You are on page 1of 18

KONSEP DASAR HERNIA

A. PENGERTIAN
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan
tempatnya yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang
didapat (Long, Barbara. C, 1996). Hernia adalah suatu keadaan
menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, E, 2000).
Hernia adalah penonjolan isi perut dari normal melalui lubang
congenital atau didapat (Juraidi, Purnawan, 2000).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan, atau struktur
melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian
– bagian tersebut (Nettina, 2001). Hernia adalah protrusi atau
penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, R dan Jong, Wim de,
2004). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hernia merupakan penonjolan sebuah organ, jaringan, atau struktur
melalui defek congenital atau didapat.

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI


Anatomi Saluran Reproduksi Laki-laki

TESTIS

Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval,agak gepeng


dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar2.5 cm. Testis
berada didalam skrotum bersama epididimis yaitu kantung ekstra
abdomen tepat dibawah penis. Dinding pada rongga yang
memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika vaginalis.
Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang
bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama perkembangan
genetalia interna pria, setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran
tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan menutup.

EPIDIDIMIS

Merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas


posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-
lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Panjang
duktus epididimis sekitar 600 cm. Duktus ini berawal dari puncak
testis (kepala epididimis) dan berjalan berliku-liku, kemudian
berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas deferens.
Epididimis merupakan tempat terjadinya maturasi akhir sperma.

SCROTUM

Skrotum pada dasarnya merupakan kantung kulit khusus yang


melindungi testis dan epididimis dari cedera fisik dan merupakan
pengatur suhu testis. Spermatozoa sangat sensitive terhadap suhu
karena testis dan epididimis berada di luar rongga tubuh, suhu di
dalam testis biasanya lebih rendah daripada suhu di dalam
abdomen.

VAS DEFERENS

Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis.


Panjangnya 45 cm yang berawal dari ujung bawah epididimis, naik
disepanjang aspek posterior testis dalam bentuk gulungan-gulungan
bebas, kemudian meninggalkan bagian belakang testis, duktus ini
melewati korda spermatika menuju abdomen.

VESICULA SEMINALIS

Merupakan sepasang struktur berongga dan berkantung-kantung


pada dasar kandung kemih di depan rectum. Masing-masing
vesicular memiliki panjang 5 cm dan menempel lebih erat pada
kandung kemih daripada pada rectum. Pasokan darah ke vas
deferens dan vesikula seminalis berasal dari arteri vesikulkaris
inferior. Arteri ini berjalan bersama vas deferens menuju skrotum
beranastomosis dengan arteri testikukar, sedangkan aliran limfatik
berjalan menuju ke nodus iliaka interna dan eksterna. Vesikula
seminalis memproduksi sekitar 50-60 % dari total volume cairan
semen. Komponen penting pada semen yang berasal dari vesukula
seminalis adalah fruktosa dan prostaglandin.

KELENJAR PROSTAT

Kelenjar prostat merupakan organ dengan sebagian strukturnya


merupakan kelenjar dan sebagian lagi otot dengan ukuran sekitar
2,3 x 3,5 x 4,5 cm. Organ ini mengililingi uretra pria, yang terfiksasi
kuat oleh lapisan jaringan ikat di belakang simpisis pubis. Lobus
media prostat secara histologis sebagai zona transisional berbentuk
baji, mengelilingi uretrra dan memisahkannya dengan duktus
ejakulatorius. Saat terjadi hipertropi, lobus media dapat menyumbat
aliran urin. Hipertropi lobus media banyak terjadi pada pria usia
lanjut.

PENIS

Penis terdiri jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui uretra. Ada dua
permukaan yaitu permukaan posterior penis teraba lunak (dekat
uretra) dan permukaan dorsal. Jaringan erektil penis tersusun dalam
tiga kolom longitudinal, yaitu sepasang korpus kavernosum dan
sebuah korpus spongiousum di bagian tengah. Ujung penis disebut
glans. Glands penis ini mengandung jaringan erektil dan berlanjut ke
korpus spongiosum. Glans dilapisi lapisan kulit tipis berlipat, yang
dapat ditarik ke proksimal disebut prepusium (kulit luar), prepusium
ini dibuang saat dilkukan pembedahaan (sirkumsisi). Penis berfungsi
sebagai penetrasi. Penetrasi pada wanita memungkinkan terjadinya
deposisi semen dekat serviks uterus.

Anatomi Saluran Reproduksi Wanita

Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ


reproduksi wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh. Organ
reproduksi wanita ada di dalam rongga pelvis.

RONGGA PELVIS

Terletak di bawah,berhubungan dengan rongga abdomen, dibentuk


oleh os iski dan os pubis pada sisi samping dan depan, os sakrum
dan os koksigis membentuk batas belakang dan pinggiran pelvis
dibentuk oleh promontorium sakrum di belakang iliopektinal sebelah
sisi samping dan depan dari tulang sakrum.

PINTU KELUAR PELVIS (PINTU BAWAH)

Dibatasi oleh os koksigis dibelakang simfisis pubis, di depan


lengkung os pubis,os iski, serta ligamentum yang berjalan dari os
iski dan os sakrum disetiap sisi, pintu keluar ini membentuk lantai
pelvis.

ISI PELVIS

Kandung kemih dan dua buah ureter terletak dibelakang simfisis,


kolon sigmoid sebelah kiri fosa iliaka dan rektum terletak di sebelah
belakang rongga mengikuti lengkung sakrum. Kelenjar limfe, serabut
saraf fleksus lumbosakralis untuk anggota gerak bawah cabang
pembuluh darah a.iliaka interna dan v.iliaka interna berada di dalam
pelvis.

Genetalia pada wanita terpisah dari urethra, dan mempunyai saluran


tersendiri. Alat reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a. ALAT GENITALIA LUAR (VULVA)

Vulva terbagi atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris, dan


labia.Hanya mons dan labia mayora yang dapat terlihat pada
genetalia eksterna wanita. Arteri pudenda interna mengalirkan
darah ke vulva. Arteri ini berasal dari arteri iliaka interna bagian
posterior, sedangkan aliran limfatik dari vulva mengalir ke nodus
inguinalis.

Alat genetalia luar terdiri dari :

1). Mons veneris/pubis

Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar


terletak di di atas simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi bulu pada
masa pubertas.

2). Labia Mayora (bibir besar)


Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas. Labia
mayora banyak mengandung urat syaraf. Labia mayora merupakan
struktur terbesar genetalia eksterna wanita dan mengelilingi organ
lainnya, yang berakhir pada mons pubis.

3) Labia Minora (bibir kecil)

Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk memeriksa


labia minora, harus membuka labia mayora terlebih dahulu.

4). Klitoris

Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji kacang


hijau yang dapat mengeras dan tegang (erectil) yang mengandung
urat saraf, jadi homolog dengan penis dan merupakan organ
perangsang seksual pada wanita.

5). Vestibulum

Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia


minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum. Dalam
vestibulum terdapat muara-muara dari : liang senggama (introitus
vagina),urethra,kelenjar bartolini, dan kelenjar skene kiri dan kanan.

6). Himen (selaput dara)

Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari


liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini,
bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit.
Konsistensinya ada yang kaku, dan ada yang lunak, lubangnya ada
yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Himen mungkin
tetap ada selama pubertas atau saat hubungan seksual pertama
kali.

7). Perineum

Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah garis


yang menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan segitiga
kongenital dan bagian belakang segitiga anal, titik tengahnya
disebut badan perineum terdiri dari otot fibrus yang kuat di sebelah
depan anus. Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya lebih
kurang 4 cm.

C. ETIOLOGI
Hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Congenital;
2. Obesitas
3. Ibu hamil
4. Mengejan
5. Pengangkatan beban berat.

D. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan letaknya, hernia dibagi atas;
1) Inguinalis Hernia inguinalis terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Indirek/ lateralis Yaitu batang usus melewati cincin
abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk kedalam
kanalis inguinalis.
b) Direk/ medialis Yaitu batang usus melewati dinding
inguinalis bagian posterior.
2) Femoralis Hernia femoralis terjadi karena batang usus
melewati femoral kebawah, kedalam kanalis femoralis.
3) Umbilikalis Hernia umbilikalis terjadi karena batang usus
melewati cincin umbilical.
4) Incisional Hernia incisional terjadi karena batang usus atau
organ lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah.
b. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas:
1) Hernia bawaan/ congenital
2) Hernia dapatan/ akuisita.

c. Berdasarkan sifatnya, hernia terbagi atas:


1) Hernia reponibel Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika
berbaring atau didorong masuk.
2) Hernia ireponibel Yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan lagi kedalam rongga. Ini biasanya disebabkan
oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia. Hernia ini disebut juga hernia akreta (accretes =
perlekatan karena fibrosis).
3) Hernia strangulata/ inkarserata Yaitu bila isi hernia terjepit
oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut
disertai akibatnya yang berupa gangguan vaskularisasi.
Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen
didalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh
pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan
gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan
segera.

E. PATOFISIOLOGI
Proses Penyakit

Menurut Pierce, (2007. Hal. 119) Patofisiologi pada pasien dengan


hernia adalah Defek pada dinding abdomen dapat congenital
misalnya hernia umbilikalis, kanalis femoralis) atau didapat
(misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum
(kantung), peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat
defek semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intraabdomen
misalnya; omentum, lengkung usus halus), keluar melalui celah
tersebut. Isi usus yang terjebak didalam kantung menyebabkan
inkarserasi (ketidak mampuan untuk mengurangi isi) dan
kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah kedaerah yang
mengalami inkarserasi).
Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat
dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat beban berat dan
mengejan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdominal. Bila factor – factor ini ada bersama kelemahan otot,
individu akan mengalami hernia. Bila tekanan dari cincin hernia
memotong suplai darah ke segmenhernia dari usus, usus menjadi
terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah, usus ini cepat
menjadi gangrene kerena kekurangan suplai darah.

Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat terjadi


karena anomali kongenital atau sebab yang didapat. Hernia dapat
dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki ketimbang
pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada
pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu,
diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati
pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang dipandang
berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia.
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan
ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.
Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah
skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut
dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir,
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam
beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun
terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka.
Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada
usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami
obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital (Erfandi,
2009).
Pada orang tua kanalis inguinalis telah menutup. Namun karena
merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
Nervus Ilioinguinalis dan Nervus Iliofemoralis setelah apendiktomi
(Erfandi, 2009).
Pada hernia akan terjadi prolaps sebagian usus ke dalam anulus
inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau
kegagalan menutup yang bersifat kongenital. Hernia inkarserata
terjadi bila usus yang prolaps itu menyebabkan konstriksi suplai
darah ke kantong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri dan
gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik abdomen,
tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah) (Erfandi, 2009).
Isi hernia dapat kembali ke rongga peritoneum disebut hernia
inguinal reponibilis, bila tidak dapat kembali disebut hernia inguinal
ireponibilis (Arief Mansjoer, 2004). Pada hernia reponibilis, keluhan
yang timbul hanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan, dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun
ada dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilikal berupa
nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007).
Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis,
terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen
usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara
klinis keluhan klien adalah rasa sakit yang terus menerus. Terjadi
gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah.
(Arief Mansjoer, 2004).
Pembuluh darah yang terjepit juga akan mengakibatkan penimbunan racun yang akan
berakibat terjadinya infeksi dalam tubuh. Infeksi ini akan menjadi sumber infeksi ke
seluruh dinding usus yang akan berakibat buruk yaitu kematian (Jennifer, 2007)
Patoflow

kongenital, obesitas, ibu hamil,


mengejan, pengangkatan beban berat

peningkatan tekanan intra abdominal

kelemahan otot

hernia

reponibel ireponibel strangulata

v
Usus keluar jka berdiri Perlengketan isi Isis Hernia terjepit oleh
atau mengejan kantong pada cincin Hernia
Usus masuk lagi jika peritoneum kantong
berbaring atau didorong hernia
masuk Gangguan
Isi Hernia tidak dapat vaskularisasi
dmasukan lagi

Nekrosis isi
abdomen

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Adanya benjolan pada lipatan paha
b. Nyeri di daerah benjolan
c. Bila batuk atau mengejan benjolan akan bertambah besar
d. Mual, muntah, kembung
e. Konstipasi
f. Anoreksi
g. Demam
h. Pucat dan gelisah
i. Dehidrasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar X abdomen menunjukan abnormalnya kadar gas dalam
usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan erum elektrolit dapat menunjukan
hemokonsentrasi (peningkatan Ht), peningkatan leukosit, dan
ketidakseimbangan elektrolit.

H. PENATALAKSANAAN
MEDIS
1. Terapi konservatif/ non bedah, meliputi:
a. Penggunaan alat penyangga yang bersifat sementara, seperti
pemakaian sabuk atau korset.
b. Pada hernia reponibel dilakukan tekanan secara terus menerus
pada daerah benjolan seperti dengan bantal pasir.
c. Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan hernia
inkarserata yang tidak menunjukan gejala sistemik.
d. Diberikan kompres untuk mengatasi pembengkakan.
e. Diet makanan cair.
2. Terapi pembedahan dilakukan untuk mengembalikan organ dan
menutup lubang hernia agar tidak terjadi kembali. Ada dua prinsip
pembedahan, yaitu:
a. Herniotomi, yaitu dengan memotong kantong hernia saja
kemudian diikat.
b. Herniografi, yaitu perbaikan defek dengan pemasangan
jaringan melalui operasi terbuka atau laparaskopi.

KEPERAWATAN POST OPERASI HERNIORAPHY:


a. Kaji tanda-tanda vital
b. Kaji luka operasi : amati luka insisi terhadap adanya tanda-
tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak.
c. Pertahankan status dehidrasi yang baik : beri cairan intravena
bila di programkan, pantau asupan dan keluaran cairan.
d. Tingkatkan rasa nyaman : berikan analgesik sesuai kebutuhan.
I. KOMPLIKASI
Akibat dari hernia dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan
lagi, keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis ireponibel.
Pada keadaan ini belum terjadi gangguan penyaluran isi usus.
Isi hernia yang menyebabkan ireponibell adalah omentum
karena mudah melekat pada dinding hernia.
b. Terjadi tekanan terhadap cincin hernia akibat makin
banyaknya usus yang masuk, cincin hernia relative semakin
sempit dan menimbulkan gangguan isi perut. Keadaan ini
disebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.
c. Bila hernia inkarserata dibiarkan maka akan timbul edema dan
terjadi penekanan pembuluh darah sehingga terjadi nekrosis.
Keadaan ini disebut hernia inguinaalis lateralis strangulasi,
terjadi karena usus berputar (melintar) pada keadaan
inkarserata dan strangulasi, maka timbul gejala muntah,
kembung, dan obstipasi. Pada strangulasi terajdi nyeri hebat,
daerah tonjolan menjadi lebih merah dan penderita sangat
gelisah.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat,
duduk, mengemudi dan waktu lama, membutuhkan papan/
matras yang keras saat tidur, penurunan rentang gerak daan
ekstremitas pada salah satu bagian tubuh, tidak mampu
melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : atropi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan
dalam berjalan.
b. Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkontinensia/ retensi urine.
c. Integritas ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah
pekerjaan, financial, atau keluarga.
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga.
d. Neurosensori
Gejala : kesemuttan, kekakuan, kelemahan dari tangan/ kaki.
Tanda : penurunan reflex tendon dalam, kelemahan otot,
hipotonia, nyeri tekan, penurunan persepsi nyeri.
e. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna.
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit buruk, kering/
kulit bersisik
f. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
g. Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau yang semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada
hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/ lengan,
kaku pada leher.
Tanda : perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang
– pincang, nyeri palpasi.

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul


a. Nyeri b/d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
c. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang tidak adekuat
d. Gangguan pola tidur b/d luka insisi bedah
e. Risiko perdarahan b/d luka insisi bedah
f. Risiko infeksi b/d masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
luka post operasi

3. Perencanaan

N DX NOC NIC
o
1 Nyeri b/d  Pain level 1. Lakukan pengkajian
diskontuinitas  Pain control nyeri secara
jaringan akibat  Comfort level komprehensif,
tindakan operasi Kriteria hasil termasuk lokasi,

1. Mampu mengontrol karakteristik,

nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,

nyeri, mampu kualitas, factor

menggunakan teknik presipitasi

nonfarmakologi utk 2. Observasi reaksi

mengurangi nyeri) non verbal

2. Melaporkan baha nyeri terhadap

berkurang dengan ketidaknyamanan

menggunakan 3. Control nyeri

manajemen nyeri dengan lngkungan

3. Mampu mengenal yang dapat

nyeri (skala, mempengaruhi

intensitas, frekuensi, nyeri seperti suhu

tanda nyeri) ruangan,

4. Menyatakan rasa kebisingan

nyaman setelah nyeri 4. Kurangi factor

berkurang presipitasi nyeri


5. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
6. Evaluasi keefektifan
control nyeri
7. Tingkatkan istirahat
2 Intoleransi aktvitas  Energy Conservation Activity terapy
b/d kelemahan fisik  Activity Tolerance 1. Bantu klien untuk

 Self Care ADLS mengidentifikasi


aktivitas yang
mampu dilakukan

Kriteria Hasil: 2. Bantu untuk

1. Mampu melakukan memilih aktvitas

aktivitas fisik sehari – konsitensi yang

hari secara mandiri sesuai dengan

2. TTV normal kemampuan fisik,

3. Energi psikomotor psikologis, social


3. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantu aktivitas
seperti kursi roda
4. Monitor respon
fisik, emosi, social,
dan spiritual
3 Risiko perdarahan  Blood loss severity 1. Monitor tanda –
b.d luka insisi bedah  Blood koagulation tanda perdarahan
Kriteria hasil 2. Monitor TTV
1. Tekanan darah dalam ortostatik
batas normal 3. Pertahankan
2. HB dan HT dalam batas bedrest selama
normal perdarahan aktif
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake makanan
yang banyak
menagndung
vitamin K
4 Risiko infeksi b/d  Immune status 1. Bersihkan
masuknya  Knowledge: infection lingkungan setelah
mikroorganisme control dipakai pasien
sekunder terhadap  Risk control 2. Batasi pengunjung
luka post operasi Kriteria hasil bila perlu
1. Klien bebas dari tanda 3. Instruksikan
– tanda infeksi pengunjung untuk
2. Mendeskripsikan mencuci tangan
proses penularan saat berkunjung
penyakit, factor yang dan setelah
mempengaruhi berkunjung
penularan serta mmeninggalkan
pentalaksanaannya pasien
3. Menunjukkan 4. Gunakan sabun
kemampuan untuk antimikroba untuk
mencegah timbulnya cuci tangan
infeksi
4. Jumlah leukosit dalam 5. Cuci tangan setiap
batas normal sebelum dan
5. Menunjukkan prilaku sesudah tindakan
hidup sehat 6. Inspeksi kondisi
luka insisi bedah
7. Berikan perawatan
luka pada area post
operasi
8. Ajarkan cara
menghindari infeksi
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehtan
dan memfasilitasi koping

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah berhasil
dicapai
Komponen evaluasi tindakan keperawatan ada 2:
a. Proses (formatif)
Focus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
Sistem penulisan pada tahap ini bisa menggunakan sistem SOAP /
model dokumentasi lainnya.
b. Hasil (sumatif)
Focus evaluasi ini adalah perubahan prilaku / status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan klien

6. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah / belum dicapai pada
medical record, untuk menghindari salah persepsi dan kejelasan
dalam menyusun tindakan perawatan lebih lanjut.
Daftar pustaka

Juraidi, purnawan, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi


3. Jakarta: EGC

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah buku 2 Alih


Bahasa YIAPK Padjajaran. Bandung: YIAPK Padjajaran

Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: FKUI

Sjamsuhidajat, R dan Jong Wim De. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah
Edisi 2. Jakarta: EGC

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Jilid 1 dan


2. 2013. NANDA, NIC-NOC

You might also like