You are on page 1of 11

TUGAS CSL Kelompok dr.

Azaria
Nama : Zuhaifah Inayah M.S
Nim : 1308012049

1. Pola demam

Pentingnya pola demam telah berkurang dalam praktik medis karena hanya beberapa

penyakit yang menunjukkan pola demam secara spesifik. Selain itu diagnosis dapat didirikan

saat ini dengan cara pemeriksaan laboratorium, bahkan sebelum pola demam yang lain

muncul. Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi

derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons

terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi :

 Demam Kontinyu (terus-menerus atau berkelanjutan) ditandai oleh peningkatan suhu

tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.

Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Tabel 1. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola Demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermitten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.Vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile,

rheumathoid arthritis, beberapa drug fever

Relapsing atau periodiki Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis


Demam rekuren Familial Mediterranean fever

 Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal

dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang

paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit

tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh

proses infeksi.

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,

dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua

yang ditemukan di praktek klinis.

 Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan

perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam Septik : Pada tipe demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi

hari. Biasanya sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.

Demam Hektik : Pada tipe demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi

hari.

 Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam

yang terjadi setiap hari.

 Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

 Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap

tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
 Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam

melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi

saluran nafas atas.

 Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada

satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau

sistem organ multipel.

 Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda

(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh

klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam

dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum

minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

 Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau

irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau

beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana

digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari

ke-4) dan brucellosis.

 Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF)

atau tick (tick-borne RF).

2. Dosis dan aturan pakai metronidazole dan cotrimoxazole

Metronidazole

Metronidazole adalah jenis obat antimikroba yang digunakan untuk mengobati

berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme protozoa dan bakteri anaerob.
Kedua jenis organisme ini dapat hidup dan berkembang biak tanpa bantuan oksigen. Mereka

sering menyebabkan infeksi pada bagian tubuh seperti perut, sistem reproduksi, dan gusi.

Bagi orang-orang yang alergi terhadap penisilin, metronidazole aman untuk dikonsumsi.

Metronidazole hanya dapat mengobati infeksi protozoa dan bakteri, dan tidak dapat

digunakan untuk mengobati infeksi virus, seperti flu, demam, atau cacar.

 Dosis untuk dewasa dan anak usia 12 tahun ke atas :

750 mg; 3x seharibisa per oral atau IV selama 5-10 hari

 Anak-anak (usia 12 tahun ke bawah) :

7,5 mg/kgBB 3 kali sehari

Amebiasis :

Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari.

Anak-anak : 35 – 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 kalisehari, selama

10 hari.

Cotrimoxazole

Bayi usia 6 minggu – 6 bulan : 120 mg, 2 kali sehari.

Anak usia 6 bulan – 6 tahun : 240 mg, 2 kali sehari.

Anak usia 6 – 12 tahun : 480 mg, 2 kali sehari.

Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 960 mg, 2 kali sehari.

3. Gambaran Koplit Sign


4. Siklus Bilirubin

Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem


monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar
50 ml darah dan menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Sekitar 15 – 20 % pigmen empedu
total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari
sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin mula-mula
dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi
kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk
melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air,
dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan
dengan albumindalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi,
dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol
sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim
glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam
lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir
dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel
ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke
dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang
disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat – zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat.
Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah
kecil diekskresi dalam urine.
 Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab

tersering dari pembentukkan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu

berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi malampaui

kemampuan hati. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin kadar

bilirubin tak terkonjugasi dalam darah.

 Pada orang dewasa, pembentukkan bilirubin berlebihan yang berlangsung kronis

dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar

bilirubin.

 Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan

eksresi hati lainnya seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol,

dan garam empedu dalam serum.

Sumber : Patofisiologi ( Konsep Klinis Proses-proses Penyakit) Price Wilson.

5. Hepatomegali
Penentukan hepatomegali diketahui dengan melakukan perkui pada daerah thorax
sampai abdomen. perkusidilakukan pada linea midklavikularis kanan, mulailah
setinggi bawah umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke hepar ( area pekak,
pinggir bawah hepar). Selanjutnya lakukan perkusi dari arah paru pada linea
midklavikularis kanan kearah bawah ke hepar ( pekak ) untuk menidentifikasi pinggir
atas hepar. Sekarang ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya dari pekak
hepar. Biasanya ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita, orang yang
tinggi dari orang pendek. Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas hepar diatas dari
ruang intercostalis V dan 1 cm diatas arcus costalis, atau panjang pekak hepar lebih
dari 6-12 cm, dan lobus kiri hepar 2cm dibawah proc. Xhypoideus.

6. Splenomegali

Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik pemeriksaannya tidak


banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa
membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan.
Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan. Palpasi dimulai
dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga
kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner (disingkat dengan ’S’),
yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan
sampai ke spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian
yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi limpa dapat dipermudah dengan cara
memiringkan penderita 450 ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa
teraba, kemudian dilakukan deskripsi pembesarannya. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba
tersebut adalah limpa, maka harus diusahakan meraba insisuranya.Letakkan tangan kiri anda
dibawah dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan tekan kearah depan. Dengan tangan
kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa. Mulailah palpasi pada posisi limpa yang
membesar. Suruh pasien nafas dalam kemudian usahakan meraba puncak atau pinggir dari
limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah adanya nyeri tekan, nilai contour dari
limpa dan ukur jarak antara titik terendah dari limpa degan pinggir costa kiri.
7. Reflek Patologis
Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan reflek primitif.

 Reflek hoffmann tromer


Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan pemeriksa
yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Kita lihat respon jari tangan
penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari ibu jari. Reflek positif bilateral bisa
dijumpai pada 25 % orang normal, sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi
UMN .
 Grasping reflek
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan telunjuk
penderita. Maka timbul genggaman dari jari pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini
ada maka penderuta tidak dapat membebaskan jari pemeriksa. Normal masih terdapat pada
anak kecil. jika positif ada pada dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik
cortex.
 Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali
ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII
kontralateral.

 Reflek snouting / menyusu


o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularos oris, maka akan menimbulkan reflek
menyusu.
o Menggaruk bibir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek menyusu.
Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi UMN bilateral.
 Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, cecara firmly normal akan timbul
adduksi dan aposisi dai ibu jari. Absennya respon ini menandakan lesi di tractus
pyramidalis.
 Reflek Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral, orang
noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN
maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan
menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada.
 Reflek Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke bawah, dengan
kedua jari telunjuk dan tengah., jika posistidf maka akan timbul reflek seperti babinski
 Reflek gordon
Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka akan timbul
reflek seperti babinski.

 Reflek schaefer

Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti
babinski.

 Reflek chaddock

Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke
depan. Jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski.
 Reflek Rossolimo

Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi
jari-jari kaki.

 Reflek Mendel-Bacctrerew

Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki.

8. Murphy Sign

Merupakan tanda yang didapat pada kolesistisis akut dengan gejala adanya nyeri atau nyeri
tekan perut kanan atas. Pemeriksaan untuk kolesistisis akut dilakukan dengan cara tekan atau
kait dengan empu jari atau jari-jari lainnya dibawah arcus costa kanan kemudian meminta
pasien menarik napas dalam. Bila nyeri tiba-tiba bertambah panjang sehingga pasien
menghentikan bernapas dalam berarti murphy sign positif yang menandakan adanya
kolesistisis akut.

You might also like