You are on page 1of 15

Fraktur Femur

Pendahuluan

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau
pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya.
Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat
kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada
kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan
interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.

Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya


1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau interkapsuler,
fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler
umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler
kaput femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan pendarahan kaput femur
berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber
perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular. Pendarahan oleh arteri di dalam
ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek.
Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya vaskularisasinya, karena mendapat darah dari
simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur.
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar sembuh karena
bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi kokoh
untuk waktu yang cukup lama.
Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi
tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal
maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.
Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya
datang dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri. Umumnya
penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan eksorotasi serta
memendek. Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi
pergeseran ke kranial atau impaksi ke dalam kaput.
Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara
tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu m. iliopsoas, kelompok otot gluteus,
quadriceps femur, flexor femur, dan adductor femur. Inilah yang menggangu
keseimbangan pada garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi, periosteum
fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam
penyembuhan tulang. Oleh karena itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada
pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput
femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.
Penanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi
tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral melalui
kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah
langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat.
Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita
diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit
pemendekan.
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur
dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur
diikuti dengan mobilisasi dini pasca bedah.

a. Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :


 Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal
 Kesulitan mengamati fragmen proksimal
 Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction, dengan buck
extension.

b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang
bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula
harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan
ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko
terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi
internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi
reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Merode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith
Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi.
Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan
Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple
compression screws.
Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan
acara memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis,
seperti prosthesis Austin Moore.
Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan
pemasangan skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan
tindakan reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara
menurut Leadbetter.
Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten
memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan
otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian
pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul
dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah
itu di lakukan test.
Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan.
Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi
berhasil baik. Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal
fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat
diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka,
setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin,
cancellous screw, atau plate
Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk
memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral.
Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada
fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan
IV tidak dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun,
dianjurkan melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.
Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau
dua usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik
dilakukan penggantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang dengan
sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral digunakan
untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah
pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat
pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus
terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya
berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup
distal terletak pada korteks inferior leher femur.
Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan
penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan
IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik.
Pandangan ini meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu
kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang :
 Penderita yang sangat tua dan lemah
 Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup
 Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau
prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior.
Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :
 Kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada
kerusakan acetebulum.
 Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik.
Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-
pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan
prosthesis metal.
Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama
beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul
minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri.
Fraktur ini biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi
apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis
avaskuler, penanganannya sama dengan yang di atas.
2. Fraktur trokanter femur
Fraktur ini terjadi antara trokanter mayor dan minor. Sering terjadi pada orang tua
dan umumnya dapat bertaut dengan terapi konservatif maupun operatif karena
perdarahan di daerah ini sangat baik. Terapi operatif memperpendek masa imobilisasi di
tempat tidur.
Penderita biasanya datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh
disertai nyeri yang hebat. Penderita terlentang di tempat tidur dengan tungkai bawah
eksorotasi dan terdapat pemendekan sampai 3 cm disertai nyeri pada setiap pergerakan.
Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematom subkutan. Pada foto
Rontgen terlihat fraktur daerah trokanter dengan leher femur dalam posisi varus yang
bisa mencapai 90O.
Fraktur ini ditangani secara konservatif dengan traksi tulang, dengan paha dalam
posisi fleksi dan abduksi, selama 6-8 minggu. Terapi operatif dapat dilakukan dengan
pemasangan pelat trokanter yang kokoh, kemudian mobilisasi segera pascabedah.
3. Fraktur batang femur
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan
saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai
bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai
akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan
penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan
subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan kominutif, serta fraktur suprakondiler
tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan
traksi adalah dislokasi tertentu berat.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet, baik
pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan
fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m. quadriceps
otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan tetapi, cara traksi skelet
memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk mempercepat
mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk
melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. Fiksasi interna
biasanya berupa pin Kuntscher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya
fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin
intramedular ini dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck,
tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak
lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif,
karena akan menyambung dengan baik, pemendekan kurang dari 2 cm masih dapat
diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini
kemungkinan karena daya proses remodeling pada anak-anak.
Pengobatan non-operatif dapat dilakukan dengan metode Perkin, metode balance
skeletal traction, traksi kulit Bryant, dan traksi Russel. Sedangkan indikasi operatif
karena penanggulangan non-operatif gagal, fraktur multipel, robeknya arteri femoralis,
fraktur patologik dan fraktur pada orang-orang tua.
4. Fraktur femur suprakondiler
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti halnya
fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif dengan
traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu
istirahat di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka dan
pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh, yang memungkinkan
mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut. Hal yang terakhir ini penting karena
gerakan sendi lutut yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan
atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.
5. Fraktur femur interkondiler
Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan
lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian. Permukaan belakang patella yang berbentuk
baji , melesak ke dalam sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah
satu atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen
melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau
Y.
Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai
goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di sini
patella juga dapat mengalami fraktur.
Untuk fraktur kondilus tunggal lateral atau medial, paling baik dilakukan reposisi
terbuka dengan fiksasi interna dengan sekrup tulang spongiosa.
Pada patah tulang kondilus ganda, yaitu fraktur kondilus T atau Y juga dilakukan
reposisi terbuka dengan fiksasi interna yang kokoh pada kedua kondilus dan pada
komponen melintang bila sarananya tersedia.
Pada fraktur kominutif berat di interkondiler, tindakan terbaik adalah traksi skelet
kontinu yang memungkinkan gerakan sendi lutut begitu nyeri akut menghilang. Gerakan
ini kadang dapat menjadi patokan untuk menilai apakah fragmen sendi sudah pada posisi
yang diinginkan dan mengurangi resiko kekakuan sendi. Pada orang tua, fraktur femur
interkondiler femur umumnya lebih baik ditangani secara konservatif dengan traksi
skelet.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.

2. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.

3. Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone,
1989.

4. Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians &
Wilkins, 1983.

5. Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV.
Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990.

Rabu, 22 Desember 2010


Traksi
Posted by Dhita Prianthara
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini
(2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut
WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli
melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993)
berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
tekanan pada tulang yang berlebihan.
TRAKSI
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan
atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk menangani fraktur,
dislokasim atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mmpercepat
penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi skeletal dan traksi kulit, dimana
didalamnya terdapat sejumlah penanganan.
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis
atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan
yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga
(Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual,
penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan
tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond,
1999).
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan
traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and Osmond, 1990)
dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan ekstensi dan ekstensi
yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy
de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur
pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi
berkesinambungan diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah
Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan
menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan
juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi
yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya
terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini
tidak dilakukan hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel
meluaskan konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur
tungkai harus ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan
lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun
sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Röntgen
mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam
penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi
fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak
memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz Steinmann secara sukses
mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam
kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615).
Traksi telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika
fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering. Pengembangan
ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan kebutuhan ekonomi untuk
perawatan rumah sakit yang lebih
Penggunaan Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan
untuk mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat keurusan tulang dan jaringan
lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini menolong untuk
mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor, 1987; Dave, 1995 and
Osmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini mengurangi subluksasi atau
dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen, Chen, Hiebert dan Koval (2001)
memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan reduksi tahanan yang dibutuhkan ketika
melakukanreduksi fraktur selama pembedahan. Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk
membantu pergerakan dan latihan (Dave, 1995 and Redemann, 2002).
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang
dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk
keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa
hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya
menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan
Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi
keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi diaplikasikan
melalui kulit pasien atau dnegan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk
mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan
elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987,
Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari ha
ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan kontertraksi dimasukkan diantaran 2 point cocok
yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan
kontertraksi. Splibt Thomas merupakan contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula,
1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999).
Komponen Mekanis dari system traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan friksi, terkait
dengan beberapa factor : cara dimana kontertraksi diaplikasikan dan sudut, arah, serta jumlah
tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987: 3). Sudut dan arah dorongan traksi
bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah dorongan yang
diaplikasikan. Ketika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka disebut dengan
‘block and tackle effect” hamper menggandakan jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan
vector diciptakan dengan mengaplikasikan tahanan traksi pada dua yang berebda tetapi tidak
berlawanan terhadap sisi tubuh yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk
dorongan traksi yang actual. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
Friksi selalu ada dalam setiap system traksi. Friksi memberikan resistansi terhadap dorongan
traksi mala mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir kapanpun dan
bagaimanapun kemungkinan nantinya. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
Kita dapat mnggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur kedalam tempat
memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu, atau, (3)
untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain. Untuk
mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan untuk mendapatkan
tulang pasien yang fraktur dengan aman, untuk beberapa minggu jika diperlukan. Ada dua
cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit (traksi kulit). (2) dapat
menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire melalui tulangnya (traksi
tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya, pin atau wire, ditaruh melalui
katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari
tempat tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan
meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah
memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sedinya, jadi pastikan
bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur,
tetapi hal ini dapat dengan mudah datur dengan asisten. Traksi kebanyakan berguna pada
kaki. Dilengan hal ini masih kurang nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan
frustasi untuk pasien. Untuk kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam
keadaan pengecualian yang lebih jauh. Mengelaborasikan Jenis dari traksi, seperti Hamilton
dan Russel untuk kaki, membutuhkan peralatan yang tidak semuanya punya. Jadi, hanya
dibahas alat-alat sederhana yang digunakan dimakalah ini.
Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai :
1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di
bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan gentle.
Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plesrer atau
selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada
kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999).
2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton
melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987; Styrcula,
1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi
skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat
lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula,
1994a and Osmond, 1999).
3. Akhirnya traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian
tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond,
1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive
kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan
tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987; Styrcula,
1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor, 1987; Osmond, 1999
dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering
untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot
dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
Traksi Kulit versus Traksi Tulang
Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari ini
tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi tulang mungkin
diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate pertumbuhan dapat dengan mudah
hancur dengan pin tulang.
Indikasi untuk traksi kulit
 Anak-anak
 Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
 Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg
 Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
Indikasi Traksi Skeletal
 Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
 Kerusakan kulit membutuhkan dressings
 Jangka panjang
Counter Traction
Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong tungkai kedistal
pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan menjadi efektif. Berikan
tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari kasur pada blok tertentu. Dengan
merubah tempat tidur pada arah berlainan tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi
servikal sisi depan dari tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi tempat
tidur dekat dengan luka membutuhkan elevasi.
Sistem Katrol Multiple
Dalam banyak keadaan katrol yang multioel digunakan, sehingga mengurangi berat amatlah
diperlukan. Katrol multiple seringkali digunakan pada traksi pelvis dimana tahanan tinggi
(biasanya lebih dari 40 kg) dapat diperlukan. Jika triple dan dobel blok dgunakan dalam
gambar hanya 405 atau 8 kg, dibutuhkan untuk dapat mencapai 40 kg. Penaikturun katrol
diperlukan.
Traksi Kulit – Ekstremitas Bawah
Traksi kulit Buck’s paling sering digunakan pada tungkai bawah untuk fraktur femur, nyeri
belakang, fraktur acetabulum dan pinggang. Traksi kulit jarangkali mengurangi fraktur, tetapi
mengurangi nyeri dan menjaga panjangnya fraktur.
Buck’s Traction:
Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada satu tempat
terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit (Taylor, 1987; Styrcula, 1994; Osmond,
1999 and Redemann, 2002). Dinamakan setelah Gurdon Buck yang pada tahun 1861
mempublikasikan pengalamannya dengan trapi untuk dua puluh satu kasus dari fraktur
(Peltier, 1968: 1610). Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan
tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum pembedahan dan
mengurangi spasme otot (Styrcula, 1994d and Redemann, 2002). Hal ini juga bisa digunakan
untuk dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak berpindah asetabulum
dan nyeri pinggang bawah bilateral (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d) meskipun
penggunaannya jarang terlihat pada akhir-akhir ini . Pasien diposisikan dalam posisi supine
dengan kaki lurus pada posisi alami, dimana melalaikan abduksi (Taylor, 1987 and Styrcula,
1994d). Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan traksi digunakan segaris dengan
panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir
tempat tidur yang dihubungkan dengan pemberat (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d and
Osmond, 1999). Katrol tidak mempunyai efek pada tahanan t=fraksi tetapi bertindak untuk
merubah arah dorongan untuk bekerja dengan gravitasi (Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari tempat tidur pada ketinggian tertentu
untuk mencegah pasien terjatuh dar tempat tidur.
Untuk mengoptimalisasi kenyamanan pasien adalah hal yang penting untuk mempunyai
keseimbangan antara tahanan traksi dengan tahanan kontertraksi. Jika tempat tidur butuh
untuk dielevasikan terlalu tinggi untuk mencegah pasien terdorong dari tempat tidur maka
pemberat dapat terlalu berat dan perlu untuk ditinjau ulang (Dave, 1995 and Osmond, 1999).
Hari ini Traksi Buck digunakan kebanyakan pada orang tua (Styrcula, 1994d: 61) dan
kontroversinya timbul melebihi kefektifitasannya.
Metode
Kulit dipersiapkan dan dicukur- harus sampai kering. Balsem Friar dapat digunakan untuk
meningkatkan adhesi. Pengikat yang tersedia secara komersil diaplikasikan kekulit dan luka
dengan lapisan yang overlap. Perban harus tidak melebihi diatas tingg fraktur.
Bahaya Traksi Kulit
 Distal Oedema
 Kerusakan vaskular
 Peroneal nerve palsy
 Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen
Hindari timbulnya komplikasi dalam keinginan untuk mencoba meningkatkan adhesi dengan
mengikat perban lebih ketat
Perfusi Jaringan yang Berubah, Bahaya untuk deep vein thrombosis (DVT) atau pulmonary
embolism (PE) merupakan masalah yang sering is (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d; Osmond,
1999; Rosen et al, 2001 dan Redemann, 2002). Pernafasan yang dalam dan latihan pompa
siku sama halnya dengan penggunaan stocking dan terapi antikoagulan merupakan cara untuk
mencegah hal ini terjadi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d; Rosen et al, 2001 and Redemann,
2002). Calves harus diinspeksi untuk kekakuan, hangat yang tidak biasa, dan kemerahan
(Carroll, 1993 and Bright and Gorgi, 1994) dan setiap tanda dispnea dan tachypnea dapat
mengindikasikan (Smeltzer and Bare, 1996 and Turpie, Chin and Gregory, 2002).
Ada juga akan resiko tinggginya disfungsi perifer seperti sindrom kompartemen atau paralisis
saraf. Periksa neurovascular dan penilaian gerakan harus dilakukan sebelum mengaplikasikan
traksi kemudian setiap jam selama 24 jam pertama dan jika baik dilakukan 4 jam sekali
(Taylor, 1987; Styrcula, 1994b and Kunkler, 1999).
Meskipun traksi dikatakan untuk mengurangi nyeri danspasme otot hal in dapat menjadi tidak
cukup dan management nyeri untuk itu merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri
dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 (McCaffery and Pasero, 2001 and Redemann,
2002) dan pasien harus diminta untuk mengambil analgetik sebelum nyeri menjadi lebih
parah. Edukasi untuk mencegah ketakutan dan resiko konstipasi sebaiknya juga dilakukan
(Redemann, 2002:316). Sama dengan pasien yang imobilisasi ada tingginya resiko untuk
konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas tetapi juga kombinasinya dengan ambilan
analgetik dan untuk pasien traksi terutama tantangan dalam nyeri, ditambah dengan malunya
mereka untuk membuka ususnya ditempat tidur (Taylor, 1987; Winney, 1998 and Redemann,
2002). Penggunaan dari alat fraktur, privasi, ambilan cairan yang tinggi, teratur dalam diet
dapat menolong eliminasi untuk mencapai usus yang normal (Winney, 1998 and Redemann,
2002).
Pertukaran gas yang terganggu merupakan kesulitan pada pasien dengan traksi pada resiko
masalah respirasi. Posisi rekumben atai semirecumbent pasien ini diyakinkan untuk tidak
diijinkan bergerak penuh pada diafragmanya yang bisa menyebabkan tidal kecul dan volume
residu yang besar(Redemann, 2002:317). Untuk mencegah masalah in elevasi reposisi yang
sering dari kepala tempat tidur kapanpun memungkinkan dikombinasikan dengan batuk dan
latihan nafas yang dalam dan penggunaan spirometer kesemuanya dapat membantu untuk
menjaga pertukaran gas yang adekuat. (Smeltzer and Bare, 1996 and Redemann, 2002).
Tingginya resiko untuk terluka terutama relevansinya pada pasien traksi sebagai management
yang tidak benar dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang harus dipertimbangkan (Taylor,
1987 and Redemann, 2002). Traksi harus diperiksa melalui perbagian untuk menjamin tidak
ada yang dapat membahayakan pasien, garis dorongan dijaga, semua clamps ketat dan tidak
ada tali yang rapuh atau knot yang tidak aman. Tali musti dibebaskan melalui katrol, gars
traksi harus dijaga setiap saat. Baik pemberat ataupun tali harus disentuh oleh kasur. Bantal
tidak ditaruh dibawah kaki yang sakit dan ketika menggerakkan pasien pemberat tidak boleh
dipindahkan. Ketika melakukan perluasan sekali traksi manual harus diaplikasikan.
Traksi Gallows
Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur .
Indikasi Traksi Gallow’s
 Berat anak-anak harus kurang dari 12 kg
 Fraktur femur
 Kulit harus intak
Kedua dari femur yang fraktur dan yang baik ditempatkan dalam traksi kulit dan bayi ditahan
dari sudut yang istimewa. Compromise vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa sirkulasi
dua kali sehari. Pantatnya harus diangkat jangan mengenai tempat tidur
Fraktur Femur Pada Anak yang lebih Besar
Anak lebih besar dengan fraktur femur dapat ditangani dengan traksi kulit dengan splint
tHomas. Tidak seperti orang dewasa lutut harus dijaga lurus pada splint Thomas. Cincin dari
splint Thomas harus membuat pembersihan dua jari pada semua sisi- dicoba pada kaki yang
sehat untuk dicocokkan sebelum diaplikasikan. Pengikatan kulit diaplikaskan dan splint
Thomas dipasangkan. Tali dari pengikat di ikat hingga akhir dar splint tHomas. Yang paking
kuar melewat jarak splint Thomas dan bagian dalam melaluinya. Hal ini merotasikan kaki
secara internal. Tungkai diistirahatkan pada tiga strip falnnerl untuk menjaga keamanan pin.
Sling Master merupakan strip flannel yang diarahkan kedistal fraktur. Slng ini bisa
ditambahkan sehingga garis akhir fraktur pada ruang vertical. Traksi longitudinal
membuthkan tambahan setiap haru pada minggu pertama. Simpul dari akhir splint Thomas
dilonggarkan. Kualitas reduksi dikonfirmasikan dengan X ray.
Splint Thomas ditahan dari Frame Balkan. Frame ini ditempelkan ke tempat tidur. Tungkai
dengan splint Thomas ditahan dari puncak dengan maksut berat berlawanan. Traksi
longitudinal menggunakan tekanan pada sudut dan berat yang lebih jauh ditempatkan melalui
katrol dari frame Balkan. Hal ini segaris dengan panjang aksis tungkai di kaki dari tempat
tidur. Perlawanan ini bertindak sebagai tahanan reaktif dari sudut yang digenerasikan oleh
traksi kulit.
Fraktur Femur Pada Orang Dewasa
Hal ini membutuhkan pin skeletal. Pada beberapa rumah sakit, pn Denham merupakan pin
yang paling sering digunakan, Ia mempunyai porsi tengah ulir yang dijaganya pada tibia.
Untuk fraktur femur pin Denham melalui tibia proksimal, Selalu memasukkan dari lateral ke
medial pada tibia proksimal, sebagaimana saraf peroneal tidak terkenda dan tempat keluarnya
tidak bisa diprediksikan. Pada beberapa keadaan femur distal, atau bahkan kalkaneus dapat
digunakan.
Splint tHomas, (periksa apakah cocok dengan mencoba pada kaki yang sehat) diaplikasikan.
Tiga sling flannel diamankan dengan keamanan pin dibawah paha. Satu dari splint master
dibawah fraktur. Tekanan yang benar pada sling ini akan menggarisi fraktur pada sisi lateral.
Lutut dapat difleksikan dengan menggunakan splint fleksi Pearson yang ditempelkan ke
splint Thomas pada daerah lutut. Fleksi lutut yang diinginkan dapat dijaga dengan tali pada
akhirnya dibawa dari splint tHimas ke Perlengketan Pearson. Tali dari pin Denham apakah
harus diikat secara distal ke splnt tHomas (traksi statis) atau mereka dapat dinaikkan melalui
katrol pada akhir dari frame Balkan (traksi dinamis). Pada semua kasus diawali dengan 7 kg
(atau 10% berat badan) pada panjang aksis femur. Hal ini melawan trakian dari otot paha.
Sebagaimana halnya dnegan anak-anak, traksi dbuat seimbang dengan sisitem katrol pada
tungkai horizontal frma Balkan untuk membuat pasien dapat menggerakkan tungkainya.
Garis Splint Thomas
Splint Thomas harus digariskan dengan menitikkan pada frma belakn searah dengan fragmen
proksimal.
Perpndahan-Fraktur Femur Proksimal
 Prox. Femur – Flexion
 Prox. Femur – Abduction
 Frame Garis – Flexion & Abduction
Fraktur mid shaft dijaga tetap relative sebagaimana otot proksimal dan distalnya seimbang
Perpindahan Fraktur Femur Distal
 Angulasi Posterior – dorongan dari gastrocnimeus
 Sousi – fleksi lutut sejauh mungkin
Block Tempat Tidur (bed block)
Bed Blocks harus ditempatkan dibawah kaki dengan semua tipe traksi diatas. Meninggikan
kaki dari tempat tidur beberapa sentimeter memberikan tahanan counter untuk mencegah
pasien terdorong secara distal dari tempat tidur oleh traksi longitudinal.
Traksi Servikal
Halter Traction
Traksi halter digunakan untuk traksi servikal jangka pendek. Penggunaannya meliputi cedera
leher minor tanpa kejelasan adanya fraktur contoh spasme otot leher, terapi conservative dari
lesi di diskus servikal. Anak dengan fraktur servikal juga dapat ditangani dtanpa pin skeletal
sebagaimana tulang mereka terlalu rapuh terhadap pin. .
Masalah dengan Traksi Halter
 Tidak nyaman
 Nyeri di Tempero-mandibular
 Kontraoindikasi pada fraktur mandibula
 Sulit untuk mengontrol fleksi dan ekstensi
Fleksi Extensi X Ray Cervical
Jika pasien mempunyai x-ray cervical yang normal, tetapi mempunyai spasme otot leher,
gambaran fleksi ekstensi dapat diperlukan untuk menyingkirkan instabilitas yang serius dari
tulang servikal. Traksi Halter merupakan cara yang baik untuk meredakan spasme sebelum
X-Ray dapat dilakukan. Pasien yang dimasukkan dan ditempatkan dalam traksi Halter hingga
leher bebas dari spasme otot. Pasien harus tidak mempunyai rasa nyeri ketika leher
difelksikan ataupun diekstensikan. Jika gejala neurologis seperti paraesthesia timbul maka X-
Ray tidak perlu dilakukan.
Traksi Skeletal
Pada cedera servikal yang lebih serius, penjepit tulang kepala seperti caliper Cones
diinndikasikan. Indikasi termasuk terapi konservatif dari fraktur servik dan dislokasi.
Aplikasi Caliper Cones
 Cukur rambut dibawah area telinga
 Anastesi Lokal
 Hindari Masseter
 Hindari arteri temporal
 Insisi kecil dibawah telinga segars dengan meatus auditorius
 Kaitkan pada pin hingga perforasi dari tulang luarl
 Ikat pada tali
Arah dan Berat
 Tahanan – 2.5 kg untuk kepala dan 12 kg untuk setiap vertebra
 Arah netral segars dengan meatus auditorius
 Diperlukan Fleksi – tinggikan katrol
 Dperlukan Ekstensi – gunakan matras dobel yang berakhir pada bahu
Komplikasi dari Traksi Cervical
 Perdarahan arteri temporalis
 Tekanan sangat sakit pada tulang
 Sepsis – dari kulit ke abses subdural
 Perburukan status neurologis
 Mata juling dari jatuhnya nervus kranialis ke 6
Kontraindikasi Penjepit tulang kepala
 Anak-anak
 Sepsis Lokal
 Fraktur tulang kepala
Metode dobel matras merupakan cara yang efektif untuk memperluas leher. Jangan pernah
menempatkan katrol kepala terlalu rendah sebagaimana tekanan dapat dihasilkan pada
occciput, terutama pada pasien yang tdiak sadar.
Reduksi dari Dislokasi Facet
Traksi skeletal terhadap tulang tengkorak dapat digunakan untuk mengurangi dislokasi faset
servikal. Berat biasanya ditambahkan secara serial sementara leher diposisikan fleksi. Setelah
setiap penambahan 2,5 kg berat, X-Ray lateral diambil untuk membedakan reduksinya.
Dokter yang ada harus memeriksa tanda neurologis. Jika ada perubahan neurologis, berat
tersebut dpindahkan hingga 20 kg. Traksi dapat digunakan dalam hal ini hanya untuk
beberapa jam. Setelah reduksi, leher dalam keadaan ekstensi dan berat maintenance
kemudian digunakan.
Metode Traksi Lain
Traksi Dunlop
Penggunaan utama dari Traksi Dunlop adalah untuk maintenance reduksi fraktur
supracondylus humerus pada anak.
Traksi Dunlop
 Fraktur supracondylar pada anak
 Membuat Siku bengkak menjadi tenang kembali
 Dikontraindikasikan [ada fraktur terbuka dan defek kulit.
Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus digunakan pada sisi tempat
tidur. Traksi ditempatkan disepanjang aksis lengan bawah sebagaimana sudut kanan dari
humerus dengan sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks dibutuhkan untuk sisi
lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur supracondylar tidak dapat dikurangi
hingga dibawah 90 derajat fleksi siku, metode traksi in merupakan alternative terhadap
metode invasive seperti percutaneous K-wires. Hal ini membuat pembengkakan sisi
sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk mengurangi fraktur supracondylar,
sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan diperlukan
Traksi Pelvis untuk Nyeri Pinggang
Pad skiatik dan penyembuhan pinggang lain dari nyeri dapat dicapai dengan maksud traksi
pelvis. Traksi diaplikasikan ke pengikat pelvis dengan berat melebihi akhir tempat tidur.
Dengan maksud bantal dibawah lutut, pinggul difleksikan mendekati sudut 90 derajat,
sebagaimana halnya dengan lutut. Hal ini memperpendek nervus skiatika dan meredakan
nyeri.
Traksi Asetabulum
Pada terapi konservatif dari fraktur acetabulum, traksi longitudinal pada panjang aksis
tungkai seringkali digunakan. Sebagai tambahan dari kepala femur dapat mempengaruhi
acetabulum (dislokasi fraktur sentral) dengan maksud manipulasi dibawah anastesi. Reduksi
ini dapat dijaga dengan membuat traksi lateral dari pin yang ditempatkan pada wilayah
intertrochanter.

You might also like