You are on page 1of 22

REFERAT

NOISE INDUCED HEARING LOSS


(NIHL)

DISUSUN OLEH :

Raka Suantadina

030.10.230

DOKTER PEMBIMBING :

dr. Dumasari Siregar, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROK (THT)
RS UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
11 DESEMBER 2017 – 13 JANUARI 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Noise Induced Hearing loss (NIHL)

Diajukan untuk memenuhi syarat kepanitraan klinik

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Periode 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018

di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta

Disusun oleh:

Raka Suantadina

030.10.230

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 26 Desember 2017

Pembimbing

dr. Dumasari Siregar, SpTHT-KL

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan karunia yang diberikan-Nya
sehingga referat yang disusun oleh penulis dengan judul Noise Induced Hearing
Loss (NIHL) dapat selesai tepat pada waktunya.

Referat ini dibuat sebagai rasa tanggung jawab penulis untuk memenuhi
persyaratan dalam kepanitraan klinik ilmu kesehatan telinga hidung dan tenggorok
RSUD Budhi Asih periode 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018. Referat ini
membahas berbagai macam teori yang berkaitan dengan NIHL.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.


Dumasari Siregar, SpTHT-KL selaku dokter pembimbing penulis atas bimbingan,
kritik, dan sarannya selama proses belajar di kepanitraan klinik ilmu THT ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dalam bidang ilmu kedokteran, khususnya
ilmu kesehatan THT.

Jakarta, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN

Lembar pengesahan ................................................................................................. i

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan ...................................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka ...........................................................................................2

Bab III Kesimpulan ................................................................................................15

Daftar Pustaka ........................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Bising merupakan bunyi yang tidak dikehendaki atau tidak disenangi yang
merupakan aktivitas alam dan buatan manusia. Bising dapat menyebabkan berbagai
gangguan terhadap kesehatan seperti peningkatan tekanan darah, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan dan gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian dapat bersifat sementara atau menetap.1

Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL )


adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang
cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.2

Jutaan orang beresiko terpapar bahaya setiap hari di lingkungan kerja


mereka. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh bising (NIHL) salah satu
bahaya kesehatan kerja yang paling penting. Selain gangguan pendengaran terkait
usia, NIHL adalah bentuk gangguan pendengaran kedua yang paling sering.3

Indonesia dapat disebut sebagai negara industri yang sedang berkembang,


sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan banyak menggunakan peralatan
industri yang dapat menimbulkan kebisingan di lingkungan kerja.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi telinga

Gambar 1. Anatomi telinga

1.1 Telinga luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-
kira ± 2,5 - 3cm.4

2
Gambar 2. Anatomi telinga luar

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kanalis auricularis externus
dilapisi oleh kulit yang terikat erat pada tulang rawan dan tulang yang mendasarinya
karena tidak adanya jaringan subkutan di area tersebut. Dengan demikian daerah
ini menjadi sangat peka.5
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan
kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga
merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar
membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari pada
bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri dari
lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan
perikondrium. Epidermis dari liang telinga bagian tulang rawan biasanya terdiri dari
4 lapis yaitu sel basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.
Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih tipis,
tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat dengan
periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar dari membran
timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani.

3
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah
ototintrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis superior
dan m.aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun telinga dengan
tulangtengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada
beberapa orang tertentu ada yang masih mempunyai kemampuan untuk
menggerakan daun telinganya keatas dan kebawah dengan menggerakan otot-otot
ini. Otot intrinsik terdiri dari m.helisis mayor, m. helisis minor, m. tragikus,
m.antitragus, m. obligus aurkularis, dan m.transpersus aurikularis. Otot-otot ini
berhubungan bagian-bagian daun telinga.
Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang
aurikulotemporal arteri temporalis superficial di bagian anterior. Di bagian
posterior dipendarahi oleh cabang aurikuloposterior dari arteri karotis eksternal.5
Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri ini.
Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan permukaan luar
membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam arteri maksilaris interna.
Vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian dalam umumnya bermuara
ke vena jugularis eksterna dan vena mastoid. Akan tetapi, beberapa vena telinga
mengalir kedalam vena temporalis superficial dan vena aurikularis posterior.
Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-
sarafkutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian ketiga saraf
trigeminus (N.V) mempersarafi permukaan anterolateral permukaan telinga,
dinding anterior dan superior liang telinga dan segmen depan membrana
timpani.Permukaan posteromedial daun telinga dan lobulus dipersarafin oleh
pleksus servikal nervus aurikularis mayor.
Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus
(N.IX) dannervus vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan cabang-cabang saraf
ini menyarafidinding posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior dan
inferior membrane timpani. 3
Sistem limfatik

4
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula mengalir
kekelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular mengalir ke kelenjar
retroauricular.Regio lobulus mengalir kelenjar cervicalis superior.3

1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari:4
 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telingadan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaccida (membrane
Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan
bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.

1.3 Telinga Dalam

Gambar 3. Anatomi telinga dalam

5
Gambar 4. Anatomi koklea

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, yang berfungsi menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.5
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan
skala mediaberisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
vestibuli (Membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletakorgan corti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Pada skala media terdapat
bagian yang berbentuk lidah yang disebutmembran tektoria, dan pada membran
basal melekat sel rambut yang terdiri dari selrambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.5

6
II. Fisiologi pendengaran
Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea.
Membran timpani akan bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah
bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan oleh
gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke
dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara.6
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke cairan
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh rantai tiga tulang kecil atau
osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang dapat bergerak dan membentang di
telinga tengah. Sewaktu membrane timpani bergetar, rangkaian tulang-tulang
tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi
getaran ini dari membrane timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela
oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan
telinga dalam mirip gelombang suara asal. System osikulus memperkuat tekanan
yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar
cairan di koklea gergetar.6
Pertama, karena luas permukaan membrane timpani jauh lebih besar dari
pada luas jendela oval (tekanan= gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus juga
menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan gaya
yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika
gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Penambahan tekanan ini sudah
cukup untuk menggetarkan cairan di koklea.6
Energi getar yang diamplikasi ini akan menggetarkan jendela oval sehigga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membrane
Reissner yang mendorong edolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan lisrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

7
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4

Gambar 5. Fisiologi pendengaran

III. Noise Induced Hearing Loss


III.1 Definisi
Gangguan pendengaran yang disebabkan kebisingan (Noise Induced Hearing
Loss / NIHL) adalah bentuk penurunan pdengaran yang disebabkan oleh paparan
berulang terhadap tingkat suara yang berlebihan. Umumnya dikaitkan dengan
sering melakukan pekerjaan di industri dengan tingkat kebisingan tinggi, apapun
bentuk paparannya dapat menyebabkan NIHL bila terdapat intensitas dan waktu
terpapar yang cukup. Bising dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat
mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam.7

III.2 Epidemiologi
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan
berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian
akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya.3

Sebagai negara berbentuk kepulauan, Indonesia mempunyai 5 pulau besar


dan lainnya pulau kecil. Menurut sensus nasional total populasi sebesar 205 juta

8
pada tahun 2000, didapatkan sekitar 16,8% menderita gangguan pendengaran yang
di antaranya ketulian (0,4%).3

III.3 Etiologi

Manusia dapat mendengar pada jarak frekuensi antara 20 sampai 20.000 Hz dan
kemampuan mendengar frekuensi tinggi menurun sesuai dengan umur. Penurunan
ini telah mulai pada umur dekade ke dua atau ke tiga dan dapat menurunkan batas
atas sampai 10.000 Hz atau kurang pada umur dekade ke enam. Batas intensitas
pendengaran manusia dapat ditentukan dengan tepat. Tingkat tekanan bunyi dari
nada yang nyaris dapat didengar bervariasi pada berbagai frekuensi. Pada daerah
yang sangat sensitif (1000 sampai 4000 Hz), hampir mendekati 0,0002 dyne/cm2.
Batas intensitas tertinggi kira-kira 140 dB di atas 0,0002 dyne/cm2. Pada tingkat
ini, suara dari frekuensi manapun akan menimbulkan rasa nyeri. Apabila terlalu
lama mendengar suara di atas 85 dB dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran.8
Beberapa etiologi dari penurunan fungsi pendengaran akibat bising, yaitu:9
1. Intensitas kebisingan
2. Frekuensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah

III.4 Patogenesis

NIHL dihasilkan dari trauma pada Sensori epithelium dari koklea. Sensori
epithelium dari koklea terdiri dari satu innerhair cell dan tiga baris outer
stereocillia hair cell dalam organ Corti.4 Kepekaan terhadap stress pada sel rambut
luar ini berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam diatas 50
dB. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang
lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.3

9
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan
adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan.
Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi
respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan
akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang
pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel
rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan
bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin
luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang
juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.10

III.5 Gejala klinis


Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan
reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift)
dan peningkatan ambang dengar menetap ( permanent threshold shift).1,3,4
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)
Pajanan suara yang keras dalam beberapa detik sampai jam dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran sementara. Besaran dari TTS dapat
diperkirakan dari parameter akustik berupa intensitas, spektrum, dan bentuk
temporal. Kenyataannya semakin keras suara maka akan menyebabkan pergeseran
semakin besar. Frekuensi nada tinggi (contohnya nada 4 kHz) biasanya lebih
merusak daripada nada frekuensi rendah) dari intensitas yang sama. Suatu trauma
akustik dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan rusaknya sel-sel rambut
bagian basal, sedangkan trauma akustik dengan frekuensi rendah akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel rambut bagian apex. Resiko tidak dapat diprediksi
dari level dB saja.1
Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah
4 Khz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap
kebisingan. Hal ini dikarenakan insufisiensi vaskular akibat bentuk anatomis yang

10
tidak biasa di daerah ini dan amplitudo pemindahan di dalam saluran kokhlea mulai
terbentuk di daerah 4 Khz saat kecepatan perambatan gelombang yang berjalan
masih cukup tinggi dan struktur anatomi koklea menyebabkan pergeseran cairan
pada daerah 4 Khz.1
Efek dari TTS lebih kompleks. Sampai pada suatu titik tertentu, pajanan
yang panjang mengakibatkan TTS meningkat, tetapi pajanan yang dipotong
menyebabkan berkurangnya TTS daripada pajanan berlanjut.
Dalam TTS, beberapa efek potensial yaitu:
a. Kekakuan dari stereocillia ke dua ketika akar akan berkontraksi.
b. Terjadi perubahan intraseluler dalam sel rambut termasuk perubahan
metabolik dan perubahan mikrovaskular.
c. Edema pada saraf akhir pendengaran.
d. Degenerasi dari sinapsis dalam nukleus koklearis.4
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Terjadi perubahan menetap apabila terjadi patah dalam struktur akar,
gangguan dari saluran koklea dan gangguan organ korti yang menyebabkan
pencampuran endolimfe dan perilimfe, kehilangan sel sel rambut, dan degenerasi
serat saraf kolea.
Akustik trauma menyebabkan gangguan yang hebat, dan mengakibatkan
kehilangan pendengaran yang menetap. Intensitas pajanan yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan secara langsung pada membran timpani, ossicles, telinga
dalam dan organ Corti.4

III.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,
pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran
seperti audiometrik.4
Anamnesis
Untuk menegakan diagnosis, pasien dapat ditanyakan pernah bekerja atau
sedang bekerja bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama
biasanya lima tahun atau lebih. Kemudianan ditanyakan juga apakah pendengaran

11
hilang mendadak atau dirasakan hilang perlahan. Dapat juga ditanyakan
pendengaran dirasakan hilang hanya satu bagian atau keduanya. Pasien juga
ditanyakan apakah pendengaran hilang pada nada tertantu.
Pemeriksaan otoskopi
Pada pemeriksaan otoskopi biasanya tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan audiologi
Tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek dengan kesan tuli
sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni
Audiometri nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi
relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada. Terdapat beberapa
pilihan nada terutama dari oktaf skala: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000
Hz. Audiometer ini memiliki tiga bagian penting yaitu: Suatu osilator yang
menghasilkan bunyi dengan berbagai frekuensi, Suatu peredam yang
memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan peningkatan 5 dB),
Alat ini dapat digunakan menentukan tingkat intensitas terendah dalam desibel dari
tiap frekuensi yang masih dapat didengar, dengan kata lain “ambang” pendengaran
dari bunyi tersebut.10,8
Gambaran audiogram menunjukkan tuli sensorineural pada frekuensi antara
3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang
patogenomonik untuk jenis ketulian ini.

III.7 Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapt
dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear
plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).4
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat
menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat

12
bantu dengar/ ABD (hearing aid). Apabila pendengaran sudah sedemikian buruk,
sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat
perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan
anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.4
Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah,
rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah
dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant).4

III.8 Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea
yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting
adalah pencegahan terjadinya ketulian.4

III.9 Pencegahan
1. Pengukuran pendengaran
Tes pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Pengendalian suara bising dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai tutup
telinga (ear muff), sumbat telinga (ear plugs) dan pelindung kepala
(helmet)

13
Gambar 6. Alat pelindung pendengaran

b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya yang dilakukan dengan cara


:
- Memasang peredam suara
- Menempatkan suara bising (mesin) di dalam suatu ruangan yang
terpisah dari pekerja

c. Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,
frekuensi bising, lama, dan distribusi pemaparan serta waktu total
pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah
Sound Level Meter.

Selain alat pelindung telinga terhadap bising dapat juga diikuti ketentuan
paparan bising terhadap pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari
85 dB tanpa menimbulkan ketulian berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja
tahun 1999. 4

Waktu Lama pajan (hari) Intensitas (dB)


Jam 24 80
16 82
8 85

14
Waktu Lama pajan (hari) Intensitas (dB)
4 88
2 91
1 94
Menit 30 97
15 100
7,50 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
Detik 28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walau sesaat
Tabel 1. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan Menteri
Tenaga Kerja 1999.4

15
BAB III
KESIMPULAN

NIHL (noise induce hearing loss) adalah gangguan pendengaran yang

disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang

cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Oleh karena

jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap

dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka

prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan

terjadinya ketulian. Penggunaan alat-alat keselamatan kerja seperti penutup telinga

dapat mecegah terjadinya NIHL.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Lintong F. Gangguan pendengaran akibat bising. Jurnal Biomedik 2009:


1(2); p81-6.
2. Prihatna H. Hubungan tingkat pengetahuan tentang bahaya kebisingan
dengan ketaatan pemakaian alat pelindung telinga pada pekerja pabrik
tekstil unit tenun PT. Pandatex Magelang. Digital library FK UI [homepage
on the Internet]. Available at: www.lit.fkuii.org/index. Accessed on 26
desember 2017
3. Annelies K, Lut Van L, Van Guy C. Genetic Studies on Noise-Induced
Hearing Loss: A Review. Ear and Hearing April 2009: 30(2); p151-9
4. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise
Induced Hearing Loss) dalam Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher, editor Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Edisi 6.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008; p42-5
5. Snell RS. Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit EGC ; 2011.
7. Thorne PR, Ameratunga SN, Stewart J, Reid N, Williams W, Purdy SC, et
el. Epidemiology of noise-induced hearing loss in New Zealand. J of the
New Zealand Medical association. 2008; 121: 33-42
8. Abshor Ulil. 2008. Pengaruh Barotrauma Auris Terhadap Gangguan
Pendengaran Pada Nelayan Penyelam di Kecamatan Puger Kabupaten
Jember. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Skripsi; 9.
9. Dewi YA, Agustian RA. Skrining Gangguan Dengar pada Pekerja Salah
Satu Pabrik Tekstil di Bandung. Departemen THT-KL FK Univ.
Padjajaran. 2012; 44(2); p96-100
10. Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian Ilmu
Penyakit THT. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Accessed
on 26 Desember 2017.

17
11. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and
neck surgery-otolaryngology. Vol.2. Philadelphia : JB Lippincott
Company, 1993.h.1782-91.

18

You might also like