Professional Documents
Culture Documents
IMPAKSI SERUMEN
A. Konsep penyakit
1. Definisi
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.
Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami
telinga.Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga
luar liangtelinga.Serumen memiliki tugas cukup penting. Di antaranya,
menangkap debu, mikroorganise, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga
yang lebihdalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga
kelembaban liangtelinga, hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk
ke lubang telinga.
4. Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan
otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan
serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit
pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api,
jepitrambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa
menyebabkan infeksi.
5. Penatalaksanaan Medis
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang
serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan
menggunakanair hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi
perforasi gendangtelinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi
tidak dapatdilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alatyang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak
digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada
kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang
telinga, antara lain :
a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan padaaplikator
(pelilit).
b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu
dengankarbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu
dikeluarkandengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga
dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan
dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat
bersuhu37 °C agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya
vestibuler.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen, diantaranya :
a. Otalgia
b. Vertigo
c. Otitis media
d. Resiko infeksi
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata pasien dan penanggung jawab
b. Riwayat kesehata
c. Keluhan utama saat MRS
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun,
nyeri,telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di
sekitarnya berputar (vertigo).
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit
impaksiserumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar,
penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti
herpeszooster.
e. Pola kebutuhan dasar manusia
Pola kebutuhan dasar manusia meliputi :
1) Pola napas
2) Pola makan dan minum
3) Pola eliminasi (BAB dan BAK)
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola berpakaian
6) Pola rasa nyaman
7) Pola kebersihan diri
8) Pola rasa aman
9) Pola komunikasi
10) Pola beribadah
11) Pola produktivitas
12) Pola rekreasi
13) Pola kebutuhan belajar
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi
c. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali
normalbeberapa bulan setelah resolusi klinik
d. MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e. Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik.
f. Ketajaman Auditorius.
1) Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
denganmengkaji kemampuan pasien mendengarkan.
2) Bisikan kata atau detakan jam tangan.
3) Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah
melakukanekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian.
Agar telingayang satunya tak mendengar.
4) Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan.Darijarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar
bataspenglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan
tepatapa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan,
pemeriksamemegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri
(dengan asumsipemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian
memegang jamtangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena
jam tanganmenghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada
suara bisikan,maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai
satu-satunyacara mengkaji ketajaman auditorius.
g. Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara.
Sebuahgarpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut
ataupergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi
pasien.Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan
atautelinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar
suaraseimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di
tengahkepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media),suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan
karenaobstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi
peningkatankonduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan
mengalamilateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber
berguna untukkasus kehilangan pendengaran unilateral.
h. Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulangmastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar
suara.Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis
auditoriuseksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat
terusmendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung
lebihlama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif,
konduksitulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui
tulangtemporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar
garpu talamelalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaransensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara
lebih baikdari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk
dan segalasuara diterima seperti sangat jauh dan lema
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga
2. Gangguan persepsi sensori (auditori) b/d perubahan persepsi sensori
3. Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga
Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1.
Jakarta : EGC.
Huda, A. N., & Kusuma, H. 2015. Asuhan keperawatan NANDA: NIC-NOC. Jilid 2.
Jogja: Mediaction.