Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Regina Veriska Ayedia 1740312302
Adila Khairani 1740312273
Preseptor:
Dr. Lidya Aswati, Sp.A
Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk yang
menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus flavivirus dan famili
flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang
mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi. DENV-2 dan DENV-3
disebut juga sebagai genotip orang Asia sering berhubungan dengan penyakit
yang lebih berat1
Jika seseorang telah terinfeksi dengue sebelumnya dan kembali terinfeksi,
maka akan meningkatkan risiko untuk menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS)
dan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Nyamuk Aedes Aegypti berukuran kecil,
berwarna belang hitam dan putih, tropikal dan subtropikal dapat ditemukan di
Amerika Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan
daerah vektor utama2.
Insiden dengue terus meningkat hingga tiga puluh kali lipat dalam lima
puluh tahun terakhir1. Perkiraan terbaru pada tahun 2013 menunjukkan 390 juta
kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun, dimana 96 jutanya bermanifestasi secara
klinis. Penelitian lain menunjukkan prevalensi dari dengue mencapai 3,9 juta
orang dari 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue3.
Demam Berdarah Dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena
angka morbiditas DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang
dari 49 per 100.000 penduduk. Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) menyebutkan tahun 2008 angka morbiditas DBD 59,02 per 100.000
penduduk. Jumlah ini menanjak naik dan mencapai puncak pada tahun 2010 yaitu
65,7 per 100.000 penduduk. Tahun berikutnya angka ini menurun pesat menjadi
27,67 per 100.000 penduduk. Angka morbiditas DBD kembali naik pada tahun
berikutnya menjadi 37,23 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2015 tercatat angka
kesakitan DBD mencapai 50,75 per 100.000 penduduk. Bali, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan angka kejadian tertinggi di
Indonesia yaitu 257,75 ; 188,46 ; 92,96 per 100.000 penduduk masing-masingnya
pada tahun 2015. Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menempati posisi ketujuh di
Indonesia dengan angka kejadian DBD terbanyak yaitu 73,24 per 100.000
penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian
nasional.3
.
1.2 Batasan Masalah
2.1. Definisi
Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk yang
menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus flavivirus dan famili
flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang
mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi1.
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara DD dan DHF ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni, serta diatesis
hemoragik. Trombositopeni merupakan kelainan hematologis yang ditemukan
pada sebagian besar kasus DHF, nilai trombosit mulai menurun saat masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia yang dihubungkan
dengan meningkatnya megakariosit muda di sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruki trombosit, dugaan
mekanisme lain trombositopenia galah depresi fungsi megakariosit5.
Kelainan sistim koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktifasi memanjang. Pada kasus DHF berat terjadi peningkatan fibrinogen
degradation product (FDP). Penilitian lebih lanjut faktor koagulasi mebuktikan
penurunan aktivitas anitrombin III, aktivists faktor VII faktor II. Kelainan
fibrinolisis pada DHF dibuktikan dengan penurunan dengan alfa 2 plasmin
inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penilitian tersebut
mebuktikan bahwa (1) pada DHF stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrilinolisis (2) disseminated intravascular koagulation (DIC) secara pontesial
data terjadi juga pada DHF tanpa syok5.
2.5 Klasifikasi
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis, terdapat
spektrum manifestasi klinis yang luas, setelah masa inkubasi penyakit mulai
dengan tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase – febris, kritis dan penyembuhan2
a. Fase febris
Pasien biasanya akan mengalami deman tinggi secara tiba-tiba. Fase ini
biasanya berlangsung kira-kira 2 – 7 hari diikuti oleh muka kemerahan, eritema
pada kulit, nyeri pada badan, ekstremitas, myalgia, atralgia, nyeri retoorbita,
fotofobia dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri
tenggorokan,,faring dan konjungtiva hiperemis. Anoreksia, mual dan muntah
sering terjadi. Sangat sulit membedakan dengue secara klinis dengan demam non
dengue pada fase ini, belum terlihat gejala perdarahan. Yang perlu diperhatikan
pada fase ini adalah kenaikan suhu tubuh yang progresif 6.
b. Fase kritis
Fase kritis merupakan transisi dari fase febris, biasanya sudah terjadi tanda
- tanda gawat seperti perembesan plasma. Tanda-tanda bahaya dari fase kritis
biasanya terjadi kenaikan suhu 37,5-38C atau lebih dan kadang dijumpai
leukopenia, kenaikan hemtokrit dan penurunan trombosit yang signifikan. Masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan6:
1. Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
2. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus
= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
3. Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma 4
4. Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<
1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
5. Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis12
Demam sebagai gejala utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
bersifat kontinu
Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
Pada anak besar dapat dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
perut
Adanya tanda-tanda perdarahan, yang paling sering adalah perdarahan
kulit dan mimisan
b. Pemeriksaan Fisik12
Diawali dengan demam tinggi disertai Facial flush, Nyeri tenggorok
dengan faring hiperemis
Adanya tanda tanda perdarahan termasuk uji turniqet positif, ptekie,
purpura (pada lokasi pungsi vena), ekimosis, epistaksis, perdarah gusi dan
hematemesis melana akibat perdarahan saluran cerna
Dapat ditemuka hepatomegali dan kelainan fungsi hati pada 90-98% kasus
anak
Tanda-tanda syok: anak gelisah hingga terjadi penurunan kesadaran,
sianosis. Nafas cepat, takikardi, nadi terasa halus kadang-kadang tidak
teraba, tekanan darah turun dan tekanan nadi (selisih sistolik dan diastolik)
, 20 mmHg. Akral dingin pucat, dan tampak lemas.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, dan hitung
jenis. Pada apusan darah perifer dapat dinilai peningkatan 15% limfosit
plasma biru
Kriteria laboratorium7:
Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% dari
nilai dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin
2. Serologis12
Uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesen
Uji komplemen fiksasi
Uji neutralisasi
IgM Elisa, IgG Elisa
Uji serologi dengue IgG dan IgM
3.Radiologis12
Foto Thoraks : Pada foto thoraks terhadap kasus DBD derajat III/IV dan
sebagian besar derajat II, didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah
hemitoraks kanan.
USG : Efusi Pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica felea
dan vesica urinaria
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan7:
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan, salah satu dari yaitu pemeriksaan turniket positif,
ekimosis atau purpura, perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal,
hematom pada bekas suntikkan dan hematemesis melena.
c. Trombositopenia <= 100.000/mm3
d. Plasma leakage yang meningkatkan permeabilitas vascular yang
menimbulkan peningkatan hematokrit ≥ 20% diatas nilai normal
berdasarkan usia, jenis kelamindan ras.
e. Dijumpai hepatomegali
d. Perhatian
- Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas, mendukung diagnosis DSS.
- Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok
sepsis.
Diagnosis Diferensial
Diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti
demam thifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis
dan malaria.
2.8. Tatalaksana
Dalam tatalaksana kasus DHF terdapat dua keadaan klinis yang perlu
diperhatikan:13
1. Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di
IGD atau puskesmas, dalam sistem triase dapat dipilah pasien dengan
warning sign dan pasien yang dapat berobat jalan, namun memerlukan
observasi lebih lanjut.
Gambar 4. Alur triase yang dianjurkan
2. Tatalaksana kasus DSS dengan dasar pemberian cairan yang adekuat dan
monitor kadar hematokrit. Apabila shock belum teratasi selama 2x30
menit pastikan apakah terdapat perdaraha aktif dan transfusi PRC
merupakan pilihan.
2. Fase kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi sedang
(rumatan ditambah 5-8%). Cairan intravena diperlukan, apabila: 1. Anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok; 2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit; 3. Pada saat pasien datang, berikan cairan
kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-7 ml/kgBB/jam). Monitor tanda
vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam.
Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum
membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil,
diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi secara bertahap menjadi 5
ml/kgBB/jam, kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer maleate,
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2
larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung dekstosa) Koloid:
Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.
3. Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan
menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.
2.9 Pencegahan
Kontrol demam dengue atau DHF secara primer yaitu dengan kontrol dari
Ae.aegypti, karena tidak ada vaksin yang memungkinkan untuk mencegah infeksi
dengue dan tidak ada obat spesifik untuk pengobatanya. Usaha dini yang bisa
dilakukan yaitu menyebar insektisida untuk ,mengkontrol nyamuk dewasa. Akan
tetapi penyebaran insektisida sering berimbas sehingga banyak penolakan dari
komunitas. Sehingga kini digunakan metode modifikasi ramah lingkungan
meliputi transformasi tanah, air dan vegetasi bertujuan menurunkan habitat dari
vector tanpa menyebabkan efek samping lingkungan. 3
Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada (1) upaya
preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim penularan
penyakit di desa/kelurahan endemis DBD, yang merupakan pusat pusat
penyebaran penyakit ke wilayah lainya, (2) strategi ini diperkuat dengan
menggalakan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), (3) melaksanakan penanggulangan fokus dirumah pasien
dan disekitar tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa
(KLB), dan (4) melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai
media.7
Kewajiban pelaporan kasus/tersangka dalam tempo 24 jam ke dinkes Dati
II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan sesuai Peraturan Mentri
Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan
adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinkes Dati II yang bersangkutan, dapat
dengan segera melakukan penyelidikan epidemiologidan sekitar tempat tinggal
kasus untuk melihat kemungkinan resiko penularan.7
Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko
penularan DBD, maka Puskesmas/Dinkes Dati II akan melakukan langkah
langkah upaya penanggulangan berupa (1) foging fokus, (2) abatisasi selektif.
Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir butir abate sand granule
(SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per million), yaitu
10 gram meter 100 liter air, (3) menggalakan masyarakat untuk melakukan kerja
bakti dalam PSN.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu kandung
Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang :
- Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus,
tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Demam turun dengan
pemberian obat paracetamol yang dibeli sendiri.
- Nyeri tenggorokan disertai nyeri menelan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
- Batuk sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak berdahak.
- Sesak napas tidak ada.
- Nyeri perut ada sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
di ulu hati.
- Penurunan nafsu makan ada sejak 4 hari yang lalu.
- Mual dan muntah ada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
isinya sesuai yang dimakan, frekuensi 2 kali sehari, banyaknya sekitar 50
cc /kali.
- Perdarahan pada kulit, gusi, hidung dan saluran cerna tidak ada.
- Pasien merasa lemah dan sering letih sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit
- Buang air kecil 3-4 kali sehari, warna kuning jernih.
- Buang air besar 1-2 kali sehari, konsistensi biasa, warna kecoklatan.
- Riwayat sering menggantung pakaian dibelakang pintu ada.
- Riwayat membersihkan bak mandi 1 kali 2 minggu.
- Tidak ada riwayat bepergian ke daerah lain.
Riwayat Persalinan
Lama hamil : cukup bulan
Ditilong oleh : Bidan
Cara lahir : Spontan
Berat lahir : 3000 gram
Saat lahir : langsung menangis kuat
Riwayat Perkembangan
Tertawa : lupa
Miring : lupa
Tengkurap : lupa
Duduk : lupa
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : lupa
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Basrul Fitrileni
Umur 42 tahun 33 tahun
Pendidikan SMP SD
Pekerjaan Supir angkutan kota Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp 1.500.000 -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak Ada
diderita
Saudara Kandung :
1. Laki-laki, 16 tahun, sehat
2. Laki-laki, 12 tahun, pasien
3. Laki-laki, 5 tahun, sehat
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC 5
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler , murmur tidak ada, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, nyeri tekan ada di regio epigastrium.
Hepar, lien, ginjal tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Gambar 6 : Gambaran Ptekie setelah rumple leed dan purpura di area punksi
vena
3.8 Follow Up
1. Senin, 11-02-2019
S/ Demam tidak ada
Nyeri tenggorokan masih ada
Nafsu makan sedikit meningkat dengan menghabiskan setengah porsi
makanan.
Nyeri perut masih ada di regio epigastrium
Mual ada, muntah 2 kali dengan isnya sesuai yang dimakan
Kejang tidak ada
Batuk dan sesak nafas tidak ada
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa
O/ ku : sakit sedang
TD : 120/80 mmHg
Nd : 110x/ menit
Nf : 20x/ menit
S : 36,8℃
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler rh -/- wh -/-
Jantung : S1 S2 reguler, murmur tidak ada
Abdomen : Distensi tidak ada, nyeri tekan di epigastrium masih ada
Hasil labor 11/02/2019 pukul 09:01
Hb : 15,4 gr/dL
Leukosit : 4.590/mm3
Trombosit : 33.000/mm3
Hematokrit : 43,5 %
Hitung jenis leukosit : 0/1/31/47/21
Kesan : leukositopenia dan trombositopenia
2. Selasa, 12-02-2019
S/ Demam tidak ada
Nyeri tenggorokan masih ada
Nafsu makan sedikit meningkat dengan menghabiskan setengah porsi
makanan.
Nyeri perut masih ada di regio epigastrium
Mual ada, muntah 2 kali dengan isnya sesuai yang dimakan
Kejang tidak ada
Batuk dan sesak nafas tidak ada
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa
O/ ku : sakit sedang
Nd : 80x
Nf : 20x
S : 36,6℃
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler rh -/- wh -/-
Jantung : S1 S2 reguler, murmur tidak ada
Abd : Nyeri tekan di epigastrium masih ada
A/ DHF grade 1