You are on page 1of 41

RESPONSI

Hemoroid

Pembimbing :

Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB. FINACS (K) TRAUMA. FICS

Disusun Oleh :

Muhammad Jauhan Syah B 201610401011070

Mariyah Giptiyah 201520401011175

Jadwal presentasi 24 Januari 2017

Dipresentasikan 03 Maret 2017

SMF BEDAH

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI

Hemoroid

Responsi dengan judul “hemoroid” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu

tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian

Bedah

Surabaya, Februari 2017

Pembimbing

Dr.dr. Koernia Swa Oetomo, SpB. FINACS (K) TRAUMA. FICS

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan bedah dengan judul

“hemoroid”.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak, rekan sejawat, dan terutama Dr.dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.

FINACS(K)TRAUMA.FICS, yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing saya sehingga responsi kasus ini dapat selesai dengan baik.

Saya menyadari responsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

kritik dan saran saya harapkan demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan

yang mungkin ada. Semoga referat dan responsi ini bermanfaat bagi rekan dokter

muda khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Akhir kata, penulis

mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum WR.WB.

Surabaya, Februari 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................2
KATA PENGANTAR......................................................................................3
DAFTAR ISI ..................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7
2.1 Anatomi........................................................................................7
2.2 Definisi........................................................................................13
2.3 Epidemiologi................................................................................14
2.4 Etiologi........................................................................................14
2.5 Patofisiologi.................................................................................15
2.6 Faktor resiko................................................................................17
2.7 Klasifikasi....................................................................................18
2.8 Manifestasi Klinis........................................................................21
2.9 Diagnosis.....................................................................................22
2.10 Diagnosis banding.....................................................................26
2.11 Penatalaksanaan.........................................................................28
BAB 3 LAPORAN KASUS...........................................................................38
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42

BAB 1
PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan salah satu penyakit anorektal yang paling sering


dijumpai, dengan gejala berupa dilatasi dari pleksus di dalam kanalis anal.
Penyakit ini menyerang jutaan orang di berbagai belahan dunia, sehingga menjadi
sorotan dalam dunia kesehatan dan masalah sosial-ekonomi. Berbagai faktor
pencetus disebutkan sebagai penyebab hemoroid diantaranya konstipasi,

4
kerusakan pada jaringan ikat, reaksi inflamasi dan hiperplasi pembuluh darah
(Lohsiriwat, 2012).
National Center of Health Statistics melaporkan prevalensi hemoroid di
Amerika pada tahun 2012 sekitar 12,8% atau mencapai 23 juta orang dewasa.
Pasien dengan diagnosis hemoroid yang memerlukan tindakan pengobatan tercatat
sebesar 3,2 juta orang dengan pasien yang dirawat di rumah sakit sebesar 306.000
orang. Dikatakan baik pria maupun wanita memiliki peluang yang sama dengan
rata-rata usia antara 45-65 tahun merupakan prevalensi tertinggi (Ganz, 2013).
Hemoroid merupakan pembengkakan submukosa pada kanalis anal yang
mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar, dan ini
merupakan suatu proses dilatasi kronis dari pleksus vena hemoroidalis, pada
umumnya dilatasi ditemukan pada posisi jam 3,7,dan 11 pada kanalis anal. Di
dalam kanalis anal terdapat bantalan vaskular khusus yang membentuk massa dan
dilapisi sub mukosa tebal yang tersusun atas pembuluh darah, otot polos serta
jaringan ikat dan elastis. Bantalan ini berada di kuadran lateral kiri, anterior kanan
dan posterior kanan dan kanalis untuk membantu kontinensi anal, maka sering
terjadi hemoroid pada daerah tersebut (Chugh, 2014).
Seperti yang telah kita ketahui hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi
pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis.
Hemoroid dapat berdilatasi atau membengkak karena adanya faktor resiko atau
pencetus. Faktor resiko pada hemoroid antara lain faktor mengejan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk,
terlalu lama duduk di jamban sambil membaca atau merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan karena tekana janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia
tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, kurang
minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga
atau mobilisasi (Kline, 2015).
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Manifestasi klinis hemoroid berupa perdarahan,
benjolan ( prolaps ), gejala iritasi kulit perianal (pruritus anus), nyeri, hingga
anemia. Perdarahan umumnya merupakan keluhan tersering dan tanda pertama
dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Sedangkan pada

5
hemoroid eksterna tanda dan gejala yang sering timbul adalah nyeri dan gatal
pada daerah hemoroid (Yuwono, 2014).

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Anorektum


Saluran pencernaan berujung pada anorektum. Anorektum tersusun dari
lapisan kulit yang membungkus regio perianal, kanalis ani, dan rectum. Tepi anus,
linea dentata, dan cincin anorektal adalah tiga struktur anatomi yang menjadi
pokok bahasan (Ganz, 2013).
Tepi anus atau anal verge adalah batas terluar dari canalis ani dan
merupakan pertemuan antara anus dan kulit perianal. Lokasi persis dari tepi anus
ini tidak jelas, tetapi epitel kulit pada tepi anus ini sedikit sekali mengandung
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Linea dentata adalah ujung atas kanalis ani, merupakan peralihan epitel
mikosa. Struktur ini merupakan penyatuan dari embrional ectoderm dengan
endoderm, dan terletak kurang lebih 1-1,5 cm diatas ujung anus. Pada zona
transisional epitel kolumnar dari rectum beralih menjadi epitel kuboid, kemudian
menyatu dengan epitel skuamosa pada linea dentata.
Cincin anorektal atau anorectal ring terletak 1-1,5 cm diatas linea dentate,
merupakan batas atas dari kompleks spincter ani dan mudah teraba pada
pemeriksaan anus. Kanalis ani dikelilingi oleh dua lapis kelompok otot. Lapisan
otot dalam, yaitu spincter interna adalah penebalan dari otot polos sirkular yang
mengelilingi rectum. Lapisan otot luar, yaitu spincter externus adalah otot bergaris
yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu lapisan dalam, superficial, subkutaneus.
Kanalis ani berawal dari cincin anorectal dan berakhir pada anal verge.
Panjangnya sekitar 2-3 cm (Ganz, 2013 dan Kline, 2015).

7
Gambar 2.1 Anatomi Anorektum (Sumber: Grant’s Atlas of Anatomy
12th Edition, 2009)

Cabang terminal dari arteri mesenterika inferior, yaitu arteri rectalis


superior memberi suplai darah ke rectum bagian atas. Arteri ini kemudian
bercabang dua ke kanan dan ke kiri, lalu bercabang – cabang lagi untuk
memvaskularisasi lapisan otot rectum. Arteri rektalis media berasal dari arteri
iliaka interna ( arteri hipogastrika ) mensuplai rectum bagian bawah dan kanalis
ani bagian atas. Arteri rectalis inferior yang berasal dari arteri pudenda interna
menyilang pada fossa ischiorectal untuk mensuplai darah ke muskulus spincter
anus. Arteri-arteri dari anorektum dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

8
Gambar 2.2 Arteri-arteri rektum dilihat dari anterior (Sumber: Grant’s
Atlas of Anatomy 12th Edition, 2009)

Aliran darah balik melalui dua rute. Diatas linea dentate, pleksus
hemoroidalis interna mengalirkan darah menuju vena rektalis superior dan
kemudian bermuara ke vena mesenterika inferior dan system portal. Pleksus
hemoroidalis eksterna terletak dibawah linea dentate, mengalirkan darah ke vena
rectalis inferior dan vena rectalis media, kemudian mengalirkannya ke vena iliaka

9
interna (Zinner MJ, 2010). Vena-vena dari anorektum dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:

Gambar 2.3 Vena-vena rektum dilihat dari anterior (Sumber: Netter FH. Atlas of
Human Anatomy 6th edition, 2014)

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan letaknya dalam kanalis ani dan


linea dentate yang merupakan batas anatomi dan histologi. Hemoroid externa
berada di sebelah distal linea dentata, di atasnya dapat diklasifikasikan sebagai
hemoroid interna.
Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus hemoroidalis internus dan
diliputi oleh mukosa. Cabang-cabang vena ini terletak pada kolum analis pada
posisi jam 3, 7, dan 11 bila dilihat pada pasien dalam posisi litotomi.
Hemoroid externa adalah pelebaran plexus hemoroidalis eksterna yang
terletak pada pinggir anus. Hemoroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan
hemoroid interna yang sudah ada. Penting pada klinis terjadi ruptur cabang-
cabang vena rectalis inferior, disertai bekuan kecil darah pada jaringan submukosa
dekat anus. Pembengkakan ini disebut trombosis hemoroid externa/hematoma

10
perianal. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri.
Rektum dipersarafi oleh saraf simpatik dan parasimpatik. Otot spincter
eksterna dan levator ani dipersarafi oleh cabang rectalis inferior dari nervus
pudenda interna (S2, S3, S4). Ada 2 tipe saraf pada kanalis ani, yaitu saraf visceral
yang terletak superior dari linea dentata dan saraf somatic yang terletak inferior
dari linea dentata. Inferior dari linea dentate serta sensasi kutaneus terhadap rasa
panas, dingin, nyeri dan perabaan dipersarafi oleh serabut aferens nervus rectum
inferior. Superior dari linea dentate serta senasi tumpul yang lemah, dirasakan saat
mukosa ditekan atau saat hemoroid interna dilegasi. Hal ini karena adanya
rangsangan pada sebut saraf parasimpatik. Oleh karena itu, hemoroid interna yang
berada superior dari linea dentate biasanya tanpa rasa sakit. Sistem inervasi dari
anorektum dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

11
Gambar 2.4 Inervasi anorektum dilihat dari anterior (Sumber: Grant’s Atlas of
Anatomy 12th Edition, 2009).

Proses defekasi diawali dengan adanya mass movement dari usus besar
desenden yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass movement timbul ± 15
menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja
dalam rektum menyebabkan peregangan rektum yang menimbulkan rangsangan
sensoris pada dinding usus dan pelvis, sehingga menimbulkan gelombang
peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong tinja

12
kearah anus. Distensi rektum menimbulkan impuls pada serat-serat sensoris
asendens yang selanjutnya dibawa ke kortek yang menimbulkan kesadaran
tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi kontraksi sementara otot lurik
sfingter ani eksternus, puborectal sling (bagian dari muskulus levator ani). Dengan
demikian terjadilah reflek yang disebut reflek inflasi (Ganz, 2013 dan Kline,
2015).

2.2 Definisi Hemoroid


Hemoroid adalah gejala yang timbul akibat ekspansi dari pleksus
hemoroid di dalam kanalis anal atau vena hemoroidalis eksterna. Hemoroid
interna merupakan pembengkakan submukosa pada lubang anus yang
mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar, dan ini
merupakan suatu dilatasi yang kronis dari pleksus venanya, dan ditemukan pada
posisi jam 3,7,dan 11 pada lubang anus. Di dalam kanalis anal terdapat bantalan
vaskular khusus yang membentuk massa dan dilapisi sub mukosa tebal yang
tersusun atas pembuluh darah, otot polos serta jaringan ikat dan elastis. Bantalan
ini berada di kuadran lateral kiri, anterior kanan dan posterior kanan dan kanalis
untuk membantu kontinensi anal, maka sering terjadi hemoroid pada daerah
tersebut (Khalid, 2012).

Gambar 2.5 Lokasi tersering hemoroid interna (Sumber: World Journal of


Gastroenterology 16th Edition, 2012).

Hemoroid juga dapat dikatakan sebagai dilatasi, pembengkakan, atau


inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh berbagai macam pencetus.
Faktor- faktor seperti mengejan saat buang air besar dapat menghambat aliran

13
balik darah vena hemoroidalis (Simadibrata M, 2012), menyebabkan dilatasi
vaskuler, dan kerusakan jaringan penyangga, juga disebutkan bahwa mengejan
mengakibatkan kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Semua hal
yang menyebabkan susahnya buang air besar juga dapat digolongkan sebagai
faktor predisposisi seperti makanan yang kurang serat yang dapat mengakibatkan
feses keras sehingga sulit dikeluarkan (Simadibrata M, 2012).

2.3 Epidemiologi
Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai.
Belum ada angka pasti insidensi hemoroid yang terjadi di Indonesia, karena
sebagian besar orang dengan hemoroid tidak berobat bila keluhan dirasakan
belum mengganggu serta system pencatatan yang belum tertata dengan baik
merupakan salah satu kendala. Bahkan penderita hemoroid seringkali dalam
kondisi asimptomatis atau tanpa gejala. Mungkin seseorang dengan hemoroid
selama bertahun-tahun tapi tetap tidak terdeteksi. Penderita lebih suka pengobatan
sendiri dengan obat topikal dan enggan untuk mencari bantuan dari tenaga
kesehata, karena mungkin berbicara tentang penyakit ini dianggap memalukan.
Meskipun demikian, National Center of Health Statistics melaporkan prevalensi
hemoroid di Amerika pada tahun 2012 sekitar 12,8% atau mencapai 23 juta orang
dewasa. Pasien dengan diagnosis hemoroid yang memerlukan tindakan
pengobatan tercatat sebesar 3,2 juta orang dengan pasien yang dirawat di rumah
sakit sebesar 306.000 orang. Dikatakan baik pria maupun wanita memiliki
peluang yang sama dengan rata-rata usia antara 45-65 tahun merupakan prevalensi
tertinggi terserang hemoroid (Ganz, 2013).

2.4 Etiologi
Penyebab utama dari hemoroid adalah keadaan peningkatan tekanan pada
daerah anorektal berulang atau lama, yang menyebabkan peregangan vena lalu
mengakibatkan bendungan. Lebih dari 40% kasus diakibatkan oleh konstipasi
lama dan feses yang keras. efek dari konstipasi kronis dan diare adalah memacu
perkembangan hemoroid, sama halnya dengan pada kehamilan dan tumor besar di
pelvis yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena hemoroidal. Usaha
mengejan terkait dengan pekerjaan seperti pekerjaan berat yang manual, dan

14
angkat berat juga terlibat sebagai penyebab hemoroid. Bahkan pekerjaan rendah
residu, makan rendah serat yang biasa di makan orang barat dapat dianggap
sebagai faktor yang berkontribusi sebagai penyebab hemoroid. Selain itu terdapat
beberapa penyakit yang memiliki hemoroid sebagai penyerta, antara lain
inflammatory bowel disease, kolitis ulseratif, dan penyakit Chrohn. Penyakit hati
kronis yang disertai hipertensi portal juga sering mengakibatkan hemoroid, karena
vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu system
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. (Thornton,
2012).

2.5 Patofisiologi Hemoroid


Seperti yang telah kita ketahui hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi
pembuluh darah vena didaerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis.
Hemoroid dapat berdilatasi atau membengkak karena adanya faktor resiko atau
pencetus. Faktor resiko pada hemoroid antara lain faktor mengejan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk,
terlalu lama duduk di jamban sambil membaca atau merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan karena tekana janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia
tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, kurang
minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga
atau mobilisasi (Ganz, 2013 dan Lohsiriwat, 2012).

Mekanisme terjadinya hemoroid adalah meningkatnya tekanan anus pada


saat istirahat, yang menyebabkan berkurangnya pengembalian vena,
pembengkakan vena, dan kerusakan jaringan penunjang. Penyebab dari penyakit
hemoroid eksterna tidak diketahui, namun berhubungan dengan kegiatan
mengejan (Ganz, 2013).

Sedangkan kebanyakan gejala timbul dari hemoroid interna yang membesar.


Pembengkakan dari bantalan dubur menyebabkan dilatasi dan pembengkakan dari
pleksus arteriovenus. Hal ini menyebabkan peregangan otot suspensorium dan
akhirnya terjadi prolaps jaringan rektum melalui lubang anus. Mukosa dubur yang
membesar mudah mengalami trauma, sehingga menyebabkan perdarahan rektum

15
yang biasanya merah terang karena kadar oksigen tinggi dari anastomosis
arteriovenus. Prolaps mengarah ke kotoran dan keluarnya lendir, merupakan
predisposisi terhadap inkasarta dan strangulasi (Simadibrata, 2012).
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai
hipertensi portal juga sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu system portal tidak
mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Hemoroid dapat
dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid eksterna di bedakan
sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut
sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri
dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-
kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati dengan
“kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag
biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau
lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
(Lohsiriwat, 2012).
Hemoroid dikatakan sebagai penyakit keturunan. Namun sampai saat ini
belum terbukti kebenarannya. Akhir-akhir ini, keterlibatan bantalan anus (anal
cushion) makin dipahami sebagai dasar terjadinya penyakit ini. Bantalan anus
merupakan jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah. Agar stabil,
kedudukannya disokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan muskularis
submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus menjadi mekanisme
dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan pengosongan vena bantalan anus
secara cepat saat defekasi. Kedua, bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga,
bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena
intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas
diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya feses yang keras melalui
dinding rektum.

16
Selain itu, gangguan rotasi bantalan anus juga menjadi dasar terjadinya
keluhan hemoroid. Dalam keadaan normal, bantalan anus menempel secara
longgar pada lapisan otot sirkuler. Ketika defekasi, sfingter interna akan relaksasi.
Kemudian, bantalan anus berotasi ke arah luar (eversi) membentuk bibir
anorektum. Faktor endokrin, usia, konstipasi dan mengedan yang lama
menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut (Ganz, 2013 dan
Lohsiriwat, 2012).

2.6 Faktor Resiko Hemoroid


Faktor risiko hemoroid banyak sekali, sehingga sukar bagi kita untuk
menentukkan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Faktor risiko hemoroid yaitu
(Khalid, 2013 dan Kline, 2015):
 Primer
o Keturunan, karena dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis.
o Anatomik dan fisiologi. Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan
pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan vasa sekitarnya
sehingga memudahkan timbulnya timbunan darah.
o Kelemahan dari tonus sphincter ani
 Sekunder
o Pekerjaan. Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
o Umur. Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
o Endokrin, misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan
anus (sekresi hormon relaksin) yang dapat melemahkan dinding vena di
bagian anus.
o Mekanis. Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang
meninggi dalam rongga perut, misalnya penderita hipertrofi prostat.
o Pola makan. Diet tinggi serat, seperti buah dan sayur, cukup minum air
putih, hindari makanan pedas akan menurunkan angka kejadian hemoroid.
o Pola defekasi. Kebiasaan mengejan saat defekasi, kebiasaan defekasi
dengan berlama – lama sambil membaca, sering diare, sering konstipasi
akan meningkatkan angka kejadian hemoroid.
o Kehamilan merupakan salah satiu faktor pencetus hemoroid karena terjadi
peningkatan vaskuler daerah pelvis, peningkatan tekanan intra abdominal,
sering kostipasi, dorongan pada bantalan anus saat persalinan.

17
o Obstruksi vena. Pembendungan dapat terjadi karena dorongan massa faces
yang keras pada vena, atau pada penderita hipertensi portal,
dekompensasio kordis, sirosis hepatis, tromosis, BPH dan tumor rectum.
o Peningkatan tekanan intra abdominal, seperti pada saat mengejan akan
mendorong banmtalan hemoroid menjadi prolaps dan juga dapat menjepit
vena intra muscular kanalis ani sehingga terjadi obstruksi.

2.7 Klasifikasi Hemoroid


Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu (Yuwono,
2014) :
1. Hemoroid Interna
Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
Terdapat pembuluh darah pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir
yang basah. Jika tidak ditangani bisa terlihat muncul menonjol ke luar
seperti hemoroid eksterna.
Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa
rasa sakit karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini.
Jika sudah parah bisa menonjol keluar dan terus membesar sebesar bola
tenis sehingga harus diambil tindakan operasi untuk membuang wasir.
Hemoroid interna terbagi menjadi 4 derajat :
a. Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mokosa tidak
melalui anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
b. Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu
keluar pada saat defekasi, tapi setelah defekasi selesai, tonjolan
tersebut dapat masuk dengan sendirinya.
c. Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi
dengan sendirinya tetapi harus di dorong.
d. Derajat IV
Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang keluar
pada saat defikasi tidak dapat di masukan lagi.

Tabel 2.1 Derajat Hemoroid Interna (Sumber: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 3, 2010)
Derajat Berdarah Prolaps Reposisi

I + - -

18
II + + Spontan

III + + Manual

IV + Tetap irreponibel

Perbedaan gambaran derajat hemoroid dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.6 Derajat hemoroid interna (Sumber: www.dennysantoso.com)

2. Hemoroid eksterna
Merupakan varises vena hemoroidalis inferior yang umumnya
berada di bawah otot dan berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini
terlihat tonjolan bengkak kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit
dan gatal. Hemoroid eksterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya
perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut
sebagai trombus eksterna akut. Tanda dan gejala yang sering timbul
adalah:
1) Sering rasa sakit dan nyeri
2) Rasa gatal pada daerah hemorid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung –
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit .
b. Kronik

19
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu
lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung
dan sedikit pembuluh darah.

Gambar 2.7 Hemoroid interna dan eksterna (Sumber: National


Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2008)

2.8 Manifestasi Klinis Hemoroid (Thornton, SC, 2013)


- Perdarahan. Perdarahan umumnya merupakan keluhan tersering dan tanda
pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah
segar menetes setelah pengeluaran fases (tidak bercampur dengan fases ),
dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada
perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah,
tanpa disertai nyeri dan pruritus. Walaupun berasal dari vena, darah yang
keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan
massif terjadi bila bantalan prolaps pecah dan terbendung oleh spincter.
Perdarahan dapat juga timbul diluar defekasi, yaitu pada orang tua dengan
bantalan anus yang hanya ditutupi oleh mukosa yang terletak diluar anus,
terjadi akibat tonus spincter yang melemah. Perdarahan ini berwarna
merah segar karena berasal dari lamina propia yang langsung berada
dibawah epitel; dan baru terjadi. Perdarahan luas dan intensif di fleksus
hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya
anemia berat.
- Benjolan ( prolaps ). Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal,

20
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi
spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna
ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam
anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi.
Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakan
ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Harus dapat dibedakan
dengan thrombosis perianal, skin tag yang edema, hipertrofi papilla anus
dan polip rektum.
- Gejala iritasi. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang
terus menerus dan rangsangan mukus. Sekresi dari mukosa anus disertai
perdarahan merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori
pakaian dalam, bahkan dapat menimbulkan maserasi kulit. Skin tags
merupakan tanda pernah terjadinya episode komplikasi thrombosis
hemoroid interna. Pruritus ani sebenarnya bukan akibat dari wasir. Rasa
gatal bisa terjadi karena sulit untuk menjaga kebersihan di daerah yang
terasa nyeri. Pruritus ani yang timbul bisa juga disebabkan karena iritasi
kulit perianal oleh karena kelembaban yang terus menerus dan rangsangan
anus. (itching and pruritus)
- Nyeri. Nyeri dan rasa tidak nyaman timbul bila ada komplikasi berupa
prolaps, thrombosis, atau akibat penyakit lain yang menyertai seperti fisura
ani, abses dan keganasan. Puncak nyeri biasanya timbul setelah defekasi.
- Anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan berulang
dengan kadar hemoglobin hingga dibawah 4%. Karena itu harus dicari
sumber perdarahan di lokasi lain. Perdarahan yang tidak bias dihentikan
harus segera dilakukan tindakan bedah. Anemia yang terjadi karena jumlah
eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar.
Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan
pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme
adaptasi.

2.9 Diagnosis Hemoroid


2.9.1 Anamnesis (Thornton, SC, 2013 dan Khalid 2012)

21
- Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras,
yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan.
- Onset dan durasi dari keluhan, termasuk karakteristik nyeri, perdarahan,
adanya penonjolan dari anus, atau perubahan pola defekasi. Perdarahan
yang paling dikeluhkan oleh pasien, dokter harus menyanyakan tentang
jumlah, warna dan durasi perdarahan dari anus. Darah yang lebih gelap
atau darah yang bercampur dengan fases harus mengarahkan kecurigaan
pada penyebab perdarahan yang proximal. Pasien dengan hemoroid
eksterna yang disertai thrombosis biasanya mengeluhkan adanya tonjolan
yang sangat nyeri. Rasa ini memuncak pada 48 – 72 jam pertama dan
menurun setelah hari keempat pembentukan thrombus.
- Untuk lebih memudahkan, biasanya keluhan – keluhan ini dapat
digolongkan, yaitu :
Tabel 2.2 Anamnesis pada pasien hemoroid
Jenis Hemoroid Anamnesis
Hemoroid - Perdarahan pada waktu defekasi, biasanya tanpa
interna disertai rasa nyeri, darah yang keluar berwarna
merah segar
- Berak kadang – kadang bercampur lendir
- Prolaps pada saat defekasi, keluar tonjolan dari
anus. Kadang – kadang bias kembali sendiri
setelah defekasi atau perlu didorong kembali
dengan pertolongan jari. Kadang – kadang prolaps
ini tidak bias dikembalikan.
- Rasa tidak enak di anus atau kadang – kadang
terasa nyeri bila ada penyulit atau adanya infeksi
yang menyebabkan oedema.
- Iritasi kronis di sekitar anus dapat menimbulkan
rasa gatal ( pruritus ani ). Hal ini disebabkan
kelembaban yang terus – menerus akibat
rangsangan mucous.
- Anemia sekunder, akibat perdarahan yang terjadi.
Hemoroid - Rasa tidak enak di anus, seperti ada yang
eksterna mengganjal ( skin tags)

22
- Nyeri jarang terjadi. Hanya timbul apabila
hemoroid mengalami thrombosis
- Iritasi kronis bila kulit dalam kondisi lembab.

2.9.2 Pemeriksaan Fisik (Thornton, SC, 2013, Ganz, 2013 dan Kline, 2015)
a. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
b. Pada pemeriksaan lokal, penderita dalam posisi lithotomi, miring (sim’s
position) atau posisi menungging (knee chest position) ini yang terbaik.

Gambar 2.8 Posisi litotomi (Sumber: www.medivisuals.com)

Gambar 2.9 Posisi Sim’s (Sumber: www.curezone.org dan


www.atitesting.com)

Gambar 2.10 Posisi knee-chest (Sumber: :www.atitesting.com)


Evaluasi inspeksi pada daerah anorectal berupa :

23
 Perdarahan atau bekas perdarahan pada anus
 Adanya prolpas hemoroid interna ( dengan pasien mengejan ), catat
pada posisi jam berapa
 Adanya benjolan pada tepi anus ( hemoroid externa ), mungkin skin
tag atau hemoroid thrombosis
 Kelainan anorectal lainnya, misalnya fisura ani, fistel ani dan lain –
lain
Pemeriksaan colok dubur sulit untuk dapat meraba adanya hemoroid
dan biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain terutama carcinoma rectum. Bila
terdapat nyeri yang hebat dan adanya thrombosis perianal maka colok dubur
jangan dilakukan. Pada pemeriksaan rectal toucher dilakukan penilaian adanya
massa, konsistensi, mucoid discharge (lendir) atau darah, dan tonus spincter
ani.
Pada hemoroid interna biasanya tidak teraba benjolan sebab tekanan
vena didalamnya tidak cukup tinggi, kecuali bila ada penyulit seperti adanya
thrombus atau pembentukan polip. Apabila hemoroid interna mengalami
prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat
apabila penderita diminta mengejan
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Trombus dan fibrosis pada perabaan dirasakan padat dengan dasar
yang lebar.
2.9.3 Pemeriksaan Tambahan (Khalid, 2012)
a. Anoscopy atau Protoscopy :
Penderita dalam posisi litotomi. Anaskopi dengan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Dengan cara ini kita dapat melihat
hemoroid interna derajat I dan II, dimana tidak atau belum terlihat
penonjolan hemoroid. Melalui pemeriksaan ini sekaligus dapat dilihat
posisi pangkal hemoroidnya. Pada anoskopi dapat dilihat warna selaput
lendir yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan,
letaknya dan besarnya benjolan.
Benjolan hemoroid akan menonjol pada ujung anaskop. Bila perlu
penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan sebesar-
besarnya. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vascular yang

24
menonjol ke dalam lumen. Ukuran, pembesaran dan penonjolan akan
terlihat lebih nyata bila penderita sedikit mengejan.

Gambar 2.11 Proktoskop (Sumber: www.chirurgie-cim-koblenz.de dan


www.dr-rothenhaeusler.de)
b. Rectoscopy atau Proctosigmoidoscopy:
Pemeriksaan ini perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang dan proses keganasan
ditingkat yang lebih tinggi, misalnya karsinoma kolon, karsinoma rectum
dan lain sebagainya.
c. Pemeriksaan Feces
Diperlukan untuk mengetahui adanya darah samar (occult
bleeding).

2.10 Diagnosis Banding Hemoroid


a. Karsinoma colon dan rectum. Kemungkinan dapat teraba massa pada
rongga abdomen, adanya gangguan pola defekasi, perdarahan menetes dan
umumnya berwarna merah tua, disertai lender,. Pada rectal taoucher teraba
massa yang berdungkul.(Abcaria H, 2010).

Gambar 2.12 Karsinoma colon (Sumber: www. meetdoctor.com)


b. Fissura ani. Merupakan perlukaan pada mukosa anus, memanjang sejajar
sumbu anus.. biasanya tunggal dan terletak di garis tengah posterior. Dapat
memberikan keluhan berak bercampur darah, umumnya minimal, terasa

25
sangat nyeri. Didapatkan trias khas : ulkus pada anus, hipertrofi papil
( teraba benjolan ) dan sentinel tags ( biasanya pada jam 6 dan 12 )
(Abcaria H, 2010).

Gambar 2.13 Fisura ani (Sumber: www.homeouniverse.com)

c. Polip rectum. Merupakan perumbuhan jaringan dari dinding rektum yang


menonjol ke dalam lumen (Elliot M, 2013). Biasanya memberikan gejala
perdarahan melalui rectal disertai lender, dan benjolan. Namun perdarahan
bersifat intermiten dan pada pemeriksaan rectal taoucher teraba massa
bertangkai yang lunak dan berpangkal pada dinding rectum. Lebih sering
terjadi pada anak – anak (Lindseth G, 2010).

Gambar 2.14 Polip rektum (Sumber: www.ahliwasir.com)


d. Perianal kondiloma akuminata. Pada rectal taoucher didapatkan bentukan
seperti bunga kubis dan dapat tumbuh meluas serta tidak mudah berdarah
(Lowry, 2010).

Gambar 2.15 Perianal kondiloma akuminata (www.4shared.com)

26
e. Prolaps recti (procidentia). Tidak didapatkan keluhan nyeri. Bila dilakukan
pemeriksaan, tidak ada kelainan yang dapat ditunjukkan dan hanya tampak
apabila penderita mengejan pada posisi duduk seperti pada waktu defekasi.
Didapatkan permukaan mukosa dengan rugae. Didapatkan pula discharge mucous
dan inkontinensia. Bentuknya sirkumferensial (Elliot M, 2013).

Gambar 2.16 Prolaps rektum (Sumber: www.flickr.com)

2.11 Penatalaksanaan
2.11.1 Penatalaksanaan Topikal
Tidak ada evidence based terapi pada penatalaksanaan topical pada
hemorroid, baik itu terapi fisik maupun terapi farmakologi (sith bath, anestesi,
pjlebotonics, kortikosteroid, atau es). Walaupun memiliki tingkat EBM yang
buruk, mungkin terapi topikal yang paling efektif untuk mengurangi gejala adalah
sith bath pada air dengan suhu 400C. Berendam dibatasi maksimal 15 menit untuk
mecegah terjadinya edema pada daerah peri anal dan kulit perineal. Penggunaan
es pada daerah anus juga berguna untuk mengurangi gejala tetapi kontak tidak
boleh terlalu lama. (Jose, 2012)
Sediaan farmasi seperti krim, minyak oles, sabun, dan supositoria
mempunyai rasionalitas rendah pada tatalaksana hemorroid. Ada beberapa
phlebotonics yang telah dievaluasidalam literatur. Bioflavonoid jeruk banyak
digunakan di Eropa untuk mengobati penyakit pembuluh darah dan sistem getah
bening, termasuk hemorroid, insufisiensi vena kronis, ulkus pedis, mudah memar,
mimisan, dan lymph edema setelah operasi kanker payudara. Senyawa ini bekerja
dengan memperkuat dinding pembuluh darah, meningkatkan tekanan vena,
drainase limfatik, dan normalisasi permeabilitas kapiler. Bioflavonoid utama yang
ditemukan dalam jeruk adalah diosmin, hesperidin, rutin, naringin, tangeretin,
diosmetin, narirutin, neohesperidin, nobiletin, dan quercetin. Flavonoid dilaporkan
memiliki banyak manfaat kesehatan. Flavonoid adalah pigmen alami dalam buah-
buahan dan sayuran. Tubuh kita tidak dapat menghasilkan bioflavonoid. Diosmin

27
(Daflon) adalah yang terbaik dipelajari namun belum disetujui untuk digunakan
di Amerika yang lainnya termasuk produk alami: flavonoid, rutosides, (troxerutin,
(ramuan ekstrak, Ruscus aculeatus), diosmine, hidrosmin, gingko biloba,
saponosides, esci. Produk sintetis: kalsium dobesilate, naftazone, aminaftone,
chromocarbe, dan lain-lain: iquinosa, flunarizine, sulfomucopolysaccharide. (Jose,
2012)
Kalsium dobesilate (kalsium 2,5-dihydroxybenzenesulfonate) adalah obat
dengan menunjukkan efikasi sebelumnya pada pengobatan retinopati diabetes dan
insufisiensi vena kronis.Efek menguntungkan dari obat ini adalah kemampuan
untuk menurunkan permeabilitas kapiler, agregasi platelet, dan viskositas darah
dan meningkatkan transportasi limfatik. Sebuah penelitian randomized, double-
blind, controlled study dilakukan untuk meneliti kemanjuran terapi dobesilate
kalsium dalam mengobati serangan akut hemorroid. Dua puluh sembilan pasien
dewasa dengan hemorroid interna grade I atau II yang diobati dengan kalsium
dobesilate selama 2 minggu, sedangkan 16 pasien menerima hanya diet tinggi
serat sebagai kontrol. Gejala dan peradangan anoscopic skor yang diperoleh
dengan pengobatan kalsium dobesilate secara signifikan lebih baik dibandingkan
dengan diet saja (P = 0,0017 dan P = 0,0013,). Bersama dengan diet, bowel
discipline, dan pengobatan kalsium dobesilate akan menjadi pengobatan yang
efisien, cepat, dan aman dari gejala dari gejala akut penyakit hemoroid. (Jose,
2012)

(Jose, 2012)
2.11.2 Non-operative treatment
2.11.2.1 Skleroterapi
Saat ini direkomendasikan sebagai Pilihan pengobatan untuk Hemorroid
grade I dan II. Rasionalitas dari penyuntikan bahan kimia adalah untuk
memfiksasi mukosa ke otot yang mendasarinya bahan yang digunakan adalah 5%
fenol dalam minyak, minyak sayuran, kina, dan urea hidroklorida urea atau
larutan garam hipertonik. penting untuk diperhatikan bahwa suntikan dilakukan ke

28
submukosa di dasar jaringan hemorroid dan tidak ke hemorroidnya jika tidak,
dapat menyebabkan immediate transient dan nyeri perut bagian atas. Salah
penempatan injeksi mungkin juga mengakibatkan ulserasi mukosa atau nekrosis,
dan komplikasi seperti abses prostat dan retroperitoneal jarang ditemukan.
Profilaksis antibiotik diindikasikan untuk pasien dengan predisposisi penyakit
katup jantung atau immunodeficiency karena kemungkinan bakteremia setelah
sclerotherapy (Lohsiriwat, 2012)
2.11.2.2 Rubber Band Ligation
Rubber band ligation cocok untuk hemorroid grade I, II, dan beberapa
Grade III. Aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid, dan antikoagulan harus
dihentikan minimal 1 minggu sebelum dan 2 minggu setelah prosedur. Setelah
persiapan dengan enema, prosedur dapat dilakukan di kantor melalui anoscope.
Band ini harus ditempatkan pada mukosa dubur tepat di atas hemorroid interna.
Ligasi dua atau tiga hemorroid pada satu kali terapi mendapat hasil yang baik, dan
ligasi tambahan dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian Rubber band ligation tidak
menimbulkan rasa sakit. Pasien harus diperingatkan tentang ketidaknyamanan
pada daerah dubur atau bahkan nyeri, biasanya dari spasme sphincter ani. Sith
bath pada air hangat dapat mengurangi rasa sakit, dan analgesik yang sesuai harus
ditentukan. Meningkatkan buah dan sayuran dalam diet dengan banyak minum air
putih harus dilakukan setidaknya 6 sampai 8 minggu. Nyeri yang parah atau nyeri
yang progresif merupakan salah satu indikasi Rubber band ligation. (Lohsiriwat,
2012)

29
,
(Jose, 2012)
Gambar 2.17
Rubber band ligation
2.11.2.3 Infrared coagulation
Infrared coagulation menghasilkan radiasi inframerah yang akan
menggumpalkan jaringan dan menguapkan air di dalam sel, sehingga
menyebabkan penyusutan masa hemorroid. Sebuah probe diletakkan ke dasar
hemorroid melalui anoscope dan waktu kontak yang direkomendasikan adalah
antara 1,0-1,5 s, tergantung pada intensitas dan panjang gelombang dari
coagulator. Jaringan nekrotik terlihat sebagai titik putih setelah prosedur dan
akhirnya sembuh dengan fibrosis. Dibandingkan dengan skleroterapi, koagulasi
inframerah (IRC) tidak terkait denga teknik operator dan dapat menurunkan
potensi komplikasi dibandingkan dengan Skleroterapi. Meskipun IRC merupakan
prosedur yang aman dan cepat, tetapi mungkin tidak cocok untuk hemorroid yang
besar dan berulang (Lohsiriwat, 2012).

30
2.11.2.4 Radiofrequency ablation
Radiofrequency ablation (RFA) adalah modalitas yang relatif baru pada
pengobatan hemorroid. Sebuah bola elektroda terhubung ke generator frekuensi
radio ditempatkan pada jaringan hemorroid dan menyebabkanjaringan yang
terkena akan dikoagulasi dan dan menguap. Dengan metode ini, komponen
vaskular hemorroid akan berkurang dan massa hemoroid akan terfiksasi ke
jaringan di bawahnya karena terjadi fibrosis. RFA dapat dilakukan pada pasien
rawat jalan . Komplikasinya termasuk retensi urin akut, luka infeksi, dan
trombosis perianal. Meskipun RFA merupakan prosedur dengan rasa sakit yang
minimal, tetapi RFA terkait dengan rasio perdarahan berulang dan prolaps yang
tinggi. (Lohsiriwat, 2012)
2.11.3 Terapi Operatif
2.11.3.1 Hemoroidektomi (Chugh, 2014).
Terapi Bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III atau IV. Tetapi bedah juga dapat dilakukan
pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh
dengan cara terapi lainya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami tromsosis dan kesakitan yang hebat dapat ditolong segera denga
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus.

31
(Jose, 2012)
Gambar 2.18
Open (Milligan-Morgan) hemorrhoidectomy

(Jose, 2012)
Gambar 2.19
Modified Ferguson excisional hemorrhoidectomy

32
(Jose, 2012)
Gambar 2.20
Whitehead hemorrhoidectomy

Haemorrhoidal artery ligaton, metode HAL berguna untuk


penatalaksanaan hemoroid grade rendah-sedang, dan sangat berguna dalam
mengurangi gejala dari hemoroid. Ligasi bertujuan untuk mengurangi suplai darah
yang menyebabkan hernia dan mengembalikan ke bentuk semula. Metode ini
menggunakan flexi probe yang dimasukkan ke dalam anus dengan pasien
litotomi, dan probe diputar secara perlahan untuk mencari arteri. Suara dopler
yang paling keras menandakan titik tengah dari arteri. Setelah arteri ditemukan,

33
kemudian arteri diligasi. Kemudian probe di putar kembali untuk mencari arteri
lainnya dan ligasi kembali. Lima sampai delapan arteri akan di temukan selama
prosedur, tetapi jumlah yang diligasi berbeda antara satu pasien dengan lainnya
(Chugh, 2014).

(Anonymous, 2010)
Gambar 2.18
Metode HAL

Recto anal repair, Metode RAR digunakan untuk mengatasi hemoroid


yang prolaps yang terjadi ketika grade dari hemoroid sudah tinggi. RAR terkait
dengan satu atau lebih mucopexies dari laringan yang prolaps, dan dikerjakan
setelah arteri diligasi.
Probe diletakkan seperti pada saat ligasi, kemudian jahitan pertama dibuat
seproximal mungkin, kemudian handel diputar untuk menampakan daerah yang
lebih distal. Kemudian jahitan secara continous dilakukan dengan jarak 7-10 mm
antar jahitan. Jahitan terakhir pada daerah proximal dari linea dentata. Kemudian
ujung benang di simpulkan pada awal jahitan sehingga menyebabkan jaringan
yang prolaps terangkat ke atas (Khalid, 2012)

34
(Anonymous, 2010)
Gambar 2.19
Metode RAR

(Eugyny, 2008)
Gambar 2.20
Metode HAL/RAR

Stapling procedure, bisa dilakukan dengan posisi pasien prone jackknife,


lithotomy, atau left lateral. Metode anestesi yang digunakan bisa lokal, spinal, dan

35
umum. A circular anal dilator diletakkan pada anal canal sehingga mengurang
prolaps dari jaringan. Obturator di lepas sehingga jaringan yang prolaps akan
tampak lagi kedalam lumen dilator. Jahitan secara melingkar diletakkan 4-6 cm
diatas line dentata. Circular stpaler dibuka dan bagian paling proksimal dari
stapler diletakkan diatas jahitan. Kemudian jahitan di simpulkan. Kemudian traksi
dilakukan sehingga jaringan yang prolaps masuk kedalam lumen dilator.
Kemudian stapler di kencangkan dan di tembakkan. Daerah yang distapler haru
dimonirot keadaan hemostasisnya.

(Jose, 2012)
Gambar 2.21
Stapling Method

BAB 3
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita


Nama : Tn. T
Umur : 46 tahun

36
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Desa Lebakdawan RT 03/04, Purwodadi, Jawa
Tengah
No Hp : 08571663099

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Benjolan pada anus
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Saya datang ke IGD RSU Haji Surabaya karena merasa ada benjolan di
anus saya sejak 3 hari yang lalu yang tidak bisa masuk kembali setelah
saya lembur kerja di proyek bangunan. Awalnya benjolan di anus saya
tidak saya keluhkan karena bisa saya masukan sendiri dan tidak nyeri,
tetapi sejak 3 hari ini selain tidak bisa saya masukan kembali, benjolan
juga terasa nyeri serta mengeluarkan darah berwarna terang yang keluar
saat saya buang air besar, darah yang keluar kurang lebih 1 sendok makan
setiap kali saya buang air besar. Selain keluar darah benjolan juga
mengeluarkan cairan seperti nanah berwarna kekuningan. BAB saya sama
seperti biasanya tidak mencret dan tidak berbentuk bulat-bulat kecil.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Saya pernah sakit keluar benjolan di anus saya sudah sejak 10 tahun lalu,
dulu benjolan hanya keluar bila buang besar saya keras, sampai benjolan
tidak bisa masuk sendiri sehingga harus saya dorong kedalam.
Saya tidak punya sakit batuk yang lama

37
BAB saya sebelum ini tidak lancar, kadang setiap 2 hari hanya 1 kali BAB
dan sudah berlangsung kurang lebih 3 tahun
Riwayat alergi disangkal
DM disangkal
HT disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM disangkal, HT disangkal, bapak saya dulu juga pernah sakit
benjolan di anus seperti saya sekarang ini.
e. Riwayat Psikososial
Saya seorang pekerja bangunan yang sering mengangkat benda-benda
berat di proyek bangunan.

2.3 Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum: lemah
Kesadaraan : Compos Mentis
BB : 59
TB : 168
Vital Sign
 Tensi (T) : 120/80 mmHg
 Nadi (N) : 88 x/menit; regular; isi cukup
 Pernafasan (RR) : 19 x/menit
 Suhu badan (t) : 36,20 C
I. Status Interna Singkat
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Thorax : Pulmo I: normochest, simetris, retraksi (-)
P: pergerakan dinding dada simetris
P: sonor/sonor
A: vesicular/vesicular, ronchi -/-, wheezing-/-
Cor I: Iktus Cordis tidak tampak
P: Iktus Cordis tidak kuat angkat
P: Batas jantung normal
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I: Flat, simetris
A: BU (+) Normal
P: Supel, NT (-), Hepar/Lien : tak teraba (dbn)
P: Timpani

38
Ekstrimitas : CRT < 2 detik
Akral: hangat, kering, merah + +
Status Lokalis
Et regio anus + +
Inspeksi : Massa (+) Sewarna dengan mukosa, Pus (+)
Palpasi : Nyeri (+), tidak dapat masuk dengan dorongan jari
HS : Darah (+) Feses (+) Pus (+)
RT : TSA (+), mukosa licin, Ampula recti tidak kolaps,
Prostat teraba padat kenyal, sulcus medianus teraba,
pole teraba
Pemeriksaan Penunjang : -

2.4 Diagnosis
Hemmorroid interna grade IV
Planning
Diagnosis
Darah Lengkap
Protoscopy

Terapi
Inf RL 1500 cc/24 jam
Diet Tinggi Serat 2100 kkal
Ketorolak injeksi 3 x 30mg
Ceftriaxone 2 gr drip (skin test)
Konsul Sp.B untuk dilakukan Hemoroidektomi
Monitoring
Vital sign, keluhan, perdarahan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Chugh Anmol, et all, 2014, Management of Hemorrhoids, Indian Journal of


Clinical Practice, Volume 25, Number 6, 2014, pp.577-580.
Elliot M, 2013, Polyps of the Colon and Rectum, Merck Manual Handbook,
available form : http://medicastore.com/ penyakit/501/ Polip_Di_ Usus_
Besar_ &_Rektum.html
Ganz Robert A, 2013, The Evaluation and Treatment of Hemorrhoids: A Guide
for the Gastroenterologist, Clinical Gastroenterology and Hepatology
Minnesota, Volume 11, Number 6, 2013, pp. 594-603.
José R, 2012, Benign Anorectal: Hemorrhoids, Cintron and Herand Abcarian.
Khalid Ali, et all, 2012, Diagnosis and Treatment of Haemorrhoids, Danish
Medical Jurnal Denmark, pp.1-9.
Kline Rochelle, 2015, Operative Management of Internal Hemorrhoids, Journal
of the American Academy of Physician Assistants, Volume 28, Number
2, 2015, pp. 27-31.
Lohsiriwat Varut, 2012, Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology to Clinical
Management, World Journal of Gastroenterology, Volume 18, Number
17, 2012, pp. 2009-2017.
Thornton SC. 2013, Hemorrhoids, In: Geibel J, eds, Medscape, available from :
http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview#showall,
Yuwono Hendro S, 2014, Medical Treatment of Primary Internal Hemorrhoidal
end External Hemorrhoidal Disease, Padjadjaran University Indonesia
Dept. of Surgery, pp.1-4.

40
41

You might also like