You are on page 1of 9

KEJANG DEMAM

BAB I

KEJANG DEMAM

I. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38⁰C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari satu
bulan (empat minggu) tidak termasuk kejang demam.

II. EPIDEMIOLOGI

Kejang dema terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Paling sering
pada usia 17-23 bulan dimana 80% kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana,
sedangkan 20% nya adalah kejang demama kompleks dengan durasi lebih dari 15 menit sekitar
8% dan 16%adalah kejang yang berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa
Barat. Insiden tertinggi telah dilaporkan di beberapa negara, yaitu 7% di Jepang, dan 14% di
Mariana Island. Di Asia dilaporkan lebih tinggi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang
demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. Kira-kira 2-5% anak mengalami sekurang-
kurangnya satu kejang demam sebelum usia 5 tahun. Di negara-negara berkembang beberapa
infeksi pada masa anak lebih sering terjadi lebih awal dibandingkan negara maju. Berdasarkan
data dari RSUP M.Djamil Padang pada tahun 1995-1996 insiden kejang demam 68,48%dari
kasus rawat neurologis lainnya.

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Berdasarkan definisi, kejang demam didahului oleh timbulnya demam. Demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas atau faringitis, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, infeksi saluran kemih dan penyakit virus merupakan penyebab yang predominan
pada kejang demam.

Resiko terjadinya kejang demam lebih tinggi pada famili tertentu dibanding dengan yang
lain. Riwayat anggota keluarga yang pernah kejang demam dapat ditemukan kira-kira 25-40%
pada pasien kejang demam. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal, banyak kasus
pada yang orang tua atau saudaranya menderita penyakit yang sama.

IV. KLASIFIKASI
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri-ciri :
a. Kejang demam yang berlangsung singkat, <15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri.
b. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
c. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Ciri-ciri :
a. Kejang lama >15 menit
b. Kejang fokal atau parsial atau satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
V. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa dipecah
menjadi CO₂ dan air.

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalh
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membra sel dapat dilalui dengan
mudah olae ion Kalium (K⁺) dan sangat sulit dilalui oleh ion (Na⁺) dan elektrolit lainnya, kecuali
(Cl⁻). Akibatnya konsentrasi ion K⁺ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na⁺ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut sebagai potensial membran
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan dperlukan energi dan bantuan enzim Na-K AT-ase
yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel ini dapat dirubah oleh
adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan erubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Neurutransmiter juga memegang peran pentingterhadap terjadinya kejang, salah satunya


zat yang dikenal sebagai gamma amino butiric acid (GABA). GABA adalah jenis
neurotransmiter inhibisi utama di susunan saraf pusat. Ketidakseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi di otak serta penurunan fungsi GABA dapat menimbulkan terjadinya kejang.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K⁺maupun ion Na ⁺melalui membran tersebut.,
dengan akibat akan terjadi leas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun sel-sel tetangganya melalui bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda.
Tergantung dari ambang kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak yang memiiki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38⁰C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada
suhu 40⁰C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolime anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadi
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adlah gangguan
peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang menyebabkan kerusakan neuron otak.

VI. DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
Anamnesisi yang dilakukan umumnya alloanamnesis, terutama dari ibu atau
orang yang menyaksiakn waktu anank kejang.
1. Pastikan adanya bangkitan kejang
Pada waktu temeratur anak meningkat terlihat adanya gerakan-gerakan yang
dilakukan anak sebagai bangkitan kejang, bila perlu minta ibu untuk
menirukannya dan nilai apakah kejang itu fokal atau umum.
2. Astikan pada waktu itu anak demam
Dengan menanyakan dan menyelidiki apakah ada faktor infeksi yang
memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang dan menyertai
demam.
3. Lamanya serangan
Ibu yang melihat anaknya kejang merasakan waktu berjalan lama, sehingga
jawaban ibu yang tidak tepat dapat memengaruhi diagnosis.
4. Pola serangan
Pola serangan perlu diketahui untuk mengklasifkasikan apakah termasuk
kejang demam simpleks atau kompleks dengan berusaha mendapatkan
gambaran.
5. Frekuensi serangan
Yang berhubungan dengan frekuensi serangan adalah :
 Riwayat kejang sebelumnya
 Umur anak ertama kali mengalami kejang
 Makin kecil usia anak waktu terjadinya kejang yang pertama,
prognosis akan makin jelek.
 Frekuensi kejang pertahun
6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
a. Tanyakan adakah aura tertentu yang menimbulkan kejang misalnya
lapar, muntah, melihat cahaya dan lain-lain.
b. Tanyakan asal dan penjalaran kejangpada anggota badan
c. Sesudah kejang berhenti tanyakan tentang kesadaran anak dan
kelainan yang mungkin timbul akibat terjadinya kejang.
7. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga perlu diketahui untuk mengetahui faktor herediter, dengan
menanyakan anggota keluarga yang menderita kejang demam, kejang tanpa
demam, dan penyakit saraf lainnya.
8. Riwayat ibu dan anak sebelumnya
a. Riwayat kehamilan, berupa penyakit yang diderita ibu selama hamil
b. Riwayat persalinan, yaitu tentang proses persalinan ibu, apakah anak
lahir normal atau dengan tindakan (forsep, vakum, operasi).
c. Penyakit dahulu, adanya trauma, radang selaput otak, reaksi terhadap
imunisasi, penyakit yang berat dan lain-lain.
d. Perkembangan mental dan motorik anak.
e. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan
apakah kejang disebabkan oleh proses akstrakranium atau intrakranium.
Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati lebih
teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Amati pula
keadaan pasien paa saat dan setelah kejang. Perlu diperika keadaan
pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi ; rangsangan meningeal (kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski I,II); adanya paresis, paralisis; adanya
spastis; pemeriksaan refleks patologis dan fisiologis. Bila anak masih
kejang, langsung nilai tipe bangkitan kejang, kesadaran dan kelainan
fisik yang tampak.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin
ada kejang demam, tetai dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau kelainan lain, misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam,. Pemeriksaan yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektroloit dan gula
darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini penting untuk menyigkirkan kemungkinan
meningitis. Anjran untuk dilakukan lumal pungsi yaitu pada :
 Bayi kurang dari 12 bulan, sangat dianjurkan untuk
dilakukan.
 Bayi antara 12-18 bulan, dianjurkan untuk dilakukan.
 Bayi lebih dari 18 bulan, tidak rutin dilakukan.
 Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
3. EEG
Pemeriksaan EEG tidak dapat untuk memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam, oleh karena itu tidak direkoendasikan.
Akan tetapi dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas.
4. Pencitraan
Pemeriksaan X-Ray, CT scan dan MRI dilakukan terhadap :
- Kelainan neurologi fokal
- Paresis nervus VI
- Papi edema

VII. DIAGNOSIS BANDING


Infeksi susunan saraf pusat daat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti
hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis
sehinggadapat menyerupai kejang.
VIII. PENATALAKSANAAN

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikarjakan yaitu,
pengobatan pada fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam.

1. Pengobatan Fase Akut


Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengonservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
 Anak harus dibaringkan di tempat tidur yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
 Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau
penggaris , karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
 Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
 Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerliukan
penanganan khusus.
 Jka kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak hrus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa
ke fasilitas kesehatan jika kejang asih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula
sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat
mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
 Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter
untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-
muntah yang berat atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain
poin-poin diatas adalh sebagai berikut :

 Memastikan jalan nafas tidak tersumbat


 Pemberian oksigen melalui face mask
 Pembeian diazepam 0,5mg/kgBB per rectal atau jika telah terpasang selang
infus 0,2mg/kgBB per infus
 Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Berikut adalh tabel dosis diazepam yang diberikan :

Usia Dosis IV 0,2mg/kgBB Dosis per rektal


0,5mg/kgBB
<1 tahun 1-2 mg 2,5-5mg
1-5 tahun 3mg 7,5mg
5-10 tahun 5mg 10mg
>10 tahun 5-10mg 10-15mg

Jika kejang masih berlanjut :


 Pemberian diazepam 0,2mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum
terpasang selang infus 0,5mg/kgBB per rektal
 Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan.

Jika kejang masih berlanjut :

 Pemberian fenobarbital 20-30mg/kgBB perinfus dalam 30 menit atau


fenitoin 15-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit. Pemberian fenitoin
hendaknya disertai dengan monitor EKG.

Jika kejang masih berlanjut diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang


perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernafasan.

Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditem

2. Mengidentifikasi dan Mengobati Penyebab


3. Pengobatan Rumatan
IX. PROGNOSIS
BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Keluhan Utama

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Kehamilan Ibu

Riwayat Persalinan

Riwayat Makanan da Minuman

Riwayat Imunisasi

Riwayat Sosial Ekonomi

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
b. Pemerikasaan Sistemik
c. Pemeriksaan Laboratorium

You might also like