Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
kataralis epidemika 80%. Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit
rawat jalan terbanyak pada tahun 2009.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra.
Tetapi hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk
lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu,
pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.
4
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan –bersama dengan
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya–
membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG
yang berfungsi untung menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
mikroorganisme patogen yang mampu menembus pertahanan tersebut hingga
terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.5
2.4. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal yaitu infeksi
oleh virus, bakteri, reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang,
5
iritasi oleh angin, debu, asap, sinar ultraviolet, pemakaian lensa kontak,
terutama dalam jangka panjang.4
6
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK,
Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P.
Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.
7
Gambar 4. Kemosis pada mata
2.5.4. Epifora (pengeluaran berlebih air mata)
Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan
dari eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi
dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi
toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari
gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia
dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air
mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sika. 12
2.5.5. Pseudoptosis
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada
palpebra superior. 12
2.5.6. Hipertrofi folikel
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis,
folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu.
Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat
naik pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus
konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit,
dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi
topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas,
tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior),
8
harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(mengikuti medikasi topikal). 12
.
9
dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat
mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis
vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12
10
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap
toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada
mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada
pembuluh darah. Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva,
dasar ulkus mempunyai banyak leukosit polimorfonuklear. 12
2.5.10. Formasi pannus
Pertumbuhan
konjungtiva atau pembuluh
darah diantara lapisan
Bowman dan epitel kornea
atau pada stroma yang
lebih dalam. Edema stroma,
yang mana menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen,
memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh darah.11,14
Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis Dikutip dari Kanski
JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th
edition. hal. 63-81
2.5.11. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan
sistemik seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen
seperti granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya.
Granuloma muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus
preaurikular dan submandibular pada kelainan seperti sindroma
okuloglandular Parinaud.
11
Gambar 9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma
okuloglandular Parinaud. dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical
Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81
2.5.12. Nodus limfatikus yang membengkak
Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di
preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak
mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik
dari konjungtivitis viral. 12
2.6. Klasifikasi
12
bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme
seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai.6
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah
satu dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan
ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan
Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan
komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.
Tanda dan gejala konjungtivitis bakterial adalah iritasi mata, mata
merah, sekret mata, palpebra terasa lengket saat bangun tidur, kadang-
kadang edema palpebral. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan
menular ke mata sebelahnya melalui tangan. Infeksi dapat menyebar ke
orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei,
kain, dll.1,5
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini
mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan
konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk
semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas
antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Komplikasi yang terjadi adalah blefaritis marginal menahun sering
menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien sangat muda yang
bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada
konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti
ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada
infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S
gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat
timbul iritis toksik.1,3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter
dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis
13
purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N
gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera
dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah
diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus
konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat
menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit
ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan.
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3
hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis
gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis. Konjungtivitis bacterial
menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.1,4
14
Gambar 11 Konjungtivitis Purulen
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh
tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat
menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
15
Pemeriksaan Laboratorium Pada kebanyakan kasus konjungtivitis
bacterial, organism dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik
terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau
Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan
jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi
sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi
antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6
16
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi
kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis. 1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran,
sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit
tersebut. Sedang pada orang dewasa didapatkan penularan dari penyakit
kelamin sendiri. Masa inkubasi 12-5 hari disertai pendarahan
subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. 3
17
Gambar 12 Konjungtivitis Gonore
18
Dengan penyulit pada kornea Topikal Ciprofloxacin 0.3% dgn cara
pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15 menit selama 6jam selanjutnya 2
tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1 jam, hari 3 : 2 tetes tiap 4 jam.
Obat-obatan topikal lain, Bacitracin, Vancomycin, Chepaloridin,
Gentamycin, Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap
hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah
sinekia, Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam ( descemetocele )
dapat dilakukan oprasi flap konjungtiva “ partial conjunctivall bridge flap”
19
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala
umum konjungtivitis kataral mukoid yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia atau basil Koch Weeks.3 Gejala: Hiperemi konjungtiva, Sekret
berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama saat
bangun pagi, Terdapat gambaran halo ( dibedakan dengan halo pada
glaukoma) Komplikasi: Bila samp hari ke 3 dan tidak diobati akan berjalan
kronis. Dapat timbul ulkus kataral marginal pada kornea atau keratitis
superfisial. Pengobatan: Membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang
sesuai.
20
dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan
berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic
dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah
hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6Kerokan konjungtiva terutama
mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan
1,3,6
sukar menular di kolam renang berchlor. Terapi Tidak ada pengobatan
spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10
hari1.Pengobatan hanya suportif diberikan kompres,astringen, lubrikasi.
Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder.
21
sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan
mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi.
Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat
ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia.
Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
1,3
penyebaran. Pencegahan Bahaya kontaminasi botol larutan dapat
dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau memakai
tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara
pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh
mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi
harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6 Terapi: Sekarang ini belum
ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
22
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai
edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang
terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau
dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama
mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi
intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi
Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan
Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung
kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.3
Terapi Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu
terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk
mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan
debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan
kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24
jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau
idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2
jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih
jarang adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical
harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan,
karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi
penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang
sangat panjang dan berat. 1,3
2.6.2.4 Konjungtivitis Hemoragika Akut2,3
23
Epidemiologi: Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah
mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut
ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini
disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48
jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala Kedua mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda
asing, banyak mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan
hemoragi subkonjungtival, sekret seromukus. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa
bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan
menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati
preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior
pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran: Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang
dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi Tidak ada pengobatan yang pasti. Penyakit ini dapat sembuh
sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Antibiotika spektrum luas,
sulfasetamid dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder.
Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan.
24
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis
mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral,
keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai
trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi
pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-
radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum.
Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3
25
Komplikasi Iritis, skleritis, episkleritis, glaukoma, sikatrik pada
kelopak, glaukoma, katarak, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atropi saraf
optik, dan kebutaan.
26
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear,
kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian
terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi
spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika
ada infeksi sekunder. 1
27
Gambar 17. etiologi dan patofisiologi dari trakoma
Dikutip dari http://cartercenter.org/images/BLINDch_web.gif
28
terdiri dari produksi air mata berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi,
edema pada kelopak mata, chemosis pada konjungtiva bulbar,
hiperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal, keratitis
superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan nyeri dari nodus
preaurikular. 2
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin
terdapat keratitis epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau
folikel limbal superior, dan akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal
yang patognomonik dari folikel tersebut, yang dikenal dengan nama
Herbert’s pits dengan bentuk depresi kecil dari jaringan ikat pada
partemuan limbokorneal ditutupi oleh epitel. Pannus yang terkait
adalah membran fibrovaskular naik dari limbus, dengan lengkung
vaskular memanjang ke kornea. Semua tanda dari trakoma lebih
parah pada konjungtiva dan kornea superior dibandingkan dengan
2
bagian inferior. Pada sikatrik yang berat dapat terjadi “Tear
Deficiency Syndrome”5
29
perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea, paling sering tampak pada
limbus superior. Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini,
secara luas distribusi tanda ini pada keluarga individu dan komunitas
tersebut diidentifikasi dengan trakoma. 2
Klasifikasi trakoma Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah
mengembangkan metode ringkas untuk menggambarkan penyakit
Trakoma. Klasifikasi FISTO tersebut adalah: 2 TF: Five or more follicles
on the upper tarsal conjunctiva(Lima atau lebih folikel pada konjungtiva
tarsal atas dengan ukuran tiap-tiap diameter folikel >0,5mm atau lebih).
2,11
, TI: Diffuse infiltration and papillary hypertrophy of the upper tarsal
conjunctiva obscuring at least 50% of the normal deep vessels(Infiltrasi
dan hipertrofi papiler yang difus pada konjungtiva tarsal atas memenuhi
2,11
setidaknya 50% pembuluh darah normal dalam). TS: Trachomatous
conjunctival scarring(Scarring tarsal konjungtiva mudah terlihat sebagai
garis putih atau lembaran putih). 2,11 TT: Trichiasis or entropion(Trikiasis
atau enteropion ditegakkan apabila setidaknya satu bulu mata menggosok
bola mata). 2,11 CO: Corneal opacity(Opasitas kornea ditegakkan apabila
terjadi opasitas yang terlihat pada pupil, biasanya menurunkan tajam
pengelihatan sampai kurang dari 6/18). 2,11
30
Gambar 19. stadium trakoma
Dikutip dari
http://www.pyroenergen.com/articles/images/trachoma3.jpeg
31
32
Gambar 20. pembagian stadium trakoma menurut WHO
Dikutip dari
http://www.who.int/blindness/publications/trachoma_english1.j
pg
33
skeletal(contoh, klavikula) menjadi warna kuning permanen. Studi terakhir pada
negara berkembang telah menunjukkan azitromisin merupakan terapi yang efektif
untuk trakoma, diberikan oral 1g pada anak-anak. Karena efek samping yang
minimal dan kemudahan pemberian, antibiotik makrolid ini telahmenjadi obat
pilihan untuk kampanye terapi masal. 2
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid,
tetrasiklin, eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari
selama enam minggu ternyata mempunyai efektivitas yang sama kuat. 2
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak
dapat diapai untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada
tarsal atas untuk beberapa minggu setelah pemberian terapi tidak
seharusnya menjadi pertanda kegagalan proses terapi. 2
Koreksi pembedahan pada bulu mata yang masuk ke dalam
esensial untuk mencegah pembentukan jaringan parut dari trakoma lanjut
pada negara berkembang.2
Perjalanan penyakit
Jika dibiarkan, kelainan ini berjalan melewati empat
tipe(McCallan, 1908): 2,11
Stadium Nama Gejala
34
Stadium III Trakoma memarut Parut pada konjungtiva
(sikatrik) tarsal atas, permulaan
trikiasis, entropion
35
Gambar 22 KonjungtivitisVernalis
36
baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang
melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,3
37
Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis,
Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan
L3. 1
38
iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang. Dimulai dengan
konjungtivitis kataralis. Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada
rasa sakit, tetapi menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin
hebat. Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal) Pewarnaan
Rose bengal Ù uji diagnostik. Pengobatan air mata buatan Ù vitamin A
topical, obliterasi pungta lakrimal
BAB 3
PENATALAKSANAAN
39
diidentifikasi dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis yang disebabkan
oleh alergi pada pengecatan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.5
` 3.2 Diagnosis
Hemoragi + + - - -
40
Eksudat Purulen – Jarang, Berserabut - Berserabut
Mukopurulen air lengket lengket
putih
Folikel - + - + +
Nodus + ++ - - +/-
preaurikuler
Pannus - - - (kecuali - +
vernal)
41
Sakit Kadang2 Kadang2 Tak pernah Tak pernah
tenggorakan,
panas yang
menyertai
3.4 Penatalaksanaan
42
Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk
mencgah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotik. Beberapa virus
yang sering menyebabkan konjungtivitis adalah Adenovirus type 3 dan 7
yang mnyebabkan demam pharingokonjungtiva. Adenovirus 8 dan 19
menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis. Enterovirus 70 menyebabkan
konjungtivitis hemoragi akut. Pengobatan dengan antivirus tidak efektik.
Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin,
bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin. Pengobatan untuk
alergi diobati dengan antihistamin ( Antazolin 0.5%,Naphazoline
0.05%)atau kortikosteroid ( dexamethason 0.1%).5
3.5 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003,
hal 2, 134.
4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
43
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi, SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III,
2006 ,Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.
6. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
7. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002
10. Ilyas HS, Ilmu Penyakit Mata.Edisi ke-3. Jakarta: FKUI 2010. h. 120-145
11. Oliver GF, Wilson GA, Everts RJ. Acute infective conjunctivitis: evidence
review and management advice for New Zealand practitioners. The New
Zealand Medical Journal. 2009;122:69-75 diakses tanggal 23 sep 2013
melalui http://www.nzma.org.nz/journal/122- 1298/3688/
12. Smith AF, Waycaster C. Estimate of the direct and indirect annual cost of
bacterial conjunctivitis in the United States. Biomed Central. 2009;1-11
diakses tanggal 25 sep 2013 melalui http://www.biomedcentral.com/1471-
2415/9/13
44