BBM FAKTOR RESIKO PENYAKIT WILAYAH LAHAN BASAH (IMND2102)
Dosen: Lenie Marlinae, S.KM, M.KL
Disusun Oleh: NadyaIslamanda 1710912420015
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2018 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Flu Singapura 1. Deskripsi Flu SIngapura Flu singapura merupakan infeksi akibat virus. Infeksi ini mudah menular kepada orang sekitar. Apalagi, anak-anak usia balita. Sebab, sistem kekebalan tubuh anak usia tersebut belum berpeluang sama untuk terjangkit flue ini (Wasono., 2017). Hand-foot-and-mouth disease disebabkan oleh enterovirus non- polio, seperti coxsackievirus A5, A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirus, dan enterovirus lainnya. Penyebab tersering adalah virus coxsackievirus A16 (CVA 16) dan enterovirus 71 (EV71). Enterovirus termasuk famili Picornaviridae yang merupakan virus single-stranded RNA. Virus HFMD biasanya menyebabkan penyakit ringan pada anakanak, kecuali EV71 yang berkaitan dengan komplikasi neurologis dan kematian (Adhit., 2017). Hand Foot Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Tangan Kaki Mulut (PTKM) sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas, kini menjadi perhatian Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Penularan bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung. Walaupun tidak menimbulkan korban yang meninggal, penyakit ini meresahkan masyarakat. Dan apabila tidak segera diatasi serta dilakukan sikap pencegahan juga pengobatan, penyakit HFMD ini bisa menimbulkan gejala yang cukup berat dan berbagai macam komplikasi penyakit lainnya, bahkan bisa menimbulkan kematian. Misalnya gejala yang cukup berat yaitu Hiperpireksia/demam tinggi yang tidak turun-turun, Takipnea, kejangkejang atau terjadi kelumpuhan pada saraf cranial, dan lain-lain. Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit HFMD yaitu Viral atau aseptik meningitis, Ensefalitis, Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis, Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layuh Akut (Polio-like illness , dan lain- lain) (Adhit, 2017). 2. Etiologi dan Patogenesis Flu SIngapura Hand-foot-and-mouth disease disebabkan oleh enterovirus non- polio, seperti coxsackievirus A5, A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirus, dan enterovirus lainnya. Penyebab tersering adalah virus coxsackievirus A16 (CVA 16) dan enterovirus 71 (EV71). Enterovirus termasuk famili Picornaviridae yang merupakan virus single-stranded RNA. Virus HFMD biasanya menyebabkan penyakit ringan pada anakanak, kecuali EV71 yang berkaitan dengan komplikasi neurologis dan kematian (Depkes., 2018). Enterovirus merupakan virus kecil dengan virion berdiameter sekitar 30 mm dan terdiri dari protein VP1, VP2, VP3, dan VP4. Masa inkubasi enterovirus dan coxsackievirus rata-rata 3-6 hari. Transmisi terjadi melalui fecal-oral, rute pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan sekret hidung dan tenggorok, air liur, cairan dari vesikel atau feses kasus terinfeksi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa virus ini bertahan di feses orang yang terinfeksi sampai 5 minggu. Penularan biasanya meningkat berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta sanitasi buruk (Adhit., 2017). Patogenesis HFMD belum sepenuhnya diketahui, namun secara umum sebagian sudah dapat dijelaskan. Enterovirus menginfeksi manusia melalui sel gastrointestinal dan traktus respiratorius. Virus kemudian bereplikasi di faring dan usus diikuti dengan multiplikasi di jaringan limfoid dan kelenjar limfe regional. Penyebaran ke kelenjar limfe regional berlangsung selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan viremia primer. Penyebaran virus ke sistem retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang, dan kelenjar limfe yang jauh terjadi pada viremia primer. Infeksi subklinis terjadi apabila respons imun dapat membatasi replikasi dan perkembangannya ke luar sistem retikuloendotelial (Yusuf., 2011). Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung, atau kulit tergantung serotipe yang menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus, dan EV71 merupakan penyebab tersering penyakit virus dengan manifestasi kulit. HFMD yang disebabkan oleh CVA16 biasanya berupa lesi mukokutan ringan yang membaik dalam 7–10 hari dan jarang berkomplikasi. Neurovirulensi EV71 masih belum jelas diketahui. Gambaran patologis pada susunan saraf pusat akibat infeksi EV71 adalah neuronophagia, perivascular cuffing, focal oedema, dan infiltrasi sel radang. Sitolisis virus diduga merupakan mekanisme penyebab kerusakan saraf (Wawan., 2010).
Gambar 1. Pathogenesis Infeksi Enterovirus dan Perjalanan Virus Infeksi
3. Epidemiologi Flu Singapura Penyakit flu singapura atau dalam bahasa kedokteran disebut sebagai penyakit Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) merupakan penyakit infeksi yang seringkali menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun (bahkan hingga 10 tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap penyakit yang mempunyai masa inkubasi 2 – 5 hari ini. HFMD disebabkan oleh CoxsackievirusA type 16 (CV A16) dengan bermacam-macam strain, yaitu coxsackievirus A5, A7, A9, A10, B2 dan B5. Namun demikian, yang menyebabkan pandemik adalah Enterovirus71 (EV-71). Sejak tahun 1997, kasus-kasus HFMD yang disebabkan oleh enterovirus 71 telah dilaporkan terjadi di Asia dan Australia. (Roy, 2010). Menurut Shah et all (2003) dalam Singapore Medical Journal, bahwa pada awal kemunculan HFMD di Singapura pada tahun 1972, penyakit ini menginfeksi 104 anak-anak dalam 3,5 bulan. Penyakit ini semakin meluas ke beberapa negara lain, bahkan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan jumlah penderita. Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. PTKM adalah penyakit yang kerap terjadi pada kelompok masyarakat yang padat dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun ( kadang sampai 10 tahun ). Orang dewasa umumnya lebih kebal terhadap enterovirus, walau bisa juga terkena. HFMD paling banyak terjadi pada anak-anak berusia di bawah 10 tahun, tapi dapat pula terjadi pada orang dewasa. Anak-anak lebih beeresiko untuk terkena penyakit ini karena system imun dalam tubuh mereka masih lemah bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kasus HFMD terjadi di seluruh dunia. Pada daerah yang beriklim hangat/sejuk, kasus lebih sering terjadi pada musim panas dan awal musim gugur (Setiana., 2011). Flu Singapura terjadi pada kelompok masyarakat yang padat dan anak usia di bawah 10 tahun. Orang dewasa umumnya lebih kebal terhadap enterovirus. Pada April 2009, di China dilaporkan 115.000 kasus dan 50 meninggal. Sedangkan di Indonesia kasus HFMD dilaporkan terjadi did aerah Jakarta, dan Barabai. Menurut Metrotvnews, korban virus flu Singapore di Depok, Jawa Barat, bertambah tiga menjadi 11 orang, Kamis (16/4). Semua korban adalah anak-anak (Soetimingsih., 2001). 4. Cara Penularan Flu Singapura Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum yang menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun (kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang-barang yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tak ada vaktor tapi ada pembawa seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain enterovirus lainnya. Masa inkubasinya sekitar 2-5 hari. Sementara untuk waktu terekspos sampai terkena penyakit 3-7 hari (Wikipedia., 2017). 5. Manifestasi Klinis Flu Singapura Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari biasanya pasien akan mengeluh demam tidak terlalu tinggi, malaise, nyeri perut, dan gejala saluran pernapasan bagian atas, seperti batuk dan nyeri tenggorokan serta limfadenopati leher dan submandila. Gejala prodormal tersebut biasanya berlangsung hingga 1 - 2 hari (Potter dan perry., 2006). HFMD ditandai dengan ruam kulit tipikal dengan atau tanpa ulserasi mulut. Ruam kulit biasanya papulovesikuler dengan predileksi di telapak tangan atau kaki. Pada beberapa kasus ruam dapat berupa makulopapular tanpa vesikel yang bisa timbul di bokong, lutut, ataupun siku. Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 2–8 mm yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips, atau segitiga berisi cairan jernih dikelilingi halo eritematus. Vesikel biasanya berdinding tipis, putih keabu-abuan. Lesi ini biasanya sembuh dalam 7-10 hari tanpa bekas, jarang diikuti infeksi sekunder bakteri (Patnistik., 2017). 1) Gejala Prodromal (12-36 jam) a. Demam tidak tinggi selama 2-3 hari b. Anoreksia c. Malaise d. Nyeri perut e. Sakit pada mulut dan tenggorokan f. Batuk g. Lesi pada tangan dan kaki 5-7 hari h. Lesi mukosa dan kulit sembuh spontan dalam 5-7 hari i. Kadang kadang demam tinggi, sangat lemah, diaere, atralgia, miokarditis dan pneumonia, meaningoencephalitis (Patnistik., 2017). 2) Gejala yang cukup berat antara lain: a. Hiperpireksia (demam tinggi dengan suhu lebih dari 39C b. Demam tidak turun c. Takikardia (denyut nadi menjadi cepat) d. Takipnea e. Anoreksia f. Letargi, lemas, dan terus mengantuk (Chorunnisa., 2009) g. Nyeri pada leher h. Kejang i. Keringat dingin j. Fotofobia k. Ketegangan pada daerah perut l. Halusinasi atau gangguan kesadaran (Patnistik., 2017). B. Konsep Pendidikan Kesehatan Masyarakat (Public Health Education) 1. Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, masyarakat, dan bangsa. Kesemuanya ini dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimanya secara sukarela perilaku yang akan meningkatkan atau memelihara kesehatan (Notoatmodjo., 2010). Nayswander (1947) mengemukakan bahwa Pendidikan Kesehatan adalah proses perubahan pada diri manusia yang ada hubungan dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat. Pendidikan kesehatan bukanlah suatu yang dapat diberiukan oleh seseorang kepada orang lain dan bukan pula suatu rangkaian tata laksana yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana seseorang dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru dan perilaku baru yang ada hubungannya dengan tujuan hidup (Notoatmodjo., 2010). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang seharusnya mencari pengobatan jika sakit, dan sebagainya (Notoatmodjo., 2003). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan yang membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmodjo., 2010 2. Tujuan Pendidikan Kesehatan Berdasar batasan WHO (1054) tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Menurut Notoatmodjo (2003) tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mandiri secara individu maupun kelompok mengadakan kegiatan mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawati., 2001). Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan tarif hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat (Notoatmodjo., 2002). Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gii maysarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya. Jadi, tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman pentingnya kesehatan untuk tercapainya perilaku kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. 3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan pendidikan kesehatan (Maulana., 2009). Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi antara lain (Wawan., 2010): 1) Dimensi sasaran pendidikan a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat 2) Dimensi tempat pelaksanaan a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid b. Pendidikan kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di Puskesmas dan sebagainya c. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan 3) Dimensi tingkat pelayanan kesehatan a. Promosi kesehatan Dalam tingkat ini pendidikan diperlkukan misalnya dalam oeningkatan gii, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene perorangan, dan sebagainya b. Perlindungan khusus Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anaknya masih rendah. c. Diagnosis dini dan pengobatan segera Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit yang terjadi dalam masyarakat. d. Pembatasan Cacat Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau ketidakmampuan. e. Rehabilitasi Setelah sembuh dari suatu penyakit, seringkali seseorang tidak mau melakukan latihan untuk pemulihannya, untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan. 4. Metode dalam Pendidikan Kesehatan 1) Metode Pendidikan Individual (Perorangan) Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku atau inovasi. Bentuk dari pendekatan ini antara lain (Setiana., 2011): a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counseling) b. Interview (wawancara) 2) Metode Pendidikan Kelompok a. Kelompok besar (1) Ceramah Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah (Ahmadi., 2007): a) Persiapan b) Pelaksanaan (2) Seminar Seminar adalah suatu penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topic yang dianggap pentng dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. b. Kelompok kecil (1) Diskusi kelompok (2) Curah pendapat (3) Bola salju (4) Kelompok kecil-kecil (5) Memainkan peranan (6) Permainan simulasi (Azwar., 2017) 3) Metode pendidikan massa (Public) a. Ceramah umum b. Pidato c. Simulasi d. Sinetron e. Tulisan di majalah atau Koran f. Billboard yang dipasang dipinggir jalan (Behrman., 1996). C. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi yang kurang baik. Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan Overcrowding, kebersihan (Higiene dan Sanitasi). Lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi peralatan makanan, mainan, handuk yang memungkinkan terkontaminasi. Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan. Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi) (Braunwald,dkk., 1991) D. Upaya Pemerintah Untuk Mencegah Flu Singapura 1. Meningkatkan survailans epidemiologi (perlu definisi klinik) 2. Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan KTM untuk memotong rantai penularan. 3. Memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda dan gejala KTM 4. Menjaga kebersihan perorangan. 5. Bila anak tidak dirawat, harus istirahat di rumah karena: - Daya tahan tubuh menurun. - Tidak menularkan kebalita lainnya. 6. Menyiapkan sarana kesehatan tentang tatalaksana KTM termasuk pelaksanaan “Universal Precaution”nya. https://www.dr-rocky.com/index.php/blog/entry/flu-singapura DAFTAR PUSTAKA
Adhit, Fifi., 2010. Flu Singapura dan Flu Babi, Makalah.
Ahmadi, Abu., 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin., 2017. Sikap Manusia (Teori Dan Pengukurannya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Behrman, dkk., 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Vol.II.E/15. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.(hal:1077). Braunwald,dkk., 1991. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison Kelainan Karena Agen Biologik dan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.(hal:438). Choirunisa. 2009. Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Balita. Yogyakarta : Moncer Publisher. Depkes., 2018. Cakupan PHBS. Di akses di http://www.Depkes.co.id pada tanggal 16 April 2018. Depkes., 2018. Penyakit Kaki Tangan Mulut (PTKM). Di akses di http://depkes.go.id pada tanggal 16 April 2018. Dermawan, Rahmansyah., 2009. Tanya Jawab Flu Babi, Flu Singapura dan Flu Burung. Jakarta : Penebar Swadaya. Desima, Riza., 2018. Hubungan Antara Tingkat Stress Kerja Perawat Dengan Perilaku Caring Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malang, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan Malang, Universitas Muhammadiyah Malang. Dwi Cahyo, Hendrawan Agung., 2017. Hubungan antara Sosial Ekonomi Budaya dengan Pemilihan Jenis Pengobatan pada Masyarakat Kelurahan Tunggul Wulung Wilayah kerja Puskesmas Dinoyo, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Hariadi, Arman. 2016. Waspada Flu Singapura. Di akses di http://www.equatornews.com pada tanggal 15 April 2018. Hastono, Sutanto Priyo., 2001. Modul Analisis Data Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Hutapea, Rita Uli., 2009. Virus Flu Singapura Tulari Hampir 5 Ribu Anak di Singapura. Di akses di http://news.detik.com pada tanggal 16 April 2018.. Ircham Machfoedz dan Eko Suryanidan., 2008. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Yogyakarta Isselbacher ,dkk., 1995. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2, Yogyakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.(hal:929). Judarwanto, Widodo., 2017. Balita Jakarta Terancam Wabah Flu Singapura. Di akses di http://health.kompas.com pada tanggal 16 April 2018. Kalimantan News. 2018. Dinkes Kapuas Hulu: Waspadai Penyebaran Flu Singapura. Di akses di http://www.kalimantan-news.com pada tanggal 16 April 2018. Lenny. 2017. Waspada Serangan Flu Singapura. Di akses di http://www.riaupos.com Mandal,dkk., 2008. Lecture Notes Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga (hal:93). Maulana, Heri D.J., 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, Soekidjo., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo., 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Patnistik, Egidius., 2017. Penyakit Kaki, Tangan, dan Mulut Cemaskan China. Di akses di http://internasional.kompas.com pada tanggal 16 April 2018. Potter & Perry., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: ECG. Potter & Perry., 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta: ECG. Setiana, Dantik., 2011. Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Terhadap Pencegahan Infeksi, Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakulatas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Soetjiningsih., 2001. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Supartini Y., 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Undang-undang N0.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dan Undang-undang N0.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Wasono, Hari Tri. 2017. Flu Singapura Landa Tulungagung. Di akses di http://www.tempo.co Wawan, A & M, Dewi., 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. https://www.dr-rocky.com/index.php/blog/entry/flu-singapura diakses pada 19 April 2018.