You are on page 1of 24

“MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN”

PADA ANAK DENGAN DENGUE HEMORAGIK FAVER (DHF)


DAN NEFROTIK SYNDROM

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Rina Mariani, M.Kes

DISUSUN OLEH:
Kelompok 6
Muhamadh ikhsanudin 2214471060
Reski juli yana 2214471093
Jea ananda fransiska 2214471052

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN KOTABUMI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadiran Allah Ta ’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Anak dengan DHF
dan anak dengan Nefrotik Syndrom” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
pentingnya makalah ini dalam keperawatan. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Anak “Ns. Rina mariani, M.Kes” dan juga kepada
teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami,
informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna,
karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.

Kota bumi, 19 juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Cover ………………………………………………………………………………….... i

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..... ii

Daftar isi ……………………………………………..…………………………………. iii

BAB I

A. Latar Belakang ……………………………………………..…………………... 1

B. Tujuan ……………………………………………………………..…………… 1

BAB II

A. Pengertian …………………………………………………………………….... 2

B. Etiologi ………………………………………………………………………… 3

C. Tanda dan Gejala ……………………………………………………………… 5

D. Patofisiologi …………………………………………………………………… 6

E. Komplikasi ……………………………………………………………………. 8

F. Pemeriksaan Diagnostik ………………………………………………………. 10

G. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan) ………………………………….. 11

H. Proses Keperawatan …………………………………………………………...

 Pengkajian …………………………………………………………….. 12

 Diagnosa ………………………………………………………………. 17

 Intervensi ……………………………………………………………… 18

 Implementasi …………………………………………………………. 19

 Evaluasi ……………………………………………………………….. 19
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….. 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak dengan DHF
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis
diIndonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat.Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang
akut dan ditandaidengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas
disertai denganmanifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai
muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto, 2006).
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) ialah
penyakityang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
AedesAegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Merebaknya kasus DBD ini menimbulkan reaksi
dari berbagaikalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran akankebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena
pemerintah lambat dalammengantisipasi dan merespon kasus ini.

Anak dengan Nefrotik Syndrom


Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada
anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan
glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Suradi & Yuliani, 2010)
Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan dapat
berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak. Insiden yang ditemukan
pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis anak bervariasi berdasarkan
penyebab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap
pengobatan. Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan
(Betz & Sowden, 2009)
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu tahun, dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensinya lebih tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y.
Prabowo, 2014).
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar (±80%)
sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi
dengan pengobatan steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014)
1.2 Tujuan Penulisan
 Tugas mata kuliah keperawatan anak
 Agar dapat mengetahui Definisi DHF dan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui Etiologi DHFdan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui Patofisiologi DHFdan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui Manifestasi klinis DHFdan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui Komplikasi DHFdan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui Konsep dasar keperawatan DHFdan Nefrotik Syndrom
 Agar dapat mengetahui diagnosa keperawatan DHFdan Nefrotik Syndrom
BAB II
MATERI
2.1 Pengertian
I. Pada anak dengan DHF
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus flavivirus, famili
flaviviridae. Penyakit DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, dan aedes
albopictus dimana faktor utama penyakit dari DHF sehingga terjadi sepanjang tahun dan bisa
menyerang seluruh kelompok umur mulai dari anak – anak hingga orang dewasa. Penyakit ini
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini, cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak
berumur<15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa (Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah 2013)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. (Kementrian Keeharan Republik Indonesia 2015)

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus.
Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang dapat menyebabkan
terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2.2 Etiologi
I. Pada anak dengan DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) Artinya virus yang
di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda
akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selainmenjadi vektor virus dia juga
menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling bertindak menjadi vector adalah berturut-
turut nyamuk
Virus dengue, termasuk genus Falvivirus, keluarga falviridae. Terdapat 4
serotipevirus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesiadengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan
antibody terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindunganyang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah
endemisdengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype
virusdengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru, dkk 2009)

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab Sindroma
Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Umumnya, etiologi
Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
 Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan kromosom, namun
disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
a. Malaria kuartana atau parasit lainnya
b. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
c. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
d. Penyakit sel sabit, dll
 Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga disebut Sindroma
Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom
Nefrotik Ideopatik kedalam 4 golongan yaitu :
a. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat normal,
namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel berpadu.
b. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
c. Glomerulonefritis Proliferatif
d. Glomerulonefritis fokal segmental Pada Glomerulonefritis fokal segmental
yang paling mencolok yaitu sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.

2.3 Tanda dan Gejala


I. Pada anak dengan DHF
Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah, penyakit seperti flu berat yang
mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi jarang menyebabkan kematian.
Dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40 ° C / 104 ° F) disertai dengan 2 dari gejala
berikut: sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual, muntah,
pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah
masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi
Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan karena plasma
bocor, akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau gangguan organ.
Tanda-tanda peringatan terjadi 3-7 hari setelah gejala pertama dalam hubungannya dengan
penurunan suhu (di bawah 38 ° C / 100 ° F) dan meliputi: sakit parah perut, muntah terus
menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan, kegelisahan dan darah di muntah. 24-48 jam
berikutnya dari tahap kritis dapat mematikan; perawatan medis yang tepat diperlukan untuk
menghindari komplikasi dan risiko kematian.
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
 Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
 Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
 Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah,
tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi disertai dengan kulit dingin dan
gelisah.
 Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak Terukur

1) Gejala awal termasuk:


 Nafsu makan menurun
 Demam
 Sakit kepala
 Nyeri sendi atau otot
 Perasaan sakit umum
 Muntah
2) Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:
 Bercak darah di bawah kulit
 Bintik-bintik kecil darah di kulit
 Ruam Generalized
 Memburuknya gejala awal
3) Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:
 Dingin, lengan dan kaki berkeringat
 Berkeringat

II. Pada anak Nefrotik Syndrom


Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit,
gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah:
1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2 /hari, albumin serum
< 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.
(Betz & Sowden, 2009)
2.4 Patofisiologi
I. Pada anak dengan DHF
Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada penderita DHF
adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit
berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan
haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan
(syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh,
ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi seperti pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran atau
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan
untuk memantauhematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan
intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya kematian biasanya
dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua komponenkomponen di dalam darah
yang telah hilang.

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke
interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler
berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak
segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema. Penurunan daya tahan tubuh
juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan
Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam
hepar akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia,
dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria. Menurunnya kadar natrium dalam
darah anak dengan sindroma nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan
merangsang sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan darah.
Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel
kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi
otot polos sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah
tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium yang terlalu
sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).

2.5 Komplikasi
I. Pada anak dengan DHF
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:
 Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit
muda dalam sel-sel tulang danpendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena.
 Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13
disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis
yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
 Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel
kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih
banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
 Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga
pleura dan adanya dipsnea.

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi responimun,
tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatanterjadinya
aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442). Adapun komplikasisecara umum dari
sindrom nefrotik adalah :
 Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
 Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
 Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan)
 Kerusakan kulit
 Infeksi sekunder karena imunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia
 Peritonitis

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


I. Pada anak dengan DHF
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai berikut:
o Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
o Trambositopenia (≥ 100.000 / ml )
o Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis ).
o Ig.D. dengue positif.
o Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia ,hipokloremia,
hiponatermia.
o Urium dan pH darah mungkin meningkat.
o Asidosis metabolic ; pCO2 < 35 – 40 mmHg , HCO3 rendah
o SGOT / SGPT mungkin meningkat
II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut yaitu :
a. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadidalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatanmenunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari1,020 menunjukkan
penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritisdengan kehilangan
kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010menunjukkan kerusakan
ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksisaluran kencing, nekrosis
tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Proteinurin meningkat (nilai normal
negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosissindromk nefrotik. Proteinuria berkisar
3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, ataumelalui tes semikuantitatif dengan asam
sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih,
yang artinya 3g/dL atau lebih yangmasuk dalam nephrotic range.
b. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitelsel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.
c. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui
timed collection
atau
single spot collection
.
Timed collection
dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam,mulai dari jam 7 pagi hingga waktu
yang sama keesokan harinya. Pada individu
sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin

2.7 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan medis
I. Pada anak dengan DHF
o Pemberian antipiretik
o Pemasangan infus NaCL 0,9% atau RL pada pasien
o Pemberian obat IV

II. Pada anak dengan Syndrom Nefrotik


Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma
nefrotik Meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila edema
masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan sedikit garam
( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan menderita
tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping penurunan
laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema

B. Penatalaksanaan keperawatan
I. Pada anak dengan DHF
o Pemberian kompres hangat
o Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan banyak istirahat
o Memantau hidrasi pasien selama fase demam
o Terus memantau pasien selama terjadi penurunan suhu badan sampai yang
normal

II. Pada anak dengan Nefrotik syndrom


o Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
o Jaga dan catat intake/output
o Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat
o Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi(Posisi semi fowler)
I.8 Proses Keperawatan
A. Pengkajian
I. Pada anak dengan DHF
1. Identitas pasien Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak dengan
usia kurang dari 15tahun ) jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk
datang ke rumah sakit adalah panas tinggi anak lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak
disertai menggigil , saat demamkesadran kompos mentis. Panas menurun
terjadi antara hari ke 3 dan ke 7,sementara anak semakin lemah. Kadang–
kadang disertai keluhan batuk pilek,nyeri telan, mual, muntah anoreksia,
diare /konstipasi, sakit kepala, nyeri ototdan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakan bola mata terasa pegal, sertaadanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi ( grade III , IV ) menelan atauhematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah di derita Penyakit apa saja yang pernah
diderita. Pada dengue Haemorrhagic fever,anak bisa mengalami serangan
ulang dengue haemorrhagic fever dengan tipe virusyang lain.
5. Riwayat imunisasi Bila anak mempunyai kekebalan yang baik , kemungkinan
timbul komplikasidapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak
dengan statusgizi baik,maupun buruk dapat berisiko apabila terdapat faktor
predisposisinya.Pada anak yang menderita DHFsering mengalami keluhan
mual,muntah,dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang adekuat anak dapat mengalami
penurunan berat badan,sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya,
lingkungan yang kurangkebersihannya (air yang menggenang) dan gantungan
baju di kamar.
8. Pola kebiasaana
o Nutrisi dan metabolisme,yaitu frekuensi,jenis,pantangan,nafsu makan
berkurang / menurun.
o Eliminasi alvi (buang air besar) kadang – kadang anak mengalami
diare /konstipasi.DHF pada grade III – IV bisa terjadi melena
o Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing ,sedikit/banyak,sakit/tidak.Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuri.
o Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur Karena
sakit /nyeri otot dan persendian,sehingga kuantitas dan kualitas tidur ,
sertaistirahat kurang.
o Kebersihan.Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama tempat sarangnya nyamuk
aedes aegypti.
o Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk
menjagakesehatan
9. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi , palpasi , auskultsai dan perkusi dariujung
rambut sampai ujung kaki.Berdasarkan tingkatan (grade) DHF ,keadaan fisik
anak sebagai berikut.
a) Grade I : kesadaran kompos mentis,keadaan umum lemah,tanda – tanda
vital nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran kompos mentis,keadaan umum lemah,adanya
perdarahan spontan petekia,perdarahan gusi dan telinga,nadi lemah ,kecil ,
tidak teratur.
c) Grade III : kesadaran apatis,somnolen,keadaan umum lemah , nadilemah ,
kecil , tidak teratur, tensi menurun.
d) Grade IV : kesadaran koma,nadi tidak teraba,tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur,ekstrimitas dingin,berkeringat,dan kulitnamapk
biru.
10. Sistem integumenta
 Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun , keringat dingin , lembab.
 Kuku cyanosis / tidak.
 Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri,muka tampak kemerahan pada
muka karena demam(flushy),mata anemis,hidup kadang mengalami
perdarahan/epistksis(grade II,III,IV).pada mulut didapatkan mukosa
mulut kering,perdarahan gusi,kotor,dan nyeri telan.Tenggorokan
mengalamihyperemia faring ,terjadi perdarahan teling(gradeII,III, IV ).
 Dada. Bentuk simestris,kadang – kadang sesak,pada foto thoraks
terdapatadanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura),Rales +,ronchi + biasanya pada grade III,IV .
 Pada abdomen terdapat nyeri tekan,pembesaran hati (hepatomegali),
danasites.
 Ekstremitas,yaitu akral dingin,nyeri otot dan sendi serta tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai berikut:
 Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
 Trambositopenia (≥ 100.000 / ml )
 Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis ).
 Ig.D. dengue positif.
 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia ,hipokloremia, hiponatermia.
 Urium dan pH darah mungkin meningkat.
 Asidosis metabolic ; pCO2 < 35 – 40 mmHg , HCO3 rendah
 SGOT / SGPT mungkin meningkat
II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis
kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.

2. Keluhan Utama
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian
genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya
mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah
saudarasaudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan
riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak
pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah
menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau kencing
manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang
diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama
hamil.
 Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh
cairan intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
 Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga
anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
 Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal
80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak
dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan
ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
 Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/
menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi
nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia
14-18 tahun 82x/menit.
 Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit,
anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun
18-22x/menit
b. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit
untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma
nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan
Berat Badan >30%.
c. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis
Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulussternalis pada posisi
450 , pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada
posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan ditemukan
JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada posisi anak 450
d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema
pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur
atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun
anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas
yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
f. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan
saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta
pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik.
g. Kardiovaskuler
 Inspeksi
biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang
tidak teratur
 Palpasi
biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
 Perkusi
biasanya tidak ditemukan masalah
 Auskultasi
biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi
napas pada lobus bagian bawah Bila dilakukan EKG, maka
akan ditemukan aritmia, pendataran gelombang T, penurunan
segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
h. Paru-paru
 Inspeksi
biasanya tidak ditemukan kelainan
 Palpasi
biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris
bila anak mengalami dispnea
 Perkusi
biasanya ditemukan sonor
 Auskultasi
biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen
kerongga dada.
i. Abdomen
 Inspeksi
biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak
asites
 Palpasi
biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
 Perkusi
biasanya tidak ada kelainan
 Auskultasi
pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
j. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
k. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT> 3 detik akibat dehidrasi.
l. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan
pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urine
1) Urinalisasi
 Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine
lebih dari 2 gr/m2 /hari.
 Ditemukan bentuk hialin dan granular.
 Terkadang pasien mengalami hematuri.
2) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
(normalnya 50-1.400 mOsm).
4) Osmolaritas urine akan meningkat

b. Uji Darah
1) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2
gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000
mg/dl (normalnya<200mg/dl).
3) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
4) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
5) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L,
Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan
medis dan melihat proses perjalanan penyakit.
(Betz & Sowden, 2009)

B. Diagnosa
I. Pada anak dengan DHF
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan penyakit infeksi DHF
tergantung pada data yang ditemukan, diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
b. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah perifer.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas tubuh
C. Intervensi
I. Pada anak dengan DHF
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia Berhubungan SLKI: SIKI:
dengan : Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN
 penyakit/ trauma keperawatan selama 3x 24 HIPERTERMIA
 peningkatan jam diharapkan hipertermia
metabolisme membaik dengan kriteria Observasi:
 aktivitas yang berlebih hasil:  Identifikasi
 dehidrasi  Menggigil menurun penyebab
DS:  Kejang menurun hipertermia
 Pasien mengatakan  Suhu tubuh membaik  Monitor suhu
demam  Suhu kulit membaik  Monitor komplikasi
DO:  Kulit merah menurun penyebab
 kenaikan suhu tubuh hipertermia
diatas rentang Teraupetik:
 normal serangan atau  Longgarkan atau
konvulsi (kejang) lepaskan pakaian
 kulit kemerahan  Ganti linen setiap
 pertambahan RR hari atau lebih sering
 takikardi jika mengalami
 Kulit teraba panas/ hiperhidrosis
hangat (keringat berlebih)
 Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi:
 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena

Nyeri akut berhubungan SLKI: SIKI:


dengan: Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI
 Agen injuri (biologi, keperawatan selama 3x 24
kimia, fisik, jam diharapkan nyeri akut Observasi:
psikologis), kerusakan menurun dengan kriteria  Identifikasi skala
jaringan hasil: nyeri
DS:  Keluhan nyeri  Identifikasi respons
 Pasien mengeluh nyeri menurun nyeri non verbal
DO:  Meringis menurun  Identifikasi factor
 Posisi untuk menahan  Gelisah menurun yang memperberat
nyeri  Berfokus pada diri dan memperingan
 Tingkah laku berhati- sendiri menurun nyeri
hati  Frekuensi nadi  Monitor efek
 Terfokus pada diri membaik samping pemberian
sendiri analgetik
 Fokus menyempit
(penurunanpersepsi Teraupetik:
waktu, kerusakan  Berikan teknik non
proses berpikir, farmakologis untuk
penurunan interaksi mengurangi rasa
dengan orang dan nyeri
lingkungan)  Control lingkungan
 Tingkah laku yang memperberat
distraksi,contoh : rasa myeri
(jalan-jalan, menemui  Fasilitasi istirahat
orang lain dan/atau dan tidur
aktivitas, aktivitas Edukasi:
berulang-ulang)  Jelaskan
penyebab,periode,
dan pemicu nyeri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian analgetik

Defisit nutrisi Berhubungan SLKI: SIKI:


dengan : Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN
 Ketidakmampuan keperawatan selama 3x 24 NUTRISI
untuk memasukkan jam diharapkan defisit nutrisi
atau mencerna nutrisi dapat membaik dengan Observasi:
oleh karena faktor kriteria hasil:  Identifikasi status
biologis, psikologis  Porsi makanan yang nutrisi
atau ekonomi. dihabiskan  Monitor asupan
DS: meningkat makanan
 Nyeri abdomen  Perasaaan cepat  Monitor berat badan
 Muntah kenyang menurun  Monitor hasil
 Kejang perut Rasa  Nyeri abdomen pemeriksaan
penuh tiba-tiba setelah menurun laboratorium
makan  Rambut rontok Teraupetik:
DO: menurun  Lakukan oral
 Diare  Diare menurun hygiene sebelum
 Rontok rambut yang makan
berlebih  Sajikan makanan
 Kurang nafsu makan secara menarik dan
 Bising usus berlebih suhu yang sesua
 Konjungtiva pucat Edukasi:
 Denyut nadi lemah  Ajarkan diet yang
diprogramkan

 Anjurkan posisi
duduk
Kolaborasi:
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

II. Pada anak dengan Nefrotik Syndrom


Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipovolemia berhubungan SLKI: SIKI:
dengan kegagalan mekanisme Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN
regulasi keperawatan selama 2x 24 HIPOVOLEMIA
jam diharapkan
keseimbangan cairan Observasi:
membaik dengan kriteria  Periksa tanda dan
hasil: gejala hipovolemia
 Membrane mukosa  Monitor intake dan
lembab output cairan
 Kekuatan nadi Teraupetik:
meningkat  Hitung kebutuhan
 Dispnea menurun cairan
 Edema perifer menurun  Berikan posisi
 Turgor kulit membaik modified
 Berat badan membaik trendelenburg
Edukasi:
 Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian cairan IV
Nacl
Pola napas tidak efektif SLKI: SIKI:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN JALAN
hambatan upaya napas keperawatan selama 2x 24 NAPAS
jam diharapkan pola napas
membaik dengan kriteria Observasi:
hasil:  Monitor pola napas
 Dispnea menurun  Monitor bunyi napas
 Penggunaan otot bantu tambahan
napas menurun Teraupetik:
 Frekuensi napas  Posisikan semi-
membaik fowler atau fowler
 Kedalaman napas  Berikan minum
membaik hangat
 Edukasi:
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
 Ajarkan teknik batuk
efektif

Resiko infeksi berhubungan SLKI: SIKI:


dengan penurunan imunitas Setelah dilakukan tidakan PENCEGAHAN
tubuh keperawatan selama 1x24 INFEKSI
jam diharapkan resiko infeksi
menurun dengan kriteria Observasi:
hasil:  Monitor tanda dan
 Demam menurun gejala infeksi local
 Nyeri menurun dan sistemik
 Kadar sel darah putih Teraupetik:
membaik  Batasi jumlah
pengunjung
 Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi:
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cuci tngan
dengan benar

D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman
dan keselamatan klien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Latarbelakang dhf (Soegijanto, 2006).sindrom nefrotik (Suradi & Yuliani, 2010),(Betz &
Sowden, 2009), (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Penegrtian dhf asa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2013),(dinkes,2015), sindrom
nefrotik (Ngastiyah, 2014).
Etiologi dhf oleh (Sudoyo Aru, dkk 2009),sindrom nefrotik oleh Ngastiyah, (2014)
Tanda dan gejala dhf oleh WHO (2015), Sindrom nifrotik (Betz & Sowden, 2009)
Patofisiologi dhf menurut (Herdman , 2012), sindrom nefrotik oleh (Suriadi & Yuliani,
2010).
Komplikasi dhf oleh (Hadinegoro, 2008),sindrom nefrotik oleh (Smeltzer, SC, Bare BG,
2002: 1442).
Penatalaksanaan menurut Ngastiyah, (2014)

You might also like