You are on page 1of 5

PENGARUH TOP MANAGEMENT TURN OVER, PERILAKU RESIKO

TERHADAP FINANCIAL DISTRES DIMODERASI VARIABEL


STRUKTUR KEMPEMILIKAN SAHAM DAN UKURAN PERUSAHAAN
PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI.PT.BURSA EFEK
INDONESIA
-------------------------------------------------------------------------------------
Fanita Artisari 041524253003

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Menurut teori keuangan perusahaan, keadaan financial distress,
default, dan Kebangkrutan menyajikan tahap mendasar dalam siklus
hidup perusahaan yang memprovokasi Perubahan substansial dalam
kepemilikan klaim residensial perusahaan dan alokasi hak Mengelola
sumber daya perusahaan [. Jensen (1988), Wruck (1990)]
Dampak struktur dewan direksi dan struktur kepemilikan terhadap
kinerja perusahaan telah dipelajari secara ekstensif dalam tahun-tahun
terakhir, dan kebanyakan penelitian berfokus pada pasar negara maju
(McConnell and Servaes, 1990; Hermalin dan Weisbach, 1991; Harian
dan Dalton, 1994; Mehran, 1995; Yermack, 1996; Shleifer dan Vishny,
1997; Xu dan Wang, 1997; Barnhart dan Rosenstein, 1998; Bhagat dan
Black, 1999; Denis dan Sarin, 1999; Welch, 2003; Demsetz dan
Villalonga, 2001; Callen, Klein dan Tinkelman, 2003; Singh dan Davidson
III, 2003; Drobetz, 2004; Garg, 2007; Kapopoulos dan Lazaretou, 2007;
Fauzi dan Locke, 2012).
Dalam beberapa dekade terakhir, pemilik perusahaan juga bertindak
Sebagai manajer perusahaan, dan peran tunggal ini telah berhasil.
Ketidakefektifan dan inefisiensi dalam mempertahankan masa depan
Perusahaan, maka Berle and Means (1932) menyatakan Pemisahan
antara kepemilikan dan manajemen perlu memastikan efektivitas. Namun,
perpisahan Antara kepemilikan (principal) dan manajemen (Agent) juga
memiliki efek samping yang tak terelakkan Dengan timbulnya konflik
kepentingan. Benturan Kepentingan ini disebut masalah keagenan yang
diajukan Oleh Jensen dan Meckling (1976). Oleh karena itu, dalam
Meminimalkan masalah keagenan, seperangkat mekanisme, Proses dan
hubungan dimana perusahaan dikendalikan Dan diarahkan diperlukan,
dan ini disebut sebagai Tata kelola perusahaan.
Pemilik strategis dan keuangan mungkin tertarik oleh tekanan
keuangan dan cenderung meningkatkan posisi kepemilikan mereka untuk
mendapatkan keuntungan dari situasi tertekan (jenis investor ini baru-baru
ini juga disebut investor burung pemakan bangkai). Mereka mungkin,
misalnya, berusaha untuk secara aktif berkontribusi terhadap proses
perputaran jika mereka membuang pengalaman industri dan
restrukturisasi yang relevan. Bukti yang konsisten dengan gagasan ini
diberikan oleh Hotchkiss dan Mooradian (1997). Mereka mempelajari
sampel dari 288 perusahaan yang mengalami kesulitan dan dan investor
vulture menguasai lebih dari 16% perusahaan ini. Bank tentu saja lebih
terlibat Ketika perusahaan sedang dalam kesulitan (lihat James (1995)
dan James (1995)). Bank dapat memperoleh posisi kepemilikan
(meningkat) di perusahaan yang tertekan karena mereka menukar posisi
hutang mereka menjadi kepemilikan ekuitas (misalnya melalui debt-to-
equity swaps). Namun, insentif untuk menukar hutang menjadi ekuitas
seringkali berkurang karena risiko kewajiban pembayaran berikutnya dan
karena peraturan perpajakan yang tidak menguntungkan yang dikenakan
pada debitur.
Ketidakmampuan atau kegagalan perusahaan dapat disebabkan
oleh dua hal, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan.
Kegagalan ekonomi sebuah perusahaan dikaitkan dengan
ketidakseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Sementara
itu, sebuah perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan
tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo
meskipun aktiva total melebihi kewajibannya (Aryati dan Manao, 2000)
dalam Sihombing (2008). Salah satu dari kebanyakan penyebab
kebangkrutan perusahaan dimulai dari kesulitan keuangan (financial
distress).
Menurut Atmini (2005) dalam Wahyuningtyas (2010) menyatakan
bahwa financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari
beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah
kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut
adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan
default. Menurutnya, ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan
adanya salah likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan
melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan
hukum.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial
distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi
financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan
tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada
kebangkrutan (Almilia, 2003).
Kesulitan keuangan menjadi tanggung jawab manajemen dalam
mengelola perusahaan. Adanya prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang
mengatur sifat keputusan manajemen dapat dijadikan pertimbangan
apakah manejemen ikut bertanggung jawab atau tidak atas kegagalan
yang terjadi melalui tingkat komitmennya terhadap prinsip-prinsip dari tata
kelola perusahaan, yang tujuan dasarnya adalah untuk mencapai tujuan
dari pemangku kepentingan di perusahaan tersebut. Dalam sebuah studi
oleh Dahmash (2003) dalam Al-Momani dan Abou-Moghli (2012)
menyimpulkan bahwa harus ada pemeriksaan substansial antara
hubungan auditor dan manajemen perusahaan, terutama dewan direksi,
dalam rangka mengembalikan kepercayaan antara investor, karyawan,
bank, dan kreditur. Dengan adanya manipulasi dan penipuan dapat
mempengaruhi kepercayaan, dan akan dibutuhkan waktu yang lama untuk
dapat kembali memulihkan kepercayaan tersebut.
Tata kelola perusahaan(corporate governance) menjadi salah satu
syarat utama dari manajemen yang sehat di antara perusahaan-
perusahaan di seluruh dunia. Corporate governance merupakan suatu
sistem yang mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, dan
manajemen agar tercipta keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan
(Oktadella, 2011)
Menurut Tsun dan Yin (2004) dalam Bodroastuti (2009) apabila
corporate governance perusahaan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya financial distress, maka penyertaan variabel-variabel corporate
governance ke dalam sistem peringatan dini (early warning) atau model
prediksi terhadap financial distress akan lebih baik daripada hanya
didasarkan atas variabel-variabel akuntansi saja. Informasi akuntansi
seringkali mengalami proses window dressing sebagai bagian dari
manajemen pendapatan, sedangkan struktur corporate governance lebih
mendekati kondisi yang sebenarnya. Implementasi dari corporate
governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan, dengan
aktor utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang
untuk menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan
kebijakan tersebut (Wardhani, 2007). Menurut Mizruchi (1983) dalam
Wardhani (2007) menjelaskan bahwa dewan merupakan pusat dari
pengendalian dalam perusahaan, dan dewan ini merupakan penanggung
jawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan
secara jangka panjang. Dewan direksi dalam sebuah perusahaan memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan perusahaan.
keberadaan dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan
kebijakan atau strategi yang akan diambil baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Menurut Jensen (1993) dalam Bodroastuti (2009)
menyatakan bahwa ukuran dewan direksi yang banyak dapat memonitor
proses pelaporan keuangan dengan lebih efektif dibandingkan ukuran
dewan direksi yang sedikit.

Shleifer dan Vishny (1986) menunjukkan bahwa konsentrasi


kepemilikan mengurangi masalah dan meningkatkan insentif untuk
melakukan pemantauan secara langsung. Alasan mereka menyatakan
bahwa konsentrasi kepemilikan yang lebih tinggi harus dikaitkan dengan
tingkat perputaran yang lebih besar selama mengalami kegagalan
keuangan (financial distres). Sebagaimana diungkapkan oleh Scharfstein
(1988), pengambil alihan juga dapat berperan dalam mendisiplinkan
manajemen yang memegang tanggung jawab. Dalam kasus perusahaan
yang yang mengalami permasalahan menunjukkan bahwa penggantian
manajemen memungkinkan terjadinya akuisisi saham dalam jumlah besar.
Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Gilson (1989)
menunjukkan bahwa tingginya keterlibatan bank selama krisis keuangan
mendorong para pemegang tanggung jawab untuk meningkatkan
penjualan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan
pemilik saham sangat berpengaruh dalam mengatasi kesulitan keuangan
(finansial distres) perusahaan.

1.2. PERUMUSAN MASALAH


Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah Top management turn over berpengaruh terhadap financial
distres pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek
Indonesia
b. Apakah perilaku resiko berpegnaruh terhadap financial distres pada
perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
c. Apakah top management turn over berpengaruh terhadap financial
distres dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada
perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
d. Apakah perilaku resiko berpengaruh terhadap financial distres
dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan
yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
e. Apakah top management turn over berpengaruh terhadap financial
distres dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan
yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
f. Apakah perilaku resiko berpengaruh terhadap financial distres
dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go
Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh:
1. Pengaruh Top management turn over terhadap financial distres
pada perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
2. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres pada
perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
3. Pengaruh top management turn over terhadap financial distres
dimoderasi variabel struktur kempemilikan saham pada
perusahaan yang Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
4. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres dimoderasi
variabel struktur kempemilikan saham pada perusahaan yang
Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
5. Pengaruh top management turn over terhadap financial distres
dimoderasi variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang
Go Public Di.Pt.Bursa Efek Indonesia
6. Pengaruh perilaku resiko terhadap financial distres dimoderasi
variabel ukuran perusahaan pada perusahaan yang Go Public
Di.Pt.Bursa Efek Indonesia

1.4. MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian
tentang pengaruh Top Management Turn Over, Perilaku Resiko
Terhadap Financial Distres Dimoderasi Variabel Struktur
Kempemilikan Saham Dan Ukuran Perusahaan Pada Perusahaan
Yang Go Public Di.PT.Bursa Efek Indonesia. Sedangkan bagi calon
investor, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
informasi tentang manfaat dari faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kegagalan perusahaan.

You might also like