Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, tanpa mata manusia masih
dapat hidup, namun keberadaan mata sangatlah penting. Mata adalah jendela
kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya.
Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting.
Salah satu struktur penting yang menyokong mata adalah orbita. Struktur
tulang orbita yang kaku, dengan lubang anterior sebagai satu-satunya tempat
untuk ekspansi, setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau di
belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan dan akan
menimbulkan perubahan letak dari bola mata ke depan dan mengakibatkan
protrusio bulbi. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Lesi-
lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot,
saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik,
kistik, atau vaskular. Penonjolan itu sendiri tidak bersifat mencederai kecuali
apabila kelopak mata tidak mampu menutup kornea. Namun penyebab yang
mendasari biasanya serius dan kadang-kadang membahayakan jiwa.2,3
1
1.2. Batasan Masalah
Referat meet the expert ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis
maupun pembaca mengenai Protrusio Bulbi.
Metode yang dipakai dalam penulisan referat meet the expert ini adalah
tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literature.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, serat
saraf, yang masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:
2. Fisura orbita superior yang dialalui oleh v. Oftalmika, N. III, IV, VI untuk
otot-otot dan N.V (saraf sensibel).
3. Fisura orbita inferior yang dialalui oleh nervus, vena, dan arteri infra
orbita.
3
Ruang orbita dikelilingi sinus-sinus, yaitu :
Atas : Sinus frontalis
Bawah : Sinus maksilaris
Medial : Sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan ruang hidung
4
Dinding Orbita :
Atap :
Dasar :
- os zygomaticum (lateral)
Lateral :
5
Medial :
- os ethmoidale
- os lakrimale
- korpus sphenoidale
Bawah : os lacrimale
Diantara kedua crista lacrimalis terdapat sulkus lakrimalis dan berisi sakus
lakrimalis.
Vaskularisasi Orbita
8. Arteri supraorbitais
9. Arteri supratrokhlearis
6
Arteri-arteri siliaris posterior longa saling beranastomosis satu dengan
yang lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor
iris.
Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan sinus
kavernosus sehingga dapat menimbulkan trombosis sinus kavernosus yang
potensial fatal akibat infeksi superfisial di kulit periorbita.mempercepat
penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi juga, karena isi dari glandula
meibom, menjaga margo palpebra tertutup rapat pada waktu berkedip.
2.2.1. DEFINISI
6. Eksoftalmus goiter.
7
Semua penyebab di atas mengakibatkan timbul bendungan di palpebra dan
konjungtiva, gerak mata terganggu, diplopia, rasa sakit bila bengkak hebat,
lagoftalmus karena mata tidak bisa menutup sempurna sehingga menyebabkan
epifora. Tarikan pada N. II menyebabkan gangguan visus.4
2.2.2. ETIOLOGI
1. Riwayat penyakit.
8
Eksoftalmometer Hertel adalah sebuah alat yang telah diterima secara
umum untuk menilai kuantitas proptosis. Diperlukan metode untuk
mengukur diameter antero-posterior bola mata terhadap tepian tulang
orbita. Tepian orbita lateral adalah penunjuk yang jelas dan mudah diraba
serta dipakai sebagai titik rujukan. Eksoftalmometer adalah suatu
instrumen manual dengan dua alat pengukur yang identik (satu untuk
masing-masing mata), yang dihubungkan dengan balok horizontal. Jarak
antar kedua alat itu dapat diubah dengan menggeser salah satunya agar
mendekat atau menjauh , dan masing-masing memiliki takik yang pas
untuk menahan tepian orbita lateral yyang sesuai. Bila diposisikan dengan
tepat, satu set cermin yang dipasang akan memantulkan bayangan samping
masing-masing mata di sisi sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi
dalam millimeter. Ujung bayangan kornea yang sejajar dengan bayangan
skala menunjukkan jaraknya dari tepian orbita.7
Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar 12 sampai 20 mm, dan
ukuran kedua mata biasanya tidak lebih dari 2 mm. jarak yang lebih besar
terdapat pada protrusio bulbi, bisa uni- atau bilateral. Penonjolan mata
yang abnormal ini dapat disebabkan oleh penambahan masa orbita apapun,
,mengingat ukuran rongga orbita tetap. Penyebabnya antara lain
perdarahan orbita, neoplasma, radang atau edema.7
9
-
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa uji antibodi (anti-
tiroglobulin, anti-mikrosomal, dan anti-tirotropin reseptor) dan
kadar hormon-hormon tiroid (T3, T4 dan TSH).8
-
Pemeriksaan Ultrasound merupakan suatu penilaian terhadap
jaringan lunak dengan menggunakan getaran suara. Ada 2 cara
pemeriksaan yaitu A scan dan B scan. A scan adalah penilaian hasil
ekho, untuk mengetahui struktur jaringan, sedangkan B scan
memberikan penilaian topografis, untuk mengetahui besar, bentuk,
dan lokalisasi jaringan. USG dapat digunakan untuk mendeteksi
secara cepat dan awal orbitopati Grave’s pada pasien tanpa gejala
klinik. Yang dapat ditemukan adalah penebalan otot atau pelebaran
vena oftalmica superior.8
-
CT-Scan dan MRI dibutuhkan jika dicurigai keikutsertaan nervus
optic. CT-Scan sangat bagus untuk menilai otot ekstraokular, lemak
intraconal, dan apeks orbital. Sedangkan untuk MRI lebih baik
dalam menilai kompresi nervus optik dibandingkan CT-Scan.
Dengan bantuan kontras dapat membedakan tumor ganas dari yang
jinak, dimana tumor ganas akan meningkatkan densitas akibat
adanya pertambahan vaskularisasi, sedang pada tumor jinak tidak
ada pertambahan vaskularisasi.9,10,11
-
Arteriografi bisa dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui a.
Karotis dapat dilihat bentuk dan jalannya arteri oftalmika.
-
Venografi untuk melihat bentuk dan kaliber vena oftalmika
superior.
Di bawah ini akan dibahas beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
protrusio bulbi, yaitu Tiroid oftalmopati, periostitis orbita, selulitis orbita, dan
trombosis sinus kavernosus.
10
2.3. Tiroid Oftalmopati
Pada pendertia kelainan tiroid akan terlihat gejala protrusio bulbi ini yang
disebut sebagai eksoftalmus goiter. Bemacam penyebab yang diduga sebagai
eksoftalmus goiter seperti menebalnya jaringan otot penggerak bola mata,
bertambahnya jaringan lemak, lumpuhnya otot muller kelopak. Kelainan ini
biasanya binocular akan tetapi dapat juga monocular. Pada kelainan tirotoksikosis
akan terlihat kelainan lain sepeti tanda Grafe, Stellwag, dan Mobius.4
2.3.1. Definisi
Oftalmopati tiroid merupakan suatu kelainan inflamasi autoimun yang
menyerang jaringan orbital dan periorbital mata, yang juga berkaitan dengan
kerap dikenal dengan istilah lain serperti oftalmopati Graves, penyakit mata tiroid,
orbitopathy.18
2.3.2. Epidemiologi
Penyakit Grave memiliki insidensi pada perempuan sekitar 16/100.000
populasi per tahun dan pada laki-laki sekitar 3/100.000 populasi per tahun, dengan
penyebab tersering dari eksoftalmos bilateral yaitu sekitar 85% kasus. Grave’s
2.3.3. Patogenesis
Patofisiologi yang mendasari Grave’s ophthalmopathy adalah adanya
reaksi imun yang dimediasi oleh antibodi yang menyerang reseptor TSH dengan
modulasi fibroblas orbita oleh sel T limfosit. Sel T limfosit bereaksi menyerang
11
sel folikel tiroid yang berikatan dengan epitop antigenik pada ruang retrobulbar.
Infiltrasi limfosit memicu aktivasi sitokin dan sel inflamasi serta edema interstisial
serta jaringan ikat. Perubahan yang sama juga terjadi pada kelopak mata dan
ekstraokular akhirnya dapat terkena, dan mungkin tidak ada posisi melihat
orbita, tanpa harus disertai dengan proptosis yang nyata. Kompresi nervus
awalnya antara lain defek pupil aferen/ gangguan penglihatan warna, dan
12
penurunan ketajaman penglihatan ringan. Dapat terjadi kebutaan apabila
Tanda Spesifik
1. Tanda dari Von Graef : Palpebra superior tak dapat mengikuti gerak bola
mata, bila penderita melihat ke bawah palpebra superior tertinggal dalam
pergerakannya.
2.3.5. Diagnosis
13
Pemeriksaan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosa, antara
lain:
CT scan dan MRI memberikan gambaran yang sangat baik dari otot-otot
ekstraokular, perlekatan otot, lemak intrakonal, dan anatomi apeks orbital.
Pembesaran otot muncul dalam berbagai bentuk diantara perut otot, dan
penebalan biasanya lebih dari 4 mm. Penonjolan lemak intrakonal dapat
menyebabkan proptosis. Kedua pemeriksaan ini dapat mendiagnosa tiroid
oftalmopati dengan atau tanpa penekanan saraf optik.12
2. Ultrasonografi Orbital
1. Selulitis Orbita : infeksi yang serius dari jaringan mata dengan keluhan
demam, proptosis, pergerakan mata terbatas, kelopak mata merah dan
berair.
2. Selulitis Preseptal : inflamasi dan infeksi dari kelopak mata dan bagian
kulit di sekitar mata dengan gejala mata berair, mata merah, kotoran mata,
nyeri, injeksi konjungtiva dan demam.15
14
2.3.7. Tatalaksana
A. Medikamentosa
-
Terapi kelainan tiroid.
-
Obat mata topikal untuk mencegah keratitis
-
Steroid sistemik dosis tinggi (prednisolone 80-100 mg/hari atau
methylprednisolone intravena 1 g/hari selama 3 hari diulang setiap minggu
selama 3-minggu) untuk neuropati optikus kompresif dan proptosis
disertai keratitis pajanan berat yang tidak terkontrol dengan pelumas.7
B. Tindakan Bedah
2.3.8. Komplikasi
2.3.9. Prognosis
1. Merokok
2. Diabetes
15
2.4. Periostitis Orbita
2.4.1. Definisi
2.4.2. Etiologi
4. Lues stadium III pada dewasa. Biasanya mengenai margo orbita superior.
Perjalanan penyakitnya akut.16
16
Mengenai periost yang lebih dalam
1. Sakitnya lebih hebat disertai pembengkakan yang hebat dari palpebra dan
konjungtiva.
4. Jika terbentuk abses keadaan menjadi lebih buruk dan sukar dibedakan
dari selulitis orbita. Pus dapat menjalar ke depan tetapi lambat. Yang lebih
berbahaya jika pus masuk ke dalam tulang tengkorak sehingga dapat
menyebabkan meningitis atau abses otak.16
2.4.4. Tatalaksana
17
2.5.1. Definisi
2.5.2. Epidemiologi
Penyakit ini biasanya terjadi pada negara yang terdapat musim dingin
akibat meningkatnya insiden sinusitis. 90% kasus selulitis orbita disebabkan oleh
Sinusitis Ethmoid dan biasanya diikuti oleh penyakit-penyakit seperti
dakriosistisis, ostiomielitis pada tulang orbita, pleblitis pada vena fasial, dan
infeksi pada gigi. Di Amerika Serikat terdapat bukti peningkatan insiden penyakit
selulitis orbita pada mereka yang memiliki memiliki riwayat resisten metisilin
pada Staphylococcus Aureus salah satu bakteri penyebab selulitis orbita.
Berdasarkan ketersediaan antibiotik penderita yang mengalami selulitis orbital
mempunyai rasio mortalitas 17 % dan 20% yang hidup mengalami kebutaan.
Namun dengan diagnosa segera dan pemberian antibiotik yang tepat rasio
penyakit ini menurun hingga 11 %. Pada kasus selulitis orbita dengan penyebab
jamur, mempunyai angka mortalitas yang tinggi pada pasien dengan keadaan
imunosupresi. Namun perlu dicatat bahwa pada kasus selulitis orbita dengan
resisten metisilin pasien tetap akan mengalami kebutaan meskipun mendapat
18
terapi antibiotik. Secara umum penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak
pada usia pertengahan daripada dewasa pada usia 7 – 12 tahun. Pada usia dewasa
penyakit ini bisa terjadi dengan rasio perbandingan yang sama baik pria maupun
wanita,kecuali pada kasus resisten metisilin dimana wanita lebih sering daripada
pria dengan rasio perbandingan 4:1, sedangkan pada anak-anak pria lebih sering
daripada wanita.17
2.5.3. Etiologi
2.5.4. Patofisiologi
Dinding bagian medial orbita sangat tipis dan dapat dilalui oleh pembuluh
darah dan saraf. Dengan adanya keadaan tersebut dapat memudahkan terjadinya
penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi khususnya antara rongga ethmoid
dan ruang subperiorbital pada bagian medial orbita. Lokasi yang paling tersering
terkena abses subperiorbital adalah sepanjang dinding medial orbita, karena pada
medial orbita bagian ini termasuk jaringan penyambung jarang sehinga
memudahkan penyebaran material-material abses tersebut ke arah lateral, superior
dan inferior didalam ruang subperiorbital.17
19
rektus yang tipis dan tidak sempurna ini dapat memudahkan penyebaran infeksi di
bagian intra dan ekstra piramid pada ruang orbita.17
Pada kasus selultis orbita dengan penyebabnya jamur terutama mucor dan
aspergillus sp bisa terdapat dua keadaan mucomycosis dan aspergillosis.17
20
2.5.5. Diagnosis
1. Kemosis konjungtiva
2. Penurunan penglihatan
3. Peningkatan tekanan intraocular
4. Nyeri pada saat mengerakan mata
5. Sakit kepala
6. Edema palpebral
7. Rhinorhea
21
Pasien dengan temuan CT normal tetapi mengalami tanda dan gejala yang
menunjukkan selulitis orbita harus dipertimbangkan menderita selulitis orbita.
MRI dapat membantu menujukkan tingkat keparahan penyakit ini.15
o Retinoblastoma
o Sarciodosis
o Gigitan laba-laba
o Oftalmopati tiroid
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi
22
2.5.8. Tatalaksana
Terapi medikamentosa
Antibiotik :
o Vancomycin
o Clindamycin
o Ceftazidime
o Nafcilin
o Chloromycetin
Dekongestan nasal
Phenylephrine nasal
Anti fungal
o Amphotericin B
Drug of choice dalam pengobatan selulitis orbital karena jamur.
Diberikan secar intravena dan sangat baik diberikan sebelum
konfirmasi hasil laboratorium pada kasus infeksi berat.
Diuretik
Acetazolamide
Tindakan operatif
-
Terjadi penurunan penglihatan.
-
Defek aferen pupil terjadi
-
Proptosis tetap terjadi meskipun telah diberikan antibiotik.
-
Ukuran dari abses pada sinus tidak berkurang pada CT scan dalam jangka
waktu 48-72 jam pasca pemberian terapi antibiotik.
-
Dapat dilakukan crainiotomy jika terdapat abses pada otak.17
23
2.5.9. Komplikasi
Komplikasi selulitis orbital dapat terjadi di bagian orbita itu sendiri atau
menyebar ke bagian intracranial. Abses subperiorbital dapat terjadi (7-9%).
Kehilangan penglihatan permanen dapat terjadi akibat kerusakan kornea atau
neurotropik keratitis, rusaknya jaringan intraokular, glaukoma sekunder, neuritis
optik, dan oklusi arteri centralis retina. Kebutaan juga bisa terjadi secara sekunder
akibat peningkatan tekanan intraorbital atau infeksi secara langsung pada nervus
optikus melalui sinus sfenoid dan nervus okulomotor sehingga dapat
mengakibatkan kelemahan otot-otot ekstraokular. Komplikasi intrakranial
meliputi meningitis (2%), trombosis sinus kavernosus (1%), abses intrakranial,
subdural dan epidural.17
2.6.1. Definisi
2.6.2. Etiologi
24
2.6.3. Gejala Klinis
Gejala klinis TSK adalah demam dan nyeri kepala disertai proptosis,
kemosis, bengkak periorbita dan kelumpuhan beberapa nervus kranial. Proptosis
dan kemosis terjadi akibat stasis aliran vena. Oftalmoplegia eksterna terjadi akibat
keterlibatan Nervus oculomotor (III), Nervus troklearis (IV) dan Nervus abducens
(VI) pada sinus kavernosus.20
2.6.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi dilakukan pemeriksaan terhadap
darah dan contoh cairan, lendir maupun nanah dari tenggorokan dan hidung.
Biasanya juga dilakukan CT scan sinus, mata dan otak.18
2.6.5. Tatalaksana
25
BAB III
PENUTUP
2.1. KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
14. Syed A, Bell B, Hise J, Philip J, Spak C, Michael J. Opatowsky. Bilateral
cavernous sinus and superior ophthalmic vein thrombosis in the setting of
facial cellulitis. Bayl Univ Med Cent. 2016;29(1):36–8.
15. Varshney S, Malhotra M, Gupta P, Gairola P, Kaur N. Cavernous sinus
thrombosis of nasal origin in children. 2015;7(1):100-15.
16. Ebright J, Pace M, Niazi A. Septic thrombosis of the cavernous sinuses.
Arch Intern Med. 2001; 161: 2671-6.
28