selama 20 menit agar didapatkan mie mojang
basah matang. Tahap selanjutnya yaitu pemasakan mie dengan bumbu soto hingga
teksturnya lunak dan siap untuk dikonsumsi kemudian dilakukan uji warna dan uji
organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan menggunakan metode uji
kesukaan. Panelis yang digunakan sebanyak 25 orang yang berasal dari
mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas jember. Parameter yang diujikan yaitu meliputi uji kekenyalan,
elastisitas, warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Pengujian warna meliputi
kecerahan atau lightness (L). Pengukuran warna menggunakan alat yang disebut
colour reader. Prinsip dari alat ini yaitu pengukuran perbedaan warna melalui
pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Pembacaan dilakukan ditiga titik pada
sampel mie basah.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Hasil Pengamtan
A.Hasil Rendemen MOCAF
BahanMentah HasilAkhir
Kelompok
(gram) (gram)
1 2000 480
2 2000 460
3 2000 490
4 2000 450
5 2000 470
6 2000 430
7 2000 450
8 2000 440
B. Uji Warna
Sampel L(Standart) dL1 dL2 dL3
Mie
61,4 34,8 33,1 35,2
Mojang
Mie
61,4 35,1 33 36,6
Mobeta
C.Uji Organoleptik
No Paneli Kekenyal Elastisitas Warna Aroma Rasa
Keseluruh
s an an
Mi Mi Mie Mie Mie Mie Mie Mie Mie Mie Mie Mie
e e Mo Moj Mo Moj Mo Moj Mo Moj Mo Moj
Mo Mo bet ang bet ang bet ang bet ang bet ang
bet jan a a a a a
a g
1 Bella 2 4 2 4 2 4 2 2 2 2 2 3
2 Arga 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4
3 Rina 4 3 5 4 4 3 5 4 4 4 5 4
4 Avista 4 5 5 4 5 3 3 4 4 5 5 4
5 Tutur 3 4 4 3 5 4 3 4 5 4 5 4
6 Echa 3 4 4 3 5 4 3 4 5 4 5 4
7 Widi 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4
8 Dwi 5 4 4 3 5 3 4 3 4 5 5 4
9 Vidita 2 4 2 4 3 4 4 2 5 2 5 2
10 Sam 4 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3
11 Angg 3 3 3 2 4 2 4 2 3 3 4 2
un
12 Luluk 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3
13 Vivi 4 3 4 2 4 2 3 3 4 3 4 3
14 Novel 4 5 5 4 5 3 3 4 4 5 5 4
ia
15 Helya 4 3 5 4 3 5 5 3 3 4 5 3
s
16 Aji 3 4 4 3 5 4 3 4 5 4 5 4
17 Haika 2 4 2 4 3 4 4 2 5 2 5 2
l
18 Aisya 3 2 4 3 4 2 4 2 3 3 4 2
h
19 Nisa 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4
20 Feti 3 3 2 3 2 4 4 3 4 2 4 3
21 Tya 5 4 4 3 5 3 4 3 4 5 5 4
22 Nadill 4 3 4 3 4 3 4 2 4 3 4 3
ah
23 Teguh 3 4 4 3 5 4 3 4 5 4 5 4
24 Livia 2 4 2 5 1 4 4 3 2 5 3 4
25 Naufa 5 4 4 3 5 3 4 3 5 4 5 1
l
4.1.2 Hasil Perhitungan
A. Hasil Rendemen MOCAF
Perlakuan Hasil Rendemen(%)
1 24
2 23
3 24,5
4 22,5
5 23,5
6 21,5
7 22,5
8 22
B. Uji Warna
Sampel Rata-Rata dL
Mie Mojang 34,37
Mie Mobeta 34,9
C. Uji Organoleptik
Sampel Rata-Rata UjiOrganoleptik
Kekenyalan Elastisitas Warna Aroma Rasa Keseluruhan
Mie 3,64 3,4 3,36 3,08 3,52 3,28
Mojang
Mie 3,4 29,3 3,92 3,68 3,96 4
Mobeta

4.2 Analisis Hasil Percobaan


4.2.1 Hasil Rendemen MOCAF
Rendemen merupakan presentase produk yang diperoleh
dari perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya. Sehingga nantinya
akan diketahui kehilangan beratnya saat melalui proses pengolahan. Rendeman
didapatkan dengan cara menimbang (menghitung) berat akhir bahan yang
dihasilkan dari proses dibandingkan dengan berat bahan awal sebelum mengalami
proses.
Rendemen setiap tepung olahan berbeda-beda. Hal ini tergantung dari
jumlah kadar air yang terkandung pada bahan baku penepungan. Proses
pengolahan juga berpengaruh terhadap kadar air pada tepung.
Setelah dilakukan praktikum pembuatan tepung mocaf, diperoleh hasil
untuk tiap parameter yang telah disajikan dalam diagram batang dibawah ini.
25
24.5
24.5
24
24
23.5
23.5
23
23
22.5 22.5
22.5
22
22
21.5
21.5
21
20.5
20
1 2 3 4 5 6 7 8

Hasil Rendemen(%)

Gambar 4.1 Grafik Hasil Rendemen MOCAF


Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa nilai presentase rendemen
sampel singkong sebesar 2 kg memperoleh beberapa hasil yang berbeda-beda.
Pada perlakuan pertama diperoleh nilai sebesar 24%, kedua sebesar 23%, ketiga
sebesar 24,5%, keempat sebesar 22,5%, kelima sebesar 23,5%, keenam sebesar
21,5%, ketujuh sebesar 22,5% dan delapan sebesar 22%. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa rendemen yang dihasilkan cukup baik, karena menurut
Subagio (2008) menyatakan bahwa rendemen mocaf yang baik yaitu sekitar 25%.
Perbedaan rendemen tersebut dapat diakibatkankarena kandungan kadar
air pada setiap sampel berbeda setelah mengalami proses fermentasi. Fermentasi
secara maksimal menyebabkan produksi enzim pektinolitik dan enzim selulolitik
dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu semakin banyak sehingga terjadi
peningkatan jumlah starter bakteri asam laktat yang menghasilkan enzim tersebut
sehingga terjadi peningkatan rendemen.
4.2.2 Uji Warna
35
34.9
34.9
34.8
34.7
34.6
34.5
34.4 34.37

34.3
34.2
34.1
Mie Mojang Mie Mobeta

Rata-Rata dL

Gambar 4.2 Grafik Uji Warna


Pengujian warna ini dilakukan karena warna merupakan salah satu
parameter penentu mutu produk pangan. Menurut Anita (2009) warna merupakan
faktor terpenting dalam hal penerimaan konsumen karena jika suatu produk tidak
terlihat menarik maka konsumen akan menolak produk tersebut da tidak akan
memperhatikan faktor lainnya. Setelah dilakukan pengujian warna menggunakan
colour reader yang dilakukan pada tiga titik berbeda didapatkan hasil uji lightness
seperti pada gambar 4.1. Pada mie mobeta memiliki nilai lightness yaitu 35,1;
33,0; dan 36,6 dengan nilai rata-rata 34,9 sedangkan pada mie mojang diperoleh
nilai lightness pada tiga titik yaitu 34,8; 33,1; dan 35,2 dengan nilai rata-rata
34,37. Dari data tersebut diketahui bahwa warna dari mie mojang lebih gelap hal
ini dikarenakan penambahan tepung jagung yang dapat berfungsi juga sebagai
pewarna alami. Menurut Merdiyati (2008) jagung mengandung pigmen xantofil
yang tergolong senyawa karotenoid. kandungan pigmen xantofil ini memberikan
warna kuning alami pada mie mojang. Selain itu warna pada mie mojang juga
dapat dipengaruhi oleh penambahan kuning telur. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Nakamura dan Doi (2010) yang menyatakan kuning telur mengandung
xantofil dan pigmen karotenoid yang menyebabkan warna kuning atau orange.
Selain itu, proses pengolahan pada telur dapat menyebabkan perubahan warna
menjadi merah karena terbentuknya ikatan kompleks antara conalbumin dengan
ion besi yang berasal dari telur atau pun bahan-bahan lainnya. Selain itu fungsi lai
dari telur yaitu sebagai emulsifier, sehingga mampu menyatukan dua jenis bahan
yang tidak saling melarut dan molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan
lipofilik sekaligus. Hal tersebut menyebabkan lipofilik mampu berikatan dengan
bahan lain yang bersifat non polar seperti pigmen karoten.
Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi warna dari mie mojang dan
mie mobeta yaitu dari konsentrasi penambahan bahan pengikatnya. Menurut
Suryani (2002) Semakin banyak bahan pengikat yang ditambahkan maka
warnanya akan semakin terlihat. Hal ini dikarenakan saat bahan pengikat
membentuk gel terjadi pengikatan silang rantai-rantai polimer dan membentuk
suatu jala tiga dimensi yang dapat menangkat air serta komponen warna yang
berasal dari tepung jagung (pigmen xantofil) sehingga intensitas warna menjadi
lebih terlihat. Sehingga semakin tinggi penambahan bahan pengikat maka karoten
yang berasal dari jagung juga akan terikat dan intensitas warna mie mojang akan
semakin terlihat.

4.2.3 Uji Organoleptik

4.5 4.24
3.92 3.96
4 3.64 3.68
3.4 3.4 3.52 3.36 3.52
3.28
3.5 3.08
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Kekenyalan Elastisitas Warna Aroma Rasa Keseluruhan
Rata-Rata UjiOrganoleptik

Mie Mojang Mie Mobeta

Gambar 4.2 Grafik Uji Organoleptik


Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kesukaan konsumen
terhadap mie mobeta dan mie mojang dengan parameter kekenyalan, elastisitas,
warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Setelah panelis mengisi kuisioner yang
diberikan didapatkan data uji organoleptik dan dilakukan penghitungan rata-rata
sehingga didapatkan data seperti pada gambar 4.2. Pada parameter kekenyalan
dan elastisitar mie mojang memperoleh nilai sebesar 3,64 untuk kekenyalannya
dan 3,4 untuk elastisitasnya sedangkan mie mobeta memperoleh nilai sebesar 3,4
untuk kekenyalannya dan 3,52 untuk elastisitasnya. Data tersebut menyatakan
bahwa kekenyalan mie mojang lebih disukai oleh panelis sedangkan dalam
parameter elastisitas, panelis lebih menyukai elastisitas mie mobeta dari pada mie
mojang. Kekenyalan dari mie mojang ini lebih disukai panelis dikarenakan
kekenyalannya tidak terlalu lembek sedangkan elastisitas dari mie mobeta lebih
disukai karena mie mobeta memiliki elastisitas yang lebih baik dari pada mie
mojang. Tekstur mie mojang yang tidak terlalu lembek ini dapat dipengaruhi oleh
tepung jagung. Menurut Alam (2007) tepung jagung mengandung amilosa yang
tinggi sehingga mampu memberikan tekstur yang keras dan kokoh, sehingga
apabila tepung jagung tersebut dicampur dengan mocaf akan menghasilkan
adonan yang memiliki tekstur yang kenyal dan tidak lengket. Kemudian
menurut(Koswara,2009) kekenyalan dari mie mobeta dan mie mojang dapat
dipengaruhi oleh penambahan bahan pengikatnya. Semakin tinggi penambahan
bahan pengikat maka gel yang terbentuk akan semakin banyak sehingga
menyebabkan kekenyalan semakin baik, kuat, dan tidak rapuh. Kemudian pada
parameter yang kedua yaitu elastisitas, elastisitas mie mobeta dapat dipengaruhi
oleh penambahan tepung beras dan tapioka yang mana saat dibasahi akan
membentuk gluten dan akan menyerap air sehingga mie menjadi lebih elastis.
Pernyataan ini juga sesuai dengan pendapat Ristih dan Rahayu (2013) yang
menyatakan pada awal pencampuran terjadi pemecahan lapisan tipis air dan
tepung. Makin lama, semua bagian tepung teraliri air dan menjadi gumpalan-
gumpalan adonan. Air akan menyebabkan seratserat gluten mengembang karena
gluten menyerap air. Dengan pemanasan, serat-serat gluten akan ditarik, disusun
bersilang dan membungkus pati sehingga adonan menjadi lunak, kaku dan elastis.
Kemudian menurut kemampuan tepung beras ialah membentuk gluten pada saat
dibasahi air. Sifat elastis gluten pada adonan ini menyebabkan mie yang
dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan.
Parameter yang selanjutnya yaitu warna, setelah dilakukan uji
organoleptik kepada 25 panelis didapatkan data sebagai berikut pada mie mojang
memperoleh nilai sebesar 3,36 sedangkan pada mie mobeta memperoleh nilai
sebesar 3,92. Hal ini menyatakan bahwa warna dari mie mobeta lebih disukai oleh
panelis. Warna dari mie mobeta yaitu putih, dikarenakan efek dari penambahan
tepung beras dan tapioka sedangkan warna dari mie mojang kekuningan
dikarenakan efek dari penambahan jagung dan telur. Panelis lebih menyukai mie
dengan warna yang putih dari pada warna kuning. Warna putih dari mie mobeta
dapat lebih muncul dikarenakan efek dari penambahan bahan pengikat. Menurut
Suryani (2002) Semakin banyak bahan pengikat yang ditambahkan maka
warnanya akan semakin terlihat. Hal ini dikarenakan saat bahan pengikat
membentuk gel terjadi pengikatan silang rantai-rantai polimer dan membentuk
suatu jala tiga dimensi yang dapat menangkat air serta komponen warna yang
berasal dari tepung beras dan tapioka sehingga intensitas warna putih menjadi
lebih terlihat. Sehingga semakin tinggi penambahan bahan pengikat maka karoten
yang berasal dari tepung beras dan tapioka juga akan terikat dan intensitas warna
mie mobeta akan semakin terlihat.
Parameter yang keempat yaitu aroma, setelah dilakukan uji organoleptik
ke 25 panelis didapatkan data parameter aroma sebagai berikut pada mie mojang
memperoleh nilai sebesar 3,08 sedangkan pada mie mobeta memperoleh nilai
sebesar 3,68. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa panelis lebih menyukai
aroma dari mie mobeta. Panelis lebih menyukai aroma dari mie mobeta
dikarenakan pada mie mojang dilakukan penambahan telur sehingga
menyebabkan bau amis yang dapat mengurangi nilai kesukaan sedangkan panelis
lebih menyukasi aroma mie mobeta dikarenakan bau amis dari telur sudah
menghilang dikarenakan tepung beras dapat menghilangkan bau amis pada telur.
Menurut Aswatan (2004) tepung beras dapat menghilangkan bau amis dari telur
dan juga ikan dengan cara menutupi telur/ikan tersebut dengan tepung beras
sebanyak tiga kali. Dalam pembuatan mie mobeta tepung beras tersebut selalu
menutupi telur sehingga bau amis dari telur dapat hilang dan menambah nilai
aroma pada mie mobeta.
Parameter selanjutnya yaitu rasa. Setelah dilakukan uji organoleptik ke 25
panelis didapatkan data kesukaan parameter rasa dari mie mojang dan mie
mobeta. Data rasa dari mie mojang yaitu sebesar 3,52 sedangkan pada mie mobeta
memperoleh nilai sebesar 3,96. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
panelis lebih menyukai rasa dari mie mobeta dari pada rasa dari mie mojang.
Perbedaan rasa ini dikarenakan pada mie mojang bahan pengikat yang
ditambahkan membuat rasa amis dari telur semakin muncul. Menurut Risti dan
Rahayuno (2013) mie mojang dengan penambahan telur kurang disukai oleh
panelis dikarenakan menimbulkan rasa agak amis. Semakin tinggi penambahan
bahan pengikat maka kesukaan panelis terhadap rasa mie mojang akan semakin
menurun. Berbeda halnya dengan mie mobeta yang ditambahkan tepung beras
sehingga rasa amis dari telur dapat dihilangkan sehingga meskipun bahan
pengikat yang ditambahkan semakin banyak tidak membuat penilaian panelis
menurun.
Parameter yang terakhir yaitu penilaian secara keseluruhan. Setelah
dilakukan uji organoleptik oleh 25 panelis didapatkan nilai untuk mie mojang
sebesar 3,28 sedangkan untuk mie mobeta sebesar 4,24. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai mie mobeta dari pada mie mojang
dikarenakan warna, elastisitas, rasa, dan aromanya yang lebih baik dari pada mie
mojang.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum pembuatan mie
mojang dan mie mobeta yaitu
1. Mie Mojang memiliki Tekstur adonan yang kuat, elastis, dan tidak mudah
patah dengan warna yang lebih muncul/lebih berwarna dari pada mie
mobeta sedangkan mie mobeta memiliki kekenyalan yang lebih kuat,
kemudian aroma dan rasanya lebih disukai oleh panelis dikarenakan bau
amisnya sudah menghilang
2. Panelis lebih menyukai mie mobeta dikarenakan elastis, rasa dan
aromanya tidak muncul amis.

5.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis yaitu
1. sebaiknya dalam pembuatan mie mojang diperhatikan dalam pengukusan
karena akan mempengaruhi hasil akhir
2. Sebaiknya saat pencampuran diperhatikan adonannya agar semua
bahannya lebih dicampur sehingga adonan mie yang dihasilkan akan
elastis, tidak mudah patah, dan kenyal.
DAFTAR PUSTAKA

Achi dan N.S, Akomas. 2006.Comparative Assessment of Fermentation


Techniques in The Processing of Fufu,a Traditional Fermented Cassava
Product.Pakistan Journal of Nutritaion 5(3):224-229.

Alam,N.2007.Sifat Fisikokimia dan Sensoris Instant Starch Noodle(ISN) Pati


Aren pada Berbagai Cara Pembuatan.Jurnal Agroland,14(4):269-274.

Anita,M.L,.A.Mitta, C,Ari.,Y.,Kumala, dan A.Fajar..2009.Pengembangan Usaha


Mie Mojang.PKM-K.Semarang:Universitas Katolik Soegijarpranata.

Astawan,M.2004.Membuat Mie dan Bihun.Jakarta:Penebar Swadaya.

Aswatan, M dan L.M. Andreas.2008.Khasiat Warna Warni


Makanan.Jakarta:Gramedia.

Badan Standarisasi Nasional. 1997. Tepung Jagung. SNI 01-3727-


1995.Jakarta:Badan Standarisasi Nasional.

Basman,A dan Yalcin,S.2011.Quick-Boiling Noodle Production by Using


Infrared Drying.Journal of Food Engineering.106:245-252.

Elliason,A.2004.Starch in Food.England:Woodhead Publishing Limited


Cambridge.

Estiasih,T. dan Ahmadi.2009.Teknologi Pengolahan Pangan.Malang:Bumi Aksara


Press.
Faridah,A dan Widjanarko,S.M.2014.Penambahan Tepung Porang pada
pembuatan mie dengan substitusi tepung MOCAF(Modifed Cassava
Flour).Teknologi dan Industri Pangan.Vol 25 No.1.

Fitasari,E.2009.Pengaruh Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar Air, Kadar


Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan mutu Organoleptik Mie
Mojang.Jurnal Ilmu Teknologi Hasil Pertanian.Vol 4, No.2:Hal 17-29.

Hou, G., Kruk. M., Petrusich, J and Colletto K. 2007.Relationship Between Flour
Properties and Chinese Instant Fried Noodle Quality for Selected US Wheat
Flours and Chinese Commercial Noodle Flour in Chinese ). Beijing:
Chinese Cereal and Oil Assoc.

Harahap,N.A.2007.Pembuatan Mie Basah dengan Penambahan Wortel.Skripsi


Medan:Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara.

Hariyadi dan Giriwono, 2004

Koswara.2009.Teknologi Pengolahan Mie.www.eBookPangan.com

Merdiyati,A.2008.Paket Teknologi Pembuatan Mie Kering dengan Memanfaatkan


Bahan Baku Tepung Jagung.Bogor:FTP IPB.

Nakamura,R dan Doi.2010.Egg Proccesing In:S.Nakai dan H.W.Modler.Food


Proteins:Processing Aplications.Willey-VCH,Inc.,New York.

Puspitarini,M.2014.Mie Mojang Ala Profesor


Unej.http://www.news.okezone.com.
Risti,Y dan Rahayuni, A.2013.Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kadar
Protein,Serat,Tingkat Kekenyalan, dan Penerimaan Mie Basah Bebas
Gluten Berbahan Baku Tepung Komposit.Journal of Nutrition
College.Vol.2 No.4,696-703.
Salim,Emil.2011.Mengolah Singkong Menjadi Tepunf Mocaf Bisnis Produk
Alternatif Pengganti Terigu.Yogyakarta:Lily

Subagio,A.2007.Industrialisasi Modefied Cassava Flour(MOCAF) sebagai Bahan


Baku Industri Pangan Untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok
Nasional.Jember:FTP,UNEJ.

Subagio,A.Windrawati,W.S.,Witono,Y.dan Fahmi.2008.Prosedur Operasi Standar


(POS):Produksi MOCAF Berbasis Klaster.Jakarta:Kementerian Negara
Riset dan Teknologi.

Suryani.2002.Pengantar Teknologi Emulsi Departemen Teknologi Industri


Pertanian.Bogor:IPB

Suyanti.2008.Membuat Mie Sehat Dan Bergizi Bebas Pengawet.Jakarta:Swadaya

Widyaningsih,T.D dan MutriniE.S.2006.Alternatif Penggunaan Formalin Pada


Produk Pangan.Surabaya:Trubus Agrisarana.

Winarno.1996.Bahan Tambahan Makanan.Jakarta:Gramedia Pustaka Umum

Winarno.2004.Ilmu Pangan dan Gizi.Jakarta:Gramedia Pustaka Umum.

You might also like