You are on page 1of 37

Library Manager

Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK REFERAT


DAN MEDIKOLEGAL JANUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BUNUH BAYI

OLEH:

Indah Marfiani P C 111 12 305


Fathul Rizky S. Imam C 111 12 307
Sitti Hadijah Husain C 111 12 309

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Afriani Early

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Jerny Dase, M.Kes, SH, Sp.F

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DISCLAIMER

Referat ini dibuat dengan mengutip referat:


1. “Bunuh Bayi” oleh Nety Nur Rahmiah Puspitasari, Fian Christo kusuma,
dan Dwian Prasetyo Irawanto pada tahun 2017
Supervisor: dr. Muhammad Husni Cangara, PhD, Sp.PA, DFM

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama/NIM : Indah Marfiani P C 111 12 305


Nama/NIM : Fathul Rizky s. Imam C 111 12 307
Nama/NIM : Sitti Hadijah Husain C 111 12 309

Telah menyelesaikan referat dengan judul Bunuh Bayi dalam rangka


menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2018

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Jerny Dase, M. Kes, SH, Sp.F dr. Afriani Early

iii
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
DISCLAIMER ............................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
SKDI PERSPECTIVE ................................................................................... v
KERANGKA KONSEP ................................................................................. vi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 3
I. Definisi .............................................................................................. 3
II. Epidemiologi .................................................................................... 4
III. Faktor Resiko ................................................................................. 5
IV. Pemeriksaan Forensik..................................................................... 6
V. Dasar Hukum ................................................................................... 26
BAB III. PENUTUP ...................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 30

iv
SKDI PERSPECTIV

Berdasarkan SKDI 2012 yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia,


pembunuhan bayi sendiri masuk dalam kategori daftar penyakit akibat kekerasan
tumpul dan kekerasan tajam.

Dalam menangani pasien pembunuhan anak sendiri tersebut lulusan dokter


mampu menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk
melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau
pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan
tersebut pada alat peraga dan/atau standardized

v
KERANGKA KONSEP

Lahir
hidup/mati

Cukup bulan
(viable)
Pre morgue
Tanda
Perawatan

Tanda
Perlukaan

Bayi Pemeriksaan
makroskopis
Morgue
Tes Apung
paru
Pemeriksaan
Bunuh Bayi Pemeriksaan
Forensik
Post morgue mikroskopis
(histopatologi)

Pre morgue,
Tanda Partus
Morgue
Ibu
Pemeriksaan
Post morgue Mikroskopis
(gol. darah)

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Bunuh bayi yang biasa juga diistilahkan dengan Pembunuhan Anak Sendiri
(infanticide) selanjutnya disebut PAS adalah suatu bentuk kejahatan terhadap
nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku
pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk
melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan
bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil
hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat dilakukan tindakan
menghilangkan nyawa anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-
tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu
dan terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan membunuh
setiap bayi laki-laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja baru. Pada
zaman dahulu juga terjadi di tanah arab dimana lazimnya terjadi setiap bayi
perempuan yang dianggap membawa sial bagi keluarganya juga dibunuh. Masih
banyak lagi alasan lain yang mendorong seseorang sampai hati merampas nyawa
seorang bayi yang baru dilahirkan.2
Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo
Surabaya sejak tahun 2000 – 2009 menerima 112 kasus jenazah bayi yang dikirim
dengan dugaan pembunuhan, pembunuhan anak, penelantaran dan beberapa
dengan SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) yang tidak mencantumkan
dugaan penyidik.Dari 112 bayi tersebut, 92 (82,14%) bayi dengan dugaan
pembunuhan anak, 14 (12,50%) bayi dengan dugaan hasil abortus, 6 (5,35%)
kasus dengan dugaan penelantaran atau pembunuhan biasa. Dalam 10 tahun
terakhir ada 92 ibu kandung yang diduga tega menghabisi nyawa anak
kandungnya sendiri bukanlah hal yang bisa dimaklumi.3
Masing-masing negara, memiliki perundang-undangan tersendiri untuk
mengatasi pembunuhan anak. Akan tetapi, banyak negara yang menganut bahwa
pembunuhan bayi bukanlah tindakan kriminal tetapi merupakan tindakan akibat

1
tuntutan sosial ekonomi. Di Inggris dan Wales sejak 1922, tidak memasukan
infanticide ke dalam undang-undang kriminalitas. Di Indonesia, infanticide juga
memiliki kekhususan dalam penanganan hukum, dimana pembunuhan ini tidak
dikategorikan dalam aturan pembunuhan yang bersifat umum (pasal 338 dan 340
KUHP). Pembunuhan bayi oleh ibu kandungnya ini didasarkan atas motif takut
ketahuan melahirkan anak baik itu dilakukan tanpa rencana sebelumnya ataupun
telah direncanakan sebelumnya. Motif ini dikaitkan dengan kultur dalam
masyarakat Indonesia yang masih menganggap hal tabu dan merupakan aib besar
jika melahirkan tanpa suami.4
Penyebab kematian yang terbanyak dijumpai untuk dalam tindakan
pembunuhan bayi adalah cara atau metode yang menimbulkan keadaan mati
lemas (asfiksia), seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta
membenamkan ke dalam air. Adapun cara atau metode lain seperti menusuk atau
memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul. Namun untuk
menentukan secara pasti penyebab kematian bayi maka kita harus melakukan
pemeriksaan forensik bukan hanya terhadap bayi yang menjadi korban namun
juga terhadap perempuan yang dicurigai sebagai ibunya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi

Bunuh Bayi adalah pembunuhan yang dilakukan oleh ibu


kandungnyasendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan karena takut
diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.5
Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas, persyaratan yang harus
dipenuhi dalam kasus bunuh bayi yaitu:6
 Pelaku adalah ibu kandung
 Korban adalah anak kandung
 Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah melahirkan
anak
 Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa saat
setelah melahirkan
Sedangkan Pembunuhan anak menurut Resnick terbagi jadi 3 yaitu Felicide
adalah pembunuhan anak usia ≤18 tahun dengan pelaku adalah orangtua, ibu/ayah
tiri, penjaga maupun pacar sang ibu. Infanticide adalah pembunuhan pada anak
umur ≤1 tahun yang dilakukan oleh orang yang sama seperti pada kasus felicide.
Neonaticide adalah pembunuhan pada anak usia ≤1 hari yang dilakukan oleh
ibunya sendiri.7

3
Gambar ini Definisi Filicide, Infanticide, &Neonatacide7.
Di Indonesia, Infanticide dikhususkan dalam dua bagian yaitu kinderdoodslag
dan kindermoord yang didasarkan atas motif takut ketahuan melahirkan anaknya.
Kinderdoodslag adalah dilakukan tanpa rencana sedangkan kinderdoodmoord
dilakukan atas rencana.8

II. Epidemiologi

Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa pada tahun 1983 terdapat lebih dari
600 kasus pembunuhan anak dan dalam kurun waktu 1982-1987 kasus
pembunuhan anak yang terjadi adalah 1,1% dari seluruh kasus pembunuhan yang
dilaporkan.9Berdasarkan laporan retrospektif di German didapatkan 48 kasus
pembunuhan anak dari tahun 1980-2007, dimana dari hasil pemeriksaan
karakteristik klinis dan forensik ditemukan 25 kasus merupakan infanticide.
Sebenarnya, kasus infanticide di negara barat cukup rendah mencapai 2,1 per
100.000 kelahiran hidup per tahun.10
Di Afrika Selatan dari total 454 anak berusia kurang dari 5 tahun yang
dibunuh pada tahun 2009, lebih dari setengahnya yaitu 53,2 % adalah neonatus
dan 74,4% adalah infant. Dimana insidens neonaticede 19,6 per 100.000 kelahiran
hidup dan infanticide mencapai 28,4 per 100.000 kelahiran hidup. Di Malaysia
dari tahun 1999 sampai 2011 didapatkan 1.069 kasus pembunuhan bayi dengan
insidens infanticide berflutuaktif antara 4,82 dan 9,11 per 100.000 kelahiran
hidup.10 Di Indonesia sendiri terdapat 92 (0,83%) kasus dugaan pembunuhan anak

4
dari 10.986 kasus forensik yang diteliti di Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya sejak tahun 2000-2009.9
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak sendiri
adalah membuat keadaanasfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan,
penjeratan dan penyumbatan. DiJakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-
40 kasus PAS per tahun dilakukandengan cara asfiksia mekanik. Bentuk
kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul dikepala (5-10%) dan kekerasan tajam
pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).9

III. Faktor Resiko

Praktek pembunuhan bayi telah menyebar luas dalam banyak peradaban


kuno. Dalam Yunani kuno dan Roma kuno, pembunuhan bayi dilakukan karena
dipaksa oleh hukum. Bayi yang lemah atau memiliki kelainan deformitas dibunuh
karena alasan bahwa mereka akan menjadi beban bagi negara. Banyak penjelasan
yang disampaikan mulai dari keluarga yang lebih menyukai anak laki-laki atau
keinginan memiliki keluarga yang dominan laki-laki dalam rumah tangganya,
hingga ke budaya ekonomi dimana wanita hanya dilihat sebagai kewajiban
dibandingkan sebagai aset. Hal lainnya, pembunuhan bayi perempuan telah dilihat
sebagai metode mengontrol populasi yang paling efektif.4
Bukti sejarah mendapatkan tiga faktor resiko untuk pembunuhan bayi.11
 Jenis kelamin
 Faktor ekonomi
 Abnormalitas kongenital
Mengacu kepada ekonomi, terlihat bahwa ibu yang paling banyak melakukan
pembunuhan bayi adalah ibu yang secara finansialnya miskin. Pembunuhan bayi
telah diperlihatkan menjadi hal yang paling sering terjdi diantara semua ibu-ibu
remaja dibandingkan dengan ibu yang lebih tua, dan pada mereka yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Faktor resiko yang lebih jauh mengacu kepada
umur yang ditemukan dalam banyak laporan kasus adalah pada wanita yang
single dan masih tinggal dengan orang tua mereka, sering terjadi komunikasi yang
terbatas antara ibu muda dan keluarga mereka. Karakteristik umum lainnya dari

5
wanita yang melakukan pembunuhan bayi termasuk menyembunyikan kehamilan
mereka.11
Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan juga menjadi salah satu faktor
yang mendukung ibu untuk melakukan pembunuhan bayi. Pada beberapa kasus
ditemukan wanita yang membunuh bayi memiliki karakteristik primipara, usia
muda rata-rata dibawah 20 tahun, belum menikah dan masih tinggal dengan orang
tua.10 Di Indonesia sendiri ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan
ibu membunuh bayinya. Motif ini dikaitkan dengan kultur dalam masyarakat
Indonesia yang masih menganggap hal tabu dan merupakan aib besar jika
melahirkan tanpa suami.4

IV. Pemeriksaan Forensik

A. Pemeriksaan pada bayi


Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah bayi lahir
mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan
kasus pembunuhan atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada
kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan
kelahiran dan kematian orang.
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi
yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan plasenta dilahirkan. Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil
konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia
kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam
kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak
menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat
atau gerakan otot rangka.5

a. Pre Morgue:
Pada kasus pembunuhan dapat ditentukan adalah bayi tersebut pernah
menangis atau pernah ada pergerakan otot tetapi hanya dapat didapat dari

6
pernyataan saksi. Selain itu, pemeriksaan lain yang bisa dilakukan pada bayi
adalah menentukan panjang tubuh bayi tersebut sekaligus menentukan umur bayi,
berat badan, keadaan kulit dan keadaan lain pada bayi, keadaan tali pusat dan
tanda-tanda perawatan.12
 Adakah bayi pernah menangis dan pernah adanya pergerakan otot?
Bayi yang bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi bayi yang
menangis pasti akan bernapas. Pada pergerakan otot susah untuk ditentukan
bahwa bayi pernah bergerak atau tidak tetapi hanya bisa ditentukan jika
adanya saksi yang pernah melihat pergerakan otot bayi. Hal ini karena,
pergerakan otot tidak bisa dibuktikan pada post mortem karena adanya kaku
mayat yang terjadi setelah mati.12
 Pemeriksaan antropometri (panjang badan, berat badan, dan lingkar kepala)
Penentuan antropometri pada bayi penting untuk menentukan
apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur)
ataukah non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable
kemungkinan bayi untuk bertahan hidup di luar kandungan sangat kecil.
Bayi yang viable adalah keaadan bayi yang dapat hidup di luar kandungan
lepas dari ibunya.
Seorang bayi dikatakan viabel jika bayi tersebut dapat hidup
di luar kandungan tanpa mendapat perawatan dari peralatan khusus. Syarat
bayi viabel ialah:
 Usia dalam kandungan lebih dari 28 minggu.
 Panjang badan diukur dari puncak kepala hingga tumit lebih dari 35 cm.
 Berat badan lebih dari 1500 gr.
 Lingkaran kepala, sircumferensia frontooksipitalis lebih dari 32 cm.
 Tidak didapatkan kelainan bawaan yang berat.
Pemeriksaan antropometri untuk penentuan umur bayi dapat ditentukan
dengan menentukan panjang badan bayi dengan menggunakan rumus Haase.
Menurut rumus Haase, pada lima bulan pertama kehamilan, panjang badan
menjadi dasar penentuan perkiraan usia janin dalam bulan. Karena itu, janin
yang berumur dibawah 5 bulan, umur janin sama dengan akar pangkat dua dari
panjang badan. Jadi apabila dalam pemeriksaan luar, didapatkan panjang badan

7
janin 20 cm, maka kemungkinan usia janin saat ini adalah 4 sampai 5 bulan
dalam kandungan. Untuk janin yang berumur diatas 5 bulan, umur janin dalam
kandungan sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi dengan 5. Jadi pada
pemeriksaan didapatkan panjang badan janin 45 cm, maka kemungkinan usia
janin saat ini adalah 9 bulan dalam kandungan. Berikut merupakan perkiraan
umur bayi yang dapat ditentukan berdasarkan rumus Haase:4
Umur Panjang badan (kepala-tumit)

1 bulan 1 x 1= 1cm

2 bulan 2 x 2= 4cm

3 bulan 3 x 3 = 9cm

4 bulan 4 x 4 = 16cm

5 bulan 5 x 5 = 25cm

6 bulan 6 x 5 = 30cm

7 bulan 7 x 5 = 35cm

8 bulan 8 x 5 = 40cm

9 bulan 9 x 5 = 45cm

 Ciri-ciri pertumbuhan pada bayi


Ciri-ciri pertumbuhan dari bayi yang cukup bulan biasanya akan terlihat
lanugo sedikit yang dapat dilihat pada dahi, punggung dan bahu.
Pembentukan tulang telinga telah sempurna dimana dapat dilihat dengan
apabila dilipat daun telinga dan akan cepat kembali ke keadaan semula.
Diameter tonjolan susu 7 m atau lebih, kuku jari telah melewati ujung-ujung
jari dan garis-garis telapak kaki telah melebihi 2/3 bagian depan kaki. Selain
itu, pada pemeriksaan testis didapatkan testis sudah turun ke dalam skrotum
atau pada perempuan, labia minora sudah tertutup oleh labia mayora yang
telah berkembang sempurna. Kulit bayi berwarna merah muda pada kulit

8
putih) atau merah kebiru-biruan (pada kulit berwarna), setelah 1-2 minggu
akan berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitaman. Lemak bawah
kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur
berkeriput).
Selain itu, penemuan rambut kepala yang relatif kasar, masing-masing
helai terpisah satu sama lain dan tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi
jelas. Pada bayi yang prematur rambut kepala halus seperti wol atau kapas,
masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut pada
dahi tidak jelas. Skin opacity. Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit
cukup tebal sehingga pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut
tidak tampak atau tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluh-
pembuluh tersebut tampak jelas. Processus xiphoideus. Pada bayi yang
matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan pada yang
prematur bagian itu belum terdapat. Pada alis mata pada bayi yang matur
sudah lengkap yakni bagian lateralnya sudah terdapat sedangkan pada yang
prematur bagian itu belum terdapat.
 Tanda-tanda perawatan pada bayi
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya
dalam kasus pembunuhan bayi. Tanda-tanda bayi belum dirawat adalah
sebagai berikut :
a) Tubuh masih berlumuran darah
b) Plasenta masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan
pusat.
c) Pada tali pusat yang telah terpotong dengan gunting atau pisau lebih kurang
5cm dari pusat bayi dan diberikan obat antiseptik, bila tali pusat dimasukkan
ke dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu
menyangkal melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi
partus presipitus (keberojolan). Pada keadaan ini, tali pusat akan terputus
dekat pelekatanya pada uri yang tidak sesuai dengan partus presipitatus
adalah terdapatnya kaput suksedaneum, molase hebat dan fraktur tulang
tengkorak serta ibu yang primipara.

9
d) Selain itu, tanda verniks kaseosa yaitu lemak bayi telah dibersihkan juga
merupakan tanda bahwa bayi pernah menerima perawatan sebelumnya.
Pada bayi yang dibuang ke dalam air, verniks tidak akan hilang seluruhnya
dan masih dapat ditemukan di daerah lipatan kulit seperti ketiak, belakang
telinga, lipat paha dan lipat leher.Pada bayi yang dirawat, verniks
caseosa (lemak bayi) akan sudah dibersihkan, demikian pula bekas bekas
darah. Khusus untuk verniks caseosa adalah khas bahwa tidak akan
hilang jika tidak dengan sengaja dibersihkan, karena sifat lemaknya yang
lengket. Sedemikian hingga pada bayi yang dibuang di airpun verniks
caseosa akan tetap dapat ditemui di lipatan-lipatan kulit bayi seperti
pada lipat paha, lipat leher dan daerah kulit kepala pada belakang telinga.3,5

Gambar. Bayi lengkap dengan placenta dan tali pusat yang masih menempel
(tidak ada tanda-tanda perawatan)3
Antara tanda lain bahwa bayi telah menerima perawatan sebelumnya
adalah pada bayi telah diberi pakaian atau penutup pada bayi.
Pada seorang anak yang telah mendapat perawatan akan memberikan
gambaran dimana :5,11
a) tubuhnya sudah dibersihkan
b) tali pusat telah dipotong dan diikat
c) daerah-daerah lipatan kulit telah dibersihkan dari verniks kaseosa
d) anak telah diberi pakaian atau pembungkus agar tubuhnya menjadi
hangat.

10
b. Morgue
Pada pemeriksaan morgue pada bayi dapat dilakukan beberapa tes sewaktu
melakukan autopsi yaitu menilaiapakahbayi tersebut pernah bernapas atau
tidak,menilaiisi lambung dan usus bayi.
a. Menentukan bayi pernah bernapas atau tidak dengan pemeriksan paru
Pada pemeriksan paru-paru yang bisa ditemukan sewaktu melakukan
autopsi adalah apakah paru-paru sudah mengembang atau tidak. Hal ini dapat
menjelakan bahwa paru-paru bayi yang pernah bernapas akan terlihat
mengembang karena terisi udara pernapasan. Ciri-ciri lain yang didapatkan
pada saat autopsi adalah;
 Paru-paru memenuhi rongga dada sehingga menutupi bagian jantung
 Paru-paru berwarna merah keunguan
 Memberi gambaran mozaik karena adanya berbagai tingkatan aerasi
atau pengisian udara
 Tepi paru-paru tumpul
 Pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), bila dilakukandalam air
akan tampak gelembung-gelembung udara.
 Paru-paru yang telahbernapasketikaditimbang memiliki berat sekitar
satu per tigapuluh limadari berat badan, yang berarti lebih berat jika
dibandingkan dengan berat paru-paru yang belum bernapas, yaitu
sekitar satu per tujuh puluhdari berat badan.

Gambar.Cavum Pleura terisiolehparu yang telah bernapas.13

11
 Bila dilakukan tes apung (docimacia pulmonum hidrostatica), akan
memberikan hasil yang positif. Uji apung paru ini harus dilakukan
dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak
disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada
sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Prosedur uji apung paru yaitu lidah dikeluarkan, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum molle. Dengan skalpel yang tajam, palatum
molle disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring,
laring, esofagus, serta trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus
bersama dengan trakeadiikat di bawah kartilago krikoid dengan benang.
Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan
ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui
trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalamparu.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forcep atau
pinset bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esofagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan.
Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung
dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil yang
meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam
air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan
apakah mengapung atau tenggelam. Hingga tahap ini, paru bayi baru
lahir mati masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan adanya
gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan diantara
2 karton dan ditekan (dengan arah tekan yang tegak lurus, jangan
bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada

12
jaringan interstitial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan
diamati apakah masih terapung atau tenggelam. Bila masih mengapung
berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Hasil negatif pada uji apung paru belum berarti pasti lahir mati
karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian
berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara
dalam alveoli direabsorbsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan
histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati
atau lahir hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.14

Gambar. Tes Apung Paru13,14

Tes hidrostatikini menentukan apakah paru-paru mengapung di


air. Jika tenggelam, bayi tersebut diduga telah lahir mati, dan
jikamengambang, bayi itu dianggap lahir hidup. Adapun kekurangan
yang dijumpai pada tes ini yaitu jika pembusukantelah terjadi, maka,
bahkan pada saat lahir mati,paru mungkin mengapung. Kedua,

13
beberapa bayi yang lahir hidup hanya mengambil beberapa napas dan
tidak memungkinkan paru-paru cukup untuk mengapung.Oleh karena
itu, dokter menggunakan pemeriksaanmikroskopik paru-paru.
Jikaalveoli kolaps, maka diduga bayi tidak bernafas. Jika alveoli
lengkap dan distensi (mungkin oleh udara), maka bayi itu jelas sudah
bernafas. Sayangnya, pemeriksaan mikroskopik bahkan lebih tidak
akurat dibanding uji hidrostatik. Jika telah dilakukan resusitasi,
mungkin ada distensi dari saluran udara danalveoli melalui udara dan
tidak mungkin menentukan apakah bayi ituhidup atau mati.

Gambar. Radiologi paru yang tidak teraerasi akibat kematian intrauterine14

Gambar. Histopatologi ekspansi alveolar yang kurang14

Saat lahir, refleks inspirasi akan mengaerasi paru-paru, dan tergantung


lama bayi hidup, paru-paru secara bertahap akan terisi. Paru yang tidak

14
teraerasi, karena kematian intrauterin, ditunjukkan dengan hasilradiologi
sebelum diautopsi. Tapi paru-paru yang teraerasi tidak berarti dalam setiap
kasus bahwa bayi masih hidup saat lahir. Pada bayi yang lahir mati paru-
paru mungkin tampak teraerasi (misalnya pemberian napas bantu mulut-
ke-mulut, pijat jantung luar, pemberian oksigen). Evaluasi makroskopis
dari paru-paru dapat berkontribusi pada perbedaan antara bayi yang lahir
mati dan bayi lahir hidup, namun mati tak lama setelah kelahiran karena
tidak adanya upaya resusitasi dan pembusukan. Pemeriksaan histologis
maupun pemeriksaan makroskopik paru-paru diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.14

Tabel 1.Perbedaan makroskopis paru belum bernapas dan paru sudah


bernapas12

No. Paru belum Bernapas Paru sudah Bernapas


1 Volume kecil, kolaps, menempel Volume 4-6x lebih besar,
vertebra, konsistensi padat, tidak ada sebagian menutupi jantung,
krepitasi konsistensi seperti karet busa
(ada krepitasi)
2 Tepi paru tajam Tepi paru tumpul

3 Warna homogen, merah Warna merah muda


kebiruan/ungu
4 Kalau diperas di bawah permukaan Gelembung gas yang keluar
air tidak keluar gelembung gas, atau halus dan rata ukurannya
bila sudah ada pembusukan,
gelembungnya besar, tak rata
5 Tidak tampak alveoli yang Tampak air sacs, kadang-kadang
berkembang (air sacs) pada terpisah sendiri-sendiri
permukaan
6 Kalau diperas hanya keluar darah Bila diperas keluar banyak darah
sedikit dan tidak berbuih (kecuali bila berbuih walaupun belum ada
telah ada pembusukan) pembusukan (volume darah 2x
volume nafas)
7 Berat paru ±1/70 BB Berat paru 1/35 BB

8 Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang


dalam air mengembang terapung dalam air

15
b. Menentukan adanya udara di dalam lambung dan saluran cerna

Adanya udara dalam saluran cerna merupakan petunjuk bahwa anak


menelan udara setelah ia dilahirkan hidup serta untuk menentukan berapa lama
bayi hidup di luar kandungan. Dengan demikian nilai dalam lambung dan usus
ini dapat memperkuat hal tersebut. Apabila dalam lambung bayi ditemukan
benda asing yang hanya akibat refleks menelan, maka ini merupakan bukti
kehidupan.

Seperti halnya pada pemeriksaan untuk menentukan adanya udara dalam


paru-paru, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru
dapat dilakukan bila keadaan anak masih segar dan belum mengalami proses
pembusukan serta tidak mengalami manipulasi seperti pemberian napas buatan.
Adanya udara dalam saluran cerna ini dapat dilihat dengan foto rontgen. Cara
pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengikat esofagus, kemudian
dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejenum lekuk pertama,
kemudian dimasukkan ke dalam air. Makin jauh udara masuk ke dalam usus,
makin kuat dugaan adanya pernapasan.

Gambar.UjiApungLambung – Usus (Tes Breslau).13

Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan lahir
hidup dan telah hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-

16
24 jam, tetapi harus diingat kemungkinan adanya napas buatan atau gas
pembusukan.
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila
anak menelan udara dan udara tersebut melalui tuba eustachii masuk kedalam
liang bagian tengah. Untuk dapat mengetahui keadaan tersebut, pembukaan
liang telinga bagian tengah harus dilakukan di dalam air. Tentunya baru
dilakukan pada mayat yang masih segar.5

c. Post Morgue
Pada kasus pembunuhan bayi, bisa dilakukan beberapa tes untuk
mendapatkan hasil yang lebih tepat dalam menentukan apakahbayi tersebut lahir
hidup dan terdapat juga tes yang dilakukanuntuk mendapatkan informasi
mengenai identitas bayi tersebut.

i. Pemeriksaan mikroskopik paru-paru


Pemeriksaan mikroskopik yang hanya dilakukan pada keadaan tertentu
saja (meragukan), akan memperlihatkan adanya pengembangan dari alveoli
yang cukup jelas. Prosedur pemeriksaan mikroskopik paru-paru yaitu paru-
paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan
formalin 10%. Setelah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya
digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan
Gomori atau Ladewig.

17
GambarHistologiParu yang telahbernapas; Perbesaran 100 X5

GambarHistologiParu yang belumBernapas;Perbesaran 100 X5

Salah satu tanda khas untuk melihat paru bayi belum bernapas adalah
adanya tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak
seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak
kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang juga
membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut
retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan
permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).

18
ii. Penemuan yang didapatkan pada tes darah4

Pemeriksaan golongan darah ibu dan anakmerupakan hal yang sulit karena
tidak adanya golongan darah ayah. Eksklusi hanya dapat ditegakkan bila 2
faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedangkan individu
lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila ibu golongan darah
AB sedangkan si anak golongan darah O atau sebaliknya. Penggunaan banyak
jenis golongan darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh
karena kendala biaya maka cara ini tidak menjadi prosedur rutin.

Peredaran darah, denyut jantung dan perubahan hemoglobin bayi dapat


diperiksa sebagai bukti fungsional dan bukti anatomi pada bayi. Bukti
fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung harus dibuktikan dengan
adanya saksi yang melihatnya. Buktianatomiyaitu perubahan-perubahan pada
hemoglobin serta perubahan dalam duktus arteriosus bottali, foramen ovale dan
dalam duktus venosus. Bila ada yang menyaksikan denyut tali pusat atau detak
jantung pada bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu
kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan
sirkulasi (1 hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 am). Duktus venosus menutup
dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
Bila terjadi perubahan pada hemoglobin dapat dijadikan patokan
berdasarkan patokan Barcroft dimana:12
a. Waktu lahir: Hb 20gram%, 80% fetal Hb, eritrosit 6,2 juta
b. Pada hari ke-8: Hb 18gram%, fetal Hb menurun, eritrosit 5,4 juta
c. Bulan ke-3: fetal Hb 7-8 gram%
d. Bulan ke-6: fetal Hb habis
Selain rumus Haase, perkiran umur bayi dapat juga ditentukan dengan
melihat pusat penulangan (ossification centers). Pemeriksaan pusat penulangan
ini dapat dilakukan secara radiologis. Berikut merupakan perkiraan umur bayi
berdasarkan penilaian pusat penulangan:4

Tabel. Perkiraan umur bayi berdasarkan penilaian pusat penulangan.4

19
Pusat penulangan Umur (bulan)
Klavikular 1,5
Tulang Panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium Sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum Bawah Akhir 8
Distal Femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal Tibia Akhir 9/setelah lahir
Akhir 9/setelah lahir
Kuboid
*bayi wanita lebih cepat

Pada tulang kalkaneus dan kuboid, kaki dilakukan dorsofleksi dan buat
insisimulai dari antara jari kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Pada
tulang distal femur dan proksimal tibia, akan dilakukan fleksi tungkai bawah
pada sendi lutut dan buat insisi melintang pada lutut.
Pada bayi cukup bulan (matur), hampir selalu terdapat pusat penulangan
pada distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat
atau baru ada sesudah lahir, juga pada tulang kuboid. Pada bayi perempuan,
pusat penulangan timbul lebih cepat.

Gambar. Pusat Penulangan (Ossification Centers).13

Penyebab kematian

20
Penyebab kematian yang terbanyak dijumpai untuk dalam tindakan
pembunuhan bayi adalah cara atau metode yang menimbulkan keadaan mati
lemas (asfiksia), seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta
membenamkan ke dalam air. Adapun cara atau metode lain seperti menusuk atau
memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul. Dengan demikian
pada kasus yang diduga kasus pembunuhan bayi, yang harus diperhatikan
adalah:5,8,15
 Adanya tanda-tanda mati lemas : sianosis pada bibir dan ujung jari, bintik-
bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta
jaringan loggar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus
berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan
atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat dalam.
 Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan di bibir atau
sekitarnya yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian
dalam yang berhadapan dengan gusi , serta adanya benda-benda asing
seperti gumpalan kertas koran atau kain yang mengisi rongga mulut.
 Keadaan di daerah leher dan sekitarnya : adanya luka lecet tekan yang
melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat
sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh arat pnjerat yang digunakan,
adanya luka lecet kecil-kecil yang sering kali berbentuk bulan sabit yang
diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku pencekik, adanya luka-luka lecet
dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh ujung-ujung jari pencekik.
 Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau
bagian tubuh lainnya dimana menurut literatur ada satu metode yang dapat
dikatakan khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit sampai
menembus ke rongga tengkorak yang dikenal dengan nama “tusukan
bidadari”.
 Adanya tanda-tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keribut (washer woman’s
hand), kulit yang berbintil-bintil (kutis anserina), seperti kulit angsa serta

21
adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran pernapasan (trakea)
yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air atau binatang air.

Bila sudah ditemukan tanda-tanda bayi lahir hidup (sudah bernapas), maka
harus ditentukan penyebab kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum
bernapas) maka ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal atau sebab
mati janin (fetal death).

Kematian karena tindakan pembunuhan :

 Pembekapan (sufokasi): Ini merupakan tindakan yang paling sering


dilakukan. Bayi baru lahir sangat muda dibekap dengan menggunakan
handuk, sapu tangan atau dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda
asing yang menyumbat jalan napas, seringkali karena ibu berusaha
mencegah agar anak tidak menangis dan ini justru menyebabkan kematian.
 Penjeratan (strangulasi): Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan
anak yang sering ditemui. Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang
sangat berlebihan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan
akan ditemukan didaerah leher disertai dengan memar dan resapan darah.
Kadang juga ditemukan penjeratan dengan menggunakan tali pusat
sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
 Penenggelaman (drowning): Hal ini dilakukan dengan membuang bayi
kedalam penampungan berisi air, sungai dan bahkan toilet.

22
Gambar Bayi yang dibuang di toilet16

 Kekerasan tumpul pada kepala: Jika ditemukan fraktur kranium, maka


dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan
panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah tulang.

Gambar fraktur tulang tengkorak bayi 16

 Kekerasan tajam: Kematian pada bayi yang baru lahir yang dilakukan
dengan melukai bayi dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan

23
mengakibatkan luka yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati,
jantung dan otak.
 Pembakaran: Infantisida dengan membakar jarang terjadi meskipun,
seperti penenggelaman, pembakaran sering merupakan cara untuk
membuang korban infantisida atau bayi lahir mati. Radtke (1933)
menemukan bahwa bahwa tes yang biasa pada kematian akibat
pembakaran tidak dapat diterapkan seluruhnya, tapi ia menekankan
pentingnya ditemukan benda asing, sesuatu yang lebih dari partikel
karbon, di paru-paru bayi yang terbakar. Mungkin demonstrasi saturasi
karbonmonoksida yang tinggi adalah bukti kematian karena pembakaran
pada kasus ini. Sisa-sisa kalsifikasi dapat ditemukan di tempat pembakaran
tapi hal tersebut jelas tidak mungkin membuktikan infantisida; tuduhan
penyembunyian kelahiran mungkin dapat diberikan.
 Keracunan: Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa
opium pada puting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan
menyebabkan bayi tersebut mati.

B. Pemeriksaan pada ibu

Pelaku pembunuhan dapat dilakukan oleh ibu kandung sendiri maupun oleh
orang lain. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan bila dicurigai
pelakunya adalah ibunya sendiri:

a. Pre Morgue dan Morgue

 Tanda baru melahirkan anak: Pada ibu didapatkan robekan baru pada alat
kelamin, ostium uteri dapat dilewati ujung jari, keluar darah dari rahim,
ukuran rahim postpartum setinggi pusat dan 6 hingga 7 hari pos partum
setinggi tulang kemaluan, payudara mengeluarkan air susu,
hiperpigmentasi aerola mammae, dan striae gravidarum dari warna merah
menjadi putih.
 Tanda berapa lama telah melahirkan: ukuran rahim 2 hingga 3 minggu
kembali ke ukuran pulih. Getah nifas 1 hingga 3 hari post partum berwarna

24
merah, 4 hingga 9 hari post partum berwarna putih dan 10 hingga 14 hari
post partum getah nifas habis. Robekan alat kelamin akan sembuh dalam 8
hingga 10 hari.
 Mencari tanda-tanda partus precipitates: robekan alat kelamin, inversio
uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih
bila tali pusat pendek, robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat anak
atau pada tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan
dengan pemeriksaan histopatologis. Luka pada kepala bayi menyebabkan
perdarahan di bawah kulit kepala dan perdarahan di dalam tengkorak.
 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak: Si ibu diperiksa,
apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri, lochia, kolostrum,
dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak terlihat dari usia pasca lahir
ditambah lama kematian.

b. Post Morgue

 Memeriksa golongan darah ibu dan anak: Hal ini juga sulit karena tidak
adanya golongan darah ayah. Eksklusi hanya dapat ditegakkan bila 2
faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedangkan
individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila ibu
golongan darah AB sedangkan si anak golongan darah O atau sebaliknya.
Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan
mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini tidak
merupakan prosedur rutin.
 Pemeriksaan histopatologis yaitu sisa plasenta yaitu vili korialis dalam
darah dan jaringan yang berasal dari rahim.

25
Gambar chorionic villi dengan pewarnaan HE7

V. Dasar Hukum

Dalam KUHP, pembunuhan bayi tercantum di dalam bab kejahatan


terhadap nyawa orang.15
 Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun
 Pasal 342.
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan karena
melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana dengan pidana penjara
paling lama 9 tahun
 Pasal 343.
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang
lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana

26
 Pasal 338.
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
 Pasal 340.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana dengan
pidana mati atau pidana rencana seumur hidup atau selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun
 Pasal 304.
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedang ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena
menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
 Pasal 305.
Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud melepaskan diri
darpadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan
 Pasal 306
1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 7
tahun 6 bulan
2) Jika mengakibatkan kematian. Pidana penjara paling lama 9 tahun

27
BAB III

PENUTUP

Bunuh bayi adalah pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya


sendiri, segera atau beberapa saat setelah di lahirkan,karena takut diketahui bahwa
ia telah melahirkan anak
Lahir hidup adalah setelah bayi terpisah lengkap/sama sekali dari si ibu,
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti jantung yang aktif, pernapasan,
pergerakan anggota tubuh, menangis. Sedangkan lahir mati adalah keadaan bila
setelah bayi terpisah lengkap/sama sekali dari si ibu tidak bernapas ataupun
menunjukkan tanda-tanda kehidupan lain. Penentuan umur bayi dapat dilakukan
berdasarkan rumus Haase atau berdasarkan perkiraan pusat penulangan.
Berdasarkan penentuan umur bayi sekaligus dapat menentukan bahwa bayi yang
lahir tersebut adalah viable atau non-viable untuk hidup diluar kandungan.
Bagi menentukan tanda-tanda kehidupan dari suatu bayi dapat dilakukan
pemeriksaan pengembangan paru atau udara dalam lambung atau usus, menangis,
adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung dari bayi serta
perubahan hemoglobin dan keadaan tali pusat. Jika pemeriksaan apung paru
adalah diragukan, maka lebih baik dilakukan pemeriksaan histopatologi bagi
menentukan bahwa bayi pernah bernapas atau tidak. Namun untuk tanda-tanda
menangis, adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut jantung hanya dapat
ditemukan dari keterangan saksi. Tanda-tanda perawatan penting untuk
dievaluasi dengan melihat keadaan bayi saat diterima. Antara tanda perawatan
yang perlu dilihat adalah keadaan bayi samada bayi dalam keadaan bersih dari
darah , lemak bayi atau sudah berpakaian, tali pusat telah dipotong atau belum dan
jika tali pusat bayi masih melekat dengan plasenta.
Pembunuhan bayi dapat diklasifikasikan kepada beberapa sebab kematian.
Antara penyebab kematian yang bisa difikirkan adalah kematian wajar dimana
kematian bayi disebabkan oleh kematian secara alami, perdarahan, malformasi,
penyakit plasenta, spasme laring atau eritroblastosis fetalis. Selain itu, kematian
bayi dapat disebabkan oleh kecelakaan atau pembunuhan. Penyebab kecelakaan
bisa terjadi akibat dari persalinan yang lama, jeratan tali pusat, trauma atau

28
kematian dari ibu. Kematian bayi yang disebabkan oleh pembunuhan pula bisa
terjadi dengan pembekapan, penjeratan, penenggelaman, kekerasan tumpul pada
kepala, kekerasan tajam, pembakaran atau keracunan.
Pada ibu, harus dilakukan juga pemeriksaan bagi dicocokkan dengan identitas
bayi. Pada pemeriksaan terhadap ibu harus ditentukan jika terdapat tanda baru
melahirkan anak, tanda berapa lama telah melahirkan anak, mencari tanda-tanda
jika terjadi partus precipitates atau mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu
lahir anak. Selain itu, pemeriksaan darah ibu bisa dilakukan bagi mencocokkan
dengan golongan darah anak dan pemeriksaan histopatologis bisa dilakukan
dengan menggunakan sisa plasenta yaitu vili korialis dalam darah dan jaringan
yang berasal dari rahim.
Bagi kasus pembunuhan bayi ini bisa dikenakan hukuman pidana berdasarkan
pasal-pasal uang telah ditetapkan oleh KUHP. Antara pasal yang bisa digunakan
adalah seperti Pasal 338, Pasal 341, Pasal 342, Pasal 304, Pasal 305 atau Pasal
306. Penentuan hukuman pidana yang akan dikenakan adalah tergantung daripada
kejahatan atau kasus yang dilakukan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Laksono, S. 2010. Aspek Hukum Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide). CDK.


Volume 181. Hal. 617-620.
2. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak (Infanticide).
Available from: http://www.fk.uwks.ac.id
3. Wilianto W, Haryadi A. Pembunuhan Anak Dengan Jerat Tali Pusat Di Leher
Disertai Kekerasan Tumpul Pada Kepala. Dalam : Jurnal Kedokteran Forensik
Indonesia Vol. 14 No.3. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan
Medikolegal FK Unair. 2012. p.27-38
4. Budiyanto A, dkk. Pembunuhan Anak Sendiri dalam Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Kedokteran Forensik FKUI. 1997
5. Idries AM, Lyndon S. Pembunuhan Anak. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik. Tanggerang : Binapura Aksara Publisher. 2002. p. 256-69.
6. Munawarah,S.,Suryadi,T. 2010. Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide). Banda
Aceh : Universitas Syiah Kuala.
7. West, Sara G. An Overview of Filicide. Psychiatry (February Edition). 2007.
8. Bartels L. Patricia E. Mother Who Kill : The Forensic Use and Judicial
Resepcition Of Evidence of Postnatal Depression And Other Psychiatric
Disorders In Australian Filicide cases. Melbourne : Melbourne University Law
Review. 2013 p. 297-306
9. Afandi, D, dkk. Pembunuhan Anak Sendiri Dengan Kekerasan Multipel. Jurnal
Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No.9. 2008
10. Ben-Nun, Liubov. 2017. Neonaticide, Infanticide, anf Filicide. Israel:
BN.Publication House
11. Michael Craig. Journal of The Royal Society of Medicine Vol.9 : Perinatal Risk
Factor for Neonaticide and Infant Homicide: Can We Identify Those at Risk ?,
2004
12. Hoediyanto, Hariandi A. Pembunuhan Anak (Infanticide). Dalam Ilmi Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Fakultas Kedokteran Airlangga: Surabaya. Edisi 7.
p.302-10

30
13. Padure A, AnatoliiBondarev. Guideline Infanticide, Neonaticide, Medico-legal
Examination of Newborn Cadavers. CEP Medicine, Chisinau. 2015.
14. Turan N, Pakis I, Yilmaz R,Gunce E (2012) Validity of Pathologic Comment with
Macroscopic and Microscopic Findings of Infant Lung Regarding Live or Still
Birth. J Forensic Res S2:008. doi:10.4172/2157-7145.S2-008
15. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Buku Kesatu-Aturan Umum
16. Dolinak D, Evan M. Child Abuse. Dalam : Forensic Pathology . China: Elsevier
Academic ress Publication. 2005. p. 369-409
17. Roger W. Neonaticide Dalam: Sudde Death in Infancy Childhood and
Adolescene. Cambrige University . Press, New York. 2004. p. 125-48

31

You might also like