You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA GINJAL

Tugas Mandiri

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

Gladiola Risela Tamara

17/420970/KU/20155

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN

UIVERSITAS GADJAH MADA

2018
1. Pengertian

Kista Ginjal adalah suatu penyakit keturunan dimana pada kedua ginjal ditemukan suatu

kantung tertutup yang dilapisi jaringan epitel dan berisi cairan atau bahan setengah padat. Ginjal

menjadi lebih besar tetapi memiliki sedikit jaringan ginjal yang masih berfungsi.

Kista Ginjal adalah suatu penyakit ginjal yang akan ditandai dengan tumbuhnya

gelembung-gelembung balon berisi cairan yang dapat merusak ginjal.

Kista Ginjal adalah adanya suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material semisolid pada ginjal baik hanya pada satu ginjal maupun pada kedua ginjal, baik

korteks maupun pada medulla

2. Etiologi

Penyebab utama dari terjadinya Kista Ginjal sampai saat ini belum diketahui namun

terdapat beberapa faktor predisposisi yang menjadi penyebab munculnya penyakit Kista Ginjal.

Adapun beberapa faktor tersebut antara lain :

a. Genetik

Penyakit ginjal bawaan ini bisa saja muncul karena faktor keturunan. Kelainan genetik

yang menyebabkan penyakit ini bisa bersifat dominan atau resesif, artinya bisa memiliki 1 gen

dominan dari salah satu orang tuanya (autosomal dominant) atau 2 gen resesif dari kedua orang

tuanya (autosomal resessive). Penderita yang memiliki gen resesif biasanya baru menunjukkan

gejala pada masa dewasa. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya menunjukkan penyakit

yang berat pada masa kanak-kanak.

b. Usia
Angka kejadian penyakit Kista Ginjal meningkat sesuai usia. Sekitar 20 % pada usia di

atas 40 tahun dan 30 % pada usia 60 tahun, namun secara umum Kista Ginjal lebih banyak

diderita pada usia 30-40 tahun.

c. Jenis Kelamin

Penyakit Kista Ginjal ini sering ditemukan pada pria dibanding wanita.

3. Patofisiologi

Banyak teori menjelaskan tentang mekanisme terjadinya Kista Ginjal. Diantara teori-teori

tersebut adalah :

a. Terjadi kegagalan proses penyatuan nefron dengan duktus kolekting (saluran pengumpul).

b. Kegagalan involusi dan pembentukkan kista oleh nefron generasi pertama.

c. Defek pada membrane basal tubulus (tubular basement membrane).

d. Obstruksi nefron oleh karena proliferasi epitel papila.

e. Perubahan metabolisme yang merangsang terjadinya kista.

Kedua ginjal menjadi tidak normal, walaupun salah satu mungkin lebih besar daripada

yang lain. Didalamnya terdapat kista-kista yang difus, dengan ukuran yang bervariasi antara

beberapa 1 cm sampai 10 cm.

Apabila di dalam ginjal seseorang terdapat suatu massa seperti kista yang jika dibiarkan

maka kista ini akan menekan ginjal. Secara perlahan ini akan mengakibatkan terjadinya

penurunan fungsi ginjal. Untuk mempertahankan homeostasis maka tubuh melakukan suatu

kompensasi dengan meningkatkan aktivasi hormon renin yang diubah menjadi angiostensin I

yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, yaitu senyawa vasokontriktor paling kuat.

Vasokonstriksi dapat meningkatkan tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh kortek adrenal

sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan Adeno (ACTH) sebagai
reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya terjadi

peningkatan tekanan darah.

Selain itu penurunan fungsi ginjal juga berdampak pada terjadinya penimbunan sisa-sisa

hasil kemih (azotemia) yang mengakibatkan terjadinya penurunan glomerolus filtrasi rate

(GFR), sehingga terjadi peningkatan ureum kreatinin dalam darah. Salah satu organ yang

mengalami dampak ini adalah saluran GI, terjadinya gangguan metabolisme protein dalam usus

serta asidosis metabolik yang berakhir pada gejala nausea dan anoreksia (Smeltzer, 2001).

Pada kondisi lain edema pada pasien Kista Ginjal disebabkan rendahnya kadar albumin

serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan diikuti

peningkatan transudasi cairan dan kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan hukum Starling.

Akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang (underfilling) yang selanjutnya

mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiostensin-aldosteron yang meretensi

natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma

berperan penting pada proses terjadinya edema (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006).

Jika kista yang tumbuh pada ginjal terutama daerah korteks maka peregangan kapsula

renalis sehingga jaringan ginjal membengkak. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada

daerah pinggang sampai ke bahu.

4. Manifestasi klinis

Banyak penderita tidak memberikan keluhan tentang penyakit ini (asimptomatik). Kista

baru diketahui saat orang tersebut menjalani pemeriksaan USG. Berikut ini akan dijelaskan

beberapa gejala yang sering timbul pada penyakit Kista Ginjal antara lain :

a. Nyeri Pinggang
Nyeri pada area dari ginjal-ginjal dapat disebabkan oleh infeksi kista, perdarahan ke

dalam kista-kista, atau peregangan atau penekanan dari jaringan yang berserat disekitar ginjal

dengan pertumbuhan kista.

b. Hipertensi

Terjadi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi. Sehingga mengaktifkan hormon

renin yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan berakhir menjadi Hipertensi.

c. Sakit Kepala

Sakit kepala yang berat disebabkan oleh aneurysms pembuluh-pembuluh darah yang

menggelembung di tempat di dalam otak. Sakit kepala juga dapat disebabkan tekanan darah

tinggi.

d. Infeksi Saluran Kencing

Sama halnya batu di saluran kemih, Kista Ginjal juga menyebabkan timbulnya infeksi

pada ginjal maupun saluran kencing. Gejala infeksi ini pada umumnya sama seperti demam,

diikuti gangguan berkemih. Saat kencing terasa nyeri dan panas, kemudian sering kali merasa

ingin kencing, akan tetapi kalau sudah berkemih biasanya tidak bisa lancar, terkadang juga bisa

timbul kencing darah (hematuria). Infeksi menahun seperti ini yang dapat menyebabkan gagal

ginjal.

e. Kelelahan
Hal ini terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoiten yang berperan dalam

produksi sel darah merah sehingga terjadilah anemia, akibatnya orang yang menderita penyakit

kista ginjal mudah sekali mengalami kelelahan.

f. Mual dan anoreksia

Rasa mual dan anoreksia muncul karena telah terjadi gangguan metabolisme protein

dalam usus, selain itu meningkatnya ureum dalam darah menyebabkan terjadinya asidosis

metabolik sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung.

g. Penurunan atau peningkatan berat badan

Penurunan berat badan dapat terjadi karena rasa mual dan anoreksia sehingga

intake nutrisi tidak adekuat. Selain itu penurunan fungsi ginjal. juga berdampak pada

penumpukan cairan dalam tubuh dan bisa menyebabkan terjadinya oedem pada seluruh tubuh

sehingga orang yang menderita kista ginjal juga dapat mengalami peningkatan berat badan.

5. Komplikasi

Pengalaman penyakit Kista Ginjal pada setiap orang tidaklah sama. Komplikasi yang

mungkin terjadi adalah infeksi. Meskipun sangat jarang, atau kadang-kadang terjadi perdarahan

di kista. Apabila kista menekan atau menjepit ureter dapat terjadi Hidronefrosis, dan dapat

berlanjut menjadi Pyelonefrosis akibat statis urine.

Kadang jumlah kista relatif banyak dan kadang terletak di piala ginjal (daerah sentral),

maka bisa mengganggu fungsi eksresi (pengeluaran bahan) ginjal. Akhirnya, penderita

mengalami Gagal Ginjal Kronik.

Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan kerja ginjal menjadi lebih berat lagi dan

mempercepat perkembangan kista. Komplikasi akibat darah tinggi yang lama dapat mengganggu
otak dan jantung. Jika ternyata ditemukan pula ada kelainan pembuluh darah otak (aneurysma),

yang mana sewaktu-waktu pembuluh darah otak yang berkelainan tersebut bisa pecah dan

terjadilah perdarahan otak. Demikian pula dengan kelainan terbentuknya kantung pada dinding

usus (diurticulosis) juga bisa bermasalah.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan USG.

Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau muncul obstruksi, dapat

dilakukan tindakan bedah. Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa Kista Ginjal

yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung

mengandung keganasan. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah aspirasi

percutan.

a. Bedah terbuka

1) Eksisi

2) Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim.

3) Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista.

4) Heminefrektomi

b. Laparoskopi

Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu

kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, dan perlu

pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang masuk dapat menimbulkan

abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar

awalnya.
7. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat mendukung dalam menegakkan diagnosa terutama pada

pemeriksaan foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk

dengan bayangan ginjal.

Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya septa, dinding

yang ireguler, kalsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu pemeriksaan lanjutan

Computer Tomografi Scaning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau aspirasi

pemeriksaan CT-Scan pada Kista Ginjal sangat akurat.

Pada pemeriksaan lain juga akan ditemukan suatu kondisi dimana laju endap darah akan

meninggi dan kadang-kadang juga ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan labolatorium ini

ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk. Pemeriksaan pielografi intravena dapat

memperlihatkan gambaran distori, penekanan dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari

pemeriksaan renoarteriogram didapatkan gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto

thoraks dibuat untuk mencari metastasi kedalam paru-paru (Japaries,willie,1995).

B. Asuhan Keperawatan pada Klien Kista Ginjal

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada Pasien penulis menggunakan proses

keperawatan teoritis yang dilakukan secara sistematis, bertahap serta terorganisir. Adapun

tahapan-tahapan yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Lynda Juall.C,

1999).

1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak

pada seluruh tubuh. Tidak nafsu makan.

b. Pengkajian fisik

c. Pengkajian Perpola

1) Pernafasan

Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, penggunaan otot bantu napas,

auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas meningkat.

Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran jantung (Dispnea, ortopnea dan

pasien terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah.

2) Sirkulasi

Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah mutlak

selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1

minggu. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati

merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah,

dan kejang-kejang.

3) Pola nutrisi dan metabolik:

Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada

seluruh tubuh. Pasien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya

mual dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat sehingga menyebabkan

terjadinya penurunan berat badan. Selain itu berat badan dapat meningkat karena adanya edema.

Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.

4) Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glomerulus menyebakan sisa-

sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada

tubulus yang mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, hematuria.

5) Pola Aktifitas dan latihan :

Pada pasien dengan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena telah terjadi anemia.

6) Pola tidur dan istirahat :

Pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,

kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.

7) Integritas kulit

Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.

8) Kognitif & perseptual

Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertermi ditemukan

bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.

9) Persepsi diri :

Pasien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah, edema dan perawatan lama.

2. Diagnosa keperawatan

Menurut Lynda Juall Carpenito (1999) diagnosa keperawatan secara umum pada pasien

dengan sistem perkemihan adalah sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan, penurunan

mekanisme pengaturan berkemih.


b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein

dan cairan.

d. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai keluarga yang menderita penyakit

yang mengancam kehidupan.

3. Rencana Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan, penurunan

mekanisme pengaturan berkemih.

Tujuan : Pasien tidak menunjukan terjadinya akumulasi cairan berlebihan.

Intervensi :

1) Catat intake dan output secara akurat

2) Kaji perubahan edema dan Pembesaran abdomen setiap hari.

3) Timbang BB tiap hari dalam skala yang sama.

4) Uji urine untuk berat jenis, albumin.

5) Atur masukan cairan dengan cermat.

6) Berikan diuretik sesuai order dari tim medis.

b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.

Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi

Intervensi :
1) Catat intake dan output makanan secara akurat.

2) Kaji adanya tanda-tanda perubahan nutrisi : nausea, anoreksia, hipoproteinemia.

3) Beri diet yang bergizi.

4) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

5) Beri suplemen vitamin dan zat besi sesuai instruksi.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein

dan cairan.

Tujuan : Kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang ditujukan

pasien minimum atau tidak ada.

Intervensi :

1) Pantau tanda vital setiap 4 jam.

2) Laporkan adanya penyimpangan dari normal.

3) Berikan albumin bergaram rendah sesuai indikasi.

d. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia.

Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun.

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri.

2) Lakukan tehnik pengurangan nyeri nonfarmakologis.

3) Kolaborasi pemberian analgetik.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

Tujuan : Pasien mendapat istrahat yang adekuat.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring bila terjadi edema berat.


2) Seimbangkan istrahat dan aktivitas bila ambulasi.

3) Instruksikan pada klien untuk istrahat bila ia merasa lelah.

f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai keluarga yang menderita penyakit

yang mengancam kehidupan.

Tujuan : Pasien menunjukan pengetahuan tentang prosedur diagnostik.

Intervensi :

1) Jelaskan alasan setiap tes dan prosedur.

2) Jelaskan prosedur operatif dengan jujur.

3) Jelaskan tentang proses penyakit.

4) Bantu keluarga merencanakan masa depan khususnya dalam membatu anak menjalani

kehidupan yang normal.

You might also like