Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu
Oleh:
(170910301033)
UNIVERSITAS JEMBER
2018.2
Daftar Isi
Kesehatan Masyarakat | i
BAB I Pendahuluan
Membahas tentang gizi manusia, maka tentunya kita juga akan membahas
tentang nutrisi. Untuk memahami gizi maka kita juga diajak untuk mengerti nutrisi
yang ada pada tiap makanan dan minuman yang dikonsumsi tiap orang. Dalam hal
ini gizi dapat didefinisikan sebagai jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh per
makanan yang dikonsumsi. Jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh menjadi
penentu serta indikator gizi tiap individu. Di Indonesia sendiri, terkait gizi, maka
masyarakat akan familiar dengan istilah “Empat Sehat, Lima Sempurna” (ESLS)
yang kadang kita artikan sebagai makanan wajib tiap harinya. Disanalah embrio
pengetahuan masyarakat tentang Gizi dimulai.
Di era millineal ini, gizi buruk masih saja terus menghantui masyarakat.
Utamanya bagi mereka yang memiliki penghasilan rendah. Kebanyakan
dampaknya pun jatuh pada anak-anak mereka, karena kemampuan finansial yang
rendah sehingga membuat ketidak mampuan orang tua untuk memenuhi gizi dari
Kesehatan Masyarakat | 1
anaknya. Hal ini cukup miris, karena di era yang serba modern ini, seharusnya gizi
dapat dikurangi atau bahkan ditekan ke titik ketiadaan gizi buruk, mengingat
teknologi yang semakin canggih dan mempermudah kehidupan manusia. Namun
faktor finansial pun pada akhirnya juga ikut andil besar dalam langgengnya kasus
gizi buruk di masyarakat.
Selain itu, penulisan makalah ini mengajak kita untuk mengetahui berapa
jumlah penyandang masalah gizi di Kabupaten Jember sendiri. Informasi ini sangat
diperlukan karena nantinya, kita sebagai masyarakat Jember mampu untuk bahu-
membahu mengurangi angka gizi buruk di Kabupaten Jember.
Kesehatan Masyarakat | 2
BAB II Pembahasan
Seperti yang telah kita bahas tadi, bahwa memang kekurangan finansial pada
keluarga pada akhirnya juga bermuara dan mempengaruhi gizi seseorang.
Ketidakmampuan memenuhi gizi inilah yang akhirnya menimbulkan masalah yaitu
kekurangan gizi atau biasa disebut dengan gizi buruk. Menurut Prof. Soekirman
(2000) gizi buruk diklasifikasikan sebagai gizi-makro yang berarti di dalamnya juga
termasuk kekurangan gizi. Perkembangan gizi pada akhir tahun 1990-an di dunia
lebih difokuksan pada permasalahan gizi-mikro yaitu kekurangan vitamin A,
kurang zat besi, kurang yodium, dan banyak lagi lainnya. Namun kali ini kita akan
fokus pada gizi-makro karena pada dasarnya gizi buruk merupakan salah satu
rumpun dalam gizi-makro.
Masalah gizi makro selalu menjadi perbincangan yang dialektis oleh para
Ahli gizi. Prof. Soekirman sendiri dalam bukunya menyatakan bahwa gizi-makro
adalah lebih terkait tentang kurangnya protein dan hal ini sering terjadi di negara-
negara berkembang. Maka pada akhir tahun 1980-an fokus memberikan perhatian
khusus pada makanan sumber protein utama seperti daging dan susu. Namun
setelah di teliti lebih dalam oleh para ahli, bahwa memang tidak serta merta
permasalahan ini hanya disebabkan oleh kurangnya protein saja, namun karena
memang kurangnya kemampuan individu dalam mengkombinasikan makanan
sehingga mencipatakn energi dan protein yang seimbang.
1
Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. 2000, hlm. 62
Kesehatan Masyarakat | 3
Di Jember sendiri dan di beberapa daerah di Jawa Timur, angka kekurangan
gizi dan gizi buruk masih relatif tinggi dibanding daerah lain di Jawa. Hal ini
mengindikasikan bahwa kepekaan dan kepedulian keluarga dalam mengatur gizi
keluarganya masih rendah. Perlu adanya rangsangan-rangsangan sehingga nantinya
permasalahan gizi utamanya gizi buruk tidak menjadi masalah berkepanjangan.
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun
1952 sampai 1955 sebagai terjemahan kata bahasa inggris nutrition 5. Berasal dari
bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Melalui pengertian-pengertian yang
2
Ibid, hlm.46
3
Ibid, hlm.66
4
Ari Sulistyawati. Deteksi Tumbuh Kembang Anak. 2014, hlm.98
5
Ibid, hlm.4
Kesehatan Masyarakat | 4
di definisikan para ahli maka mulai dikenalah indikator pada gizi. Sejak indikator
itu ada, maka sejak itulah muncul permasalahan baru yaitu “gizi buruk”.
6
Riyadi, Sujono & Sukarmin. Asuhan Keperatawan Pada Anak. 2009, hlm 5
Kesehatan Masyarakat | 5
FKUI RSCM, Inge Permadhi, kekurangan gizi pada anak di awal kehidupan dapat
mempengaruhi metabolisme tubuh agar menyesuaikan dengan kondisi kekurangan
gizi 7. Dan juga diperkuat oleh Dr. dr. Ahmad Suryawan, Sp.A (K) sebagai dokter
pediatri sosial RS. Dr. Soetomo dalam suara.com menjelaskan bahwa anak yang
mengalami gizi buruk akan mengalami penurunan kecerdasar dari 31 poin menjadi
merosot ke 7 poin saja atau menurun lebih dari 300 persen.
Maka dari itu perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan akar nantinya kasus
gizi buruk dan potensi menuju gizi buruk dapat ditekan ketitik terkecil. Banyak cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka gizi buruk tersebut.
Ada beberapa solusi yang di tawarkan oleh para ahli. Pertama jika melihat
kerangka promosi kesahatan maka ada beberapa tahap yang diperlukan (Emilia,
2008) 8. Yang pertama adalah fokus sasaran yaitu individu dan kelompok,
kemudian strategi pemecahan dengan pendidikan motivasi organisasi yang
berkaitan dengan kesehatan, dan nantinya akan memberikan dampak adaptasi
7
Ririn Indriani. Kasus Gizi Buruk, Indonesia Urutan ke-108 terbanyak di Dunia. Suara.com
(14/7/17)
8
Siti Fathonah. Gizi dan Kesehatan Untuk Ibu Hamil, Kajian Teori dan Aplikasinya. 2016, hlm. 2
Kesehatan Masyarakat | 6
perilaku dan lingkungan. Keluaran yang dikemukakan Emilia adalah kesehatan
lebih baik yang pada akhirnya bermuara pada kualitas hidup yang lebih baik lagi.
Pada kasus epidemi kolera di London, belajar dari pengalaman itu maka
John Snow membuat beberapa alternatif solusi yang ia dasarkan pada
pengalamannya di London 9. Solusi yang ia kemukakan disebut dengan “promosi
kesehatan”. Kemudian ia membagi menjadi tiga cara mengatasi permasalahan
kesehatan: (1) pencegahan primer, yaitu promosi kesehatan (health promotion) dan
perlindungan khusus (specific protection) yang dilakukan pada masa individu
sebelum sakit atau dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan preventif; (2)
pencegahan sekunder, yaitu diagnosis dini (early diagnosis) dan pengobatan segera
(prompt treatment), pembatas kecacatan (disability limitation) yang dilakukan pada
masa individu mulai sakit; (3) pencegahan tersier, yaitu rehabilitasi sehingga cacat
yang di derita individu tidak menghambat dan mempengaruhi fisik, mental, dan
sosial.
Solusi yang diberikan Snow diperkuat oleh Tan Shot Yen (2009) yang
menyebutkan bahwa fungsi pelayanan kesehatan yang promotif dan preventif
dalam masyarakat yang maju maupun masyarakat yang mendapat pemberdayaan
akan membuat derajat kesehatan meningkat, karena sifat lingkungan komunitas
yang menunjang dan perilaku sehat dari masing-masing pribadi10
Selain itu peran Peksos juga sangat berperan penting dalam membantu
pengentasan kekurangan gizi utamanya gizi buruk melalui pendidikan gizi.
Pendidikan gizi merupakan kegiataan pembinaan gizi dan pemberdayaan
masyarakat. Kegiatan semacam ini mampu memberikan pengetahuan, pemahaman,
dan keterampilan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan utamanya gizi.
Budianto dkk (1998) dalam Siti Fathonah berpendapat bahwa pendidikan kesehatan
merupakan konsep yang ideal dan memperkuat konsep ini dengan ‘pola konsumsi
9
Ibid
10
Ibid, hlm.3
Kesehatan Masyarakat | 7
gizi seimbang yang di tuangkan dalam bentuk gambar, pesan, khususnya bagi yang
bisa baca tulisan agar khalayak berpilaku gizi yang benar.
Dalam proses intervensi pekerja sosial, ada proses assesment yang di mana
peksos berusaha mencari akar permasalahan serta kebutuhan masyarakat itu.
Community Need Assesment dapat menjadi langkah awal agar peksos mampu
mengetahui kebutuhan masyarakat sebenarnya untuk mengurangi angka
kekurangan gizi tersebut. Setelah itu bisa dilakukan Focus Group Discussion
dengan masyarakat setempat untuk menentukan arah yang akan dicapai masyarakat
bersama peksos dalam rangka perbaikan dan pemenuhan gizi anak.
Kesehatan Masyarakat | 8
BAB III Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
Kesehatan Masyarakat | 9
Daftar Pustaka
Fathonah, Siti. 2016. Gizi & Kesehatan untuk Ibu Hamil. Jakarta: Erlangga.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya, untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Indriani, Ririn & Firs’ta Nodia. Kasus Gizi Buruk, Indonesia Urutan Ke-108
Terbanyak di Dunia.
https://www.suara.com/amp/health/2017/07/20/155336/kasus-gizi-buruk-
indonesia-urutan-ke-108-terbanyak-di-dunia, diakses tanggal 22 Desember 2017
pukul 01.14 WIB
Kesehatan Masyarakat | 10