You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian/ Masalah

Tujuan sebuah organisasi dalam hal ini perusahaan pada

umumnya adalah mencari laba (profit oriented). Tetapi seiring

dengan perkembangan zaman, tujuan tersebut mengalami

pergeseran, membuat perusahaan mengubah orientasi tujuannya,

bukan lagi hanya mengejar laba tetapi bagaimana masyarakat

memberikan pengakuan terhadap eksistensi perusahaan

(Mangoting, 2007). Dengan demikian, perusahaan tidak hanya

dihadapkan pada tanggung jawab dalam perolehan keuntungan

semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial

dan lingkungannya. Jika masyarakat menganggap perusahaan

tidak merasakan kontribusi secara langsung, bahkan merasakan

dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan, maka

kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat.

Menurut Mardikanto (2014), praktik Corporate Social

Responsibility (CSR) di Indonesia telah dimulai pada awal 1990-an

melalui program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi) dan

semakin banyak dibicarakan sejak diterbitkannya Undang-Undang


No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan

perusahaan yang bergerak di bidang dan atau berkaitan dengan

pengelolaan sumber daya alam. Tetapi, hingga kini, pemahaman

dan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum ada

kesamaan.

Corporate Social Responsibility (CSR) sering di anggap

sebagai aktivitas yang kurang penting, akibatnya kegiatan ini

menjadi kurang berkembang. Kegiatan Corporate Social

Responsibility (CSR) masih sebatas pada pemberian bantuan

dalam bentuk uang, donasi maupun sumbangan, tanpa efek

berlanjut yang nantinya juga akan berdampak kepada lingkungan

ekonomi dan sosial dalam jangka panjang. Selain itu, perusahaan

seringkali enggan melakukan Corporate Social Responsibility

(CSR) yang di latarbelakangi oleh pemahaman bahwa Corporate

Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk biaya sosial yang

tidak memberikan manfaat apapun bagi perusahaan. Cara pandang

perusahaan dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility

pun masih dalam upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance)

semata, kesadaran terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)

masih belum terintegrasi dengan baik dalam manajemen

perusahaan dan implementasinya kebanyakan masih berdasarkan

atas tuntutan masyarakat (Widokarti, 2014).


Menurut Margiono (2006), program-program Corporate

Social Responsibility (CSR) yang dilaksanakan seringkali kurang

menyentuh akar permasalahan masyarakat yang sesungguhnya.

Hal itu terjadi karena adanya ketidaksepahaman antara pihak

perusahaan dan masyarakat. Pihak perusahaan menganggap

bahwa perusahaan telah memahami kebutuhan masyarakat secara

keseluruhan, sementara masyarakat hanya dianggap sebagai pihak

yang membutuhkan bantuan perusahaan dan tidak memberikan

manfaat kepada perusahaan. Di samping itu, pihak masyarakat

menganggap bahwa dilaksanakannya aktivitas Corporate Social

Responsibility (CSR) hanya dilakukan demi reputasi perusahaan

semata bukan demi perbaikan kualitas hidup masyarakat dalam

jangka panjang.

Riset Centre of Governance, Institutions, and Organizations

National University of Singapore (NUS) Business School (2016)

menyatakan perusahaan di Indonesia memiliki kualitas tanggung

jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang lebih

rendah dibandingakan dengan perusahaan asal Thailand.

Rendahnya kualitas tanggung jawab sosial atau corporate social

responsibility (CSR) disebabkan oleh rendahnya pemahaman

perusahaan terhadap praktik CSR. Riset tersebut menunjukkan

bahwa Thailand merupakan negara dengan kualitas implementasi


CSR paling tinggi dengan nilai 56,8 dari total 100, sementara

Singapura mendapatkan 48,8. Indonesia dan Malaysia sendiri

masing-masing mendapatkan nilai 48,4 dan 47,7. Kriteria penilaian

kualitas diambil berdasarkan sejumlah indikator dari kerangka

Global Reporting Initiative (GRI). Beberapa faktor di antaranya

adalah good corporate governance, ekonomi, lingkungan dan

sosial.

Corporate social responsibility (CSR) yang dikorbankan

perusahaan sebenarnya merupakan investasi yang secara

langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun

dalam jangka panjang, akan memberikan banyak manfaat dari

sekadar nilai uang yang dikeluarkan untuk mendanai corporate

social responsibility (CSR) tersebut. Implementasi CSR menambah

nilai (value), karena memungkinkan perusahaan untuk

merefleksikan kebutuhan dan keprihatinan berbagai pemangku

kepentingan mereka. Dengan demikian, perusahaan cenderung

untuk lebih dapat mempertahankan legitimasi sosial dan

memaksimalkan kelangsungan keuangan jangka menengah hingga

jangka panjang. Dan apabila perusahaan melakukan program-

program CSR secara berkelanjutan, maka perusahaan akan dapat

berjalan dengan baik. Oleh karena itu, program CSR lebih tepat
apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi

bisnis dari suatu perusahaan.

Sejalan dengan kegiatan usahanya, perusahaan

memerlukan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance) untuk mencapai tujuannya secara maksimal dan

menghasilkan citra yang baik dihadapan masyarakat (Santioso,

2012). Good Corporate Governance merupakan seperangkat

peraturan dalam rangka pengendalian perusahaan untuk

menghasilakan value added bagi para stakeholders karena dengan

adanya Good Corporate Governance akan terbentuk pola kerja

manajemen yang transparan, bersih, dan profesional (Effendi,

2009:2).

Good Corporate Governance berkaitan dengan Corporate

Social Responsibility. Corporate Social Responsibility (CSR) ini

sejalan dengan salah satu prinsip dari empat prinsip utama Good

Corporate Governance yaitu responsibility (Murwaningsih, 2009).

Dijelaskan pada Pedoman Umum Good Corporate Governance

dalam Rhamdaningsih dan I Made (2013) khususnya prinsip

responsibilitas, dimana pedoman tersebut dinyatakan bahwa

perusahaan wajib mematuhi undang-undang dan melaksanakan

tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

tercipta suatu corporate citizenship.


Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Carolina (2015)

dengan pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variabel

dependen serta profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, dewan

komisaris, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional

sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa variabel profitabilitas, ukuran perusahaan, dan

kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan

variabel leverage, ukuran dewan komisaris, dan kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Subiantoro (2015),

dengan pengungkapan corporate social responsibility (CSR)

sebagai variabel dependen, serta karakteristik perusahaan sebagai

variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya

variabel ukuran dewan komisaris yang berpengaruh terhadap

pengungkapan corporate social responsibility (CSR), sedangkan

variabel ukuran perusahaan (size), leverage, profitabilitas, tipe

industri, dan kepemilikan manajemen tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan corporate social responsibility (CSR).

You might also like