You are on page 1of 23

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal > 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam
dapat dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung singkat,kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri yaitu kejang lama lebih dari 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial dan
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika selatan,
dan Eropa Barat. Insiden tertinggi telah dilaporkan dibeberapa negara, yaitu 7% di Jepang
dan 14 % di Mariana Island. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua
kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. Kira-
kira 2% -5 % anak mengalami sekurang- kurangnya satu kejang demam sebelum usia 5
tahun. Di Negara-negara berkembang beberapa infeksi pada masa anak lebih sering
terjadi lebih awal dibandingkan negara maju. Berdasarkan data dari RSUP M.Djamil
Padang pada tahun 1995-1996 insiden kejang demam 68,48 % dari kasus rawat
neurologis lainnya.

3. Etiologi dan faktor resiko


Penyebab pasti kejang demam tidak diketahui. Berdasarkan penelitian genetika
ditemukan paling kurang tiga gen autosomal dominan yang berperan dalam kejang
demam. Berdasarkan penelitian Berg dan Colleagues, 24 % anak dengan kejang demam
mempunyai riwayat keluarga kejang demam dan hanya 20 % yang tidak memiliki riwayat

1
kejang demam. 9%-22% anak yang kejang demam mempunyai saudara kandung yang
memiliki riwayat kejang demam.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan kejang demam kecuali infeksi pada CNS
tidak dikategorikan sebagai penyebab kejang demam. Beberapa penyakit infeksi
penyebab kejang demam seperti : ISPA, gastroenteritis terutama yang disebabkan oleh
Shigella or Campylobacter, infeksi sistem urinarius. Beberapa penelitian juga
menyebutkan 86 % kasus disebabkan oleh virus. Imunisasi juga dapat menyebabkan
kejang demam.

Faktor resiko kejang demam

 Riwayat keluarga kejang demam


 Suhu tinggi
 Laporan orang tua tentang adanya perkembangan yang telambat
 Neonatal discharge pada usia >28 hari (yang membutuhkan perawatan di rumah sakit)
 Daycare attendance

Faktor resiko kejang berulang termasuk:

 Suhu tubuh yang relative rendah wakrtu kejang


 Riwayat keluarga dengan kejang demam pada tingkat pertama
 Durasi yang singkat antara onset demam dengan kejang pertama

Pasien yang mempunyai 4 faktor resiko akan mengalami kejang berulang >70%, pasien
yang tidak mempunyai factor resiko akan mengalami kejang vberulang <20%.

2
4. Patogenesis Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :


 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

3
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang

4
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

5
5. Manifestasi Klinik
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang
bila suhu tubuh yang mencapai 390C atau lebih. Kejang khas menyeluruh, klonik lama
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang.
Kejang demam kompleks merupakan gejala kejang yang lama, fokal, atau multiple dan
riwayat keluarga dengan epilepsy memberikan kemungkinan untuk menjadi epilepsi di
kemudian harinya.

6
Dapat dibedakan dengan kejang demam simplek, gejalanya tidak terjadi pada saat
terjadinya peningkatan suhu, terjadi sekali dalam waktu yang singkat. Dan hal ini sulit
diketahui orang tuanya, dan pada saat anak mengalami kejang dirasa cukup lama oleh
orang tua walaupun sebenarnya durasinya hanya hitungan detik. Kejang demam dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd), yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari.
Resiko berulangnya kejang demam pada saat kejang pertama meningkat pada usia
18 bulan dan dengan suhu kurang dari 400C.

6. Diagnosis
Anamnesis
1. tipe kejang (umum atau fokal) dan durasi kejang
2. riwayat demam, durasi demam dan potential exposure to illness
3. riwayat penyebab demam (infeksi virus, gastroenteritis)
4. penggunaan antibiotic berulang adalah penting karena harus dipertimbangkan
untuk terapi meningitis
5. riwayat kejang, masalah neurology, perkembangan yang terlambat, atau beberapa
penyebab yang berpotensial terhadap kejang (trauma, makanan) harus dicari.

Pemeriksaan fisik

1. penyebab dasar terjadinya demam harus dicari


2. pemeriksaan fisik yang cermat
3. periksa tanda-tanda rangsangan meningeal baik karena trauma atau toksik karena
makanan

Pemeriksaan Penunjang

Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini

7
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia < 12 bulan) karena gejala dan
tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada kejang
demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda mengenai
prosedur ini. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang
abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang :

* Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)

* Mengalami complex partial seizure

* Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam


sebelumnya)

* Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

* Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
kejang demam adalah normal.

* Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.

EEG (electroencephalogram)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan


gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang
baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau
sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang
akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah
kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya.kejang demam atau risiko epilepsi.

8
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,


magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar
sebagai pemeriksaan rutin.

Neuroimaging

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan
MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya.

Tabel 3 Pemeriksaan penunjang pada kejang demam

Features Lumbar EEG Neuroimaging Biochemistry


puncture
Febrile status epilepticus Yes No No None
Age <18 months Consider No No None
Complex febrile seizure, Consider No No None
otherwise normal
Simple febrile seizure, No No No None
otherwise normal
Neurodevelopmental No No Possibly non- None
abnormality and complex urgently
febrile seizure
Symptoms and signs suggestive Yes No No None
of meningitis

9
7. Diagnosis Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti
hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop
juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga
menyerupai kejang demam

8. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang harus dikerjakan yaitu:
1. pengobatan pada fase akut
2. mencari dan mengobati penyebab
3. pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Pengobatan fase akut


Seringkali kali kejang berhenti sendiri. Dalam penanganan kejang demam, orang
tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

 Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
 Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
 Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu
dilakukan intubasi.
 Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
 Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan
khusus.
 Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang

10
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
 Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter
untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah
yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-
poin di atas adalah sebagai berikut:

 Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat


 Pemberian oksigen melalui face mask
 Pemberian diazepam 0,3-0.5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
 Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
 Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

Jika kejang masih berlanjut :

 Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal
 Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

 Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20
mg/kg per infus dalam 30 menit.
 Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang


perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

11
Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen
yang digunakan berkisar 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh
diberikan lebih dari 5x per hari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali diberikan 3-4x per
hari. Asetaminofen dapat menyebabkan sindroma Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kgbb sama efektifnya dengan ibuprofen
5mg/kgbb dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres anak dengan suhu > 39 0C dengan
air hangat, suhu > 38 0C dengan air biasa.

Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus yang dicurigai mengalami
menuingitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi
meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang
dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab.
Pengobatan rumatan
Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu cirri
berikut:
- kejang > 15 menit
- adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya
hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosephalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila
o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
o Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan
o Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan

12
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik (IDAI, 2005).

Profilaksis Intermitten
Anti konvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan mcepat adanya demam pasien.
Diazepam intermitten memberikan hasil lebih baik karena penyerapnnya lebih cepat.
Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10
kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan
secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien
demam. Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk, dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari


Pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml
dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kecang
demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif,
pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi kadang-
kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah 15-40mg/kgBB.
Valproat tidak menyebabkan kelainan watak. Profilaksis terus - menerus berguna untuk
mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak
tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

13
Alur tatalaksana kejang demam dapat dilihat dalam gambar berikut:
Tata laksana kejang

Kejang Diazepam rectal 0,5 mg / kgBB


atau <10 kg : 5 mg
>10 kg : 10 mg

Kejang (-) Kejang (+)

Fenobarbital
<1 bulan : 30 mg iv diulang interval 3 – 5 menit
1 bulan – 1 tahun : 50 mg iv
>1 tahun : 75 mg iv Kejang (+)

4 jam kemudian fenobarbital oral dilantin 10 – 20 mg / kgBB


8 – 10 mg / kgBB / 2 dosis bolus iv
selama 2 hari

Kejang (+) Kejang (-)

Kejang (+) Kejang (-) rawat ICU atau diazepam 12 jam kemudian
drip 10 -15 mg / kgBB/ hari dilantin 5 -7 mg /
kgBB / hari
(3 dosis)
Ulangi jalur fenobarbital
4 – 5 mg/ kgBB/
hari / 2 dosis Kejang (-)

dilantin rumatan

Gambar 3: Bagan Penghentian Kejang Demam14

14
Edukasi pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya ”benign”
2. Memberikan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi.

9. Prognosis
Untuk meramalkan prognosis, Livingston membagi kejang demam menjadi 2
golongan,yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)dan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever). Kriteria Livingston, sering
digunakan untuk pedoman membuat diagnosis, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
2. Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat fokal
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemerksaan syaraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak lebih dari 4 kali.

Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan
neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsy di kemudian hari.
Mortalitas tejadi sekitar 0,64-0,74%. Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis yang terbanyak
ialah hemiparesis, disusul diplegia,koreoatetosis atau rigiditas decerebrasi. Kejang ini
biasanya terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
maupun fokal.

15
Angka kejadian epilepsy pada pasien kejang demam kira-kira dua sampai tiga kali
lebih banyak dibandingkan populasi umum, dan pada pasien kejnag demam yang
berulang kemungkinan terjadinya epilepsi 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien
yang tidak mengalami berulangnya kejang demam.

Factor resiko terjadinya epilepsy adalah:


1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2. Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsy) pada orang tua atau saudara
kandung.
3. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

16
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki umur 1 tahun 3 bulan datang ke Poliklinik Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tanggal 28 Januari 2013 :

IDENTITAS PASIEN
Nama anak : AR
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 1 tahun, 3 bulan
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Limau Manis

ALLO ANAMNESA : diperoleh dari : Ibu kandung

Keluhan Utama : Kontrol post rawatan kejang demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Demam tidak ada
- Kejang tidak ada
- Batuk pilek tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- muntah tidak ada
- riwayat perdarahan kulit,hidung,saluran cerna dan tempat lain tidak ada
- riwayat trauma kepala tidak ada
- anak malas makan, hanya mau makan 1-2 sendok makan/kali, 3x sehari. Anak sampai
sekarang masih menyusu.
- buang air kecil jumlah dan warna biasa
- buang air besar warna dan konsistensi biasa

17
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak pernah dirawat di bangsal Anak RSUP DR M DJAMIL Padang 1 bulan yang lalu
(tanggal 18 Desember 2012) selama 5 hari dengan diagnosa kejang demam komplek dan
tonsilofaringitis akut. Riwayat kejang berulang 3x, lamanya 1-2 menit, jarak antara
kejang 3-5 jam, kejang seluruh tubuh, mata melihat ke atas, anak sadar setelah
kejang.Sejak satu hari sebelumnya anak demam dan batuk berdahak. Terapi yang
diberikan luminal 50 mg po IM dilanjutkan luminal 2x40 mg po (selama 2 hari),
dilanjutkan luminal 2x20 mg po dan paracetamol 4x100 mg po serta ambroksol 3x5 mg
po.
Obat yang diberikan saat pasien pulang, luminal 2x20 mg po dan paracetamol 4x100 mg
po. Pasien dianjurkan kontrol ke Poliklinik neurologi Anak 1x sebulan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Kakak kandung pasien pernah menderita kejang demam pada usia 2 tahun

Riwayat Kelahiran
Anak kedua dari 2 bersaudara, lahir sectio cesarea atas indikasi SC sebelumny, cukup
bulan,berat badan lahir 3600 gram, panjang badan lahir 50 cm, langsung menangis kuat

Riwayat Makanan dan Minuman


Kualitas cukup dan kuantitas kurang

Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


Riwayat higiene dan sanitasi lingkungan cukup baik

Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan kurang, perkembangan dalam batas normal

18
PEMERIKSAAN FISIK

- Kesadaran : Sadar
- Keadaan umun : Baik
- Nadi : 102 x / menit - Tinggi badan : 79cm
- Tekanan Darah : 100/60 mmHg - Berat badan : 9 kg
- Suhu : 36,3 ºC
- Pernafasan : 28 x / menit
- Edema : Tidak ada - Sianosis : Tidak ada
- Anemis : Tidak ada - Ikterus : Tidak ada

- BB/U: 9/11,1x100% = 81,1 %


- TB/U: 79/79x100% = 100%
- BB/TB: 9/11,1 x 100% = 81,1 %
Kesan : Gizi kurang

Kulit : Teraba hangat


KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjer getah bening
Kepala : Normochefal, Simetris, lingkar kepala 46 cm (normal standar nellhaus)
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Ø 2 mm, reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T2–T2, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi & Mulut : Mukosa gigi dan mulut basah
Leher : JVP sukar dinilai, kaku kuduk tidak ada
Thorak : Paru : Insp : Normochest
Palp : fremitus kanan = kiri
Perk : Sonor
Ausk : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

19
Cor : Insp : Iktus kordis tidak terlihat
Palp : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perk : Batas jantung sukar dinilai
Ausk : Irama teratur, bising tidak ada
Abdomen : Insp : Distensi tidak ada
Palp : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perk : Timpani
Ausk : Bising usus (+) Normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainan
Anus : Colok dubur tidak dilakukan
Extremitas : Akral hangat, perfusi baik
Reflek Fisiologis : +/+ normal
Reflek Patologis : babinsky -/-
Chadock -/-
Scafer -/-
Openheim -/-
Gordon -/-
Tanda rangsangan meningeal : Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kernig sign : -

LABORATORIUM
(18 Desember 2012)
Darah : Hb : 11,6 g/dl
Leukosit : 10.990/mm³
Hitung Jenis : 0/0/3/68/23/6
Trombosit : 263.000/mm3
Ht : 34,5%
Eritrosit : 464. 000/mm3
Retikulosit : 0,70%

20
(21 Desember 2012)
Darah : Hb : 10,4 g/dl
Leukosit : 8.200/mm³
Trombosit : 284.000/mm3
Ht : 32%

DIAGNOSIS KERJA
- Post Kejang demam kompleks
- Gizi kurang

TERAPI
- Luminal 2x20 mg po

21
BAB III
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki umur 1 tahun 3 bulan datang ke Poliklinik Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tanggal 28 Januari 2013 dengan keluhan utama kejang berulang sejak 9
jam yang lalu.Pasien didiagnosis kerja dengan Post Kejang demam komplek. Diagnosa
ditegakkan dari
- Demam sejak 1 hari yang lalu,tinggi,terus menerus,tidak menggigil
- Batuk pilek sejak 1 hari yang lalu, berdahak
- Kejang berulang 9 jam yang lalu,frekuensi 3x,lama kejang 1-2 menit, interval kejang
3-5 jam, kejang seluruh tubuh dengan mata melihat ke atas, anak sadar setelah kejang,
merupakan kejang pertama.
- adanya riwayat keluarga dengan kejang demam.
Dari pemeriksaan fisik, pasien sadar, keadaan umun sakit sedang,tekanan darah : 100/60,
nadi: 120 x, tinggi badan: 79cm, suhu: 38 ºC,berat badan : 7,3 kg, pernafasan: 40 x /
menit, edema tidak ada, sianosis tidak ada, anemis tidak ada, ikterus tidak ada.
Kulit teraba hangat, faring hiperemis, tonsil hiperemis.
Hasil pemeriksaan lab (hari pertama dirawat)
Hb : 11,5 g/dl
Leukosit : 8900/mm³
Trombosit : 137000/mm3
Ht : 33%

Pada penatalaksanaannya,pasien saat masuk diberikan lunimal 75 mg IM,paracetamol


4x100mg dam makanan lunak 700kkal untuk mengatasi masalah gizi anak.
Pasien dapat dipulangkan apabila pasien tidak demam (<38,5C),dan setelah perawatan
pasien tidak lagi mendapatkan antipiretik,kemudian setelah perawatan dirumah sakit
tidak terdapat kembali bangkitan kejang.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD. Consensus penatalaksanaan kejang demam. 2006. Jakarta: unit


kerja koordinasi neurologi IDAI. h. 1-15
2. Lynette G Sadleir and Ingrid E Scheffer, Febrile seizures, bmj.2007.volume 334.
h.307-11
3. Menkes JH. Paroxysmal disorder. Child neurology. Seventh edition. 2005.
Philadelpia: Lippincott William & wilkins. h. 912-22
4. Fenichel. GM. Paroxysmal disorder. Clinical pediatric neurology a sign and
symptoms approach 5th edition. 2005. Nashville: Elsevier saunders. h. 17-8
5. Soetomenggolo. TS. Kejang demam. Buku ajar neurologi anak 1999. Jakarta:
BPIDAI. h. 245-51
6. Kliegman. Febrile seizure. Nelson textbook 18th editions. 2007. Elsevier saunders.
chapter. 593.1
7. Hay. William, at al. Seizure disorder. Current diagnosis and treatment pediatric
19th editions. 2008. Colorado: Lange. chapter. 23
8. Major Philippe,et al. Seizure in children: determining the variation. Pediatrics in
review. 2007. Vol. 28. h. 363-71

23

You might also like