You are on page 1of 11

NAMA : ZUHAIFAH INAYAH MS

NIM : 1308012049

XEROLFTALMIA
DEFINISI

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A termasuk


terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat berakibat
kebutaan. Xeroftalmia berasal dari bahasa Yunani (xeros=kering; Opthalmos=mata) yang
berarti kekeringan pada mata akibat mata gagal memproduksi air mata atau yang dikenal
dengan dry eye yang mengakibatkan konjungtiva dan kornea kering.

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya xeroftalmia adalah karena kurangnya Vitamin A.


Factor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia:

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup Vitamin A atau Pro


Vitamin A untuk jangka waktu yang lama
2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, Zn/seng atau zat
gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan Vitamin A dan penyerapan
Vitamin A dalam tubuh
4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau Pro Vitamin A seperti pada
penyekit-penyakit antara lain, diare kronik, KEP dan lain-lain.
5. Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronis,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting dalam penyerapan Vitamin A.

KLASIFIKASI

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982) yaitu:

- XN (Rabun Senja)1
Terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya defisiensi
vitamin A. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia yang oleh awam
disebut buta senja atau buta ayam (kotokan) yaitu ketidaksanggupan melihat pada
cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja)
anak masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang).
- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22
Umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea. Xerosis terjadi akibat
proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa sel goblet yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin A.

- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22


Merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun atau busa yang menutupi
lesi xerosis konjungtiva terdiri dari deskuamasi epitel yang mengalami proliferasi
dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan bakteri (seperti corynobacterium
xerosis) tanpa disertai sel goblet.

http://motherchildnutrition.org/picture
- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22
Xerosis kornea yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang terjadi akibat
kekeringan pada daerah kornea. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah
umumnya diikuti dengan defisiensi protein.
- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22
Mengenai kurang dari sepertiga dari permukaan kornea. Pada stadium ini mulai
terjadi kerusakan lapisan stroma.
- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22
Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan lapisan sroma
pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.
-
XS (Xeroftalmia Scar)4,16,20,22
Gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses perbaikan dari
lapisan stroma yang bisa terletak di tepi ataupun di sentral.
http://webeye.ophth.uiowa.edu.com/picture
- XF (Xeroftalmia Fundus)4,16
Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu dimana pada
fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina,
umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal. Pada bagian ini
hanya dapat diamati dengan funduskopi

PATOFISIOLOGI

Gejala kekeringan mata pada defisiensi vitamin A yang disebut xeroftalmia berturut-
turut terdiri atas buta senja, xerosis conjunctiva dan xerosis kornea yaitu kekeringan
epitel biji mata dan kornea karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Kornea
kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak disebut keratomalasia dan
dapat mengakibatkan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini dapat terjadi
luka parut yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini
kadang-kadang membonjol keputihan (atau kemerahan) disebut leucoma (biji
kapas). Terdapat kelainan pada sklera di sebelah lateral dari kornea yang disebut
bercak Bitot. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa
sabun yang dapat dihapus dengan kapas dan meninggalkan epitel kering dengan
pigmen kecoklatan.
Xeroftalmia dibagi dalam 4 stadium yaitu stadium I (hemeralopia), stadium II
(xerosis konjungtiva dengan atau tanpa hemeralopia dengan atau tanpa bercak
Bitot), stadium III (stadium II ditambah xerosis kornea dan sering disertai ulkus
kornea), stadium IV (keratomalasi). Pada stadium III dapat timbul ulkus kornea dan
pada stadium IV kornea menjadi lembek seperti bubur berwarna keputih-putihan dan
mudah mengalami perforasi. Umumnya keratomalasia timbul pada anak dengan
defisiensi vitamin A kronis yang menderita campak atau penyakit berat lainnya.
Penderita xeroftalmia sering juga ditemukan pada penderita malnutrisi energi
protein.
Ciri histopatologis dari xeroftalmia berupa timbulnya bintik-bintik kering pada epitel
kornea dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
peningkatan keratinisasi.

DIAGNOSA

1. Gejala klinis8,14

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982), gejala klinisnya yaitu :

- XN (Xerosis Nyctalopia)1
 Ketidaksanggupan melihat pada cahaya remang-remang.
- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22
 Penderita tidak dapat melihat di sore hari (nocturnal amblyopia)
 Rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.
 Mata terlihat xerotic
- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22
 Terdapat bercak putih kekuningan seperti busa atau sabun
- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22
 Pandangan mata menjadi kabur
 Penglihatan pasien menurun pada ruangan terang
 Penderita melihat halo pada sekitar objek.
- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22
 Pada tahap ini, pasien mengalami penurunan penglihatan yang
irreversible.
- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22
 Pada tahap ini pasien tidak dapat melihat apapun (total blindness).
-
XS4,16,20,22
 Pada stadium ini gejala yang dirasakan pasien bervariasi tergantung dari
tingkat keparahan penyakitnya. Keparahan gangguan penglihatan
tergantung dari letak sikatriks.
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,
penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.
Yang terdiri dari :
- Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan
- Penilaian Status gizi
- Pemeriksaan mata untuk melihat tanda-tanda xeroftalmia. Kelainan pada mata
bergantung dari stadium yang diderita oleh pasien (klasifikasi xeroftalmia
berdasarkan WHO), yaitu :
 XN (Xerosis Nyctalopia)1
 Tidak terlihat ada tanda klinis
 X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22
 Daerah konjungtiva tampak xerotic dan terdapat pigmentasi.
 Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada
konjungtiva bulbi.
 X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22
 Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih kekuningan seperti
busa atatu sabun yang umumnya bilateral dengan letak
temporal ke arah limbus.
 X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22
 Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan pada kornea.
Kekeruhan akan lebih tampak jelas ketika mata di tahan untuk
berkedip.
 X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22
 Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada
kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.
 X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22
 Mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai dengan
vaskularisasi kedalamnya.
 Ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya
 Edema pada kornea disertai dengan penonjolan disekitarnya
 Luluhnya kornea dengan komplit yang berakhir dengan
stafiloma kornea atau ptisis.
 XS (Xerosis Sikatrik)4,16,20,22
 Kornea mata tampak menjadi putih
 Bola mata tampak mengecil
 Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas
berupa sikatrik atau jaringan parut.
 XF (Fundus Xeroftalmia)4,16
 Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang
tersebar dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade
vaskular temporal.
- Kelainan pada kulit : kering, bersisik

3. Pemeriksaan Penunjang

1.Tes adaptasi gelap5,18,20


Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba di dalam
ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja. Tes adaptasi gelap
juga dapat menggunakan alat yang bernama adaptometri. Adaptometri adalah
suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui kadar vitamin A tanpa
mengambil sampel darah menggunakan suntikan. Derajat gelap
yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang berada di dalam
ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran tinggi 10 sentimeter
dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih.
2.Sitologi impresi konjungtiva8,18
Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel goblet dan
sel-sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.
3.Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi air
mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris 5 mm–30 mm dan
salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm dari ujung kertas . Kertas lakmus
merah dapat juga dipakai dengan melihat perubahan warna. Perbedaan kertas
lakmus dengan kertas filter hanya sedikit. Rata–rata hasil bila memakai
Whatman 41 adalah 12 mm (1 mm–27 mm) sedangkan lakmus merah 10 mm
(0 mm–27 mm).
a. Uji Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal, ujung kertas berlekuk
diinsersikan ke sakus konjuntiva forniks inferior pada pertemuan medial
dan 1/3 temporal palpebra inferior. Pasien dianjurkan menutup mata
perlahan–lahan tetapi sebagian peneliti menganjurkan mata tetap dibuka
dan melihat keatas. Lama pemeriksaan 5 menit dan diukur bagian kertas
yang basah, diukur mulai dari lekukan. Nilai normal adalah 10 mm–25 mm
11, 10 mm–30 mm 12
b. Uji Schirmer II dengan penetesan anestesi topikal untuk menghilangkan
efek iritasi lokal pada sakkus konjuntiva. Kemudian syaraf trigeminus
dirangsang dengan memasukkan kapas lidi kemukosa nasal atau dengan zat
aromatik amonium, maka nilai schirmer akan bertambah oleh adanya reflek
sekresi. Pemeriksaan ini yang diukur adalah sekresi basal karena stimulasi
dasar terhadap refleks sekresi telah dihilangkan.
4. Pemeriksaan osmolaritas air mata, air mata mempunyai osmolaritas 302 + 6,3
mOsm/l pada individu normal, pada KCS osmolaritas air mata meningkat
antara 330 dan 340 mOsm/l karena penurunan aliran dan peningkatan
evaporasi dari air mata. Osmolaritas air mata mempunyai sensitivitas 90 %
dan spesifisitas 95%, sayang besarnya biaya dan terbatasnya mikroosmolmeter
untuk mengukur osmolaritas air mata mempunyai kegunaan klinis yang
terbatas.
5. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)8,18,19
Pada pasien xeroftalmia kekurangan musin berakibat tidak stabilnya lapisan
air mata yang mengakibatkan lapisan tersebut mudah pecah. Hal ini
mengakibatkan terbentuk “Bintik-bintik kering” dalam film air mata
(meniskus) sehingga epitel kornea atau konjungtiva terpajan ke dunia luar.
Pada tes ini akan positif didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan dari
kornea sehingga meninggalkan daerah-daerah yang kecil yang dapat dipulas
dan daerah tersebut akan tampak jika dibasahi flourescein
Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik dan berkurang pada penggunaan
anastetik lokal, manipulasi mata atau dengan menahan palbebra tetap terbuka.
Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam mata kering.
Jika terdapat defisiensi air, maka film air mata akan tampak lebih tipis.
6. Pemeriksaan kornea
a. Pemulasan Fluorescein
Pada pasein xeroftalmia fluorescein akan didapatkan positif daerah-daerah
erosi dan terluka epitel kornea.
b.Pemulasan Bengal Rose
Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan kornea
yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat dari daerah kornea.
c. Pemulasan Lissamine hijau
Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan bengal rose.
Didapatkan hasil positif sel-sel epitel yang mati pada penderita xeroftalmia.

4. Pemeriksaan laboratorium20,21
- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan defisiensi
protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin A umumnya akan
menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.
- Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan dengan
imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih stabil dari retinol
namun nilainya kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum protein
- Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita xeroftalmia
- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan anemia dan infeksi
Skoring normal:21
Hematokrit: Laki-laki: 40% - 60%; Perempuan: 38% - 48%
Hemoglobin (g/dl): Laki-laki: 13,5 – 18,0 ; Perempuan: 12 – 16
Trombosit (sel-sel x 106/dl): 150 – 350
Leukosit (sel-sel x 103/dl): 4,5 – 11,0

PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan
Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A dan sering dialami pada anak.
15-25% defisiensi vitamin A menyebabkan kebutaan total pada anak dan 58-60%
menyebabkan buta sebagian. Karenanya untuk meminimalkan resiko terjadinya
xeroftalmia pencegahan yang dapat kita lakukan antara lain:
a. Pendekatan jangka pendek
Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala.
- < 6 bulan dan tidak memperoleh ASI:
pemberian vitamin A 50.000 IU sebelum bayi menginjak umur 6 bulan
- 6-12 bulan:
Pemberian vitamin A 100.000 IU tiap 3-6 bulan
- 1-6 tahun:
Pemberian vitamin A 200.000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak
diberikan setiap 4-6 bulan
- Ibu menyusui:
Pemberian vitamin A satu kali sebanyak 20.000 IU setelah melahirkan
atau 2 bulan setelahnya
b. Pendekatan jangka menengah
Fortifikasi makanan dengan vitamin A seperti penambahan pada susu dan
mentega
c. Pendekatan jangka panjang
Meningkatkan pemberian makanan yang banyak mengandung vitamin A.
Terdapat 2 jenis makanan yang mengandung vitamin A yaitu:
 Vitamin A yang berasal dari derivat hewani yang disebut retinol
merupakan suatu preformed vitamin A yang dapat langsung digunakan
oleh tubuh kita. Contohnya antara lain hati sapi atau ayam, minyak ikan,
susu, keju dan telur.
 Vitamin A yang berasal dari buah-buahan ataupun sayuran termasuk
dalam bentuk provitamin A atau beta karoten yang nantinya akan
dikonversi menjadi retinol setelah masuk saluran pencernaan.contohnya
antara lain wortel, tomat, mangga, kentang manis, bayam dan sayuran
hijau lainnya.

2. Pengobatan
Secara garis besar pengobatan xeroftalmia tebagi menjadi 4 hal yaitu:
a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
Umumnya penderita xeroftalmia merupakan penderita PEM karena itu
diperlukan pendapat ahli gizi untuk memperbaiki gizi anak dan dalam
membantu pengobatan penyakit infeksi yang diderita.
b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya
Umumya anak dengan defisiensi vitamin A diikuti dengan infeksi ataupun
gangguan-gangguan lainnya diantaranya campak, penyakit paru, gangguan
elektrolit, dehidrasi dan gastroentritis. Karenanya diperlukan juga pengobatan
terhadap penyakit-penyakit infeksi yang diderita anak.
c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)
Pemberian vitamin A yang dilarutkan dalam minyak dapat diberikan oral
sedangkan vitamin A yang dilarutkan dalam air dapat diberikan dalam bentuk
injeksi. Vitamin A dapat diberikan dengan dosis total 50.000-75.000 IU/kgBB
dengan dosis maksimal 400.000 IU. Pemberian vitamin A berdasarkan WHO
dijadwalkan sebagai berikut:
- Usia > 1 tahun:
200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu diberikan
segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.
- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:
Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun
- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):
Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot hingga xerosis
konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral
setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan pada penderita dengan
gangguan pada korneanya diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis
pada anak diatas 1 tahun
d. Mengobati kelainan mata
Pada pasien dengan xeroftalmia terjadi kekeringan pada mata baik kornea
maupun konjungtiva disertai dengan gangguan retina karena itu perlu
diberikan terapi diantaranya:
- Air mata buatan. Terdapat dalam sediaan tetes mata ataupun salep.
Pemberian air mata buatan tergantung pada tingkat keparahan. Untuk
kasus ringan diberikan air mata buatan 4 kali dalam sehari sebanyak 1
sampai 2 tetes sedangkan pada pasien dengan tingkat sedang hingga berat
diberikan mulai dari 4 kali dalam sehari hingga setiap jam. Terdapat
beberapa jenis air mata buatan diantaranya:
o Derivat selulosa untuk kasus ringan
o Alkohol povinil meningkatakan persistensi lapisan air mata dan
berguna untuk defisiensi mukus
o Sodium hyaluronat untuk perbaikan epitel kornea dan konjungtiva
- Ointment atau salep berguna sebagai pelumas jangka panjang dan dapat
diberikan sewaktu tidur. Telah terbukti aman dan efektif dalam membantu
proses penyembuhan. Sayangnya penggunaan obat ini meninggalkan
bekas.
3. Tindakan Operatif
Tindakan operatif pada xeroftalmia berupa pemasangan sumbatan di
punctum yang bersifat temporer ( kolagen ) atau untuk waktu yang lebih
lama ( silicon ). Tindakan ini untuk menahan sekret air mata. Penutupan
puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengan terapi termal
( panas ), kauter listrik, atau dengan laser

KOMPLIKASI

Pada awal perjalanan xeroftalmia, penglihatan sedikit terganggu. Pada kasus lanjut
dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan perforasi. Sesekali dapat terjadi
infeksi bakteri sekunder dan berakibat jaringan parut serta vaskularisasi pada kornea
yang memperberat penurunan penglihatan. Untuk komplikasi infeksi bakteri sekunder
diberikan antibiotik berupa topikal maupun sistemik. Antibiotik topikal yang dapat
diberikan seperti ciprofloxacin (0.3%) atau ofloxacin (0.3%). Sedangkan antibiotik
sisitemik yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin 750 mg dua kali dalam sehari
atau sefalosporin.

You might also like