You are on page 1of 30

Case Report Session

DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF)

Oleh:
Regina Veriska Ayedia 1740312302
Adila Khairani 1740312273

Preseptor:
Dr. Lidya Aswati, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk yang
menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus flavivirus dan famili
flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang
mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi. DENV-2 dan DENV-3
disebut juga sebagai genotip orang Asia sering berhubungan dengan penyakit
yang lebih berat1
Jika seseorang telah terinfeksi dengue sebelumnya dan kembali terinfeksi,
maka akan meningkatkan risiko untuk menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS)
dan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Nyamuk Aedes Aegypti berukuran kecil,
berwarna belang hitam dan putih, tropikal dan subtropikal dapat ditemukan di
Amerika Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan
daerah vektor utama2.
Insiden dengue terus meningkat hingga tiga puluh kali lipat dalam lima
puluh tahun terakhir1. Perkiraan terbaru pada tahun 2013 menunjukkan 390 juta
kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun, dimana 96 jutanya bermanifestasi secara
klinis. Penelitian lain menunjukkan prevalensi dari dengue mencapai 3,9 juta
orang dari 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue3.
Demam Berdarah Dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena
angka morbiditas DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang
dari 49 per 100.000 penduduk. Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) menyebutkan tahun 2008 angka morbiditas DBD 59,02 per 100.000
penduduk. Jumlah ini menanjak naik dan mencapai puncak pada tahun 2010 yaitu
65,7 per 100.000 penduduk. Tahun berikutnya angka ini menurun pesat menjadi
27,67 per 100.000 penduduk. Angka morbiditas DBD kembali naik pada tahun
berikutnya menjadi 37,23 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2015 tercatat angka
kesakitan DBD mencapai 50,75 per 100.000 penduduk. Bali, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan angka kejadian tertinggi di
Indonesia yaitu 257,75 ; 188,46 ; 92,96 per 100.000 penduduk masing-masingnya
pada tahun 2015. Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menempati posisi ketujuh di
Indonesia dengan angka kejadian DBD terbanyak yaitu 73,24 per 100.000
penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian
nasional.3
.
1.2 Batasan Masalah

Karya tulis ini membahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi,


etiologi, patogenesis, gambaran klinis, penegakan diagnosis dan tatalaksana DHF.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman


mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran
klinis, penegakan diagnosis dan tatalaksana DHF.

1.4. Metode Penulisan

Karya tulis ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk


kepada berbagai sumber.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk yang
menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus flavivirus dan famili
flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang
mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi1.

2.2. Etiologi dan Transmisi


Virus dengue (DENV) merupakan virus ssRNA kecil dan terdiri dari
empat serotipe berbeda (DENV-1 sampai -4).Virus ini masuk kepada genus
flavivirus dan famili flaviviridae. DENV-2 dan DENV-3 disebut juga sebagai
genotip orang Asia sering berhubungan dengan penyakit yang lebih berat1.
Penelitian menunjukkan bahwa genus Aedes, terutama nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, telah beradaptasi untuk tinggal di dekat area tempat
tinggal manusia dan menjadi transmisi penularan demam berdarah. Nyamuk
beraktivitas pada siang hari dan lebih suka manusia daripada hewan lain. Aedes
aegypti menghisap darah manusia tertinggi yaitu 76,9%, diikuti oleh nyamuk
Aedes albopictus (75%) dan Aedes vittatus (33%)2.
Ubanisasi, dan transportasi modern berkontribusi besar terhadap
peningkatan insiden dan penyebaran demam berdarah. Ketika seseorang
berpindah dari daerah endemis, mereka cenderung berfungsi sebagai perantara
untuk penyebaran lebih lanjut. Virulensi strain virus dan variasi genetik virus
dengue juga cberpengaruh dalam penularan epidemi DBD yang lebih luas2.
Setelah terinfeksi, virus kemudian masuk ke sirkulasi darah manusia
selama 2 hingga 7 hari, kemudian mengalami gejala sistemik berupa demam.
Manusia yang telah terinfeksi virus, virus dapat ditransmisikan kepada manusia
lainnya melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama muncul (4-5 hari, maksimal
12 hari)1
2.3. Epidemiologi
Demam berdarah tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan faktor-
faktor risiko yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu, kelembaban, tingkat
urbanisasi dan pengendalian vektor di daerah perkotaan. Sebelum tahun 1970,
hanya sembilan negara yang mengalami epidemi dengue. Saat ini, dengue
endemik terjadi pada lebih dari 100 negara di kawasan Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Wilayah Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat merupakan daerah dengan dampak terparah.3
Di Indonesia, infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya makin meningkat.
Pada tahun 2015, terdapat sekitar 126.675 penderita di 34 provinsi dengan 1.299
diantaranya meninggal dunia.4

Gambar 1: Negara dengan risiko transmisi dengue3

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara DD dan DHF ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni, serta diatesis
hemoragik. Trombositopeni merupakan kelainan hematologis yang ditemukan
pada sebagian besar kasus DHF, nilai trombosit mulai menurun saat masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia yang dihubungkan
dengan meningkatnya megakariosit muda di sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruki trombosit, dugaan
mekanisme lain trombositopenia galah depresi fungsi megakariosit5.
Kelainan sistim koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktifasi memanjang. Pada kasus DHF berat terjadi peningkatan fibrinogen
degradation product (FDP). Penilitian lebih lanjut faktor koagulasi mebuktikan
penurunan aktivitas anitrombin III, aktivists faktor VII faktor II. Kelainan
fibrinolisis pada DHF dibuktikan dengan penurunan dengan alfa 2 plasmin
inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penilitian tersebut
mebuktikan bahwa (1) pada DHF stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrilinolisis (2) disseminated intravascular koagulation (DIC) secara pontesial
data terjadi juga pada DHF tanpa syok5.

2.5 Klasifikasi
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis, terdapat
spektrum manifestasi klinis yang luas, setelah masa inkubasi penyakit mulai
dengan tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase – febris, kritis dan penyembuhan2
a. Fase febris
Pasien biasanya akan mengalami deman tinggi secara tiba-tiba. Fase ini
biasanya berlangsung kira-kira 2 – 7 hari diikuti oleh muka kemerahan, eritema
pada kulit, nyeri pada badan, ekstremitas, myalgia, atralgia, nyeri retoorbita,
fotofobia dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri
tenggorokan,,faring dan konjungtiva hiperemis. Anoreksia, mual dan muntah
sering terjadi. Sangat sulit membedakan dengue secara klinis dengan demam non
dengue pada fase ini, belum terlihat gejala perdarahan. Yang perlu diperhatikan
pada fase ini adalah kenaikan suhu tubuh yang progresif 6.
b. Fase kritis
Fase kritis merupakan transisi dari fase febris, biasanya sudah terjadi tanda
- tanda gawat seperti perembesan plasma. Tanda-tanda bahaya dari fase kritis
biasanya terjadi kenaikan suhu 37,5-38C atau lebih dan kadang dijumpai
leukopenia, kenaikan hemtokrit dan penurunan trombosit yang signifikan. Masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan6:
1. Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
2. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus
= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
3. Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma 4
4. Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<
1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
5. Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.

c. Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan terjadi setelah 24 - 72 jam setelah fase kritis. Pada fase
ini terjadi gejala pada gastrointestinal seperti hepatosplenomegali. Hematokrit
sudah mulai stabil, trombosit sudah mulai naik jika sudah diterapi dengan baik.
Yang perlu diperhatikan rembesan cairan pada efusi pleura masif dan asites6.

2.5.1 Dengue Shock Syndrome (DSS)


Dengue shock syndorome adalah bent dari syok hipovolemik dikarenakan adanya
kebocoran plasma dan permeabilitas vaskuler yang meningkat secara kontinue.
Syok dibagi menjadi beberapa tahap6:
1. Stage initial, yaitu mekanisme terkompensasi menggambarkan tekanan darah
yang masih normal, takikardi, takipneu tanpa peningkatan aktivitas, dan
vasokonstriksi di perifer dapat dilihat dari capillary refill time > 2 detik dan
melemahnya denyut nadi perifer.
2. Syok hipovolemik yang semakin parah, pada tahap ini manifestasi klinis yang
terlihat adalah takikardi dan vasokonstriksi di perifer, ekstremitas menjadi
dingon dan sianosis. Oleh karna syok hipovelemik dalat menyebabkan asidosis
metabolik maka tubuh mengkompensasi dengan pernafasan kusmaul. Akhirnya
terjadi fase dekompensasi, menjadi hipotensi. Pada bayi dan anak-anak status
mental sulit untuk dinilai, biasanya anak akan mengalami letargi.
3. Prolonged hypotensive shock dan hipoksia mengarahkan menjadi asidosis
metabolik berat, kegagalan organ, yang akan menjadi perjalanan klinis yang
buruk. Jika perdarahan aktif terjadi, di sertai dengan trombistopenia, hipoksia
dan asidosis maka akan terjadi kegagalan organ multipel dan DIC berat.

Gambar 2: Grafik perjalanan klinis infeksi dengue6


2.6. Manifestasi Klinis
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari
sesuai dengan masa inkubasi virus disertai dengan muka kemerahan. Keluhan
seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan muntah sering
ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut yang
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi9.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, ptekie halus ditemukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan dari fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just
palpable sampai 2-4 cm dibawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati
tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih
sering ditemukan pada penderita dengan syok10.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini
terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba dan sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok9,10.
Gambar 3: Klasifikasi derajat infeksi Dengue 11

2.8 Diagnosis
a. Anamnesis12
 Demam sebagai gejala utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
bersifat kontinu
 Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
 Pada anak besar dapat dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
perut
 Adanya tanda-tanda perdarahan, yang paling sering adalah perdarahan
kulit dan mimisan

b. Pemeriksaan Fisik12
 Diawali dengan demam tinggi disertai Facial flush, Nyeri tenggorok
dengan faring hiperemis
 Adanya tanda tanda perdarahan termasuk uji turniqet positif, ptekie,
purpura (pada lokasi pungsi vena), ekimosis, epistaksis, perdarah gusi dan
hematemesis melana akibat perdarahan saluran cerna
 Dapat ditemuka hepatomegali dan kelainan fungsi hati pada 90-98% kasus
anak
 Tanda-tanda syok: anak gelisah hingga terjadi penurunan kesadaran,
sianosis. Nafas cepat, takikardi, nadi terasa halus kadang-kadang tidak
teraba, tekanan darah turun dan tekanan nadi (selisih sistolik dan diastolik)
, 20 mmHg. Akral dingin pucat, dan tampak lemas.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, dan hitung
jenis. Pada apusan darah perifer dapat dinilai peningkatan 15% limfosit
plasma biru
Kriteria laboratorium7:
 Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
 Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% dari
nilai dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin
2. Serologis12
 Uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesen
 Uji komplemen fiksasi
 Uji neutralisasi
 IgM Elisa, IgG Elisa
 Uji serologi dengue IgG dan IgM

3.Radiologis12
Foto Thoraks : Pada foto thoraks terhadap kasus DBD derajat III/IV dan
sebagian besar derajat II, didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah
hemitoraks kanan.
USG : Efusi Pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica felea
dan vesica urinaria
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan7:
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan, salah satu dari yaitu pemeriksaan turniket positif,
ekimosis atau purpura, perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal,
hematom pada bekas suntikkan dan hematemesis melena.
c. Trombositopenia <= 100.000/mm3
d. Plasma leakage yang meningkatkan permeabilitas vascular yang
menimbulkan peningkatan hematokrit ≥ 20% diatas nilai normal
berdasarkan usia, jenis kelamindan ras.
e. Dijumpai hepatomegali
d. Perhatian
- Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas, mendukung diagnosis DSS.
- Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok
sepsis.

Diagnosis Diferensial
Diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti
demam thifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis
dan malaria.

2.8. Tatalaksana
Dalam tatalaksana kasus DHF terdapat dua keadaan klinis yang perlu
diperhatikan:13
1. Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di
IGD atau puskesmas, dalam sistem triase dapat dipilah pasien dengan
warning sign dan pasien yang dapat berobat jalan, namun memerlukan
observasi lebih lanjut.
Gambar 4. Alur triase yang dianjurkan
2. Tatalaksana kasus DSS dengan dasar pemberian cairan yang adekuat dan
monitor kadar hematokrit. Apabila shock belum teratasi selama 2x30
menit pastikan apakah terdapat perdaraha aktif dan transfusi PRC
merupakan pilihan.

Gambar 5: Flow chart penggantian volume cairan pada DSS


Tatalaksana dengue terbagi atas 3 fase13
1. Fase demam
Pada fase ini yang diperlukan hanya pengobatan suportif dan simtomatik.
Paracetamol merupakan anti piretik pilihan pertama dengan dosis
10mg/kgBB/dosis selang 4 jam apabila suhu > 38,0C. Pengobatan suportif
lain yang dapat diberikan adalah oralit, larutan gula garam, jus buah, susu
dll.Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, koreksi
dehidrasi sesuai kebutuhan.

2. Fase kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi sedang
(rumatan ditambah 5-8%). Cairan intravena diperlukan, apabila: 1. Anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok; 2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit; 3. Pada saat pasien datang, berikan cairan
kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-7 ml/kgBB/jam). Monitor tanda
vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam.
Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum
membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil,
diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi secara bertahap menjadi 5
ml/kgBB/jam, kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer maleate,
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2
larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung dekstosa) Koloid:
Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.

3. Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan
menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.

Pada kasus dengue berat yang ditemukan adanya perdarahan bermakna,


kebocaran plasma, penurunan kesadaran, perdarahan organ cerna danagangguan
organ berat, tatalaksana dini adalah pemberian cairan untuk menggantian plasma
dengan kristaloid 10-20cc/kgBB atau tetesan lepas selama 10-15 menit sampai
tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian diturunkan sampai 10cc. Setelah
resusitasi awal, pantau pasien 1-4 jam, ulangi pemeriksaan Ht dan tanda vital sign.
Cairan resusitasi inisial pada DSS adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB
secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi
cairan sesuai berat BB ideal dan umur; bila tidak ada perbaikan pemberian cairan
kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60
menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal
pemberian koloid 1500ml/hari dan sebaiknya tidak diberikan pada saat
perdarahan.
Indikasi transfusi darah adalah apabila terjadi kehilagan darah yang bermakna
misalnya 10% volume darah total dan penurunan Ht. Pada anak diberikan PRC
5ml/kgBB/kali. Transfusi trombosit hanya diberikan pada perdarah masif untuk
menghentikan perdaran yang terjadi. Dosis transfusi trombosit 0,2U/kgBB/dosis.

2.8.2 Indikasi pulang :12


1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (>7 hari sejak panas)
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Nafsu makan membaik
4. Secara klinis tampak perbaikan
5. Hematokrit stabil
6. 3 hari setelah syok teratasi, tidak ada sesak nafas atau takipneu
7. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkatTidak
dijumpai distress pernapasan (yang disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

2.9 Pencegahan

Kontrol demam dengue atau DHF secara primer yaitu dengan kontrol dari
Ae.aegypti, karena tidak ada vaksin yang memungkinkan untuk mencegah infeksi
dengue dan tidak ada obat spesifik untuk pengobatanya. Usaha dini yang bisa
dilakukan yaitu menyebar insektisida untuk ,mengkontrol nyamuk dewasa. Akan
tetapi penyebaran insektisida sering berimbas sehingga banyak penolakan dari
komunitas. Sehingga kini digunakan metode modifikasi ramah lingkungan
meliputi transformasi tanah, air dan vegetasi bertujuan menurunkan habitat dari
vector tanpa menyebabkan efek samping lingkungan. 3
Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada (1) upaya
preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim penularan
penyakit di desa/kelurahan endemis DBD, yang merupakan pusat pusat
penyebaran penyakit ke wilayah lainya, (2) strategi ini diperkuat dengan
menggalakan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), (3) melaksanakan penanggulangan fokus dirumah pasien
dan disekitar tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa
(KLB), dan (4) melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai
media.7
Kewajiban pelaporan kasus/tersangka dalam tempo 24 jam ke dinkes Dati
II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan sesuai Peraturan Mentri
Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan
adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinkes Dati II yang bersangkutan, dapat
dengan segera melakukan penyelidikan epidemiologidan sekitar tempat tinggal
kasus untuk melihat kemungkinan resiko penularan.7
Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko
penularan DBD, maka Puskesmas/Dinkes Dati II akan melakukan langkah
langkah upaya penanggulangan berupa (1) foging fokus, (2) abatisasi selektif.
Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir butir abate sand granule
(SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per million), yaitu
10 gram meter 100 liter air, (3) menggalakan masyarakat untuk melakukan kerja
bakti dalam PSN.
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. NA
Umur/ tanggal lahir : 12 tahun 10 bulan/ 02-04-2006
Jenis kelamin : Perempuan
No RM RS : 497202
Nama ibu kandung : Ny. FY
Alamat : Bukittinggi
Tanggal pemeriksaan : 11-02-2019

3.2 Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu kandung
Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang :
- Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus,
tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Demam turun dengan
pemberian obat paracetamol yang dibeli sendiri.
- Nyeri tenggorokan disertai nyeri menelan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
- Batuk sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak berdahak.
- Sesak napas tidak ada.
- Nyeri perut ada sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
di ulu hati.
- Penurunan nafsu makan ada sejak 4 hari yang lalu.
- Mual dan muntah ada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
isinya sesuai yang dimakan, frekuensi 2 kali sehari, banyaknya sekitar 50
cc /kali.
- Perdarahan pada kulit, gusi, hidung dan saluran cerna tidak ada.
- Pasien merasa lemah dan sering letih sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit
- Buang air kecil 3-4 kali sehari, warna kuning jernih.
- Buang air besar 1-2 kali sehari, konsistensi biasa, warna kecoklatan.
- Riwayat sering menggantung pakaian dibelakang pintu ada.
- Riwayat membersihkan bak mandi 1 kali 2 minggu.
- Tidak ada riwayat bepergian ke daerah lain.

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluaraga, teman, dan tetangga yang mengalami keluhan yang sama
dengan anak.

Riwayat Persalinan
Lama hamil : cukup bulan
Ditilong oleh : Bidan
Cara lahir : Spontan
Berat lahir : 3000 gram
Saat lahir : langsung menangis kuat

Riwayat Makan dan Minumaan


ASI : 0 bulan – 1 tahun
Susu Formula : tidak ada
Bubur susu : 6 bulan – 8 bulan
Nasi tim : 8 bulan – 10 bulan
Makanan biasa : 10 bulan – sekarang
Makan biasa 2 x 1 porsi, dengan lauk daging ayam, ikan, telur, dan anak tidak
suka makan sayur.

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan anak kurang


Riwayat Imunisasi
Hb 0 0 bulan
BCG 2 bulan
Polio 2,3,4 bulan
DPT Hb Hib 2,3,4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat Perkembangan
Tertawa : lupa
Miring : lupa
Tengkurap : lupa
Duduk : lupa
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : lupa

Kesan : sulit ditentukan

Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Basrul Fitrileni
Umur 42 tahun 33 tahun
Pendidikan SMP SD
Pekerjaan Supir angkutan kota Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp 1.500.000 -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak Ada
diderita

Saudara Kandung :
1. Laki-laki, 16 tahun, sehat
2. Laki-laki, 12 tahun, pasien
3. Laki-laki, 5 tahun, sehat

Riwayat Perumahan dan Tempat Tinggal


Rumah tempat tinggal : Semi permanen
Sumber air minum : Air PDAM yang dimasak
Buang air besar : Di luar rumah
Pekarangan : Sempit
Sampah : Dibuang ke TPA

Kesan : Higiene dan sanitasi cukup baik

3.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang Berat Badan : 47 kg
Kesadaran : komposmentis Tinggi Badan : 145 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg BB/U : 97,9 %
Frekuensi Nadi : 83 x/menit TB/U : 91,7 %
Frekuensi Napas : 20 x/menit BB/TB : 104 %
Suhu : 37,1oC Status Gizi : Gizi baik
Edema : Tidak ada Anemia : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada Sianosis : Tidak ada
Kulit : Rumple leed (+)

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB


Kepala : Bulat, simetris, normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Pupil bulat dengan diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya +/+
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorok : Tonsil T1-T1, faring dan tonsil hiperemis
Gigi dan mulut : Mukosa bibir basah, caries dentis ada dan gigi berlubang
Pada molar 2 kiri atas.
Lidah oral trush ada
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O
Thoraks : Normochest
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC 5
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler , murmur tidak ada, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, nyeri tekan ada di regio epigastrium.
Hepar, lien, ginjal tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal

Punggung : Tidak ada kelainan


Genitalia : A1M2P2
Anggota gerak : Teraba hangat, CRT < 2 detik

Gambar 6 : Gambaran Ptekie setelah rumple leed dan purpura di area punksi
vena

3.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah lengkap
Hb : 14,8 gr/dL
Leukosit : 4.000/mm3
Trombosit : 65.000/mm3
Hematokrit : 42,2 %
Hitung jenis leukosit : 0/0/49/32/18
Kesan : leukositopenia dan trombositopenia

3.4 Diagnosis Kerja


Susp. DHF grade 1

3.5 Diagnosis Banding


Demam tifoid
3.6 Tatalaksana
 MB 1950 kkal
 IVFD RL30cc/KgBB/hr
 Paracetamol 3x500mg po

3.7 Pemeriksaan Anjuran


 Cek DPL ulang berkala
 Pemeriksaan IgG dan IgM anti dengue
 Tubex test atau widal test

3.8 Follow Up
1. Senin, 11-02-2019
S/ Demam tidak ada
Nyeri tenggorokan masih ada
Nafsu makan sedikit meningkat dengan menghabiskan setengah porsi
makanan.
Nyeri perut masih ada di regio epigastrium
Mual ada, muntah 2 kali dengan isnya sesuai yang dimakan
Kejang tidak ada
Batuk dan sesak nafas tidak ada
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa

O/ ku : sakit sedang
TD : 120/80 mmHg
Nd : 110x/ menit
Nf : 20x/ menit
S : 36,8℃
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler rh -/- wh -/-
Jantung : S1 S2 reguler, murmur tidak ada
Abdomen : Distensi tidak ada, nyeri tekan di epigastrium masih ada
Hasil labor 11/02/2019 pukul 09:01
Hb : 15,4 gr/dL
Leukosit : 4.590/mm3
Trombosit : 33.000/mm3
Hematokrit : 43,5 %
Hitung jenis leukosit : 0/1/31/47/21
Kesan : leukositopenia dan trombositopenia

(Labor 11/02/2019 pukul 17:52)


Hb : 15,3 gr/dL
Leukosit : 6.740/mm3
Trombosit : 22.000/mm3
Hematokrit : 43,2 %
Hitung jenis leukosit : 0/1/26/57/16
Kesan : trombositopenia

A/ Susp. DHF grade 1

P/ Pantau tanda tanda vital (suhu)


MB 1960 kkal
IVFD RL 90 cc/kgbb
PCT 3x500 mg (PO) jika demam

2. Selasa, 12-02-2019
S/ Demam tidak ada
Nyeri tenggorokan masih ada
Nafsu makan sedikit meningkat dengan menghabiskan setengah porsi
makanan.
Nyeri perut masih ada di regio epigastrium
Mual ada, muntah 2 kali dengan isnya sesuai yang dimakan
Kejang tidak ada
Batuk dan sesak nafas tidak ada
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa

O/ ku : sakit sedang
Nd : 80x
Nf : 20x
S : 36,6℃
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler rh -/- wh -/-
Jantung : S1 S2 reguler, murmur tidak ada
Abd : Nyeri tekan di epigastrium masih ada

Hasil labor 12/02/2019


Hb : 15,3 gr/dL
Leukosit : 8.830 /mm3
Trombosit : 20.000 /mm3
Hematokrit : 43,4 %
IgG : Reaktif
IgM : Non Reaktif
Kesan : trombositopenia, IgG reaktif

A/ DHF grade 1

P/ Pantau tanda tanda vital (suhu)


MB 1960 kkal
IVFD RL 50 cc/kgbb
Paracetamol bila demam
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 12 tahun masuk ke IGD RSUD


Achmad Mochtar pada tanggal 10 Februari 2019 dengan keluhan utama demam
tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Dari alloanamnesis dengan orang tua pasien di dapatkan riwayat demam
sejak hari kamis tanggal 7 Februari 2019. Demam didefinisikan sebagai
peningkatan temperatur tubuh lebih dari 37,5 C akibat peningkatan pusat pengatur
suhu dihipotalamus yang disebabkan oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari
dalam tubuh sendiri maupun eksogen, seperti bakteri, virus, jamur.
Pola demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada pasien
ini didapatkan demam tinggi tiba-tiba, terus menerus, tidak menggigil, tidak
berkeringat, demam menurun dengan paracetamol kemudian kembali meningkat.
Hal tersebut dapat menyingkirkan kemungkinan demam akibat penyakit lain
seperti demam tifoid yang biasanya akan terjadi peningkatan suhu terutama pada
sore dan malam hari, juga malaria yang demamnya bersifat intermitten atau hilang
timbul. Pola demam pada pasien tidak menyerupai pola pelana kuda atau bifasik
yang banyak ditemukan pada demam dengue dikarenakan penggunaan
paracetamol yang dibeli sendiri.
Orang tua juga mengeluhkan anaknya tampak lemah dan letih. Tanda-
tanda tersebut merupakan tanda-tanda dari kegagalan sirkulasi. Kegagalan
sirkulasi biasanya disertai dengan peningkatan nilai hematokrit yang bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah akibat
endotel yang rusak. Pada pasien tidak ditemukan adanya perdarahan spontan
seperti perdarahan pada kulit ataupun hidung.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada hari Senin tanggal 11 Februari
2019, didapatkan pasien tampak sakit sedang, composmentis, tekanan darah
120/80, Nadi 83 x/ menit, Nafas 20 x/ menit, Suhu 37,1oC. Pada pasien tidak
ditemukan tanda-tanda perdarahan pada kulit ataupun hidung. Pada uji turniqet
didapatkan hasil positif yaitu timbulnya ptekie yang banyak di area volar kanan
bawah. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini sesuai dengan
klasifikasi demam berdarah dengue derajat I, dimana terdapat gejala berupa
demam, tanpa disertai dengan perdarahan yang spontan pada pasien ini akan tetapi
uji turniqet positif.
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence)
dimana terjadi puncak kebocoran plasma. Kewaspadaan dalam mengantisipasi
kemungkinan syok hipovolemi, yaitu dengan tanda dan gejala yang mendahului
syok (warning sign). Warning sign biasanya terjadi diakhir fase demam, antara
hari sakit ke 3-7. Mual muntah terus menerus serta nyeri perut hebat merupakan
tanda awal perembesan plasma. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan
ditempat pengambilan darah merupakan manifes penting. Hepatomegali dan nyeri
perut sering ditemukan. Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan tonsil T1-T1
dengan faring hiperemis.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb 14,5 g/dl, leukosit
4650 /µL, trombosit 50.000/µL, Ht 41,4 %. Berdasarkan hasil dari pemeriksaan
laboratorium, didapatkan adanya trombositopenia dan penignkatan nilai
hematokrit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan. Virus dengue dapat menyebabkan
peningkatan destruksi trombosit yang menyebabkan pendeknya masa hidup
trombosit dan meyebabkan peningkatan megakariosit muda dalam sumsum
tulang, lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun yang disebabkan
oleh proses imunologis yaitu adanya kompleks imun dalam darah. Peningkatan
nilai hematokrit 10-20 % menandakan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan pengobatan cairan inntravena apabila tidak dapat minum oral. Pasien
harus dirawat dan diberikan cairan sesuai kebutuhan.
Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD : RL 90 cc/ kgbb, Paracetamol
0
3x500 mg PO (jika suhu 38,5 C), Edukasi untuk banyak minum. Pemberian
carian infus diatas sudah sesuai dengan kepustakaan dimana pada DHF stage I dan
II yang datang berobat, dimulai dengan infus RL/RA/ NaCl 0,9 % karena paling
isotonik, diberikan dosis awal 6-7ml/kgbb/jam, kemudian dipantau tanda vital, HT
dan trombosit tiap 6 jam, jika ada perbaikan dikurangi tetasan infus menjadi 5
ml/kgBB/jam lalu dipantau dan dikurangi menjadi 3 ml/kgbb/jam bila terjadi
perbaikan kembali. Parasetamol diberikan sebagai terapi simtomatik jika terjadi
demam, dan mengedukasi untuk banyak minum karena cairan sangat penting pada
pasien DHF sebagaimana dijelaskan terjadi perembesan akibat meningkatnya
permeabilitas endotel.
Infeksi dengue merupakan suatu penyakit tropis yang berhubungan dengan
kebersihan lingkungan. Hal ini dikarenakan lingkungan yang tidak bersih dan
banyak genangan air merupakan tempat yang sangat baik untuk perkembangan
nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penularan infeksi dengue. Pada pasien ini
terdapat beberapa factor resiko berkembangnya penyakit ini diantaranya
menguras bak mandi 1x2minggu, adanya selokan di depan rumah, dan adanya
kebiasaan sering menggantung pakaian. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan
usaha pencegahan infeksi dengue dengan cara membersihkan lingkungan sekitar.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah melakukan 5M+ yaitu menguras bak
mandi, menutup penampungan air, mengganti air vas bunga dan pot tanaman air
setiap hari, mengubur barang-barang bekas, menggunakann obat nyamuk dan
kelambu saat tidur.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Dengue control. What is Dengue. WHO 2016


(diakses 12/02/2018) https://www.who.int/denguecontrol/disease/en/
2. Sanyaoulu S, et al. Global Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An
Update. Journal of Human Virology & Retrovirology; 2017. h 5-6.
3. World Health Organization. Dengue control. Epidemiology. WHO 2016
(diakses 12/02/2018); Diunduh dari:
https://www.who.int/denguecontrol/epidemiology/en/
4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi DBD di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Infeksi
virus dengue. Edisi kedua; 2015.
6. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of dengue.
Switzerland; 2012.
7. World Health Organization. Clinical Diagnosis. 2012 (diakses pada
12/02/2019) https://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/012-
23.pdf?ua=1
8. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Update management of
infectious disease and gastrointestinal disorder. Jakarta; 2012.
9. Indonesia dokumen [homepage on the internet]. Konsensus DBD Depkes.
Available from:
https://www.google.co.id/amp/s/dokumen.tips/amp/documents/konsensus-
dbd-depkes.html
10. Behrman, Richard. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume2. 15th ed. EGC:
Jakarta, 2000. p. 1134-36
11. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorragic fever. India.
WHO; 2011.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2009. p. 141-5
13. Hadinegoro, S.Sri Rezeki. Tata laksana demam berdarah dengue di
indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta, 2011. p. 16-38

You might also like