You are on page 1of 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Sediaan Injeksi


Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660,
meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun
1852, khususnya pada saat dikenalkannya ampul gelas, untuk mengembangkannya
bentuk aplikasi ini lebih lanjut. Ampul gelas secara serempak dirumuskan oleh apoteker
LIMOUSIN (perancis) dan FRIEDLAENDER (Jerman) pada tahun 1886.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara menusuk jaringan kedalam otot atau melalui kulit. Umumnya hanya larutan
obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya
tidak dapat diberikan secara subkutan, karena akan timbul rasa sakit atau iritasi. Jaringan
otot mentolerasi minyak dan partikel-pertikel yang tersuspensi cukup baik, didalam
minyak sehingga jaringan tersebut merupakan satu-satunya rute yang biasanya cocok
untuk minyak dan suspense dalam minyak.

Persyaratan dalam larutan injeksi:


Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
- Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada dalam
sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat
secara kimia dan sebagainya
- Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril
tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antarbahan obat dan material dinding wadah
- Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa factor yang paling menentukan:
bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis,
isohidris,bebas bahan melayang

2.2 Rute Pemberian Sediaan Injeksi


 Intrakutan atau intradermal
Dimasukkan kedalam kulit yang sebenarnya digunakan untuk diagnosis. Volume yang
disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
 Injeksi subkutan atau hipodermik
Disuntikkan kedalam jaringan dibawah kulit kedalam alveolus, volume yang disuntikkan
tidak lebih dari 1 ml. umumnya larutan bersifat isotonis. Ph netral, dan bersifat depo
(absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan
penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tersebut tidak dapat menerima infuse
intravena.
 Intramuscular
Disuntikkan kedalam atau diantara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk
larutan, suspense, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutandapat
diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspens diserap lambat. Volume penyuntikan
antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
 Intravena
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan,
sedangkan bentuk suspense atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan
menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika
terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak
mempengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang diberikan dalam
dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut “infuse
intravena/infuse/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung
bakterisida, jernih, dan isotonis. Injeksi intravena dengan volume 15 ml atau lebih tidak
boleh mengandung bakterisida. Injeksi intravena dengan volume 10 ml atau lebih harus
bebas pirogen.
 Intraarterium
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume antara 1-10
ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
 Intrakordal/intrakardiak
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung
bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat

 Intratekal, intraspinal, intrasisternal, intradural, subaraknoid


Disuntikkan langsung kedalam saluran sum-sum tulang belakang didasar otak (antara 3-4
atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus
isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk
sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat
peka.

 Intraartikular
Disuntikkan kedalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspense atau
larutan dalam air.
 Subkonjungtiva
Disuntikkan kedalam selaput lendir dibawah mata. Berupa suspense atau larutan, tidak
lebih dari 1 ml.
 Intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromilis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
suspense dalam air.
 Intraperitoneal
Disuntikkan langsung kedalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun
bahaya infeksi besar.
 Peridural, ekstradural, epidural
Disuntikkan kedalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar
dari otak dan sumsum tulang belakang.

2.3 Keuntungan dan Kerugian Injeksi

2.3.1 Keuntungan :

 Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik


 Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang
jika masuk kecairan lambung, atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung
 Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
 Dapat digunakan sebagai depo terapi

2.3.2 Kerugian :

 Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan


 Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus
 Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan
 Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per
oral

2.4 Komposisi Injeksi


Formulasi Injeksi :

Bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan sediaan injeksi terdiri dari :

a) Bahan aktif (obat)


b) Bahan tambahan, terdapat dua macam yaitu esensial dan non esensial
c) Bahan pembawa/pelarut

Untuk membuat suatu formula, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah :

a) Aspek terapi (dosis, data farmakokinetika, interaksi obat dengan badan)


b) Sifat fisika kimia obat
Meliputi aspek :
o Struktur molekul dan berat molekul
o Organoleptis yang meliputi warna dan bau
o Titik lebur
o Profil thermal
o Ukuran partikel dan bentuk partikel
o Higroskopisitas
o Konstanta ionisasi
o Stabilitas terhadap sinar
o Aktivitas oprik
o pH solubility dan stability profile
o polimorf
o solvate formation

Bahan tambahan dalam formulasi sediaan injeksi mempunyai beberapa manfaat :

a. mempertahankan kelarutan obat


b. mempertahankan stabilitas kimia fisika larutan
c. mempertahankan sterilitas larutan (pada multiple dose)
d. memudahkan penggunaan parenteral seperti : mengurangi iritasi jaringan, mengurangi
rasa sakit
Jenis-jenis bahan tambahan yang digunakan pada formulasi sediaan injeksi :

a. antioksidan
b. antimikroba
c. buffer
d. gas inert
e. chelating agent
f. protectant
g. solubilizing agent
h. surfaktan
i. tonisity adjusting agents

2.5 Syarat-syarat Injeksi

Injeksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril dibawah
kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptic)
b. bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya
c. bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut
d. sterilitas
e. bebas dari bahan partikulat
f. bebas dari pirogen
g. kestabilan

Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas terhadap sediaan injeksi meliputi :

 steril
 larutan jernih/tidak berwarna
 bebas partikel
 isotonis, isohidris
 ada keseragaman volume
 kadar zat aktif sama
 bebas pirogen
Sterilisasi Injeksi

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghasilkan kondisi steril, sedangkan steril sendiri
adalah bebas dari mikroorganisme baik vegetative maupun dalam bentuk spora. Sterilisasi
dilakukan terhadap :

- alat
- bahan
- sediaan jadi
- lingkungan
- perlengkapan

beberapa metoda sterilisasi yang biasa digunakan adalah :

- kimia, misalnya menggunakan ethilen oxide dan formaldehid


- Fisika, misalnya radiasi, pemanasan (panas basah dan panas kering)
- Filtrasi, menggunakan filter dengan 0.2µ

2.6 Pembuatan Larutan Injeksi

Pembuatan injeksi ada 2 cara yaitu aseptic dan non aseptic

1) Cara Aseptik
Digunakan jika bahan obat tidak dapat disterilkan karena akan rusak atau terurai.
Cara : zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat gelas untuk pembuatan, dan
alat yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa dan zat pembantu dicampur secara aseptic di ruang aseptic hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptic
2) Cara Non Aseptik
Dilakukan sterilisasi akhir. Cara : bahan obat dan zat pembantu dilarutkan
kedalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak
boleh ada serat yang terbawa kedalam fitrat larutan, masukkan kedalam wadah
dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptikan. Setelah dikemas hasilnya
di sterilkan dengan cara yang cocok

You might also like