You are on page 1of 18

LAPORAN KASUS

Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh :
Dimas Yudha Wahyu Setiyawan
212.12.100.29

Pembimbing
dr. Agustina Sjenny Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LAB. ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Istilah ini
sebelumnya dikenal dengan Attention Deficit Disorder (ADD) yang dimuat
pertama kali dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)
edisi ketiga pada tahun 1980an. Gejala utamanya meliputi tingkat aktivitas dan
impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan
perhatian yang terganggu.1,2
Angka kejadian ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa
kanak-kanak. Beberapa penelitian menunjukkan sekitar 40-50% kasus ADHD
menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Sehingga dapat
mengakibatkan munculnya masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan
kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).1,2
Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium,
sehingga wawancara terhadap orang tua merupakan hal penting. Diperlukan juga
laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar dan
kurangnya prestasi akademis oleh guru.1,2
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim
kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf,
psikolog, pendidik, dan pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi
jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan
ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.1,2

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. z
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SD

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Anak susah konsentrasi dan hiperaktif
B. Hetero Anamnesis
Pasien dibawa ke poli Psikiatri RSUD Blambangan Banyuwangi dengan
keluhan anak susah konsentrasi dan hiperaktif. Ayah pasien mengatakan
jika anak susah untuk konsentrasi dan lebih aktif dibandingkan teman-
temannya dan susah dikendalikan. Anak juga lebih susah diberi
pengertian dan larangan. Hal ini dirasakan oleh orang tua sejak kurang
lebih 2 tahun yang lalu (2016) setelah terjatuh dari ketinggian dan
kepalanya terbentur dan tidak sadarkan diri disertai kejang. Kejang
kambuh lagi pada tanggal 28/2/2018. Sampai saat ini perkembangan anak
masih terlambat.
C. Keluhan dan keterangan penderita (autoanamnesis)
a. Alasan datang ke rumah sakit (maksud dan tujuan anak datang
kerumah sakit): ketika pemeriksa memanggil nama pasien dan
menyakakan sesuatu, tidak ada kontak mata dan ada respon secara
verbal.
b. Hobi dan perhatian anak pada sesuatu (bakat, hobi, dan perhatian pada
sesuatu hal): pada saat pemeriksa meminta pasien untuk menggambar
sesuatu dengan pensil warna, pasien tidak merespon dan lari-lari untuk
bermain.

3
c. Hubungan sosial anak (dengan tetangga, disekolah dan tempat lain,
yang disenangi/tidak): informasi didapatkan dari ayah (pasien sering
marah dan mengganggu orang di sekelilingnya)
d. Hubungan anak dengan keluarga rumah: (info dari ayah) pasien
merupakan anak ke tiga dan sangat di perhatikan oleh keluarga
e. Pembicaraan tambahan/khusus pada persoalan atau kesulitan: susah
konsentrasi
D. Riwayat perkembangan anak
Lahir cukup bulan dan mengaku normal. Lahir di rumah sakit dan
persalinan dibantu oleh bidan dan imunisasi sesuai jadwal.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sejak usia 6 tahun setelah terjatuh dari ketinggian dan
kambuh dua bulan terakhir, kejang seluruh badan dengan durasi sekitar 15-
20 menit
F. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah di Sekolah Dasar kelas 1.
G. Riwayat Keluarga
Pasien diasuh oleh ayah dan ibu kandung.
Pasien merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

III. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Generalis:
Tensi : kesan normal
Nadi : kesan normal
Respirasi : kesan normal
Suhu : kesan normal

Keadaan Umum : Compos Mentis


Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/-
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal Reguler
Murmur (-)
Pulmo :Vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+), meteorismus (-)
Ekstremitas : akral hangat +/+
+/+
oedem -/-
-/-
Pemeriksaan Saraf
GCS : 4-5-6
Meningeal Sign : kaku kuduk (-)
Refleks Fisiologik : dalam batas normal
Refleks Patologik : Babinski (-) / (-)
Tromer (-) / (-)
Chaddock (-) / (-)

4
Pemeriksaan Psikiatri:
Kesan Umum : Pasien berpakaian rapi, roman wajah sesuai dengan
usianya, pasien hiperaktif dan tidak kooperatif
Kontak : Verbal (+)
Non verbal (+)
Kesadaran : Sulit dievaluasi
Orientasi : W/T/O +/+/+
Daya ingat : Tidak ditemukan kelainan
Persepsi : Halusinasi visual (-) auditorik (-)
Proses berpikir : Bentuk: sulit dievaluasi, Arus : sulit dievaluasi,
Isi : sulit dievaluasi
Afek/emosi : tidak ada gangguan
Tingkah laku : Aktivitas (Hiperaktif), kerjasama (Nonkooperatif),
Psikomotor (Meningkat)

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : F90.0 – Gangguan Aktivitas dan Perhatian
Axis II : Z03.2 – Tidak Ada Diagnosis
Axis III : G00-G99 – Penyakit Susunann Saraf
Axis IV : Masalah pendidikan
Axis V : GAF Scale 80-71

V. TATA LAKSANA
Farmakologi
 Risperidone 2 x 0,2 mg
 Methylphenidate (Prohiper) 2 x 5mg
 Vit B1 2 x 10mg

Non Farmakologi
Psikoterapi
 Memotivasi pasien agar dapat menjalani pengobatan sesuai yang
dianjurkan
 Memotivasi pasien untuk bersosialisasi dengan teman bermainnya

5
Sosial Terapi
 Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien,
mengenai faktor pencetus, perjalan penyakit dan pengobatan
 Menjelaskan dan memberi pengarahan tentang sikap yang harus
dilakukan kepada pasien untuk mendukung terapi pasien
Monitoring
 Keluhan pasien
 Keadaan umum
 Efek samping obat

VI. PROGNOSIS
Dubia at bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan kronis
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak di diagnosis pada anak-anak. Gejala intinya meliputi tingkat
aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak yang menderita gangguan
tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada
sehingga mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang
dewasa maupun teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan
memiliki banyak kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan
belajar spesifik, dan gangguan perilaku serta emosional lainnya.1,2

2.2 Epidemiologi
Anggka kejadian ADHD di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 3-5%
pada anak usia sekolah. Di Indonesia angka kejadiannya masih belum ditemukan
angka yang pasti, namun menurut Saputro (2005) diperkirakan ADHD terjadi
sebanyak 9000 kasus atau sekitar 16,3% pada anak usia Sekolah Dasar.
Gangguan ini sering ditemui pada anak laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan sekitar 4:1. Onset gejala biasanya muncul pertama kali pada usia <7
tahun dan berlangsung lebih dari 6 bulan.3
2.3 Etiologi dan faktor risiko
Telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada penyebab pasti yang
dapat dijadikan penyebab ADHD. Sebagian anak dengan ADHD tidak
menunjukan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada SSP. Sebaliknya,
sebagian besar anak dengan gangguan neurologis yang diketahui yang disebabkan
oleh cedera otak tidak menunjukan defisit atensi dan hiperaktivitas. Faktor
penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah pemaparan toksin prenatal,
prematuritas, dan kerusakan mekanis prenatal pada SS janin. 1,2
Berbagai teori seperti, faktor genetika, faktor kerusakan otak, faktor
neurokimiawi dan faktor psikososial. Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi
penyebab terjadinya ADHD, secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi

7
atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi untuk mengatur
perhatian dan aktivitas. Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan
faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan
bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan.1,2

1. Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup corcodance yang
lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung
anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki
gangguan dibandingkan populasi umum. Gejala kandung tersebut bisa
memiliki gejala hiperaktif yang menonjol, sedangkan saudara kandung yang
lain dapat mempunyai gejala defisit yang menonjol. Pola biologis pada
anak-anak dengan gangguan ini memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
ADHD dibanding orang tua adoptif.1

2. Faktor Kerusakan Otak


Disebutkan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD memiliki
kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama
masa periode janin dan perinatal. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh
gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik atau fisik pada otak.
Rapoport dkk dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak dengan ADHD
mengalami pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan,
globus palidus kanan serta pada vermis.1
Lobus prefrontal terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi
distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Nukleus
kaudatus dan globs palidus menghambat respon otomatis yang datang pada
bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.1

8
3. Faktor Neurokimia
Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi
peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik
dan lobus prefrontal akibat perubahan aktivitas Dopamine Transporter Gene.
1

Beberapa neurotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine,


mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga
beberapa struktur otak. Adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke
dalam sel neuron daerah limbik dan lobus prefrontal dikatakan
mengendalikan fungsi eksekutif perilaku. Fungsi eksekutif bertanggung
jawab pada ingatan, pengorganisasian, menghambat perilaku,
mempertahankan perhatian, pengendalian diri dan membuat perencanaan
masa depan. Hal ini menyebabkan kemudahan mengalami gangguan dan
ketiadaan perhatian dari sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk
“menghentikan” atau menghilangkan pikiran-pikiran internal yang tidak
diinginkan atau stimulus-stimulus kuat.1,2

4. Faktor neurofisiologis
Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram
(EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan
kontrol normal.1
Sejumlah studi yang menggunakan positron emmision tomography
(PET) menemukan aliran balik serta laju metabolik di area laju frontalis
anak-anak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET
juga menunjukan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki
metabolisme glukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan
kontrol normal perempuan. Dan laki-laki serta dengan laki-laki dengan
gangguan ini. Satu teori menjelaskan temuan ini delobus frontalis anak-anak
dengan menganggap bahwa anak-anak dengan ADHD melakukan
mekanisme inhibisinyab dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih
rendah, suatu efek yang menghasilkan inhibisi.1

5. Faktor Psikososial
ADHD dipengaruhi kemunculan dan keterlanjutannya bisa karena
peristiwa siklik yang memberikan stress, gangguan keseimbangan keluarga.1

9
2.4 Diagnosis
Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang
membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD,
tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun dan kadang sampai usia 2
-3 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiiring pertumbuhan
anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya.2
Adapun tanda dan gejala inatensi, yaitu :
1) Seringkala gagal memperhatikan perincian atau membuat kecerobohan
dalam mengerjakan tugas dari sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta
berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
2) Sering mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat atensi yang sama selama
mengerjakan tugas atau bermain atau kesulitan berkonsentrasi pada satu
kegiatan saya.
3) Terlihat seperti tidak mendengar walaupun diajak berbicara langsung
4) Mengalami kesulitan untuk mengikuti perintah dan sering gagal
menyelesaikan tugas dari sekolah, pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas
lainnya
5) Menghindari atau tidak menyukai atau mengalami kesulitan tugas-tugas
yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah atau
pekerjaan rumah
6) Seringkali kehilangan barang yang diperlukan seperti buku, pensil, mainan
atau peralatan
7) Mudah bosan pada suatu tugas atau kegiatan kecuali melakukan sesuatu
yang disukai
8) Kesulitan untuk mengikuti instruksi
9) Pelupa

Tanda dan gejala perilaku yang hiperaktivitas


1) Gelisah, tidak bisa diam ditempat duduk, selalu bergerak ditempat duduk
2) Berbicara tidak bisa berhenti
3) Seringkali berdiri dan meninggalkan bangkunya dikelas atau situasi lainnya
dimana seharusnya tetap duduk
4) Sulit untuk bermain dengan tenang
5) Selalu siap bergerak

Tanda dan gejala impulsivitas

10
1) Berbicara berlebihan
2) Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaannya selesai dikatakan
3) Seringkali sulit menunggu gilirannya
4) Seringkali menyela atau mengganggu pembicaraan orang lain

Jika ditemukan perilaku-perilaku diatas dapat digolongkan dengan ADHD.


1) Berlangsung lebih dari enam bulan
2) Muncul sebelum berusia 7 tahun
3) Terjadi pada lebih dari satu setting (sekolah dan rumah)
4) Menganggu aktivitas sekolah, bermain dan aktivitas sehari-hari lainnya
secara regular
5) Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya
6) Pada bayi, adapun perilaku yang dapat digolongkan dengan ADHD, yaitu:
7) Sensitif terhadap bunyi, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan
8) Aktif biasanya saat di buaian dan tidur sangat sedikit
9) Sering menangis
10) Bahkan perilaku bias sebaliknya, tenang dan lemas, tidur berlebihan dan
berkembangannya sangat lambat pada bulan pertama.

11
Tabel 2.1 Kriteria DSM-IV-TR untuk Atenttion Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD)1,4
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam atau lebih gejala in atensi
berikut telah menetap sekurang – kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak
teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas
atau aktivitas bermain
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara secara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal penyelesaian tugas sekolah,
pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang
atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugasyang
memiliki usaha mental yang lama
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal – hal yang perlu untuk tugas dan
aktivitas
h. Sering mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas impulsivitas
berikut telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat
yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering mengeliat-ngeliatkan tubuh di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau didalam situasi yang
diharapkan anak untuk tetap tenang
c. Sering berlari –lariatau memanjat secara berlebihandalam situasi yang tidak tepat
d. Sering mengalami kesulitan bermain dan terlibat dalam aktivitas waktu luang
secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan –akan “didorong oleh sebuah gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan
impulsivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum pertanyaan
selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau menggangu orang lain
B. Beberapa gejala hiperaktivitas-impusif yang menyebabkan gangguan telah ada

12
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam dua atau lebih situasi
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata sekama gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia
atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mental lain

2.5 Diagnosis Banding


Kelompok tempramental yang terdiri atas tingkat aktivitas yang tinggi
serta rentang perhatian yang singkat, tetapi didalam kisaran normal yang
diharapkan untuk usia anak, pertama kali harus dipertimbangkan. Membedakan
ciri temperamental ini dengan gejala utama ADHD sebelum usisa 3 tahun sulit
dilakukan, terutama karena gambaran sistem saraf yang imatur normal dan adanya
tanda hendaya visual-persepsi-motorik yang tumpang tindih, sering ditemukan
pada ADHD. Ansietas pada anak harus dievaluasi. Ansietas dapat menyertai
ADHD sebagai gambaran sekunder, dan ansietass sendiri dapat ditunjukan dengan
overaktivitas dan mudah teralihnya perhatiannya.1,4
Banyak anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder di dalam reaksi
terhadap frustasi mereka yang berkelanjutan akibat kegagalan mereka untuk
belajar dan rendahnya harga diri yang atensi berkurang, anak dapat belajar
denganlebih efektif dibandingkann di masa lalu. Disamping itu obat dapat
emmperbaiki harga diri ketika anak tidak lagi terus menerus mebncela perilaku
mereka. 1,4

2.6 Penatalaksanaan
Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan
konseling (non farmakologi). Terapi lainnya adalah untuk meringankan efeksi
gejala ADHD. Mengobati ADHD merupakan gabungan dari kerjasama antara
pemberi pelayanan kesahatan, orang tua atau pengasuh dengan anak itu sendiri.2
1. Terapi farmakologis
Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan di Amerika
Serikat yaitu methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan
atomoxetine. Obat – obatan di gunakan biasanya untuk anak usia 6 tahun atau
lebih sedangkan utuk dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi
tidak direkomendasikan pada anak untuk usia pre sekolah. Terapi farmakologis
untuk ADHD dibagi dua obat pskiostimulan dan non psikostimulan. 5,6

13
Obat Psikostimulan
Obat psikostimulan merupakan obat yang sering digunakan untuk
mengobati ADHD. Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan
keadaan neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala inti.
Obat ini hanya bekerja dengan waktu terbatas, dapat bekerja dalam jangka waktu
panjang dan waktu pendek. Penggunaan obat psikostimulan jangka panjang dapat
berfungsi 6-12 jam sedangkan jangka pendek kurang lebih 4 jam. Selain itu untuk
dosis sangat diberikan berbeda pada tiap anak, sehingga membutuhkan waktu
yang lama untuk mendapatkan dosis yang optimal. Adapun contoh obat
psikostimulan ini adalah Amfetamin-dekstroamfetamin, Deksmetilfenidat,
Dekstroamfetamin, Lisdeksamfetamin dan Metilfenidat. Obat – obatan yang
terdapat di Indonesia adalah Metilfenidat dan Dekstroamfetamin.6
Obat Non Psikostimulan
Obat ini diberikan pada anak- anak yang tidak memiliki respon pada obat
psikostimulan atau memiliki efek samping pada penggunaan obat psikostimulan.
Salah satu contoh golongan obat non psikostimulan ada Atomoksetine dengan
cara kerja sebagai stimulant tetapi kemungkinan penyalahgunaannya rendah,
sayangnya obat ini tidak terdapat di Indonesia.6

14
Antidepressan trisiklik
Penggunaan obat ini diberikan pada gejala behavioral ADHD dan gangguan
hiperkinetik, Pada penggunaan terapi ini tidak boleh diberikan sebagai obat rutin
untuk terapi ADHD karena obat ini memiliki efek samping seperti anoreksia,
letargi, insomnia. Adapun obat – obat yang termasuk golongan ini yaitu
imipramine, desipramine, amitriptiline, noretriptiline dan clomipramine.6

2. Non farmakologi
Behavior therapy
Terapi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pada anak, pada terapi
ini orang tua terlibat langsung dalam terapi, misalnya memberikan penghargaan
terhadap perilaku yang positif yang ditujukkan oleh anak. Ketika anak mulai
kehilangan kontrol, orangtua mengambil time out, dan menyuruh anak untuk diam
di kursinya sampai ia menjadi tenang. Tujuan dalam terapi ini juga mengajarkan
anak untuk mengenal muatan-muatan emosinya. Terapi juga mengajarkan
orangtua teknik-teknik bersenang-senang dengan anak ADHD tanpa harus merasa
tertekan.4,5
Social skills training
Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan
dirinya bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan
kecakapan bahasa nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi
suara sehingga anak cepat tanggap dalam pelbagai situasi sosial. Disamping itu
anak juga diajarkan untuk belajar mengendalikan impuls misalnya dilatih untuk
menunggu giliran bermain, berbagi mainan dengan temannya, Pelatihan ini juga
diharapkan anak dapat mengontrol perilaku amarah yang tidak terkendali.4,5
Family support groups
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki anggota keluarga dengan
gangguan ADHD untuk berbagi pengalaman. Kelompok ini juga saling
menyediakan informasi bagi sesama anggotanya, mengundang pembicara
profesional untuk berbagi pengetahuan dalam menghadapi dan membesarkan
anak-anak mereka.4,5

2.6 Prognosis

15
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin.1

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan kronis
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak di diagnosis pada anak-anak. Gejala pada ADHD meliputi
tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta
kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.
Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu
didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau mengatur
stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa neuorotransmiter, termasuk
dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan
neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak.
Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Terapi standar anak dengan ADHD terdiri
dari taerapi farmakologi dan non farmakologi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock,B. Sadock,V. 2015. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock
Edisi 2. EGC
2. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH),
dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010: 441-454
3. Theodorus, Prilly. 2016. Terapi Psikososial Pada Anak dengan ADHD.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
4. Cunningham, Natoshia and Jensen,Peter. 2011. Attention-
Defcit/Hyperactivity Disorder in Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed.Philadelphia, Saunders
Elsevier
5. Australian Psychological Society. 2018. ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) in children. The Australian Psychological Society
Limited. https://www.psychology.org.au/for-the-public/Psychology-
Topics/ADHD-in-children (diakses 17 Februari 2018)
6. Ahuja, Niraj. 2011. A Short Textbook Of Psychiatry Seventh Edition. Jaypee
Brothers Medical Publishers.

18

You might also like