You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan pada sistem kedaruratan medik menjadi salah satu masalah
kesehatan di Indonesia. Dokter umum sebagai ujung tombak pertama diharapkan
dapat mendiagnosis dan melakukan tatalaksana yang tepat terhadap berbagai
sistem kedaruratan medik ini, sehingga gangguan terminal dapat dicegah.
Blok kegawatdaruratan medik adalah blok ke-20 dalam sistem pembelajaran
di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Tujuan
dilaksanakan tutorial pada blok ini bertujuan agar mahasiswa memiliki
pemahaman yang baik terhadap kegawatdaruratan medik serta dapat melakukan
tatalaksana yang baik terhadap gangguan tersebut secara komprehensif.
Dalam kesempatan kali ini, di tutorial kasus skenario A blok 20 akan dibahas
mengenai kasus Andar, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan berat
badan 22 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti
es dan tidak BAK sejak 10 jam yang lalu.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario mengenai
kegawatdaruratan medik dengan metode analisis dan diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 1


BAB II
PEMBAHASAN

Seven Jump Steps


2.1 Data Tutorial
Tutor : dr.Supriyati Ningsih
Moderator : Gusti Nilasari
Sekertaris papan : Muhammad Alif Pakubuana
Sekertaris meja : Almira Dina Mariski
Hari, tanggal : Senin, 14 September 2015
(13.00-15.00 WIB)
Rabu, 16 September 2015
(13.00-15.00 WIB)
Peraturan tutria : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan atau dalam keadaan
silent.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
dengan cara mengangkat tangan terlebih dahulu.
3. Meminta izin ketika hendak keluar ruangan.
4. Dilarang makan dan minum saat diskusi berlangsung.

2.2 Skenario Kasus


Andar, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg
dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es dan tidak
BAK sejak 10 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu Andar panas tinggi terus
menerus dan sejak 1 hari yang lalu panas turun disertai mimisan. Riwayat
mimisan sebelumnya tidak ada. BAB biasa.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran apatis, TD tidak terukur, nadi filiformis, frekuensi
napas: 44x/menit, Temp: 36,1o C
Rumple leed: (+)

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 2


Keadaan spesifik: kulit: kutis marmorata, dan teraba dingin
Kepala: konjungtiva tidak anemis, napas cuping tidak ada
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada, cor: bunyi jantung I dan II normal, bising
tidak ada, pulmo: vesikuler, ronki tidak ada
Abdomen: datar, lemas, bising usus dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin, capillary refilled time > 3 detik
Dari hasil pemeriksaan diatas dokter IGD tersebut melakukan tindakan
pertolongan pertama yaitu memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat
akan memberikan cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Mimisan : Perdarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya
(epistaksis) pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior
septum nasal kartilaginosa
2. Rumple leed : Pemeriksaan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang ditandai dengan munculnya
ptechiae
3. Kutis marmorata : Kondisi dimana kulit tampak kemerahan dengan
bintik-bintik biru seperti marmer saat suhu dingin
4. Capillary : Pengukuran waktu pengisian darah pada kapiler
refilled time kosong
5. Resusitasi : Memulihkan kembali kerja jantung dan paru setelah
henti jantung atau kematian mendadak yang
disebabkan oleh syok listrik, tenggelam, henti napas,
dll
6. Apatis : Tidak memiliki perasaan atau emosi, ketidakacuhan
terhadap lingkungan dan orang sekitar

2.4 Identifikasi Masalah


1. Andar, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg
dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es dan
tidak BAK sejak 10 jam yang lalu.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 3


2. Sejak 3 hari yang lalu Andar panas tinggi terus menerus dan sejak 1 hari yang
lalu panas turun disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya tidak ada.
BAB biasa.
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran apatis, TD tidak terukur, nadi filiformis, frekuensi
napas: 44x/menit, Temp: 36,1o C
Rumple leed: (+)
Keadaan spesifik: kulit: kutis marmorata, dan teraba dingin
Ekstremitas: akral dingin, capillary refilled time > 3 detik
4. Dokter IGD tersebut melakukan tindakan pertolongan pertama yaitu
memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat akan memberikan
cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.

2.5 Analisis dan Sintesis Masalah


1. Andar, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg
dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es dan
tidak BAK sejak 10 jam yang lalu.
a. Apa saja penyebab kaki dan tangan dingin seperti es dan tidak BAK sejak
10 jam yang lalu?
Jawab:
1. Akral dingin pada anak dapat terjadi karena renjatan hipovolemik
yang disebabkan oleh:
 Kehilangan cairan dan elektrolit : diare, muntah, diabetes
insipidus, heat stroke renal loss.
 Perdarahan : Perdarahan internal (ruptura hepar/lien trauma
jaringan lunak fraktura tulang panjang, perdarahan saluran
cerna, dan perdarahan eksternal misalnya akibat trauma.
 Kehilangan plasma : sindroma nefrotik, obstruksi ileus,
demam berdarah dengue peritonitis
 Penyebab lain dari renjatan hipovolemi adalah kebocoran
kapiler (capillary leak syndrome), cairan intravaskular keluar
ke jaringan seperti luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 4


keradangan lain, pada keadaan ini anak tampak sembab meski
sebenarnya anak ini kekurangan cairan intravaskular.
(Azis, 2011)
2. Penyebab oliguria pada anak:
a. Prerenal
 Hipovolemia : diare, drainase gastrointestinal, asidosis
diabetik, keadaan hiponatremia, perdarahan, kehilangan
cairan melalui kulit (luka bakar), syok
 Vasodilatasi perifer : sepsis, obat antihipertensi, oklusi arteri
atau vena renalis bilateral
 Obat-obatan
 Peningkatan tekanan intraabdomen, sindrom hepatorenal
(IDAI, 2011)
b. Renal intrinsik
 Nekrosis tubular akut
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis akut
 Nefritis interstisial
 Kelainan vaskular
 Toksin eksogen
 Infiltrasi tumor
(IDAI, 2011)
c. Postrenal
 Obstruksi kandung kemih
 Kandung kemih neurogenik
 Obstruksi ureter bilateral
 Batu ginjal dan saluran kemih
 Intoksikasi jengkol
(IDAI, 2011)

b. Apa makna Andar dibawa ke IGD RSMP karena kaki dan tangannya
dingin seperti es dan tidak BAK sejak 10 jam yang lalu?
Jawab:
Kaki dan tangan dingin seperti es (akral dingin) merupakan tanda
dari penurunan perfusi ke jaringan yang merupakan salah satu tanda dari
tanda syok, dan tidak BAK sejak 10 jam yang lalu (oliguria) merupakan
tanda-tanda syok hipovolemia. Jadi, keluhan tersebut bermakna bahwa

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 5


kemungkinan Andar telah mengalami syok hipovolemia (Price dan
Wilson, 2005).

c. Bagaimana mekanisme kaki dan tangan seperti es dan tidak BAK sejak 10
jam yang lalu?
Jawab:
 Kaki dan tangan teraba dingin seperti es
Suspek DBD  aktivasi komplemen (kinin, komplemen C3a da C5a,
serta histamin yang dihasilkan oleh sel mast, kerusakan sel endotel
kapiler  plasma leakage  hipovolemi  refleks simpatis 
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah
skeletal, sphlanchnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak
dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi  suhu tubuh perifer
menjadi dingin dan kulit menjadi pucat (Azis, 2005).
 Tidak BAK sejak 10 jam yang lalu
Hipovolemi  hipoperfusi ginjal  pengeluaran renin oleh
aparatus jukstaglomerulus  merubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I oleh Angiotensin convertizing enzyme 
menjadi angiotensin II yang  Vasokonstriktor kuat, memacu
pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi
natrium di tubulus ginjal  oligouria (Guyton dan Hall, 2007).

d. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami oleh
Andar dengan kasus ini?
Jawab:
Adanya korelasi antara jenis kelamin dengan tingkat infeksi DBD.
Hal ini disebabkan laki-laki, terutama pada usia anak-anak, lebih sering
beraktivitas di luar rumah daripada perempuan. Kejadian DBD terbanyak
terjadi pada kelompok umur 5 - 14 tahun. alam stratifikasi DBD oleh
World Health Organization (WHO) 2005 yang mengindikasikan tinggi-
nya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khusus nya
pada anak.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 6


Selama awal tahun epidemi pada setiap negara, penyakit DBD
kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan
berumur kurang dari 15 tahun. Dari tahun 1996 sampai dengan tahun
2000 proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5
tahun. Tetapi pada tahun 1998-2000 proporsi kasus DBD pada umur 15-
44 tahun meningkat. Keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa DBD
cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa.Yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
(Soedarmo,dkk, 2008).

e. Berapa volume BAK pada anak usia 7 tahun?


Jawab:
Umur (Tahun) Volume Urin (ml/24 jam)
Neonatus
- 1-2 hari - 15-60
- 4-12 hari - 100-300
- 15-60 hari - 250-450
Anak
- 1 - 500
- 3 - 600
- 5 - 700
- 7-8 - 1000
- 15 - 1500
Volume urin normal pada anak yaitu 1-2 ml/kgBB/jam.
Produksi urin pada Andar selama 10 jam seharusnya 220-440 ml
(IDAI, 2011)

2. Sejak 3 hari yang lalu Andar panas tinggi terus menerus dan sejak 1 hari yang
lalu panas turun disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya tidak ada.
BAB biasa.
a. Apa penyebab panas tinggi terus-menerus sejak dan sejak 1 hari panas
turun disertai mimisan?

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 7


Jawab:
1. Penyebab demam
Demam berarti suhu tubuh di atas normal, dapat disebabkan
oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan – bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu (Diniyanti dan Panusunan,
2011).
Demam ( fever, febris) adalah kenaikan suhu tubuh di atas
variasi sirkandian normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat
termoregulasi yang terletak di hypothalamus anterior (Diniyanti dan
Panusunan, 2011).
Substansi penyebab demam disebut pirogen dan berasal baik
eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar hospes
(penjamu), sementara pirogen endogen diproduksi oleh penjamu,
umumnya sebagai respons terhadap stimuli awal yang biasanya
dicetuskan oleh infeksi atau inflamasi. Mayoritas pirogen eksogen
adalah mikroorganisme, produk mereka, atau toksik. Pirogen eksogen
yang paling baik dikenal adalah kelompok molekul heterogen yang
umum bagi semua bakteri gram negatif yang dikenal sebagai
endotoksik (Lipopolisakarida, LPS) (Diniyanti dan Panusunan, 2011).
2. Penyebab mimisan
Epistaksis (mimisan) berarti perdarahan dari hidung. Biasanya
darah berasal dari hidung sendiri, dapat pula mengalir dari sinus
paranasalis atau nasofaring (Bickley, 2009).
Penyebab lokal epistaksis meliputi trauma (khususnya
mengupil), inflamasi, mukosa hidung yang kering serta pembentukan
krusta pada mukosa hidung, tumor dan benda asing (Bickley, 2009).
Epistaksis atau perdarahan dari rongga hidung dan sebagian
besar akan berhenti spontan oleh tindakan sederhana seperti penekanan
pada hidung (Purwadianto, 2013)
 Sebab lokal
1. trauma : mengorek hidung, terpukul, iritasi gas, benda asing.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 8


2. Infeksi : rhinitis, sinusitis, granuloma spesifik.
3. Neoplasma : angiofibroma nasofaring juvenilis.
4. Kongenital : hereditary hemmoragic teleangiectasia (Osler)
 Sebab sistemik
1. Kardiovaskular : Hipertensi, arteriosklerosis.
2. Kelainan darah : ITP, hemophilia, leukemia.
3. Infeksi :Tifoid, influenza, morbili.
4. Perubahan tekanan atmosfir : Caisson disease.
5. Endokrin : Menarche dan kehamilan.
(Purwadianto, 2013)

b. Apa makna panas tinggi terus-menerus dan sejak 1 hari yang lalu
panas turun disertai mimisan?
Jawab:
Tabel 1. Tipe-Tipe Demam
Tipe demam Keterangan
Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari.
Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal
pada pagi hari.
Demam Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
remiten pernah mencapai suhu normal.

Demam Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
intermiten beberapa jam dalam satu hari.
Demam Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
Kontinyu berbeda lebih dari satu derajat.
Demam siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
(High et al, 2009)

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 9


Pada DBD tipe demam yang dialami adalah tipe demam siklik,
dan pada DBD terdapat 3 fase yaitu fase demam tinggi, Fase kritis dan
fase penyembuhan.
Pada kasus ini telah terjadi fase kritis dimana terjadi penurunan
suhu dan mimisan, yang mengarah ke dengue shock syndrome
(Isselbacher et al, 2000).

c. Bagaimana mekanisme panas disertai mimisan?


Jawab:
1. Mekanisme demam:
Infeksi (eksotoksin)  peningkatatan endotoksin, sitokin, dan
proinflamasi  peningkatan prostaglandin  prostaglandin
dilepaskan ke jaringan sekitar hipotalamus anterior  inhibisi firing
rate di warm sensitive neurons (peningkatan set point)  sel
diteruskan ke neuron otonom di nukleus paraventrikular lalu
diproyeksikan ke batang otak, medulla spinalis (sistem otonom) 
demam (Pujiarto, 2008).
2. Mekanisme mimisan (epistaksis)
Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati,
trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Komplek virus antibodi mengakibatkan
trombositopenia dan juga gangguan fungsi trombosit. Selain itu komplek
virus antibodi ini mengaktifkan faktor Hageman (faktor XIIa) sehingga
terjadi gangguan sistem koagulasi dan fibrinolisis yang memperberat
perdarahan, serta mengaktifkan sistem kinin dan komplemen yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
kebocoran plasma. Karena, pada hidung terdapat banyak pembuluh darah
dan memiliki mukosa yang tipis sehingga memudahkan untuk terjadi
perdarahan sehingga terjadilah mimisan (Rena, Utama, Parwaty, 2009).

d. Apa makna BAB biasa dan riwayat mimisan sebelumnya tidak ada?
Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 10


BAB biasa menyingkirkan penyebab syok akibat diare. Mimisan
(epistaksis) ppertama kali berarti terjadinya perdarahan spontan akibat
terjadinya plasma leakage (Isselbacher, 2000).

3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran apatis, TD tidak terukur, nadi filiformis, frekuensi
napas: 44x/menit, Temp: 36,1o C
Rumple leed: (+)
Keadaan spesifik: kulit: kutis marmorata, dan teraba dingin
Ekstremitas: akral dingin, capillary refilled time > 3 detik
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawab:

Pemeriksaan Hasil Keadaan Interpretasi


Pemeriksaan Normal
Keadaan umum Kesadaran Compos mentis Penurunan
apatis kesadaran
Tekanan darah Tidak terukur 100/65 mmHg Syok
dekompensasi
Nadi Nadi filiformis Isi cukup, Syok
tegangan cukup, dekompensasi
amplitudo cukup,
frekuensi teratur,
kecepatan
normal
Frekuensi 44 x/menit 21-30x/menit Takipnea
napas
Temperatur 36,1oC 36,4oC-37,2oC Hipotermia
Rumple leed (+) (-) Terdapat > 10
ptechiae pada
lingkaran
dengan
diameter 2,8

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 11


cm. Pecahnya
kapiler akibat
kerapuhan
pembuluh
darah.
Kulit Kutis Tidak kutis Kondisi kulit
marmorata marmorata/warna tampak
kulit rata kemerahan
dengan bintik-
bintik biru
seperti marmer
akibat
hipotermi

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 12


Jawab:
Virus dengue

Aktivasi makrofag
Agregasi trombosit
dan monosit

Histamine dan Trombositopenia


komplemen
Capillary
Rumplerefill
time melambat
leed (+)
Vasodilatasi Perdarahan

Permeabilitas
Syok
kapiler meningkat
hipovolemik

Aktivasi
Kebocoran plasma simpatis
Kegagalan sirkulasi
secara refleks

Menurunnya perfusi
Sumber : Dharma,
jaringan ke arteri Hadinegoro, dan Priatni, 2006; Rena, Utama, dan Parwati,
Oliguria
ginjalCandra, 2010; dan Soegijanto, 2005
2009; hipotermia Menurunnya perfusi
ke jaringan perifer
akibat vasokontriksi
4. Dokter IGD tersebut melakukan tindakan pertolongan pertama yaitu
Menurunnya perfusi Pembuluh darah
memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat akan memberikan
ke cerebri
cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.
a. Bagaimana prinsip tatalaksana pertolongan pertama pada kasus ini? Capiler
Jawab: refill time
Penurunan kesadaran
Fisiologi pengobatan syok:
1. Terapi penggantian melambat
 Transfusi darah dan plasma

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 13


Jika seseorang dalam keadaan syok akibat perdarahan, terapi
terbaik yang mungkin dilakukan biasanya adalah transfusi darah
lengkap. Jika syok disebabkan oleh hilangnya plasma terapi terbaik
adalah pemberian plasma. Plasma biasanya dapat menggantikan
darah lengkap karena plasma meningkatkan volume darah dan
mengembalikan hemodinamika normal. Apabila tidak tersedia
plasma, berbagai pengganti plasma telah dikembangkan, yang
melakukan fungsi hemodinamika hampir tepat sama dengan plasma
salah satunya adalah larutan dekstran (Guyton dan Hall, 2007).
2. Terapi lain
 Pengobatan dengan posisi kepala di bawah
Bila tekanan turun terlalu rendah pada sebagian besar syok,
terutama pada syok hemoragik dan syok neurogenik, dengan
menempatkan kepala pasien setidaknya 12 inchi lebih rendah
daripada kaki akan sangat membantu dalam meningkatkan aliran
balik vena, dengan demikian menaikkan curah jantung (Guyton dan
Hall, 2007).
 Terapi oksigen
Sebagian besar jenis syok memberi pengaruh buruk utama
terlalu sedikitnya pengiriman oksigen ke jaringan, karena itu
pemberian oksigen pada pasien untuk bernapas akan bermanfaat
dalam banyak keadaan (Guyton dan Hall, 2007).

b. Apa saja jenis cairan resusitasi?


Jawab:
Ada dua jenis cairan pengganti cairan tubuh :
1. Cairan kristaloid : merupakan cairan yang mengandung
partikel dengan berat molekul (BM) rendah (<8000 Dalton),
dengan atau tanpa glukosa.
Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh
ruang ekstraseluler.
Contoh cairan kristaloid:

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 14


a. Larutan ionic
 Ringer Lactat (RL)
Merupakan cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar
+ + - ++
diperlukan. Komposisi : Na 130, K 4, Cl 109, Ca 3,
-
Lactate 28
Indikasi : sebagai replacement therapy, seperti syok
hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Catatan :
 Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme
oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki
keadaan seperti asidosis metabolik
 Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk
maintenance sehari-hari, apalagi untuk defisit kalium
 Tidak mengandung gukosa sehingga bila dipakai
sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa
untuk mencegah terjadinya ketosis
 Ringer Acetate
+ - ++ –
Komposisi : Na 130, K+ 4, Cl 109, Ca 3, Acetate 28
Indikasi : digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada
pasien dengan gangguan hepar, karena metabolisme asetat
terjadi di otot, berbeda dengan laktat yang dimetabolisme di
hati (hepar).
 NaCl physiologic (0,9% saline
+ -
Komposisi : Na 154 Cl 154
Digunakan sebagai cairan resusitasi (Replacement Therapy)

+
terutama untuk kasus kadar Na rendah, keadaan dimana RL

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 15


tidak cocok digunakan, misalnya pada alkalosis, retensi
kalium, cairan pilihan untuk trauma kapitis, dipakai untuk
mengencerkan darah merah sebelum transfusi.
Kekurangan cairan ini:
 -
Tidak mengandung HCO3

 +
Tidak mengandung K

 + -
Kadar Na dan Cl relatif tinggi sehingga dapat
terjadi acidosis hyperchloremia, acidosis dilutional
dan hypernatremia.
 Hartmann’s solution
Non-ionik
 Dextrose 5% dan 10%
Indikasi : digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien
dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada
pure water deficit, dan penggunaan perioperatif.
Kekurangan :
 Tidak mengandung elektrolit
 Cairan hipotonik sehingga menambah volume intrasel
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya edema anasarka
(edema seluruh tubuh).
 Menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia (gangguan
keseimbangan elektrolit).
2. Cairan Koloid : merupakan cairan yang mengandung zat
dengan BM tinggi (>8000 Dalton), misalnya protein.
Tekanan onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan tetap
tinggal di ruang intravaskuler. Contohnya plasma protein
fraction (plasmanat), albumin, blood product (fresh frozen

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 16


plasma, red blood cells concentration, cryoprecipitate),
koloid sintetik (dextran, hetastarch, gelatin)
(Stoelting dan Hillier, 2006)

c. Berapa jumlah cairan yang diberikan pada kasus?


Jawab:
Cairan yang diberikan adalah cairan kristaloid karena efektif
mengisi ruang interstisial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak
menimbulkan reaksi alergi. Contoh cairan kristaloid adalah garam
fisiologik (NaCl 0,9 %), ringer laktat dan ringer asetat (Darwis, 2003).
Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb diberikan dalam 6-10
menit, melalui akses intravaskular atau intraoseal. Setiap selesai
pemberian bolus dilakukan penilaian keadaan anak. Bila masih
terdapat tanda syok diberikan bolus kristaloid kedua 10-30 ml/kgbb/6-
10 menit. Bolus selanjutnya baik kristaloid maupun koloid diberikan
sampai perfusi sistemik membaik dan syok teratasi. Anak yang
mengalami syok hipovolemik sering memerlukan cairan resusitasi 60-
80 ml/kgbb dalam satu jam pertama (Darwis, 2003).

d. Apa yang harus dilakukan jika akses vena sulit didapat?


Jawab:
Bila akses intravena sulit didapat pada anak balita bisa
dilakukan pemasangan akses intraosseous di daerah pretibia.
Pemberian secara intraosseus ini cukup baik dan selain untuk
pemberian cairan bisa digunakan juga untuk pemberian obat-obatan
(Aziz, 2005).

e. Bagaimana teknik resusitasi cairan intraosseus?


Jawab:
 Indikasi Intraosseus
Diperlukan segera untuk resusitasi jika akses vaskuler
tidak bisa dilakukan atau terlambat bila dilakukan. Prosedur ini

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 17


sangat bermanfaat pada kondisi pasien anak yang mengalami henti
jantung. Kondisi lain yang membutuhkan tindakan ini antara lain:
shock, trauma, dehidrasi berat, status epileptikus, atau berbagai
kondisi yang membutuhkan pemberian cairan, obat-obatan, atau
tranfusi yang sifatnya segera.
 Kontra Indikasi
Pada lokasi pemasangan intraosseous tidak boleh
mengalami selulitis, abses dan luka bakar. Fraktur tulang
ipsilateral akan meningkatkan resiko ekstravasasi yang mendorong
terjadinya kompartemen sindrom dan nonunion pada fraktur
tulang. Kontra indikasi relatif pada kegagalan pemasangan
intraosseous pada tulang yang sama.
 Alat-alat yang dibutuhkan
Alat-alat yang diperlukan untuk pemasangan intraosseus antara
lain:
1. Larutan povidone iodine
2. Anesthesia lokal
3. Lidocaine 1%
4. Jarum intraosseous
5. Syringe 5-10 ml
6. Infus set dan normal saline
7. Plester
8. Imobilisasi.
 Persiapan Pasien
Berbagai persiapan pasien yang harus diperhatikan sebelum
pemasangan intraosseus antara lain:
1. Jelaskan ke pasien/keluarga pasien tentang resiko dan
keuntungan teknik ini.
2. Informed Consent.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 18


3. Tentukan lokasi dengan palpasi.
4. Bersihkan kulit dengan povidone iodine.
5. Infiltrasi lokal anesthesi ke dalam kulit, jaringan subkutan dan
jaringan periosteum diatas tulang yang akan ditusuk
 Lokasi Pemasangan
Tibia proximal lokasi yang paling sering digunakan pada pasien
anak.

Gambar 1 : Lokasi pemasangan intraosseus pada tibia proximal


Sumber : Blacka, 2010

Gambar. 2 Titik masuknya jarum intraosseus.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 19


Sumber : Blacka, 2010
 Teknik Pemasangan
Teknik pemasangan intraosseus adalah sebagai berikut :
1) Periksa kelengkapan dan fungsi alat,
2) Tentukan lokasi dan imobilisasi dengan tangan yang tidak
dominan.

Gambar 3 : Stabilisasi extremitas


Sumber : Blacka, 2010

3) Pegang jarum intraosseous dengan tangan yang dominan.


4) Masukkan jarum dengan cara tegak lurus atau sedikit angulasi 10 o
- 15o dari panjang tulang.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 20


Gambar 4 : Posisi jarum 90 derajat saat dimasukkan
Sumber : Blacka, 2010

5) Arah jarum selalu menjauhi growth plate untuk menghindari


cedera.
6) Setelah menembus kulit dan jaringan subkutan, jarum akan kontak
dengan tulang. Untuk menembus koteks tulang jarum dimasukkan
dengan cara memutar.

Gambar 5 : Posisi jarum yang tepat pada saat penusukan


Sumber : Blacka, 2010

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 21


7) Setelah jarum masuk intraosseous hentikan untuk mencegah over
penetrasi.
8) Keluarkan stylet.

Gambar 6 : Cara mengeluarkan stylet


(Sumber : Blacka, 2010)

9) Aspirasi darah (mungkin tidak berhasil pada situasi resusitasi henti


jantung) untuk meyakinkan lokasi jarum sudah benar.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 22


Gambar 7 : Teknik aspirasi
Sumber : Blacka, 2010

10) Hubungkan dengan cairan infus yang sudah disiapkan

Gambar 8 : Jarum dihubungkan dengan cairan infus dengan tekanan


Sumber : Blacka, 2010

f. Apa penyebab akses vena sulit didapat?


Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 23


Hal-hal yang dapat menyebabkan akses vena sulit didapat yaitu
penurunan volume darah akibat syok hipovolemik sehingga vena menjadi
kolaps vena, selain itu tebalnya lapisan kutis juga dapat menyebabkan
akses vena sulit didapat (Irawati, 2014).

5. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab:
Diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma yaitu:
• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD, yaitu:
1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
2. Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdaran lain.
3. Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis
di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
4. Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 24


(Chen, Pohan, dan Sinto, 2009)

6. Gangguan apa saja yang mungkin terjadi pada kasus?


Jawab:
Diagnosa banding DBD WHO pada Asia Tenggara memiliki
perbedaan karena dikhususkan untuk Asia Tenggara Menurut WHO (2005),
diagnosa banding yang dikhususkan untuk Asia Tenggara adalah:
a. Arboviruses : Chikungunya virus
b. Penyakit virus lainnya : Measles; rubella dan viral exanthems lainnya;
Epstein-Barr Virus (EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A;
Hantavirus.
c. Penyakit bakteri : Meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, meliodosis,
penyakit rickettsia, demam scarlet.
d. Penyakit parasit : Malaria.
Derajat syok hipovolemik:
compensasion Uncompensasion irrevesible
Kehilangan darah <25 25 - 40 >40
Heart rate Takikardi takikardi Takaikardi atau
brakikardi
Isi nadi Normal / Menurun (+) Menurun (++)
menurun
Tekanan darah Normal Normal/ menurun Tidak terukur
sistolik
Capillary refill Normal / Meningkat (+) Meningkat (+
time meningkat +)
Warna kulit Dingin, pucat Dingin, morthled Dingin, death
pale
Respiratory rate takipnea takipnea Susah bernafas
Status mental Agitasi ringan Letarghi Tidak koma
(Price dan Wilson, 2005)

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus?


Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 25


1. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke
3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya
demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
2. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT,
ureum/ kreatinin.
3. Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di
antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah
metode isolasi virus.
4. Metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui
pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR).
Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih
cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga
relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat
menyebabkan timbulnya hasil positif semu.
5. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi,
yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan
menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi
pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai
hari ke 2.
6. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural
protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang
terinfeksi virus Dengue.

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 26


7. Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)
dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat
ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan USG.
(Chen, Pohan, Sinto, 2009)

8. Gangguan apa yang paling mungkin terjadi pada kasus?


Jawab:
Syok hipovolemik karena diduga mengalami dengue shock syndrome (DBD
Derajat IV).

9. Bagaimana tatalaksana secara komprehensif pada kasus?


Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 27


(Depkes RI, 2005)
1. Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien
datang sebagai dasar perhitungan pengobatan dan untuk menilai
perjalanan penyakit. Pada tahap awal, penimbangan berat badan
dilakukan 2–3 kali sehari (dengan timbangan gantung), selanjutnya paling
kurang satu kali sehari. Perkiraan berat badan dapat dihitung berdasarkan
rumus: BB (kg) = 2 x umur (tahun) + 4.
2. Pemberian tunjangan hidup dasar. Obat pertama yang harus diberikan
pada kegawatan DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 28


dikoreksi. Dimulai dengan resusitasi jantung paru yang memastikan jalan
napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi oksigen dipertahankan
antara 95–100% dan kadar hemoglobin cukup.
3. Pemasangan akses vena. Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk
analisis gas darah, kadar hemoglobin, hemotokrit, jumlah trombosit,
golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl,
Ca, Mg, P dan asam laktat.
4. Pemasangan kateter urin.Pasang kateter urin dan lakukan penampungan
urin, pemeriksaan urinalisis, dan pengukuran berat jenis urin. Jumlah
diuresis dihitung setiap jam (normal: 2-3 ml/kgbb/jam). Bila diuresis
kurang dari 1 ml/kgbb/jam berarti terdapat hipoperfusi ginjal. Oliguria
lebih dahulu muncul dari pada penurunan tekanan darah dan takikardia.
5. Pemasangan pipa oro / nasogastrik. Pemasangan pipa oro / nasogastrik
pada anak sakit gawat berguna untuk dekompresi, memantau perdarahan
saluran cerna (stres gastritis) dan melakukan bilasan lambung dengan
garam fisiologik. Stres Gastritis biasanya memberi respons baik terhadap
pembilasan lambung dan koreksi hemodinamik.
6. Resusitasi cairan. Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan
resusitasi secara cepat melalui akses intravaskular atau intraoseal pada
keadaan hipovolemia. Tujuan resusitasi cairan adalah menyelamatkan
otak dari gangguan hipoksik- iskemik, melalui peningkatan preload dan
curah jantung, mengembalikan volume sirkulasi efektif, mengembalikan
oxygen-carrying capacity dan mengoreksi gangguan metabolik dan
elektrolit.
(Darwis, 2003)

10. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus?


Jawab:
1. Hepatomegali

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 29


Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan
lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
2. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
3. Hemorrhagic encephalopathy
4. Kegagalan organ dan kematian
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan
meninggal.
(WHO, 2005)

11. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab:
Dubia
Kematian telah terjadi pada 40-50 % penderita dengan syok, tetapi
dengan perawatan intensif yang cukup, kematian akan kurang dari 2 %.
Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif
(Behrman, Kliegman, dan Arvin, 2000).

12. Apa KDU pada kasus ini?


Jawab:
1. Syok Hipovolemik
3B yaitu mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan untuk memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat) (KKI, 2012).

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 30


2. Dengue shock syndrome
3B yaitu mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan untuk memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat) (KKI, 2012).

13. Bagaimana pandangan islam pada kasus?


Jawab:
“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi itu bisa
menghilangkan karat besi”. (HR. Imam Muslim)

2.6 Kesimpulan
Andar, seorang anak laki-laki, 7 tahun mengalami syok hipovolemik
kemungkinan disebabkan oleh Dengue Shock Syndrome (DBD Derajat IV)

2.7 Kerangka Konsep

Suspek DBD

Vaskulopati

Kebocoran
plasma

Perdarahan

Laporan Tutorial Skenario A Blok XX “Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik 31


Syok
hipovolemik

You might also like