This document discusses the impact of top management turnover and risk behavior on financial distress at companies listed on the Indonesia Stock Exchange. It is moderated by variables of share ownership structure and company size. The document provides background on financial distress and corporate governance. It discusses how ownership concentration can reduce agency problems and incentivize monitoring. The research questions examine how top management turnover and risk behavior influence financial distress, and how this is moderated by ownership structure and company size. The purpose is to analyze the influence of these factors on financial distress.
This document discusses the impact of top management turnover and risk behavior on financial distress at companies listed on the Indonesia Stock Exchange. It is moderated by variables of share ownership structure and company size. The document provides background on financial distress and corporate governance. It discusses how ownership concentration can reduce agency problems and incentivize monitoring. The research questions examine how top management turnover and risk behavior influence financial distress, and how this is moderated by ownership structure and company size. The purpose is to analyze the influence of these factors on financial distress.
This document discusses the impact of top management turnover and risk behavior on financial distress at companies listed on the Indonesia Stock Exchange. It is moderated by variables of share ownership structure and company size. The document provides background on financial distress and corporate governance. It discusses how ownership concentration can reduce agency problems and incentivize monitoring. The research questions examine how top management turnover and risk behavior influence financial distress, and how this is moderated by ownership structure and company size. The purpose is to analyze the influence of these factors on financial distress.
PENGARUH TOP MANAGEMENT TURN OVER, PERILAKU RESIKO
TERHADAP FINANCIAL DISTRES DIMODERASI VARIABEL
STRUKTUR KEMPEMILIKAN SAHAM DAN UKURAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA ------------------------------------------------------------------------------------- Fanita Artisari 041524253003
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Menurut teori keuangan perusahaan, keadaan financial distress, default, dan Kebangkrutan menyajikan tahap mendasar dalam siklus hidup perusahaan yang memprovokasi Perubahan substansial dalam kepemilikan klaim residensial perusahaan dan alokasi hak Mengelola sumber daya perusahaan [. Jensen (1988), Wruck (1990)] Dampak struktur dewan direksi dan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan telah dipelajari secara ekstensif dalam tahun-tahun terakhir, dan kebanyakan penelitian berfokus pada pasar negara maju (McConnell and Servaes, 1990; Hermalin dan Weisbach, 1991; Harian dan Dalton, 1994; Mehran, 1995; Yermack, 1996; Shleifer dan Vishny, 1997; Xu dan Wang, 1997; Barnhart dan Rosenstein, 1998; Bhagat dan Black, 1999; Denis dan Sarin, 1999; Welch, 2003; Demsetz dan Villalonga, 2001; Callen, Klein dan Tinkelman, 2003; Singh dan Davidson III, 2003; Drobetz, 2004; Garg, 2007; Kapopoulos dan Lazaretou, 2007; Fauzi dan Locke, 2012). Dalam beberapa dekade terakhir, pemilik perusahaan juga bertindak Sebagai manajer perusahaan, dan peran tunggal ini telah berhasil. Ketidakefektifan dan inefisiensi dalam mempertahankan masa depan Perusahaan, maka Berle and Means (1932) menyatakan Pemisahan antara kepemilikan dan manajemen perlu memastikan efektivitas. Namun, perpisahan Antara kepemilikan (principal) dan manajemen (Agent) juga memiliki efek samping yang tak terelakkan Dengan timbulnya konflik kepentingan. Benturan Kepentingan ini disebut masalah keagenan yang diajukan Oleh Jensen dan Meckling (1976). Oleh karena itu, dalam Meminimalkan masalah keagenan, seperangkat mekanisme, Proses dan hubungan dimana perusahaan dikendalikan Dan diarahkan diperlukan, dan ini disebut sebagai Tata kelola perusahaan. Pemilik strategis dan keuangan mungkin tertarik oleh tekanan keuangan dan cenderung meningkatkan posisi kepemilikan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari situasi tertekan (jenis investor ini baru-baru ini juga disebut investor burung pemakan bangkai). Mereka mungkin, misalnya, berusaha untuk secara aktif berkontribusi terhadap proses perputaran jika mereka membuang pengalaman industri dan restrukturisasi yang relevan. Bukti yang konsisten dengan gagasan ini diberikan oleh Hotchkiss dan Mooradian (1997). Mereka mempelajari sampel dari 288 perusahaan yang mengalami kesulitan dan dan investor vulture menguasai lebih dari 16% perusahaan ini. Bank tentu saja lebih terlibat Ketika perusahaan sedang dalam kesulitan (lihat James (1995) dan James (1995)). Bank dapat memperoleh posisi kepemilikan (meningkat) di perusahaan yang tertekan karena mereka menukar posisi hutang mereka menjadi kepemilikan ekuitas (misalnya melalui debt-to- equity swaps). Namun, insentif untuk menukar hutang menjadi ekuitas seringkali berkurang karena risiko kewajiban pembayaran berikutnya dan karena peraturan perpajakan yang tidak menguntungkan yang dikenakan pada debitur. Ketidakmampuan atau kegagalan perusahaan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi sebuah perusahaan dikaitkan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Sementara itu, sebuah perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun aktiva total melebihi kewajibannya (Aryati dan Manao, 2000) dalam Sihombing (2008). Salah satu dari kebanyakan penyebab kebangkrutan perusahaan dimulai dari kesulitan keuangan (financial distress). Menurut Atmini (2005) dalam Wahyuningtyas (2010) menyatakan bahwa financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default. Menurutnya, ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan adanya salah likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan (Almilia, 2003). Kesulitan keuangan menjadi tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Adanya prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang mengatur sifat keputusan manajemen dapat dijadikan pertimbangan apakah manejemen ikut bertanggung jawab atau tidak atas kegagalan yang terjadi melalui tingkat komitmennya terhadap prinsip-prinsip dari tata kelola perusahaan, yang tujuan dasarnya adalah untuk mencapai tujuan dari pemangku kepentingan di perusahaan tersebut. Dalam sebuah studi oleh Dahmash (2003) dalam Al-Momani dan Abou-Moghli (2012) menyimpulkan bahwa harus ada pemeriksaan substansial antara hubungan auditor dan manajemen perusahaan, terutama dewan direksi, dalam rangka mengembalikan kepercayaan antara investor, karyawan, bank, dan kreditur. Dengan adanya manipulasi dan penipuan dapat mempengaruhi kepercayaan, dan akan dibutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali memulihkan kepercayaan tersebut. Tata kelola perusahaan(corporate governance) menjadi salah satu syarat utama dari manajemen yang sehat di antara perusahaan- perusahaan di seluruh dunia. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, dan manajemen agar tercipta keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan (Oktadella, 2011) Menurut Tsun dan Yin (2004) dalam Bodroastuti (2009) apabila corporate governance perusahaan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya financial distress, maka penyertaan variabel-variabel corporate governance ke dalam sistem peringatan dini (early warning) atau model prediksi terhadap financial distress akan lebih baik daripada hanya didasarkan atas variabel-variabel akuntansi saja. Informasi akuntansi seringkali mengalami proses window dressing sebagai bagian dari manajemen pendapatan, sedangkan struktur corporate governance lebih mendekati kondisi yang sebenarnya. Implementasi dari corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan, dengan aktor utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang untuk menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut (Wardhani, 2007). Menurut Mizruchi (1983) dalam Wardhani (2007) menjelaskan bahwa dewan merupakan pusat dari pengendalian dalam perusahaan, dan dewan ini merupakan penanggung jawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan secara jangka panjang. Dewan direksi dalam sebuah perusahaan memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan perusahaan. keberadaan dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan atau strategi yang akan diambil baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Jensen (1993) dalam Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa ukuran dewan direksi yang banyak dapat memonitor proses pelaporan keuangan dengan lebih efektif dibandingkan ukuran dewan direksi yang sedikit.
Shleifer dan Vishny (1986) menunjukkan bahwa konsentrasi
kepemilikan mengurangi masalah dan meningkatkan insentif untuk melakukan pemantauan secara langsung. Alasan mereka menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan yang lebih tinggi harus dikaitkan dengan tingkat perputaran yang lebih besar selama mengalami kegagalan keuangan (financial distres). Sebagaimana diungkapkan oleh Scharfstein (1988), pengambil alihan juga dapat berperan dalam mendisiplinkan manajemen yang memegang tanggung jawab. Dalam kasus perusahaan yang yang mengalami permasalahan menunjukkan bahwa penggantian manajemen memungkinkan terjadinya akuisisi saham dalam jumlah besar. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Gilson (1989) menunjukkan bahwa tingginya keterlibatan bank selama krisis keuangan mendorong para pemegang tanggung jawab untuk meningkatkan penjualan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan pemilik saham sangat berpengaruh dalam mengatasi kesulitan keuangan (finansial distres) perusahaan.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah Top management turn over berpengaruh terhadap financial distres pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia b. Apakah perilaku resiko berpegnaruh terhadap financial distres pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia c. Apakah top management turn over berpengaruh terhadap financial distres dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia d. Apakah perilaku resiko berpengaruh terhadap financial distres dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia e. Apakah top management turn over berpengaruh terhadap financial distres dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia f. Apakah perilaku resiko berpengaruh terhadap financial distres dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh: 1. Pengaruh Top management turn over terhadap financial distres pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia 2. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia 3. Pengaruh top management turn over terhadap financial distres dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia 4. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia 5. Pengaruh top management turn over terhadap financial distres dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia 6. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian tentang pengaruh Top Management Turn Over, Perilaku Resiko Terhadap Financial Distres Dimoderasi Variabel Struktur Kempemilikan Saham Dan Ukuran Perusahaan Pada Perusahaan Yang Go Public Di.PT.Bursa Efek Indonesia. Sedangkan bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi tentang manfaat dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan perusahaan.
Analisis Pengaruh Struktur Modal, Kepemilikan Manajerial, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan Melalui Agency Costsebagai Variabel Intervening: Perbandingan Perusahaan Yang Mengalami