You are on page 1of 43

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL, KEPEMILIKAN

MANAJERIAL, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA


PERUSAHAAN
MELALUI AGENCY COSTSEBAGAI VARIABEL INTERVENING:
PERBANDINGAN PERUSAHAAN YANG MENGALAMI
FINANCIAL DISTRESS DAN TIDAK

Abstract

The purpose of this research is to examine the effect of capital structure,


firm size, and managerial ownership on firm performance by agency cost as
an the intervening variable: Comparing companies experiencing financial
distress and not. The sample is non-financial companies at The Indonesian
Stock Exchange in 2006-2010.The results showed that the companies
experiencing financial distress, the higher of thedebt, the higher ofagency
cost. But the companies not experiencing financial distress, the proportion
ofdebthas noeffect onagency cost. Oncompaniesexperiencing financial
distressand not, the larger of the firm size, the smaller of agency cost.
Meanwhile highproportion of debt will degrade firm performance. High
managerial ownership willimprove companies performance experiencing
financial distress, butithas noeffect on companies performance that’s not
experiencing financial distress. Firm sizehas no effecton the performance on
the companies experiencing financial distress, but the companies
experiencing financial distress, the larger of the firm size, the higher
theperformance. On companies experiencing financial distress, the higher
agency costwilldecrease performance, but the agency costhas noteffect on
the companies performance that isexperiencing financial distress.
Intervening variable, that isagency cost only proven effectof the capital
structure on the firm performance experiencing financial distress.

Keywords: Capital structure, firm size, managerial ownership, agency cost,


company performance, financial distress, path analysis
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 telah menimbulkan berbagai
kesulitan terutama dalam dunia usaha. Indonesia juga termasuk negara yang merasakan
dampak dari krisis tersebut, akibatnya banyak perusahaan yang mengalami financial
distress. Financial distressadalah istilah di perusahaan keuangan yang digunakan untuk
menunjukkan kondisiketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang serius,
sehingga perusahaan tidak lagi dapat memenuhi janji-janji yang disepakati dengan
kreditor (Ross, 2008).
Pada saat krisis, konflik keagenan menjadi salah satu faktor penting yang
mengakibatkan kinerja perusahaan menurun kemudian jatuh pada situasi financial
distress (Kim dan Lee, 2003). Pada keadaan tersebut, konflik keagenan di dalam suatu
perusahaan akan menjadi sorotan utama publik.Meisser, et al. (2006) menyatakan
bahwa konflik keagenan tersebut muncul karena adanya asimetri informasi (information
asymetries) dan konflik kepentingan (conflict of interest). Asimetri informasi
mencerminkan suatu kondisi dimana informasi yang diperoleh oleh pihak manajemen
(agen)sebagai penyedia informasi dengan pihakpemilik (principal) secara umum tidak
seimbang. Sedangkan, konflik kepentingan muncul akibat ketidaksamaan tujuan,
dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai kepentingan pemilik.
Konflik keagenan di dalam suatu perusahaan tersebut kemudian akan
menimbulkan agency cost yang kemudian akan berdampak negatif terhadap kinerja.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya keagenan (agency cost) adalah
biaya yang dikeluarkan pemilik perusahaan untuk mengatur dan mengawasi tindakan
para manajer sehingga mareka bertindak berdasarkan kepentingan perusahaan. Agency
cost juga dapat diartikan sebagai penggunaan aliran kas untuk pengeluaran yang tidak
penting yang dilakukan oleh manajer atas free cash flow (arus kasyangtersedia
untukdiskresioner yang digunakanmanajemen).
Jansen (1986) memberikan alternatif dalam mengatasi perilaku manajer tersebut
dengan menggunakan utang dalam struktur modal perusahaan. Jika perusahaan banyak
utang, maka manajer akan ‘dipaksa’ mengeluarkan aliran kas bebas untuk membayar
utang (Jensen, 1986). Mondagliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa penggunaan
utang dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan karena adanya tax shield dari
pembayaran bunga utang sehingga hal ini akan berdampak pada peningkatan kinerja.
Freydenberg (2004) memprediksi bahwautangdapatberdampak positif dan negatif
padakinerja perusahaandanmungkinkedua efekyang hadirdalam semuaperusahaan.
Utang dipandang dapat mendisiplinkan manajer atas pengeluaran-pengeluaran yang
tidak penting. Tetapi ketika manfaat utang lebih kecil daripada biaya bunga atas utang,
maka utang dapat menimbulkan ancaman kebangkrutan.
Agency cost juga dapat dikurangi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial.
Kepemilikan manajer yang tinggi dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan
kepentingan antara pemegang saham diluar manajemen, sehingga permasalahan
keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sebagai seorang
pemilik (Jensen & Meckling, 1976).
Fachrudin (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dianggap mampu
mempengaruhi kinerja perusahaan karena perusahaan yang besar dapat menurunkan
agency cost (membutuhkan sedikit discretionary expense).Perusahaan yang memiliki
ukuran besar cenderung menarik perhatian dan kemungkinan berada dalam observasi
publik yang lebih besar. Selain itu, semakin banyak karyawan yang dipekerjakan pada
perusahaan besar, akan menyebabkan pemerintah memberikan pengawasan yang lebih.
Hal ini karena pemerintah bertanggung jawab melindungi para pekerja dan menyoroti
masalah sosial yang terjadi di dalam perusahaan (Firth et al. 2008). Disisi lain, semakin
besar ukuran perusahaan, semakin kompleks konflik keagenan yang dihadapi oleh
perusahaan (Kaen dan Baumann, 2003).
Berdasar dari fenomena-fenomena tersebut, menarik untuk meneliti pengaruh
struktur modal, kepemilikan saham manajerial, dan ukuran perusahaan terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost. Penelitian ini berusaha membandingkan perusahaan
yang mengalami financial distress dan tidak. Karena untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai pengaruh utang dalam struktur modal, kepemilikan saham manajerial, dan
ukuran perusahaan dalam mengurangi agency cost. Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian Fachrudin (2011) yang menguji pengaruh struktur modal,
ukuran perusahaan, dan agency cost terhadap kinerja perusahaan dan Kim dan Lee
(2003) yang meneliti pengaruhagency problem terhadap kinerja perusahaan dengan
membandingkan performa perusahaan chaebol dan non-chaebol di Korea saat terjadi
krisis Asia.
Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel kepemilikan manajerial yang
diduga mempengaruhi agency cost dan kinerja perusahaan. Penambahan variabel ini
didasarkan pada Gul (2012) yang menguji pengaruh kepemilkan manajerial terhadap
agency cost dan Uchida (2006) yang menguji hubungan antara agency cost of debt dan
kepemilikan manajerial terhadap kinerja. Selain itu, penelitian ini juga menambahkan
variabel kontrol yang diduga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yaitu
profitability dan growth opportunity.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakahstruktur modal, kepemilikan saham manajerial, dan ukuran perusahaan,


dan berpengaruh terhadap agency cost?
2. Apakah struktur modal, kepemilikan saham manajerial, ukuran perusahaan,
dan agency cost berpengaruh terhadap kinerja perusahaan?
3. Apakah struktur modal, kepemilikan saham manajerial, dan ukuran
perusahaan, berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan melalui
agency cost sebagai variabel intervening?
4. Bagaimana pengaruh struktur modal, kepemilikan saham manajerial, ukuran
perusahaan, dan agency cost terhadap kinerja pada perusahaan yang
mengalami financial distress dan tidak?
5. Bagaimana pengaruh tidak langsung struktur modal, kepemilikan saham
manajerial, ukuran perusahaan, dan agency cost terhadap kinerja pada
perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak?

2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


2.1 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara manajer dengan pemilik saham. Perusahaan bisa dilihat sebagai
satu rangkaian kontrak antara pihak-pihak yang berkaitan. Manajer dikontrak oleh
pemegang saham untuk mengelola perusahaan agar perusahaan tersebut menghasilkan
aliran kas yang bisa meningkatkan nilai perusahaan, dengan demikian kemakmuran
pemegang saham juga akan menigkat. Tetapi, seringkali manajer bertindak tidak sesuai
dengan kepentingan dari pemegang saham. Hal ini kemudian akan memunculkan
konflik keagenan, sehingga memicu munculnya biaya keagenan.
Menurut teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) permasalahan
keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak
lengkap (asymetri information) antara pihak principal (pemilik perusahaan) dan pihak
agen (manajer). Manajer sebagai pihak internal cenderung medapatkan informasi lebih
banyak dibanding pemilik saham. Dengan adanya asimetri informasi antara manajemen
dengan pemilik akan memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan
manajemen laba sehingga akan menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja
ekonomi perusahaan. Perbedaan kepentingan ini dikarenakan agen tidak selalu
melakukan tindakan sesuai kepentingan principal, tetapi bertindak untuk
mensejahterakan kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, harus ada suatu pengawasan
untuk meminimumkan konflik antara principal dengan agen. Dalam usaha
meminimumkan konflik ini kemudian akan memunculkan biaya yang disebut agency
cost. Biaya keagenan (agency cost) adalah biaya yang dikeluarkan pemilik perusahaan
untuk mengatur dan mengawasi tindakan para manajer sehingga mareka tidak bertindak
sesuai kemauan sendiri atau bertindak berdasarkan kepentingan perusahaan. Jensen and
Meckling (1976) menyatakan bahwa agency costs terdiri dari monitoring costs, bonding
costs, dan residual loss.

2.2 Teori Struktur Modal


Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan
modal sendiri.Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang
maupun dalam jangka pendek.Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan
dan setoran modal dari pemilik. Berikut ini adalah penjelasan dari teori-teori tersebut.
Trade-off theory mengacu pada suatu pemikiran bahwa perusahaan harus
memilih berapa jumlah pendanaan yang berasal dari utang dan berapa yang dari ekuitas
yang akan digunakan untuk menyeimbangkan antar cost benefits keduanya. Tujuan
penting dari teorema ini adalah untuk menjelaskan suatu fakta bahwa perusahaan
biasanya dibiayai sebagian dari utang dan sebagian lagi dari ekuitas. Teori Trade-Off
mempunyai implikasi bahwa manager akan berfikir dalam kerangka trade-off antara
penghematan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal.
Pecking Order Theory, teori ini menjelaskan bahwa preferensi untuk
menggunakan sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing)akan lebih
besar daripada menggunakan sumber pendanaan lainnya seperti utang dan penerbitan
ekuitas baru. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam
penggunaan dana.
Teori Asimetri informasi yang dikemukakan oleh Myers (1977) dalam
Megginson (1996) menjelaskan adanya asimetri informasi antar manajer dengan pihak
luar. Manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan
dibanding dengan pihak luar. Hanafi (2004), dua model asimetri informasi terdiri dari :
a. Myers dan Majluf (1977)

Menurut Myers dan Majluf (1977), ada asimetri informasi antara manajer dengan
pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi
perusahaan dibanding pihak luar. Mereka ingin menjelaskan fenomena menarik
yang sering dijumpai, yaitu harga saham yang cenderung mengalami penurunan
pada saat pengumuman penerbitan saham baru.Dibanding dengan saham,
pengumuman penerbitan utang biasanya disertai dengan penurunan harga saham
yang lebih kecil. Utang memepunyai pendapatan yang tetap (bunga utang), karena
itu ketidakpastian pendapatan utang lebih kecil dibanding dengan ketidakpastian
saham. Asimetri informasi utang lebih kecil dibanding dengan asimetri saham.
b. Ross, 1977( Signaling)
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan
signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai
keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham
tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor.
Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih
credible.

2.3 Pengembangan Hipotesis


2.3.1 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Agency Cost
Khan et al (2012) menyatakan bahwa utang dalam struktur modal dapat
digunakan untuk mengurangi agency cost. Jensen (1986) menerangkan jika perusahaan
banyak utang, maka manajer akan ‘dipaksa’ mengeluarkan free cash flow (aliran kas
bebas) dari perusahaan untuk membayar utang, sehingga dapat mencegah pengeluaran
perusahaan lainnya yang tidak penting (mengurangiarus kasyangtersedia
untukdiskresioneryang digunakanmanajemen). Hal tersebut akan memperkecil agency
cost. Selain itu, dengan adanya utang yang tinggi maka manajer akan mengoperasikan
perusahaan dengan lebih efisien, karena adanya kekhawatiran manajer akan ancaman
kebangkrutan. Terdapat hubungan negatif signifikan antara leverage dan agency
cost(Zhang dan Li, 2008).
Akan tetapi, banyaknya jumlah utang yang dipinjam dapat pula meningkatkan
agency cost. Lin (2006) dalam Fachrudin (2011) menemukan bahwa terdapat pengaruh
signifikan positif struktur modal terhadap agency cost. Kim dan Lee (2003) menyatakan
bahwa konflik agency antara shareholder dan bondholder akan semakin serius ketika
perusahaan dalam keadaan financial distress. Hal tersebut terjadi ketika manajer tidak
dapat menangkap peluang investasi pada proyek baru yang berisiko besar. Semakin
tinggi risiko maka akan semakin merugikan pemegang utang. Karena bagi pemegang
utang yang perolehannya bersifat tetap, tingkat keuntungan dari proyek yang berisiko
tinggi tidak akan berpengaruh terhadap pendapatan pemegang utang. Bagi pemegang
utang, yang lebih penting adalah memastikan bahwa pendapatannya yang bersifat tetap
akan diperoleh. Dengan kata lain, kualitas aset yang baik (berisiko rendah) itu lebih
penting. Dengan demikian, meningkatnya risiko perusahaan yang tidak menguntungkan
bagi pemegang utang, maka akan menimbulkan pengeluaran untuk memonitoring cukup
tinggi, akibatnya agency cost meningkat (Jensen dan Meckling, 1976).
H 1 : Struktur modal berpengaruh terhadap agency cost.

2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Agency Cost


Para pemegang saham berharap agar manjemen bekerja atas kepentingan mereka
dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Sebaliknya, Jensen dan
Meckling (1976) menerangkan bahwa manajer perusahaan bisa saja bertindak untuk
memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. Semakin tinggi kepemilikan saham
manajerial, maka manajemen akan semakin mengesampingkan kepentingan pemegang
saham. Karena manajemen hanya ingin mensejahterakan kepentingan pribadi. Agar
manajemen melakukan fungsi dengan baik dan sesuai dengan keinginan para pemegang
saham, maka manajer harus diberi insentif dan pengawasan yang tinggi. Dengan
demikian, hal tersebut akan menimbulkan agency cost yang tinggi.
Gul et al(2012)menyatakan hubungan antara kepemilikan direktur dengan agency
cost secara signifikan berpengaruh negatif. Hal ini terjadi, ketika kepemilikan saham
manajerial di perusahaan meningkat maka akan menyebabkan pemusatan perhatian
(kesejajaran kedudukan) antara manajer perusahaan dan pemegang saham (Jensen dan
Meckling, 1976). Kepemilikan saham manajerial yang tinggi akan mendorong
manajemen melakukan fungsinya dengan baik, karena hal tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Hal
ini akan mengurangi agency cost.
H 2 : Kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap agency cost.

2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agency Cost


Zhang dan Li (2008) menemukan pengaruh signifikannegatif ukuran perusahaan
terhadap agency cost. Ukuran perusahaan yang besar membutuhkan sedikit beban
discretionary. Selain itu,perusahaan yang memiliki ukuran besar cenderung menarik
perhatian dan kemungkinan berada dalam observasi publik yang lebih besar, sehingga
perusahaan yang memiliki ukuran lebih besar akan mengungkapkan informasi yang
lebih luas untuk mengurangi agency cost. Selain itu, semakin besar perusahaan maka
semakin banyak karyawan yang dipekerjakan, hal tersebut menyebabkan pemerintah
akan memberikan pengawasan yang lebih, untuk melindungi para pekerja dan
menyoroti masalah sosial yang terjadi di dalam perusahaan (Firth, 2008). Dengan
demikian, keadaan tersebut menuntut perusahaan yang memiliki tanggung jawab besar
kepada publik dan pemerintah, untuk mengoperasikan perusahan dengan profesionalitas
yang tinggi, sehingga hal ini akan menurunkan agency cost.
Perusahaan yang besar pada dasarnya memiliki kekuatan finansial yang lebih
besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah
keagenan yang lebih besar (Kaen dan Baumann, 2003). Karena semakin besar ukuran
perusahaan maka semakin komplek masalah agensi yang dihadapi. Hal ini karena
perusahaan dengan ukuran yang besar sulit untuk dimonitoring, sehingga menyebabkan
agency cost semakin meningkat.
H 3 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agency cost.

2.3.4 Pengaruh Struktur ModalTerhadap Kinerja Perusahaan


Mondagliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa penggunaan utang dapat
mendatang keuntungan bagi perusahaan karena adanya tax shield dari pembayaran
bunga utang sehingga hal tersebut akan berdampak pada peningkatan kinerja. Selain itu,
utang dalam investasi digunakan sebagai tambahan untuk mendanai aset perusahaan.
Hal ini diharapkan bahwa utang akan dapat meningkatkan profit perusahaan. Profit
yang semakin meningkat akan menarik para investor. Disamping itu, semakin banyak
utang dapat diartikan bahwa semakin dinilai bagus kinerja perusahaan oleh para kreditor
karena kemampuan perusahaan dalam membayar utang. Sehingga perusahaan lebih
dipercaya oleh kreditor dalam memberikan pinjaman. Kemampuan membayar utang
yang baik mencerminkan operasional di dalam perusahaan yang baik pula. Calisir et al.
(2010) dalam Fachrudin (2011) menemukan bahwa struktur modal berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan.
Pratheepkanh (2011) menemukan bahwa struktur modal berpengaruh negatif
terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang tidak dapat menggunakan utang untuk
operasional secara efektif dan efisisen akan menurunkan kinerja. Perusahaan yang
sebagian besar pembiayaannya bergantung pada utang mengakibatkan perusahaan
membayar jumlah beban bunga utang yang besar. Kim dan Lee (2003) menyatakan
bahwa utang berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan saat terjadi krisis.
Jumlah utang yang semakin meningkat akan mengancam kelangsungan perusahaan.
Utang akan mengakibatkan keadaan dimana perusahaan dekat dengan kebangkrutan.
Meningkatnya utang ketika perusahaan dalam keadaan financial distress akan membuat
keputusan investasi yang tidak efektif. Hal tersebut ditandai adanya ketidakpastian
profitabilitas perusahaan pada masa yang akan datang sehingga menurunkan kinerja
perusahaan.
H 4 : Struktur modalberpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

2.3.5 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan


Uchida (2006) menemukan bahwa tingkat kepemilikan manajerial berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa
untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial didalam perusahaan. Konflik keagenan antara manajemen dan pemilik
saham akan berkurang apabila saham yang dimiliki oleh manajerial semakin tinggi.
Karena semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka akan memotivasi
manajemen untuk meningkatkan kinerjanya. Dengan kinerja yang baik maka akan
menghasilkan nilai perusahaan yang tinggi, sehingga akan meningkatkan kemakmuran
para pemegang saham, yang tidak lain adalah dirinya sendiri (manajer). Peningkatan
proporsi saham yang dimiliki manajer dan direksi akan menurunkan kecenderungan
adanya tindakan manipulasi yang berlebihan, sehingga dapat menyatukan kepentingan
antara manajer dan pemegang saham.
Namun, kepemilikan saham manajerial yang tinggi akan berdampak negatif pula
terhadap kinerja perusahaan. Ketika perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang
tinggi maka manajer akan memiliki hak voting yang tinggi pula. Hal tersebut akan
memperkuat suara manajemen dalam mengambil keputusan dan mengendalikan
perusahaan. Selanjutnya, Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa para
pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan tindakan
manajemen. Dengan semakin meningkatnya kepemilikan manajerial maka akan
menyebabkan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen cenderung lebih
menguntungkan kepentingan pribadi dan mengesampingkan kepentingan perusahaan
dan pemegang saham eksternal. Pada akhirnya, hal tersebut merugikan perusahaan
sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan menurun.
H 5 : Kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

2.3.6 Pengaruh Ukuran PerusahaanTerhadap Kinerja Perusahaan


Pada umumnya, aset yang dimiliki perusahaan digunakan untuk menilai ukuran
perusahaan. Aset yang dimiliki perusahaan menggambarkan hak dan kewajiban serta
permodalan perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar pada umumnya memiliki
jumlah aset yang besar pula. Perusahaan besar cenderung lebih cepat perputaran asetnya
karena banyaknya penjualan yang dilakukan. Semakin banyak penjualan
menggambarkan bahwa semakin produktif kinerja perusahaan. Selain hal tersebut,
perusahaan dengan ukuran yang besar lebih dimudahkan dalam masalah pendanaan.
Perusahan besar mempunyai akses yang luas dalam menangkap informasi untuk
masalah pendanaan melalui pasar modal. Informasi yang baik pasti akan berpengaruh
pada kebijakan yang akan diambil oleh manajemen. Ukuran perusahaan yang besar
dapat merefleksikan tingkat kesejahteraan di masa depan (Taswan, 2002). Ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan (Kaen dan Baumann,
2003).
Raharja (2012) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Karena, ukuran perusahaan yang besar belum
tentu menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik. Semakin besar aset yang dimiliki
perusahaan, memungkinkan semakin kompleks pula masalah agensi yang dihadapi
(Kaen dan Baumann, 2003). Permasalahan yang terdapat di dalam perusahaan akan
mempengaruhi kinerja perusahaan, karena permasalahan yang muncul akan
mengganggu stabilitas perusahaan. Semakin kompleks masalah yang dialami oleh
perusahaan, maka kinerja perusahaan semakin menurun.
H 6 : Ukuran perusahaanberpengaruh terhadap kinerja perusahaan
2.3.7 Pengaruh Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan
Xiao (2009) menemukan bahwa agency cost berhubungan negatif dengan kinerja
perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan mengurangi agency cost maka kinerja
meningkat. Kim dan Lee (2003) menemukan hubungan yang erat antara agency
problem dengan kinerja perusahaan. Agency cost yang semakin tinggi mencerminkan
bahwa semakin kompleks konflik keagenan di dalam perusahaan. Hal tersebut
menyebabkan ketidakstabilan dalam mengoperasikan perusahaan, sehingga akan
berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Berdasar hal tersebut di atas maka diajukan
hipotesis ketujuh sebagai berikut:
H 7 : Agency cost berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan.

2.3.8 Pengaruh Tidak Langsung Struktur Modal Terhadap Kinerja Perusahaan


Melalui Agency Cost
Fachrudin (2011) menemukan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung struktur
modal terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost sebagai intervening variable.
Pratheepkanh (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang sebagian besar
pembiayaannya bergantung pada utang maka akan timbul kewajiban membayar biaya
bunga yang besar. Jika penggunaan jumlah utang meningkatkan beban bunga maka
agency cost meningkat. Kemudian hal tersebut akan mengakibatkan profit yang
diperoleh perusahaan menurun, sehingga kinerja menurun (Kim dan Lee, 2003).
Tetapi, utang akan berdampak positif pada kinerja ketika penggunaan utang
digunakan untuk mendanai aset perusahaan. Perputaran aset yang lancar akan
meningkatkan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian, rasio
beban operasionalterhadap penjualan yang merupakan pengukurandari agency cost
berkurang (Khan et al, 2012). Kemudian berkurangnya rasio tersebut menyebabkan
profit perusahaan meningkat, dan akibatnya kinerja perusahaan meningkat (Xiao, 2009).
Berdasar hal tersebut di atas maka diajukan hipotesis kedelapan sebagai berikut:
H 8 : Struktur modal berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan
melalui agency cost sebagai variabel intervening.

2.3.9 Pengaruh Tidak Langsung Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja


Perusahaan Melalui Agency Cost
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik
keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial didalam perusahaan.
Konflik keagenan antara manajemen dan pemilik saham akan berkurang apabila saham
yang dimiliki oleh manajerial semakin tinggi. Karena semakin besar kepemilikan
manajerial dalam perusahaan maka akan memotivasi manajemen dalam
mengoperasikan perusahaan (Uchida, 2006). Kinerja yang meningkat ditandai dengan
profit perusahaan yang semakin tinggi melalui pengurangan beban operasional. Dengan
kata lain, peningkatan kinerja akibat dari penurunan agency cost (Xiao, 2009).
Manajer dikontrak oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan agar
perusahaan mencapai tujuan pemegang saham, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan
(kemakmuran pemegang saham). Tetapi ketika manajer bertindak tidak konsisten
dengan tujuan memakmurkan pemegang saham, maka akan muncul potensi konflik
antar kedua belah pihak (Jensen dan Meckling, 1976). Konflik akan semakin serius
ketika kepemilikan saham manajerial semakin meningkat. Dalam situasi tersebut,
manajer praktis akan menjadi pihak yang paling berkuasa di perusahaan. Manajer bisa
mempunyai agenda sendiri yang tidak selalu konsisten dengan tujuan yang dibebankan
dari pemegang saham, hal tersebut akan menimbulkan konflik keagenan yang serius,
sehingga agency cost meningkat (Gul et al, 2012). Dengan adanya konflik yang serius
antara manajer dengan pemegang saham maka operasional perusahaan menjadi tidak
stabil sehingga kinerja menurun (Kim dan Lee, 2003). Berdasar hal tersebut di atas
maka diajukan hipotesis kesembilan sebagai berikut:
H9 : Kepemilikan saham manajerial berpengaruh tidak langsung terhadap
kinerja perusahaan melalui agency cost sebagai variabel intervening.

2.3.10 Pengaruh Tidak Langsung Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja


Perusahaan Melalui Agency Cost
Firth (2008) dan Zhang dan Li (2008) menyatakan bahwa ukuran perusahaan
meningkatkan skala ekonomis maka kemungkinan kinerja akan meningkat melalui
pengurangan beban operasional. Dengan kata lain, kinerja yang meningkat sebagai
akibat dari pengurangan agency cost (ditunjukan dari rasio beban operasional yang
menurun) (Xiao, 2009). Sebaliknya, jika ukuran perusahaan yang besar akan
menyebabkan peningkatan pengeluaran beban operasional perusahaan, kemudian
kinerja perusahaan akan mengalami penurunan. Kaen dan Baumann (2003) menyatakan
bahwa perusahaan yang besar cenderung mempunyai masalah keagenan yang
kompleks. Semakin banyak masalah keagenan yang terjadi akan menimbulkan agency
cost meningkat, selanjutnya hal ini akan mengganggu stabilitas perusahaan kemudian
berakibat menurunkan kinerja (Kim dan Lee, 2003). Karena Berdasar hal tersebut di
atas maka diajukan hipotesis terakhir sebagai berikut:
H 10 : Ukuran perusahaan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost sebagai variabel intervening.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 -2010, sedangkan sampel yang
digunakan adalah perusahaan non-financial. Kemudian membandingkan perusahaan
yang mengalami financial distress dan tidak, dengan menggunakan analisis diskriminan
Altman (1995). Ramadhani dan Lukviarman (2009) menyatakan bahwa model Altman
(1995) merupakan prekditor terbaik dalam mengukur kinerja kebangkrutan dan resiko
obligasi yang tidak stagnan atau tetap, melainkan berkembang dari waktu ke waktu
seiring dari kondisi perusahaan dan kondisi dimana metode tersebut diterapkan (dapat
diterapkan pada semua perusahaan seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan
penerbit obligasi di negara berkembang). Z-score dengan Indeks kebangkrutan = 6,56
WC/TA + 3,26 RE/TA + 6,72 EBIT/TA + 1,05 MVE/BVD. Dimana Z-score> 2,6,
mengindikasikasikan bahwa perusahaan tidak mempunyai masalah keuangan atau dapat
disebut dalam kondisi sehat. 1,1 < Z-score< 2,6, mengindikasikan bahwa perusahaan
termasuk ke dalam grey area, dimana perusahaan dalam kondisi rawan yang mengalami
sedikit masalah keuangan. Z-score < 1,1, mengindikasikan bahwa perusahaan
mengalami masalah keuangan yang serius dan cenderung mengarah pada kebangkrutan.
Pada penelitian ini fokus membandingkan perusahaan yang benar-benar mengalami
kebangkrutan (financial distress) dan tidak, sehingga mengelompokkan kondisi
perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu financial distress dan tidak (perusahaan dalam
keadaan sehat dan grey area).

3.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian adalah jenis data sekunder yang
pengumpulannya diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (www.idx.com)dan Pusat
Data Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
3.3 Model Penelitian
Adapun model penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. AC = β 0 + β Y1X1 CS + β Y1X2 MOwn + β Y1X3 SIZE+ e t
2. ROA = β 0 +β Y2X1 CS+β Y2X2 MOwn + β Y2X3 SIZE+ β Y2Y1 AC +β PROF + βGROWTH +e t
Keterangan:
AC = Agency cost
ROA = Kinerja Perusahaan
CS = Struktur Modal
MOwn = Kepemilikan Manajerial
SIZE = Ukuran perusahaan
PROF = Profitability
GROWTH = Growth opportunity
β Y1X1 = koefisien jalur X 1 ke Y 1
β Y1X2 = koefisien jalur X 2 ke Y 1
β Y1X3 = koefisien jalur X 3 ke Y 1
β Y2X1 = koefisien jalur X 1 ke Y 2
β Y2X2 = koefisien jalur X 2 ke Y 2
β Y2X3 = koefisien jalur X 3 ke Y 2
β Y2Y1 = koefisien jalur Y 1 ke Y 2

Analisis Jalur

Perhitungan pengaruh tidak langsung untuk pengujian hipotesis kedelapan,


kesembilan, dan kesepuluh (melalui variabel intervening):
• Pengaruh tidak langsung (indirect effect) struktur modal terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost = β Y1X1 x β Y2Y1
• Pengaruh tidak langsung (indirect effect) kepemilikan manajerial terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost =β Y1X2 x β Y2Y1
• Pengaruh tidak langsung (indirect effect) ukuran perusahaan terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost =β Y1X3 x β Y2Y1
3.4 Operasionalisasi Variabel
3.4.1 Variabel Dependen
Kinerja perusahaan diukur dengan ROA (return on asset) sebagai ukuran kinerja
operasional perusahaan (Klapper dan Love, 2004), (Kim dan Lee, 2003), (Uchida,
2006), dan (Zhang dan Li, 2008).
3.4.2 Variabel Independen
3.4.2.1 Struktur Modal (CS)
Pengukuran struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan debt to asset ratio
(Mathur et al, 2000), (Zhang dan Li, 2008), dan (Khan, 2012). Diekspektasikan variabel
CS memiliki koefisien positif, karena semakin baik struktur modal perusahaan maka
akan semakin baik kinerja perusahaan.

3.4.2.2 Kepemilikan Manajerial(MOwn)


Pada penelitian ini, kepemilikan manajerial dengan pengukuran menurut
Uchida (2006) dapat dihitung dengan persentase kepemilikan manajerial berbanding
jumlah total saham biasa. Diekspektasikan variabel kepemilikan manajerial memiliki
koefisien positif, karena semakin tinggi proporsi kepemilikan saham manajerial
perusahaan maka akan semakin tinggi kinerja perusahaan.

3.4.2.3 Ukuran Perusahaan (SIZE)


Berdasar pada penelitian Klapper dan Love (2004) dan Zhang dan Li (2008),
salah satu variabel bebas yang digunakan untuk mempengaruhi kinerja perusahaan
adalah menggunakan ukuran perusahaan yang pengukuranya dapat dihitung dengan log
natural penjualan. Diekspektasikan variabel SIZE memiliki koefisien positif, karena
semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin baik kinerja perusahaan.

3.4.3 Variabel Intervening


Penelitian ini mempuyai variabel intervening berupa agency cost, menurut
Zhang dan Li (2008) dan (Ang et al, 2009) agency cost dapat diukur dengan operating
expense to sales.Diekspektasikan variabel agency cost memiliki koefisien negatif,
karena semakin besar operating expense to sales maka akan semakin buruk kinerja
perusahaan.

3.4.4 Variabel Kontrol


3.4.4.1 Profitability (PROF)
Sesuai dengan penelitian Khaen dan Baumann (2003) bahwa profitability dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan yang pengukuranya menggunakan EBIT to
asset.Diekspektasikan variabel PROF memiliki koefisien positif, karena semakin tinggi
profitability perusahaan maka akan semakin tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
Secara umum, rasio yang rendah menunjukan ketidakefisienan manajemen.
3.4.4.2 Growth Opportunity (GROWTH)
Berdasar pada penelitian Abdullah et al (2012) dan Harahap dan Wardani (2010)
variabel kontrol yang digunakan adalah growth opportunity mempengaruhi kinerja
perusahaan yang dapat dihitung dengan average growth rate of asset. Diekspektasikan
variabel GROWTH memiliki koefisien positif, karena semakin baik growth opportunity
perusahaan maka akan semakin baik kinerja perusahaan. Aset yang dimiliki tahun ini
lebih banyak dibanding sebelumnya menggambarkan bahwa aset selalu bertambah, jadi
semakin produktif dan efisien.

3.5 Pengujian Empiris


Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis
data kuantitatif.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat
hubungan antara kinerja perusahaan yang merupakan variabel dependen dengan
variabel independennya yaitu struktur modal, kepemilikan manajerial, ukuran
perusahaan, dan agency cost.

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Uji Asumsi Klasik
Untuk menguji apakah hipotesis dalam penelitian ini digunakan metode ordinary
least square (OLS).Metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang
baik atau bersifat BLUE (Blue Linier Unbiased Estimate) dengan didasarkan pada
asumsi-asumsi yang tidak boleh dilanggar (Nachrowi dan Usman, 2006).Pengujian
dilakukan agar persamaan regresi memenuhi asumsi-asumsi tersebut.
4.1.1 Hasil Uji Normalitas

Pada jumlah sampel yang besar, uji normalitas bisa jadi tidak perlu dilakukan
karena pelanggaran asumsi normal tidak seserius pelanggaran asumsi lain (Nachrowi
dan Usman, 2006).

4.1.2 Hasil Uji Multikolinearitas


Uji ini dilakukan untuk memastikan tidak adanya korelasi tinggi antara variabel
independen dalam uji regresi berganda (Nachrowi & Usman, 2006). Uji ini dilakukan
dengan variance inflation factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari 10 atau tolerance
(1/VIF) adalah 0,01 atau kurang, mengindikasikan adanya multikolinearitas. Uji
multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF.Berdasarkan table 4.4, 4.5,
4.6 dan table 4.7, nilai VIF untuk model penelitian tidak ada yang melebihi 10.Hal ini
menandakan bahwa tidak ada masalah multikolinearitas dalam model.

4.1.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas


Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam persamaan regresi terjadi
kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika terjadi
kesamaan varians, maka model persamaan regresi mengandung homoskedastisitas. Jika
varians yang terjadi berbeda atau tidak konstan maka persamaan regresi memiliki
heteroskedastisitas.Pada table 4.8 menunjukkan bahwa pada model 1 danmodel 2 pada
perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak, didapatkan hasil bahwa
probabilitas chi2 lebih kecil dari α, sehingga ada permasalahan heteroskedasitas dalam
penelitian ini. Jadi, dalam persamaan regresi pada model ini tidak terjadi kesamaan
varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mengatasi masalah ini
maka dilakukan treatment, yaitu dengan menggunakan Robust.Treatment ini telah
disediakan pada software Stata11. Dengan demikian output dari model diasumsikan
akan terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

4.1.4 Hasil Uji Autokorelassi


Dalam menggunakan regresi cross section uji autokorelasi bisa jadi tidak perlu
dilakukan (Nachrowi & Usman, 2006).
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
4.2.1 Stastistik Deskriptif Variabel Penelitian
Dari tabel 4.9 dan tabe 4.10menunjukka mean, median, maksimum, minimum,
dan standar deviasi pada model pertama dan model kedua pada perusahaan yang
mengalami financial distress dan tidak.

4.2.2. Hasil Regresi


Model yang terbentuk dari hasil pengujian yang dilakukan dengan cross-
sectional menggunakan uji regresi berganda.

4.2.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)


Pada table.11 terlihat nilai R-squared dari model pertama dan kedua pada
perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak.
4.2.4 Uji Signifikansi Setentak (Uji-F)
Pada table.11terlihat uji-F dari model pertama dan kedua pada perusahaan yang
mengalami financial distress dan tidak menunjukkan p-value kurang dari α. Hal ini
berarti bahwa variabel independen pada model pertama dan model kedua yang
digunakan, baik pada perusahaan dalam kondisi financial distress ataupun tidak, secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen dalam penelitian ini.

4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis


4.3.1 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Agency Cost
 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, hipotesis pertama diterima. Struktur
modalsignifikan positif mempengaruhi agency cost.Hasil temuan ini sejalan dengan
temuan Lin (2006) dalam Fachrudin (2011) yang menyatakan bahwa kebijakan utang
meningkatkan agency cost. Tetapi, hasil temuan ini tidak sesuai temuan Zhang dan Li
(2008) dan Khan et al (2012) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mendanai
sebagian pembiayaan dengan utang akan menurunkan agency cost. Pada perusahaan
yang mengalami masalah keuangan yang serius, adanya risiko kebangkrutan yang tinggi
akan memaksa kreditor untuk meningkatkan pengawasan (monitoring) atas kebijakan
yang dilakukan oleh manajer. Semakin tinggi monitoring oleh kreditor maka akan
mengakibatkan semakin tinggi agency cost.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan yang tidak mengalami
kondisi financial distress, hipotesis ditolak. Struktur modal tidak mempengaruhi agency
cost secara signifikan. Berdasar pecking ordertheory, kemungkinan perusahaan lebih
menyukai pendanaan internal yang diperoleh dari laba dan modal sendiri dibanding
dengan pendanaan yang berasal dari luar atau utang (Myers, 1984). Perusahaan hanya
sedikit menggunakan utang dalam pendanaan perusahaan. Hal tersebut kemudian akan
menyebabkan beban bunga atas utang tidak berpengaruh pada beban operasional
perusahaan. Dengan demikian, utang dalam struktur modal tidak mempengaruhi agency
cost.
4.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Agency Cost
 Perusahaan Financial Distress
Tabel 4.11 menunjukan, pada perusahaan yang mengalami kondisi financial
distress, hipotesiskeduaditolak. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
agency cost.Pada perusahaan yang mengalami financial distress, kemungkinan
kepemilikan manajerial relatif rendah. Sehingga tidak memicu konflik antara pemegang
saham lain dengan manajer. Dengan begitu kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap agency cost. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Gul et al(2012)dan Khan
et al (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan direktur dan maka
akan berakibat mengurangi agency cost.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Dari hasil pengujian model pada perusahaan yang tidak mengalami kondisi
financial distress, pada tabel 4.11 menunjukkan hipotesis ditolak. Kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap agency costsecara signifikan. Pada perusahaan
yang tidak mengalami financial distress, kemungkinan kepemilikan manajerial relatif
rendah. Sehingga biaya-biaya diskresioner yang dikeluarkan oleh manajer tidak
berpengaruh terhadap agency cost. Dengan begitu kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap agency cost. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Jensen
(1986) dan Watt dan Zimmerwan (1986) yang menerangkan bahwa manajer perusahaan
bisa saja bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. Artinya,
semakin tinggi kepemilikan manajerial, maka manajemen akan semakin
mengesampingkan kepentingan pemegang saham lainnya, sehingga agency cost
meningkat.

4.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agency Cost


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, hipotesis ketiga diterima. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadapagency cost secara signifikan. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan temuan
Firth (2008) dan Zhang dan Li (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran
perusahaan maka semakin komplek masalah agensi yang dihadapi sehingga
menyebabkan agency cost semakin meningkat. Tetapi hasil temuan ini sejalan dengan
Lin (2006) dalam Fachrudin (2011) yang menyatakan bahwa semakin besar perusahaan
maka agency cost semakin menurun. Pengaruh negatif ini kemungkinan karena pada
perusahaan besar manajer akan lebih berhati-hati dalam menggunakan uang kas yang
tersedia untuk diskresioner (mengeluarkan biaya-biaya yang tidak penting) mengingat
adanya ancaman keangkrutan. Hal tersebut kemudian akan mengurangi discretionary
expense, sehingga agency cost menurun.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Tetapi dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan tidak
mengalami kondisi financial distress, hipotesis diterima. Ukuran perusahaan signifikan
negatif mempengaruhi agency cost. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan
(Kaen dan Baumann (2003) yang menyatakan bahwa perusahaan yang besar memiliki
jumlah lapisan manajer dan staff administrasi yang banyak. Sehingga berpotensi
menimbulkan banyak konflik di dalamnya, selanjutnya hal tersebut akan berdampak
meningkatkan agency cost.
Dari hasil pengujian temuan ini sesuai dengan Firth, (2008) dan Zhang dan Li
(2008) yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mengeluarkan agency cost yang lebih
rendah. Perusahaan yang memiliki ukuran besar cenderung menarik perhatian dan
kemungkinan berada dalam observasi publik yang lebih besar, sehingga perusahaan
yang memiliki ukuran lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk
mengurangi agency cost. Dengan demikian, keadaan tersebut menuntut perusahaan
yang memiliki tanggung jawab besar kepada publik dan pemerintah, untuk
mengoperasikan perusahan dengan profesionalitas yang tinggi.

4.3.4 Pengaruh Struktur ModalTerhadap Kinerja Perusahaan


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, hipotesis keempat diterima. Struktur modal signifikan negatif
mempengaruhikinerja perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Mondagliani
dan Miller (1963) yang menyatakan bahwa penggunaan utang dapat mendatang
keuntungan bagi perusahaan karena adanya tax shield dari pembayaran bunga utang.
Sehingga hal tersebut akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Tetapi
penelitian ini sejalan dengan Brigham dan Ehrhardt (2005) yang menemukan bahwa
pada perusahaan yang mengalami financial distress, utang dalam struktur modal akan
menurunkan kinerja. Hal ini karena pada perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan yang serius, tingkat kemampuan perusahaan dalam membayar utang kepada
kreditor menurun. Dengan begitu kreditor menghendaki tingkat pengembalian yang
tinggi dengan cara menaikkan beban bunga atas utang yang dipinjamkan. Hal tersebut
kemudian akan memperkecil profit perusahaan. Selain itu, pada perusahaan yang risiko
kebangkrutannya bertambah besar, maka perusahaan akan kehilangan pelanggan
(pelanggan akan membeli dari pesaing), akibatnya pendapatan perusahaan menurun.
Pada akhirnya hal tersebut akan menurunkan kinerja perusahaan.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Kemudian dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan yang
tidak mengalami kondisi financial distress, hipotesis diterima. Struktur modal signifikan
negatif mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penemuan
Pratheepkanh (2011) dan Kim dan Lee (2003) yang menemukan bahwa perusahaan
yang tidak dapat menggunakan utang untuk operasional secara efektif dan efisisen akan
menurunkan kinerja. Pada perusahaan yang tidak mengalami masalah keuangan,
perusahaan akan lebih efektif menggunakan profit untuk pendanaan (pecking order
theory). Jika dalam kondisi tersebut, perusahaan tetap menerbitkan utang, maka
kemungkinan utang tidak digunakan oleh manajer secara bijak.Penggunaan utang yang
tidak tepat terjadi ketika manajer membuat keputusan investasi yang tidak
menguntungkan. Hal tersebut ditandai dengan adanya ketidakpastian profit yang
diperoleh perusahaan pada masa yang akan datang.Akibatnya, kinerja perusahaan
menurun.

4.3.5 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, hipotesis kelima diterima. Kepemilikan manajerial berpengaruh
positif kinerja perusahaan secara signifikan.Hal ini sesuai prediksi dan temuan Uchida
(2006) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi akan
meningkatkan kinerja perusahaan. Pada perusahaan yangmengalami financial distress,
kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.Hal ini terjadi
ketika kepemilikan manajerial di perusahaan meningkat maka akan menyebabkan
pemusatan perhatian antara manajer perusahaan dan pemegang saham (Jensen dan
Meckling, 1976). Kepemilikan yang tinggi akan mensejajarkan kedudukan manajer
dengan pemegang saham (Singh dan Davidson, 2003 dalam Gul, 2012). Ketika
perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan, semakin tinggi kepemilikan manajerial
akan mendorong manajemen untuk melakukan fungsinya dengan baik. Manajer akan
lebih memperhatikan setiap pengeluaran perusahaan, karena manajer ingin menjaga
kestabilitasan dan profit yang diperoleh perusahaan demi kelangsungan usaha
mengingat adanya ancaman kebangkrutan. Hal tersebut kemudian akan meningkatkan
kinerja perusahaan.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Namun hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan tidak
mengalami kondisi financial distress, hipotesis ditolak. Kepemilikan manajerial tidak
mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikan. Pada perusahaan yang tidak
mengalami financial distress, kemungkinan jumlah kepemilikan manajerial rendah.Hal
ini membuat manajer perusahaan lebih banyak dikendalikan pemilik mayoritas sehingga
manajer hanya sebagai kepanjangan tangan pemilik mayoritas (Agnes, 2012). Hak suara
manajer yang kurang kuat dan kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan
penting perusahaan. Sehingga hal tersebut menyebabkan keberadaan manajer kurang
memiliki pengaruh dalam kinerja perusahaan.

4.3.6 Pengaruh Ukuran PerusahaanTerhadap Kinerja Perusahaan


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, hipotesis keenam ditolak. Ukuran perusahaan positif tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara signifikan.Hasil temuan ini sesuai
dengan temuan Raharja (2012) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Temuan ini sesuai pula
denganKaen dan Baumann,(2003) yang menjelaskan bahwa tidak mengasumsikan
perusahaan kecil kurang profitable.Perusahaan kecil mampu menjaga tingkat laba yang
sama dengan perusahaan besar karena keduanya memiliki perbedaan kompetensi dalam
menyelamatkan perusahaan saat mengalami masalah keuanganPada perusahaan yang
mengalami financial distress, baik perusahaan yang memiliki ukuran besar atau kecil
akan berusaha dalam penghematan biaya. Hal tersebut karena perusahaan berupaya
untuk meningkatkan profit demi menjaga kelangsungan usaha. Sehingga ukuran
perusahaan tidak mempengaruhi kinerja pada perusahaan mengalami financial distress.
 Perusahaan Tidak Financial Distress
Sedangkan dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan yang
tidak mengalami kondisi financial distress, hipotesis diterima. Ukuran perusahaan
signifikan positif mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
temuan Kaen dan Baumann, (2003) yang menyatakan bahwa pada perusahaan yang
besar memiliki profit yang besar pula. Dengan kata lain, semakin besar perusahaan
maka semakin baik kinerja perusahaan. Perusahaan besar cenderung lebih cepat
perputaran asetnya karena banyaknya penjualan yang dilakukan. Semakin banyak
penjualan menggambarkan bahwa semakin produktif kinerja perusahaan. Dengan kata
lain, ukuran perusahaan yang besar dapat merefleksikan tingkat kesejahteraan di masa
depan (Taswan, 2002).

4.3.7 Pengaruh Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, hipotesis ketujuh diterima. Agency costsignifikan negatif
mempengaruhi kinerja perusahaan Hasil penelitian ini sesuai prediksi dan temuan Kim
dan Lee (2003) yang menemukan bahwa adanya hubungan yang erat antara hubungan
konflik keagenan dengan kinerja perusahaan. Pada perusahaan yang mengalami
masalah keuangan yang serius, agency cost yang semakin tinggi mencerminkan bahwa
semakin kompleks konflik keagenan yang terjadi di dalam perusahaan. Hal tersebut
kemudian menyebabkan ketidakstabilan dalam mengoperasikan perusahaan.Kondisi ini
ditandai dengan adanya kebijakan-kebijakan yang tidak tepat oleh manajer yang
berdampak negatif pada kinerja perusahaan.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Tetapi hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan tidak mengalami
kondisi financial distress, hipotesis ditolak.Agency cost tidak mempengaruhi kinerja
perusahaan secara signifikan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan temuan Xiao
(2009) yang menemukan bahwa agency cost yang meningkat mengakibatkan penurunan
kinerja perusahaan. Pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan yang
serius (kondisi perusahaan stabil), konflik keagenan cenderung sangat rendah karena
perusahaan mampu menjaga hubungan baik dengan pemilik. Hal tersebut
mengakibatkan agency cost tidak berpengaruh pada kinerja perusahaan.
4.3.8 Pengaruh Tidak Langsung Struktur Modal Terhadap Kinerja Perusahaan
Melalui Agency Cost
 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, nilai koefisien dari variabel struktur modal terhadap agency cost
adalah sebesar 0,061 dengan p-value 0,055 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa hipotesis
diterima. Nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel struktur modal terhadap kinerja
perusahaan adalah sebesar -0,033 dengan p-value 0,017 (p-value< α). Hal ini berarti
bahwa hipotesis diterima. Tetapi nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel agency
cost terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar –0,014 dengan p-value 0,009 (p-value<
α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima.
Berdasar gambar 4.1 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency cost berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan, struktur modal
terhadap agency cost berpengaruh secara signifikan, dan struktur modal terhadap kinerja
perusahaan berpengaruh secara signifikan. Koefisien pengaruh langsung antara struktur
modal dengan kinerja perusahaan (-0,033) lebih kecil dari koefisien pengaruh tidak
langsung dari struktur modal terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost (0,061 x -
0,014 = -0,000854). Dengan demikian, terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal
terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost. Agency cost terbukti merupakan
variabel intervening (variabel mediasi) pada pengaruh struktur modal terhadap kinerja
perusahaan.
Hal tersebut berarti bahwa pada perusahaan yang mengalami financial distress,
semakin banyak utang dalam struktur modal maka semakin banyak beban bunga yang
harus dibayar (adanya peningkatan beban bunga yang dibebankan oleh kreditor karena
risiko kebangkrutan perusahaan meningkat). Beban bunga yang meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah utang akan menambah beban operasional perusahaan,
akibatnya agency cost meningkat. Kemudian hal tersebut akan berdampak menurunkan
profit yang diperoleh perusahaan, sehingga kinerja menurun. Dengan kata lain, utang
dalam struktur modal yang meningkat akan menurunkan profit perusahaan, karena
adanya peningkatan beban operasional perusahaan atas beban bunga yang ditimbulkan
oleh utang.
 Perusahaan Tidak Financial Distress
Pada perusahaan tidak mengalami kondisi financial distress, nilai koefisien dari
variabel struktur modal terhadap agency cost adalah sebesar 0,276 dengan p-value 0,379
(p-value> α). Hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak. Nilai koefisien yang dihasilkan
oleh variabel struktur modal terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar – 0,039 dengan
p-value 0,006 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima. Nilai koefisien
yang dihasilkan oleh variabel agency cost terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar
0,000 dengan p-value 0,876 (p-value>α). Hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak.
Berdasar gambar 4.2 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency cost tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan, struktur
modal terhadap agency cost tidak berpengaruh secara signifikan, dan struktur modal
terhadap kinerja perusahaan berpengaruh secara signifikan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh tidak langsung antara struktur modal melalui agency
cost.

4.3.9 Pengaruh Tidak Langsung Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja


Perusahaan Melalui Agency Cost
 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, nilai koefisien dari variabel kepemilikan manajerial terhadap agency
cost adalah sebesar 0, 037 dengan p-value 0,804 (p-value>α). Hal ini berarti bahwa
hipotesis ditolak. Nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel kepemilikan terhadap
kinerja adalah sebesar 0, 215 dengan p-value 0,008 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa
hipotesis diterima. Tetapi nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel agency cost
terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar –0,014 dengan p-value 0,009 (p-value<α).
Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima.
Berdasar gambar 4.3 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency cost berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kinerja perusahaan,
kepemilikan manajerial terhadap agency costtidak berpengaruh secara signifikan, dan
kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan berpengaruh positif secara
signifikan. Dengan kata lain pengaruh tidak langsung kepemilikan manajerial melalui
agency cost terhadap kinerja tidak signifikan.
 Perusahaan Tidak Financial Distress
Pada perusahaan tidak mengalami kondisi financial distress, nilai koefisien dari
variabel kepemilikan manajerial terhadap agency cost adalah sebesar 0,607 dengan p-
value 0,296 (p-value>α). Hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak. Nilai koefisien yang
dihasilkan oleh variabel kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan adalah
sebesar 0,002 dengan p-value 0,940 (p-value> α). Hal ini berarti bahwa hipotesis
ditolak Nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel agency cost terhadap kinerja
perusahaan adalah sebesar 0,000 dengan p-value 0,876 (p-value> α). Hal ini berarti
bahwa hipotesis ditolak.
Berdasar gambar 4.4 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency costtidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan,
kepemilikan manajerial terhadap agency costtidak berpengaruh secara signifikan, dan
kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan tidak berpengaruh secara
signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh tidak langsung
antara kepemilikan manajerial melalui agency cost.

4.3.10 Pengaruh Tidak Langsung Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja


Perusahaan Melalui Agency Cost
 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami kondisi
financial distress, nilai koefisien dari variabel ukuran perusahaan terhadap agency cost
adalah sebesar –0,019 dengan p-value 0,089 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa
hipotesis diterima. Nilai koefisien yang dihasilkan oleh ukuran perusahaan terhadap
kinerja adalah sebesar 0,004 dengan p-value 0,228 (p-value>α). Hal ini berarti bahwa
hipotesis ditolak. Tetapi nilai koefisien yang dihasilkan oleh variabel agency cost
terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar –0, 014 dengan p-value 0,009 (p-value< α).
Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima.
Berdasar tabel 4.5 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency cost berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, ukuran perusahaan
terhadap agency costberpengaruh negatif secara signifikan, dan ukuran perusahaan
terhadap kinerja tidak berpengaruh secara signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak terdapat pengaruh tidak langsung antara ukuran perusahaan terhadap kinerja
perusahaan melalui agency cost.
 Perusahaan Tidak Financial Distress
Pada perusahaan tidak mengalami kondisi financial distress, nilai koefisien dari
variabel ukuran perusahaan terhadap agency cost adalah sebesar -0.070dengan p-value
0,047 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima. Nilai koefisien yang
dihasilkan oleh variabel ukuran perusahaan terhadap kinerja adalah sebesar 0, 008
dengan p-value 0,002 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima. Nilai
koefisien yang dihasilkan oleh variabel agency cost terhadap kinerja perusahaan adalah
sebesar 0,000 dengan p-value 0,876 (p-value> α). Hal ini berarti bahwa hipotesis
ditolak.
Berdasar tabel 4.5 di bawah dan dilihat dari p-value diketahui bahwa variabel
agency cost tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan, ukuran
perusahaan terhadap agency cost berpengaruh negatif secara signifikan, dan ukuran
perusahaan terhadap kinerja perusahaan berpengaruh positif secara signifikan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh tidak langsung antara ukuran
perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.

 Variabel Kontrol
1. Pengaruh Profitability Terhadap Kinerja Perusahaan
 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami
kondisi financial distress, nilai koefisien dari variabel profitability adalah sebesar 0.342
dengan p-value 0.048 (p-value<α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima.
Profitabilityberpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja.Pada perusahaan
yang mengalami financial distress, kemungkinan perusahaan akan berusaha menjual
aset-asetnya untuk mendapatkan tambahan profit mengingat adanya peningkatan risiko
kebangkrutan. Hal itu kemudian akan meningkatkan kinerja.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Hasil pengujian model pada tabel 4.10, pada perusahaan yang tidak mengalami
kondisi financial distress, nilai koefisien dari variabel profitability adalah sebesar 0,548
dengan p-value 0,000 (p-value< α). Hal ini berarti bahwa hipotesis diterima.
Profitability signifikan positif mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil ini sesuai
dengan prediksi dan temuan Taswan (2002) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
profit yang diperoleh perusahaan mencerminkan semakin baik pula kinerja perusahaan.
Profit yang tinggi memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat
memicu investor untuk menanamkan investasi.

2. Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Kinerja Perusahaan


 Perusahaan Financial Distress
Dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan mengalami
kondisi financial distress, nilai koefisien dari variabel growth opportunity adalah
sebesar 0, 011 dengan p-value 0,518 (p-value> α). Hal ini berarti bahwa hipotesis
ditolak. Growth opportunitytidaksignifikan mempengaruhikinerja perusahaan. Pada
perusahaan yang mengalami financial distress, kemungkinan perusahaan cenderung
lebih fokus dalam mencari investasi yang menguntungkan dan bantuan pendanaan. Hal
tersebut dilakukan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor dan
menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan. Sehingga pada perusahaan
yang mengalami financial distress, growth opportunity tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.

 Perusahaan Tidak Financial Distress


Tetapi dari hasil pengujian model pada tabel 4.11, pada perusahaan yang tidak
mengalami kondisi financial distress, nilai koefisien dari variabel growth opportunity
adalah sebesar -0,030 dengan p-value 0,210 (p-value> α). Hal ini berarti bahwa
hipotesis ditolak. Growth opportunitytidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Hal ini kemungkinan karena pertumbuhan aset perusahaan tidak terlalu besar sehingga
tidak berpengaruh terhadap kinerja.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuipengaruh struktur modal,
ukuran perusahaan, dan kepemilikan saham manajerial terhadap kinerja peruasahaan
melalui agency cost sebagai variabel intervening pada perusahaan non-financial yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2010. Serta ingin mengetahui perbedaan
pengaruh tersebut pada perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak.
Pada perusahaan yang mengalami financial distress, struktur modal dan ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap agency cost. Sedangkan pada perusahaan
yang tidak mengalami financial distress, hanya ukuran perusahaan yang berpengaruh
terhadap agency cost.
Struktur modal berpengaruh signifikan positif terhadap agency cost pada
perusahaan yang mengalami financial distress. Artinya, adanya risiko kebangkrutan
yang tinggi akan memaksa kreditor meningkatkan monitoring atas kebijakan manajer,
sehingga hal tersebut akan meningkatkan agency cost. Pada perusahaan yang tidak
mengalami financial distress, proporsi utang dalamstruktur modal tidak berpengaruh
terhadap agency cost. Kemungkinan perusahaan lebih menyukai pendanaan internal
(laba dan modal sendiri).
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap agency costpada perusahaan
yang mengalami financial distresdan tidak.Hal ini karena pada perusahaan besar,
manajer akan lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan dan membuat keputusan
karena perusahaan besar menjadi sorotan publik.
Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap agency cost pada
perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak.Hal ini karena kepemilikan
manajerial di Indonesia yang sangat rendah sehingga tidak menimbulkan konflik
keagenan.
Kinerja perusahaan yang mengalami financial distress dipengaruhi oleh struktur
modal, kepemilikan manajerial, dan agency cost.Sedangkan pada perusahaan yang tidak
mengalami financial distress, hanya struktur modal dan ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja.
Struktur modal berpengaruh negatif terhadap kinerja pada perusahaan yang
mengalami financial distress.Hal ini menunjukkan bahwa utang dalam struktur modal
menimbulkan beban bunga yang tinggi karena kreditor menghendaki peningkatan
pengembalian (risiko kebangkrutan perusahaan bertambah). Dengan begitu banyaknya
jumlah beban bunga atas utang yang harus dibayar akan memperkecil profit. Begitu
pula, pada perusahaan yang tidak mengalami financial distress, struktur modal
berpengaruh negatif terhadap kinerja, hal ini karena penerbitan utang dinilai tidak
efektif.Karena pada perusahaan yang tidak mengalami masalah keuangan, kemungkinan
utang tidak digunakan oleh manajer secara optimal (berinvestasi yang tidak
menguntungkan). Sehingga hal tersebut akan menurunkan kinerja.
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja pada perusahaan
yang mengalami financial distress. Artinya, ketika kepemilikan manajer meningkat
maka akan mendorong manajer untuk melakukan fungsinya dengan baik (menjaga
kestabilan dan profit). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan perusahaan dari
ancaman kebangkrutan.Tetapi pada perusahaan yang tidak mengalami financial
distress, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja.Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kepemilikan manajer yang sangat rendah. Hak suara
manajer kurang kuat dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, sehingga hal
itu tidak akan berpengaruh pada kinerja.
Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja pada perusahaan yang
mengalami financial distress. Hal ini karena pada perusahaan besar ataupun kecil akan
berusaha meningkatkan profit (menghemat pengeluaran).Perusahaan berupaya untuk
mempertahankan kelangsungan usaha karena adanya ancaman kebangkrutan.Tetapi
pada perusahaan yang tidak mengalami financial distress, ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap kinerja.Perusahaan besar dianggap lebih produktif dalam
mengelola aset, sehingga profit yang diperoleh tinggi.
Agency cost berpengaruh negatif terhadap kinerja pada perusahaan yang
mengalami financial distress. Artinya, pada perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan yang serius, kemungkinan perusahaan juga mengalami konflik keagenan yang
kompleks (kestabilan perusahaan terganggu). Hal tersebut kemudian akan memperbesar
agency cost, sehingga kinerja menurun. Tetapi, pada perusahaan yang tidak mengalami
financial distress, agency cost tidak berpengaruh terhadap kinerja. Kondisi perusahaan
yang stabil mencerminkan konflik yang dialami perusahaan sangat rendah, sehingga
agency cost tidak berpengaruh terhadap kinerja.
Variabel intervening agency cost hanya terbukti berpengaruh pada struktur modal
terhadap kinerja pada perusahaan yang mengalami financial distress. Dengan kata lain,
terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal terhadap kinerja melalui agency cost.
Hal tersebut berarti bahwa pada perusahaan yang mengalami masalah keuangan yang
serius, agency cost yang meningkat terjadi karena kreditor akan lebih memonitoring
perusahaan (adanya risiko kebangkrutan dan ketidakmampuan membayar perusahaan
meningkat) melalui peningkatan beban bunga atas utang. Semakin banyak utang dalam
struktur modal maka semakin banyak beban bunga yang harus dibayar.Beban bunga
yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah utang akan menambah beban
operasional perusahaan. Kemudian hal tersebut akan berdampak menurunkan profit
yang diperoleh perusahaan, sehingga kinerja menurun.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perusahaan non-
financial yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2010.
2. Pada pengelompokkan perusahaan yang mengalami financial distress dan
tidak, peneliti memasukkan kondisi grey area ke dalam kondisi tidak
mengalami financial distress. Sehingga tidak bisa secara pasti perbandingan
antara perusahaan yang benar-benar sehat dengan perusahaan yang mengalami
keadaan kesulitan keuangan yang serius.
3. Penelitian ini hanya sebatas ingin melihat seberapa banyak perusahaan yang
mengalami financial distress sebelum dan sesudah krisis 2008. Tanpa meneliti
adanya pengaruh sebelum dan sesudah krisis 2008 pada variabel independen
dengan variabel dependennya.

5.3 Saran
Terkait dengan beberapa keterbatasan penelitian di atas, maka saran penulis bagi
penelitian-penelitian selanjutnya adalah:
1. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan sektor yang akan menjadi
populasi sasaran dan memperpanjang tahun penelitian, sehingga hasilnya
dapat digeneralisasi.
2. Penelitian selanjutnya dapat lebih fokus pada perusahaan yang benar-benar
sehat dan perusahaan yang mengalami keadaan kesulitan keuangan yang
serius. Agar perbandingan mengenai agency cost pada perusahaan yang
mengalami financial distress dan tidak, akan mendapatkan hasil yang lebih
jelas.
3. Penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh sebelum dan sesudah krisis
2008, sehingga dapat membuktikan dampak dari krisis pada perusahaan
yang mengalami financial distress dan tidak.

5.4 Implikasi Hasil Penelitian


1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu wawasan
dan pembuktian terbaru mengenai hubungan agency cost dan kinerja
perusahaan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
mengetahui berpengaruh tidaknya struktur modal, ukuran perusahaan, dan
kepemilikan saham manajerial, dan agency cost terhadap kinerja perusahaan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi regulator
Berdasarkan penelitian ini, adanya konflik keagenan yang terjadi akibat
dari kepemilikan manajerial yang meningkat akan berdampak pada agency
cost. Sehingga diharapkan adanya regulator yang dapat meningkatkan
pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer
dalam menggunakan arus kasyangtersedia untukdiskresioner. Hal ini
bermaksud agar tindakan dan kebijakan yang diambil manajer sesuai
dengan mandat yang telah dipercayakan oleh pemilik.
b. Bagi investor
Bagi investor dan calon investor sebaiknya berinvestasi pada perusahaan
besar.Karena pada perusahaan yang berukuran besar perusahaan dituntut
bekerja dengan profesionalitas yang tinggi untuk mengurangi agency cost.
Selain itu, perusahaan besar lebih merefleksikan tingkat kesejahteraan di
masa mendatang. Karena perusahaan besar memiliki profit yang tinggi.
Artinya, perusahaan produktif dalam mengelola asetnya yang banyak.
Dengan begitu, hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa perusahaan
besar memiliki kinerja yang baik.
Daftar Referensi

Altman, E, J. Hartzell,.and M. Peck,. 1995, Emerging Markets Corporate Bonds: A


Scoring System. New York: Salomon Brothers Inc.

Almilia, Luciana Spica,.& Kristijadi, Emanuel,.2003, Analisis Rasio Keuangan Untuk


Memprediksi Kondisi Funancial Distress Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.
Ang, J.S,. R.A. Cole,.and J. Wuh Lin,. 2000, Agency Costs and Ownership Structure,
Journal of Finance
Brigham, Eugene F & Ehrhardt. Michael.C,. 2005. Financial Management: Theory and
Practice. South Western: Thomson Corporation.
Fachrudin, Khaira Amalia,.2011, Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan, dan Agensi Cost Terhadap Kinerja Perusahaan, Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia.
Fadhilah, Anshoriyah,. 2011. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan: Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Tercatat di
bursa Efek Indonesia, 2005-2009. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.
Firth, Michael,. Fung, Peter M.Y,.& Rui, Oliver M,.2008, Ownership, Governance
Mechanisms, and Agency Cost in China’s Listed Firm.Journal of asset
Management.
Frydenberg, Stein,.2004, Theory of Capital Structure – A Review.Journal Economic of
Literature.
Gleason, Kimberly C., Mathur, Lynette K., and Mathur, Ike., 2000, The
Interrelationship between Culture, Capital Structure, and Performance: Eviden
from European Retailers, Journal of Business Research.
Gujarati, Damodar N., 2002, Basic Econometrics 4th Edition, New York: McGraw-Hill
companies.
Gul, Sajid,. Sajid, Muhammad,. Razzaq, Nasir,.& Afzal, Farman,. 2012, Agency Cost,
Corporate Givernance, and Ownership Structure (The Case of Pakistan).
International Journal of Business and Social Science.
Suad Husnan,. 2008. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan ( Keputusan Jangka
Panjang ). Yogyakarta : BPFE.
Hanafi, mamduh,. 2004. Manajemen Keuangan Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.
Jensen, Michael C,. 1986, Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers. Journal of American Economic Review.
Jensen, Michael C., William H. Meckling 1976, Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Stucture, The Journal of Financial
Economic.
Jones, Charles. P et al., 2009, Investment: Analysis and Management (An Indonesia
Adaptation).
Jhonson, Simon., Boone, Peter., Breach, Alasdair., Friedman, Eric., 2000, Corporate
Governance in The Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economic.
Kaen, Fred R,.& Baumann, Hans, 2003, firm Size, Employees and Profitability in U.S
Manufacturing Industries. Journal of Economic Literature.
Keats, B.W,.& Hitt, M. A. 1988. A Causal Model of Linkages Among Environmental
Dimension, Macro Organization Characteristics & Performance. Academy of
Management Journal.
Khan, Muhammad Kaleem,. Kaleem, Ahmad,.& Nazir, Mian Sajid,. 2012. Impact of
Firm Capital Structure decision on Debt Agency problem: Evidence for
Pakistan. Journal of Basic and Applied Scientific Research.
Kim, Byungmo,.& Lee, Inmoo,. 2003. Agency Problem and Performance of Korean
Companies during the Asian Financial Crisis: Chaebol vs non-Chaebol Firms.
Pacific-Basin Finanve Journal.
Klapper, Leora F,.and Love, Inessa,. 2002, Corporate Governance, Investor Protection,
and Performance in Emerging Markets, Journal of Corporate Finance.
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A., 2000. Investor protection and corporate
governance.Journal of Financial Economics.
Megginson, william. L,.1997, Corporate Finance Theory. United States: addison-
Wesley Education Publishers Inc
Modigliani, Fraco & Miller, Merton H,. 1958, The Cost of Capital, Corporation and The
Theory of Investment. The American Economic Review. Vol. 48,No.3.pp.261-
297
Munawir, S,. 2007. Analisis Informasi Keuangan Yogyakarta: Liberty.
Myers, Stewart C,.and Majluf, N. S,. 1984, Corporate Financing and Investment
Decisions when Firm have Information that Investors do not have. Journal of
Financing Economics.
Pratheepkanth, Puwanenthiren,. 2010, Capital Structure and Financial performance:
Evidence From Selected Business Companies in Colombo Stock Exchange Sri
Lanka. Journal of Arts, Science, and Commerce.
Raharja., Iqbal Bukhori., 2012, Pengaruh Good Governance dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Kinerja perusahaan ( Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di
BEI 2010). Diponegoro Journal of Accounting.
Ramadhani, A.S. & Lukviarman, N. (2009). Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan
Altman Modifikasi dengan Ukuran dan Umur Perusahaan sebagai Variabel
Penjelas (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 13 No. 1 Hal.15-28.
Robinson, Richard dan John, Pearce., 2004, Strategic Management 10th Edition.
Ross, Stephen A., 1977, The Determination of Financial Structure: The Incentive-
signalling Approach,.The Bell Journal of Economic.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, Jeffrey F. Jaffe,. 2008, Corporate Finance
6th Edition, New York: McGraw-Hill.
Ruskim, Yosita., 2011, Analisis Dampak Struktur Modal Terhadap Nilai PT. HERO
Supermarket Tbk dengan Metode Teori Struktur Modal Modigliani-Miller dan
Brigham, Tesis, Universitas Indonesia.
Shleifer, A. & R.W. Vishny., 1997, A Survey of Corporate Governance. Journal of
Finance.
Singh, M. and W.N. Davidson III,. 2003. Agency costs, Ownership Structure and
Corporate Governance Mechanisms. Journal of Banking and Finance.
Suad Husnan,. 2008, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan ( Keputusan Jangka
Panjang ). Yogyakarta : BPFE.
Taswan,.dan Soliha, Euis,. 2002, Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai
Perusahaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya.Jurnal Bisnis dan
Ekonomi.
Uchida, Konari,. 2006, Agency costs of Debt and The Relationship Between firm
Performance and Managerial Ownership: Evidence From Japan. Journal of
Economic Literature.
Wardani, Ratna,.dan Harahap, Ludwina,. 2010, Analisis Kompreherensif Pengaruh
Family Ownership, Masalah Keagenan, Kebijakan Deviden, Kebijakan Hutang,
Corporate Governance, dan Opportunity Growth Terhadap Nilai Perusahaan.
Simposium Nasional Akuntansi.
Watts, L. Ross,.and Zimmerman, Jerold L,. 1990, Positive Accounting Theory: A Ten
Year Perspective. The Accounting Review.
Xiao, Sheng,. 2009, How Do Agency Cost Affect Firm Value? Evidence from
China.Journal of Economic Literature.
Zaman, Anggara Badruz., 2011, Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan dan Struktur Modal
Terhadap Kinerja Perusahaan-Perusahaan di Indonesia. Skripsi, Universitas
Indonesia.
Zhang, He,.& Li, Steven,. 2008, The Impact of Capital Structure on Agency Cost:
Evidence from UK Public Companies. Journal of Economic Literature.
LAMPIRAN

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran

Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel

Pemilihan Sampel
Jumlah perusahaan non-financial tercatat di Bursa Efek Indonesia 2006-2010 239
Data tidak lengkap (16)
Jumlah akhir sampel penelitian selama satu tahun 223
Jumlah akhir sampel penelitian selama tahun 2006-2010 (223 x 5) 1.115

Tabel 4.2
Prosedur Pemilihan Sampel Berdasar Kondisi Perusahaan

Pemilihan Sampel Berdasar Pengelompokkan Kondisi Perusahaan


2006 2007 2008 2009 2010 Total
Mengalami financial distress 95 73 102 87 76 433
Tidak mengalami financial distress 128 150 121 136 147 682
Total Sampel 223 223 223 223 223 1.115
Tabel 4.3
Pembuangan Outlier

Model Total Pembuangan Total


Kondisi Perusahaan Penelitian Sampel Outlier Akhir Sampel
model 1 433 (4) 429
Mengalami financial distress
model 2 433 (9) 424
model 1 682 ( 13 ) 669
Tidak mengalami financial distress
model 2 682 (7) 675

Tabel 4.4
Uji Multikolinearitas Model 1
Pada Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
Variabel Tolerance VIF
CS 0.959091 1.04
MOWN 0.958204 1.04
SIZE 0.924853 1.08

Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas Model 2
Pada Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
Variabel Tolerance VIF
CS 0.979876 1.02
MOWN 0.958204 1.04
SIZE 0.884815 1.13
AC 0.996267 1.00
PROF 0.928910 1.08
GROWTH 0.978862 1.02

Tabel 4.6

Uji Multikolinearitas Model 1


Pada Perusahaan yang Tidak Mengalami Financial Distress
Variabel Tolerance VIF
CS 0.991327 1.01
MOWN 0.965501 1.04
SIZE 0.957273 1.04
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas Model 2
Pada Perusahaan yang Tidak Mengalami Financial Distress
Variabel Tolerance VIF
CS 0.972810 1.03
MOWN 0.952184 1.05
SIZE 0.915846 1.09
AC 0.929868 1.08
PROF 0.860651 1.16
GROWTH 0.940830 1.06

Tabel 4.8
Uji Heteroskedasitas
Model Penelitian Prob > chi2
Model 1 (AC) 0.0000
Model 2 (ROA) 0.0000
Model 1 (AC) 0.0000
Model 2 (ROA) 0.0000
Tabel 4.9
Stastistik Deskriptif
Pada Perusahaan yang Mengalami Financial Distress

Mean StDev Max Min Median


CS 0.817 0.601 7.034 0.000 0.675
Mown 0.019 0.082 1.410 0.000 0.000
SIZE 3628.307 8876.464 69907.000 300.000 820.000
AC 1.066 0.837 12.065 0.000 0.976
PROF 0.008 0.153 0.130 -1.741 0.015
GROWTH 0.035 0.527 1.000 -8.333 0.025
ROA 0.014 0.217 3.000 -1.647 0.007

Tabel 4.10

Stastistik Deskriptif
Pada Perusahaan yang Tidak Mengalami Financial Distress

Mean StDev Max Min Median


CS 0.453 0.421 6.652 0.000 0.430
Mown 0.018 0.059 0.762 0.000 0.000
SIZE 4551.144 11925.876 112857.000 415.000 964.000
AC 1.326 5.296 102.073 0.000 0.897
PROF 0.115 0.132 0.875 -0.904 0.094
GROWTH 0.075 0.826 1.000 -9.506 0.097
ROA 0.129 1.360 35.473 -0.921 0.060
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Model 1 dan 2
1. AC = β 0 + β Y1X1 CS + β Y1X2 MOwn + β Y1X3 SIZE+ e t
2. ROA = β 0 +β Y2X1 CS+β Y2X2 MOwn + β Y2X3 SIZE+ β Y2Y1 AC + βPROF +
βGROWTH +e t

Variabel Variabel Financial Distress Tidak Financial Distress


Model 1
Dependen Independen
Prediksi Koefisien Prob Prediksi Koefisien Prob
AC C 1.078 0,000 1.266 0,000
CS (+/-) 0.061 0.055* (+/-) 0.276 0.379
MOWN (+/-) 0.036 0.804 (+/-) 0.607 0.296
SIZE (+/-) -0.019 0.089* (+/-) -0.070 0.047**
N 429 669
R-squared 0,02 0,03
F-statistic 2,59 2,52
Prob. (F-stat) 0,05 0,05

Variabel Variabel Financial Distress Tidak Financial Distress


Model 2 Dependen Independen Prediksi Koefisien Prob Prediksi Koefisien Prob
ROA C -0,006 0,805 -0.019 0.271
CS (+/-) -0.033 0.017** (+/-) -0.039 0,006***
MOWN (+/-) 0.214 0.008*** (+/-) 0.002 0.940
SIZE (+/-) 0,004 0.228 (+/-) 0,008 0,002***
AC (-) -0.013 0.009*** (-) 0,000 0.876
PROFIT (+) 0.342 0.048** (+) 0.547 0,000***
GROWTH (+ ) 0.011 0.518 (+ ) -0.030 0.210
N 424 675
R-squared 0,22 0,53
F-statistic 6,72 30,31
Prob. (F-stat) 0,00 0,00

*** signifikan pada level 1%, **signifikan pada level 5%, * signifikan pada
level 10%
ROA = kinerja perusahaan (return on asset); CS = struktur modal (debt to asset ratio);
MOWN = kepemilikan manajerial (percentage of managerial ownership); SIZE =
ukuran perusahaan (ln of total asset); AC = agency cost (operating expense to sales);
PROF = profitability (EBIT to sales); GROWTH = growth opportunity (average growth
rate of asset)
Agency Cost
( AC)
0,061* –0,014**

KinerjaPerusahaa
Struktur Modal n (ROA)
-0,033**
(CS)

Gambar 4.1
Perusahaan Financial Distress

Agency Cost
( AC)
0,276 0,000

KinerjaPerusahaa
Struktur Modal n (ROA)
– 0,039***
(CS)

Gambar 4.2
Perusahaan Tidak Financial Distress

Agency Cost
( AC)
0, 037 -0,014***

Kepemilkan KinerjaPerusahaa
Manajerial n (ROA)
(Mown) 0, 215***

Gambar 4.3
Perusahaan Financial Distress

Agency Cost
( AC)
0,607 0,000

Kepemilkan KinerjaPerusahaa
Manajerial 0,002
n (ROA)
(Mown)
Gambar 4.4
Perusahaan Tidak Financial Distress

Agency Cost
( AC)
–0,019* –0, 014***

Ukuran KinerjaPerusahaa
Perusahaan n (ROA)
(SIZE) 0,004

Gambar 4.5
Perusahaan Financial Distress

Agency Cost
( AC)
-0.070** 0,000

Ukuran KinerjaPerusahaa
Perusahaan n (ROA)
(SIZE) 0, 008***

Gambar 4.6
Perusahaan Tidak Financial Distress
Hipotesis Prediksi Alasan
Kim dan Lee (2003) menyatakan bahwa agency problem antara shareholder melalui manajer dan bondholder akan semakin serius ketika perusahaan dalam keadaan financial distress. Hal tersebut
(+) terjadi ketika manajer tidak dapat menangkap peluang investasi pada proyek baru yang berisiko besar. Dengan demikian, meningkatnya risiko perusahaan yang tidak menguntungkan bagi pemegang
H1
Pengaruh Struktur Modal utang, maka akan menimbulkan pengeluaran untuk memonitoring cukup tinggi, akibatnya agency cost meningkat.
terhadap Agency Cost
Jensen (1986) menerangkan jika perusahaan banyak utang, maka manajer akan ‘dipaksa’ mengeluarkan free cash flow sehingga dapat mencegah pengeluaran perusahaan lainnya yang tidak penting
(-)
(mengurangi arus kas yang tersedia untuk diskresioner oleh manajemen). Kemudian hal ini menyebabkan menurunkan discretionary expense, akibatnya agency cost menurun.

Jensen dan Meckling (1976) menerangkan bahwa manajer perusahaan bisa saja bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi. Semakin tinggi kepemilikan manajerial, maka manajemen semakin
(+)
Pengaruh Kepemilikan mengesampingkan kepentingan pemegang saham lain. Sehingga manajer harus diberi insentif dan pengawasan yang tinggi, akibatnya agency cost meningkat.
H2 Manajerial terhadap Agency
Cost Kepemilikan saham manajerial yang tinggi akan mendorong manajemen melakukan fungsinya dengan baik, karena hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan untuk
(-)
kepentingannya sendiri. Kesejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham akan berdampak mengurangi agency cost (Jensen dan Meckling, 1976).

Perusahaan besar dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Kaen dan Baumann, 2003). Karena semakin besar ukuran perusahaan maka semakin komplek masalah agensi yang dihadapi. Hal
(+)
ini karena perusahaan dengan ukuran yang besar sulit untuk dimonitoring, sehingga menyebabkan agency cost semakin meningkat.
Pengaruh Ukuran Perusahaan
H3 Perusahaan besar cenderung menarik perhatian dan kemungkinan berada dalam observasi publik yang lebih besar, sehingga akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi agency
terhadap Agency Cost
(-) cost . perusahaan yang memiliki tanggung jawab besar kepada publik dan pemerintah dituntut untuk mengoperasikan perusahan dengan profesionalitas yang tinggi sehingga akan menurunkan agency cost
(Firth et al, 2008).
Mondagliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa penggunaan utang dapat mendatang keuntungan bagi perusahaan karena adanya tax shield dari pembayaran bunga utang sehingga hal tersebut akan
(+)
Pengaruh Struktur Modal berdampak pada peningkatan kinerja.
H4
terhadap Kinerja Perusahaan Perusahaan tidak menggunakan utang secara efektif dan efisien. Perusahaan yang menggantungkan pembiaayan pada utang, menyebabkan pembayaran beban bunga utang meningkat, selanjutnya utang
(-)
mengakibatkan keadaan dimana perusahaan dekat dengan kebangkrutan (Pratheepkanh, 2011).

Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka akan memotivasi manajemen untuk meningkatkan kinerjanya (Uchida, 2006) . Peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer dan
(+)
Pengaruh Kepemilikan Manajer direksi akan menurunkan kecenderungan adanya tindakan manipulasi yang berlebihan, sehingga dapat menyatukan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.
H5
terhadap Kinerja Perusahaan
Kepemilikan saham manajerial yang tinggi akan memperkuat suara dalam mengendalikan perusahaan, maka manajemen cenderung mengambil keputusan yang lebih menguntungkan kepentingan pribadi
(-)
(mengesampingkan kepentingan perusahaan dan pemegang saham eksternal), akibatnya nilai perusahaan menurun.
Perusahaan yang berukuran besar cenderung mengalami perputaran aset yang lebih cepat karena banyaknya penjualan yang dilakukan, sehingga lebih produktif dalam menghasilkan profit yang tinggi
(+) (Taswan, 2002). Perusahan besar mempunyai akses yang luas dalam menangkap informasi untuk masalah pendanaan melalui pasar modal. perusahaan besar masih diuntungkan karena memiliki jaringan
Pengaruh Ukuran Perusahaan
H6 yang luas dan perlindungan dari pemerintah.
terhadap Kinerja Perusahaan
(-) Pada umumnya perusahaaan besar memiliki konflik keagenan yang kompleks (Kaen dan Baumann, 2003). Sehingga mengganggu stabilitas perusahaan, akibatnya kinerja menurun

Pengaruh Agency Cost pada Kim dan Lee (2003) menemukan hubungan yang erat antara agency problem dengan kinerja perusahaan. Agency cost yang semakin tinggi mencerminkan bahwa semakin kompleks konflik keagenan di
H7 (-)
Kinerja Perusahaan dalam perusahaan. Hal tersebut menyebabkan ketidakstabilan dalam mengoperasikan perusahaan, sehingga akan berdampak negatif pada kinerja perusahaan
Penggunaan utang digunakan untuk mendanai aset perusahaan. Perputaran aset yang lancar akan meningkatkan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian, rasio beban operasional
Pengaruh Tidak Langsung (+) terhadap penjualan yang merupakan pengukuran dari agency cost berkurang (Khan et al, 2012). Kemudian berkurangnya rasio tersebut menyebabkan profit perusahaan meningkat, dan akibatnya
Struktur Modal Terhadap kinerja perusahaan meningkat
H8
Kinerja Perusahaan Melalui
Agency Cost Perusahaan yang sebagian besar pembiayaannya bergantung pada utang maka akan timbul kewajiban membayar biaya bunga yang besar. Jika penggunaan jumlah utang meningkatkan beban bunga maka
(-)
agency cost meningkat. Kemudian hal tersebut akan mengakibatkan profit yang diperoleh perusahaan menurun, sehingga kinerja menurun (Kim dan Lee, 2003).

Semakin besar kepemilikan manajerial maka akan memotivasi manajemen dalam mengoperasikan perusahaan (Uchida, 2006). Kinerja yang meningkat ditandai dengan profit perusahaan yang semakin
(+)
Pengaruh Tidak Langsung tinggi melalui pengurangan beban operasional. Dengan kata lain, peningkatan kinerja akibat dari penurunan agency cost (Xiao, 2009).
Kepemilikan Manajerial
H9
Terhadap Kinerja Perusahaan Ketika kepemilikan manajer tinggi, manajer bisa mempunyai agenda sendiri yang tidak selalu konsisten dengan tujuan yang dibebankan dari pemegang saham, hal tersebut akan menimbulkan konflik
Melalui Agency Cost (-) keagenan, sehingga agency cost meningkat (Gul et al, 2012). Dengan adanya konflik yang serius antara manajer dengan pemegang saham maka operasional perusahaan menjadi tidak stabil akibatnya
kinerja menurun (Kim dan Lee, 2003).
Ukuran perusahaan meningkatkan skala ekonomis maka kemungkinan kinerja akan meningkat melalui pengurangan beban operasional. Dengan kata lain, kinerja yang meningkat sebagai akibat dari
(+)
Pengaruh Tidak Langsung pengurangan agency cost (ditunjukan dari rasio beban operasional yang menurun) (Xiao, 2009).
Ukuran Perusahaan Terhadap
H10
Kinerja Perusahaan Melalui
Agency Cost
Kaen dan Baumann (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang besar cenderung mempunyai masalah keagenan yang kompleks. Semakin banyak masalah keagenan yang terjadi akan menimbulkan
(-)
agency cost meningkat, selanjutnya hal ini akan mengganggu stabilitas perusahaan kemudian berakibat menurunkan kinerja (Kim dan Lee, 2003).
Perusahaan Financial Distress
Hipotesis Prediksi Hasil Alasan
Diterima
H1 Pengaruh Struktur Modal terhadap Agency Cost ( +/- ) Adanya risiko kebangkrutan yang tinggi maka kreditor meningkatkan pengawasan (monitoring) atas kebijakan manajer, sehingga hal tersebut akan meningkatkan agency cost.
(+)
Tolak Kepemilikan manajerial di Indonesia yang relatif rendah. Sehingga tidak memicu konflik antara pemegang saham lain dengan manajer. Dengan begitu kepemilikan manajerial tidak
H2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Agency Cost ( +/- )
berpengaruh terhadap agency cost.
Diterima Hal ini karena pada perusahaan besar, manajer akan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan discretionary expense mengingat adanya ancaman kebangkrutan. Dengan begitu
H3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Agency Cost ( +/- )
(-) agency cost menurun seiring dengan penurunan pengeluaran biaya diskresionari.
Diterima Utang dalam struktur modal menimbulkan beban bunga yang tinggi karena kreditur menghendaki peningkatan pengembalian (risiko kebangkrutan perusahaan bertambah). Dengan
H4 Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- )
(-) begitu banyaknya jumlah beban bunga atas utang yang harus dibayar akan memperkecil profit.
Diterima Ketika kepemilikan manajer meningkat maka akan mendorong manajer untuk melakukan fungsinya dengan baik (menjaga kestabilan dan profit). Hal ini bertujuan untuk
H5 Pengaruh Kepemilikan Manajer terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- )
(+) mempertahankan perusahaan dari ancaman kebangkrutan.
Pada perusahaan besar ataupun kecil akan berusaha meningkatkan profit (menghemat pengeluaran). Hal ini karena perusahaan berupaya untuk mempertahankan kelangsungan
H6 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- ) Ditolak
usaha.
H7 Diterima Pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang serius, kemungkinan perusahaan juga mengalami konflik keagenan yang kompleks (kestabilan perusahaan terganggu).
Pengaruh Agency Cost pada Kinerja Perusahaan (-)
(-) Hal tersebut kemudian akan memperbesar agency cost , sehingga kinerja menurun.
Semakin banyak utang dalam struktur modal maka semakin banyak beban bunga yang harus dibayar (adanya peningkatan beban bunga yang dibebankan oleh kreditur karena
Pengaruh Tidak Langsung Struktur Modal Terhadap Kinerja
H8
Perusahaan Melalui Agency Cost
(+) Diterima risiko kebangkrutan perusahaan meningkat). Beban bunga yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah utang akan menambah beban operasional perusahaan, akibatnya
agency cost meningkat. Kemudian hal tersebut akan berdampak menurunkan profit yang diperoleh perusahaan, sehingga kinerja menurun.
Pengaruh Tidak Langsung Kepemilikan Manajerial Terhadap
H9 (+) Ditolak Tidak terdapat hubungan tidak langsung kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.
Kinerja Perusahaan Melalui Agency Cost

Pengaruh Tidak Langsung Ukuran Perusahaan Terhadap


H10
Kinerja Perusahaan Melalui Agency Cost
(+) Ditolak Tidak terdapat hubungan tidak langsung ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.

Kemungkinan perusahaan akan berusaha menjual aset-asetnya untuk mendapatkan tambahan profit mengingat adanya peningkatan risiko kebangkrutan. Hal itu kemudian akan
Diterima (
Pengaruh Profitability Terhadap Kinerja Perusahaan (+)
+) meningkatkan kinerja.
Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Kinerja Perusahaan (+) Ditolak Perusahaan lebih fokus adanya masalah ancaman kebangkrutan, sehingga growth opportunity tidak berpengaruh pada kineja.

Perusahaan Tidak Financial Distress


Hipotesis Prediksi Hasil Alasan
H1 Pengaruh Struktur Modal terhadap Agency Cost ( +/- ) Ditolak Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal yang diperoleh dari laba. Sehingga beban bunga atas utang tidak berpengaruh pada beban operasional perusahaan.
Kemungkinan kepemilikan manajerial relatif rendah. Sehingga biaya-biaya diskresioner yang dikeluarkan oleh manajer tidak berpengaruh terhadap agency cost. Dengan begitu
H2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Agency Cost ( +/- ) Ditolak
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap agency cost.
Diterima Perusahaan yang berukuran besar memiliki tanggung jawab besar atas karyawan dan publik, sehingga perusahaan dituntut bekerja dengan profesionalitas yang tinggi dan
H3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Agency Cost ( +/- )
(-) memberikan informasi yang luas untuk mengurangi agency cost (Firth, et al).
Diterima Penerbitan utang dinilai tidak efektif, karena pada perusahaan yang tidak mengalami masalah keuangan, kemungkinan utang tidak digunakan oleh manajer secara bijak
H4 Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- )
(-) (berinvestasi yang tidak menguntungkan). Sehingga hal tersebut akan menurunkan kinerja.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kepemilikan manajer yang sangat rendah. Hak suara manajer kurang kuat dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, sehingga hal itu
H5 Pengaruh Kepemilikan Manajer terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- ) Ditolak
tidak akan berpengaruh pada kinerja.
Diterima Perusahaan yang besar memiliki profit yang tinggi karena perusahaan produktif dalam mengelola asetnya yang banyak. Ukuran perusahaan yang besar dapat merefleksikan tingkat
H6 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan ( +/- )
(+) kesejahteraan di masa depan (Taswan, 2002).
Kondisi perusahaan yang stabil mencerminkan konflik yang dialami perusahaan sangat rendah (manajer melakukan fungsinya dengan baik) sehingga agency cost tidak
H7 Pengaruh Agency Cost pada Kinerja Perusahaan (-) Ditolak
berpengaruh terhadap kinerja.
Pengaruh Tidak Langsung Struktur Modal Terhadap Kinerja
H8 (+) Ditolak Tidak terdapat hubungan tidak langsung struktur modal terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.
Perusahaan Melalui Agency Cost
Pengaruh Tidak Langsung Kepemilikan Manajerial Terhadap
H9 (+) Ditolak Tidak terdapat hubungan tidak langsung kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.
Kinerja Perusahaan Melalui Agency Cost
Pengaruh Tidak Langsung Ukuran Perusahaan Terhadap
H10
Kinerja Perusahaan Melalui Agency Cost
(+) Ditolak Tidak terdapat hubungan tidak langsung ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost .
Diterima
Pengaruh Profitability Terhadap Kinerja Perusahaan (+) Profit tinggi memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga memicu investor untuk berinvestasi.
(+)
Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Kinerja Perusahaan (+) Ditolak Hal ini kemungkinan karena pertumbuhan aset perusahaan tidak terlalu besar sehingga tidak berpengaruh terhadap kinerja.

You might also like