Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Kasus Skenario D Blok VII” sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Abdul Basith selaku Tutor kelompok 4.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual.
3. Teman-teman seperjuangan.
4. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Pembahasan
2
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
3
BAB II
PEMBAHASAN
Peraturan Tutorial :
1. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.
2. Mengacungkan tangan jika ingin memberi pendapat.
3. Berbicara dengan sopan dan penuh tata krama.
4. Izin bila ingin keluar ruangan.
4
Keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran Compos Mentis
NO ISTILAH ARTI
5
muntah (Dorland,2015)
6
2.4 Identifikasi Masalah
7
a. Apa makna demam tinggi, sakit kepala, sakit menelan, dan mual?
Jawab:
Jawab:
8
konservasi panas sehingga suhu tubuh naik sampai tingkat suhu
baru yang ditetapkan.
Jawab:
Faktor: virus bakteri, jamur
Invasi kuman
Reaksi inflamasi
9
d. Bagaimana patofisiologi sakit menelan dan mual?
Jawab:
Mual:
( Sherwood, 2011 )
Sakit menelan:
Alergen Infiltrasi lapisan endotel di faring Jaringan
limfoid superfisial di faring bereaksi Pembendungan radang san
infiltrasi leukosit polimorfonuklear Faring hiperemis Sakit
menelan (Adam, 2009).
2.Pasien diberi obat suntikan Antalgin 1 cc i.m. Segera setelah
disuntik, pasien merasa pusing seperti dunia mau kiamat dan
lemas serta jatuh dari tempat tidur periksa.
Jawab:
10
Antalgin merupakan obat analgetik-antipiretik dan antiinflamasi.
Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara
meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa
menekan kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan obat yang
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik
adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan
suhu tubuh yang tinggi. Sedangkan antiinflamasi adalah mengatasi
inflamasi atau peradangan (Tjay dan Kirana, 2007).
Farmakodinamik
1. Absorbsi
Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari
tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses
tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat
yang diberikan.
2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh
melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah,
distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi
obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam
tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan,
yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati,
ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas
yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru
mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke
ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel
kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di
otak.
3. Metabolisme
Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada
11
proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih
mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih
mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat
menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam
mengakhiri kerja obat.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat
dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom
yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada
isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom.
Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel
hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru,
epitel, saluran cerna, dan plasma.
4. Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam
bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat
daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat,
liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif
kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.
Farmakodinamik Antalgin:
Sesuai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri
dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala,
juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan radang atau
inflamasi. Analgetika bekerja secara sentral menahan nyeri.
Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah pemberian analgetik,
bercirikan perubahan prilaku pada respon terhadap nyeri dan
12
kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa
kehilangan kesadaran.
Jawab:
Jawab:
13
dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat
(penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur. Untuk tujuan
terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral
adalah yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya
paling aman. Hanya beberapa obat yang mengalami perusakan
oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-
muntah, koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan
obat melalui oral tidak dapat dipakai.
b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya
supaya efeknya lebih cepat karena pembuluh darah bawah lidah
merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien jantung.
Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di
saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat
dihindari (tidak lewat vena porta)
c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat
asma. Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan
homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar dari efek lintas
pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya
yaitu, diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis,
sering mengiritasi epitel paru – sekresi saluran nafas, toksisitas
pada jantung. Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap
yang akan diabsorpsi sangat cepat melalui alveoli paru-paru dan
membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya
mempercepat kerja obat serta sifatnya lokal dan sistemik. Obat
oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung, terurai di
14
lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal,
parasetamol, indometasin, teofilin, barbiturat.
e. Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke
vagina, langsung ke pusat sasar. Misal untuk keputihan atau
jamur.
f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat
dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna. Tujuannya
tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke pembuluh
darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung
sampai sasaran. Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang
tidak sadar, sering muntah, diare, yang sulit menelan/pasien
yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi
lambung; dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna
dan hati; bekerja cepat dan dosis ekonomis. Kelemahannya
yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya (suntikan –
infeksi). Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang
digunakan secara parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa
larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil
dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau
dipakai baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan
atau suspensi injeksi.
g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.
h. Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta
dibutuhkan kerja cepat.
(Ansel, 2008).
15
d. Apa makna setelah diberikan obat antalgin, pasien merasa pusing
seperti dunia mau kiamat dan lemas serta jatuh setelah bangun dari
tempat tidur?
Jawab:
Jawab:
16
Kontraindikasi : Ibu hamil dan menyusui, Individu dengan
riwayat hipersensitivitas, Individu yang memiliki tekanan
sistolik dibawah 100mmHg, Bayi dibawah 3 bulan.
Jawab:
17
Untuk membuka jalan nafas, kepala korban diposisikan ekstensi
(tengadah kepala) untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
lidah. Benda asing atau sisa muntahan yang terlihat dalam mulut
harus segera disingkirkan secara cepat dan seksama.
Ada dua cara untuk membebaskan jalan nafas, antara lain:
a.Tekan dahi dan angkat;
b. Pendorong rahang bawah.
Teknik mempertahankan jalan napas
Pada penderita dengan kasus henti napas maka tindakan untuk
membebaskanjalan napas dan memberikan ventilasi harus segera
dulakukan.
2. Jaw thrust
18
menempel pada kedua pipi penderita untuk imobilisasi kepala.
Tindakan jaw thrust, buka mulut dan head tilt disebut triple
airway manuver.
19
c. Buka jalan nafas;
d. LDR 3-5menit;
e. Jika tidak bernafas, beri 2-5 kali;
f. Periksa nadi carotis 5-10 detik;
g. Jika nadi berdenyut, lanjutkan pemberian nafas buatan.
20
(Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2013).
Jawab:
21
(Guyton,2006)
Jawab :
22
c. Bagaimana hubungan keluhan satu tahun yang lalu gatal-gatal dan
bentol dengan keluhan utama sekarang?
Jawab :
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan
kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan
timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat
pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi,
pengeluaran histamin dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang
mengakibatkan syok.
( Departemen Kesehatan RI, 2007 )
Jawab:
Faktor Resiko:
Ibu aminah yang memiliki riwayat atopi asthma dan orang tua
rhinitis alergi. Penyakit atopi yang ibu aminah derita merupakan
reaksi dari hipersensitivitas tipe 1.(Robbins,2015)
Faktor Pencetus:
Jawab :
23
A. Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya
reaksi
1) Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang
dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan
sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi
reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.
2) Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan
menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan
kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi
komplemen atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet
dapat berupa :
24
(Baratiwidjaja dan Rengganis, 2014)
Jawab :
Hipersensitivitas tipe I
25
keluarnya mediatormediator kimia seperti histamine dan
leukotrine.
B. Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar
dengan allergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk ke
dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga
menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma dan
memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel
mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan
allergen akan menyebabkan pecahnya sel mast dan
mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini
menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem,
spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat
ditemukan pada alergi tipe ini antara lain : rinitis (bersin-bersin,
pilek) ; sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan
(menyebabkan inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang
ditemukan pada anafilaktic shock).
26
Gambar B (Hipersensitivitas I).
27
Alergen (makanan) akan diikat antibody yang berada di permukaan
K cell, dan akan melekat pada permukaan sel darah merah.
Kompleks ini mengaktifkan komplemen, yang berakibat hancurnya
sel darah merah (Gambar 2).
28
Hipersensitivitas tipe IV {Cell-Mediated Hypersensitivities (tipe
lambat)}
Makrofag (APC) mengikat allergen pada permukaan sel dan akan
mentransfer allergen pada sel T, sehingga sel T merelease
interleukin (mediator kimia) yang akan menyebabkan berbagai
gejala (Gambar 4).
Jawab:
29
a. Apa makna penderita memliki riwayat asma yang dipicu oleh debu
rumah?
Jawab:
Riwayat atopik.
Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk
menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang
terhirup, seperti partikel-partikel debu, serbuk bunga, bulu
binatang)
(Nuzulul, 2008).
Sintesis :
Jawab:
Patofisologi Asma
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas yang akan mempermudah terjadinya
obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas, gangguan
saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga
diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas.
Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya
inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas,
sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali
30
secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut
terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang. Dikenal
dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis
yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada
jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh
akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil
olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong )
terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan
intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel
epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk
mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan
mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi
otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-
sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui
mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga
menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang
dapat menginduksi pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan,
udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan
sistem saraf otonom pada jalur non-alergik dengan hasil akhir
berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen
akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus
terjadi karena adanya peregangan nervus vagus, sedangkan
pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi
31
yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa
keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO.
Refleks saraf memegang peranan pada reaksi asma yang
tidak melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa
P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
(Yunitasari, A. 2013)
Jawab:
Jawab :
32
(Baratiwidjaja dan Rengganis, 2014)
Jawab:
Jawab:
33
Infeksi atau Perbesaran
peradangan tonsil karena Makrofag Pirogen Endogen
pada saluran produksi
pernafasan antibody
meningkat.
Prostaglandin
Aliran darah Tonsil
ke faring membesar
meningkat
(T2-T2)
Peningkatan
Faring patokan suhu di
hiperemis hipotalamus
Inisiasi respon
dingin
Produksi panas
meningkat
(Sherwood, 2014)
Demam
34
Jawab:
Jawab:
35
FR: Riwayat Asma, Genetik (Rhinitis alergi) Faktor pencetus: injeksi Antalgin
Syok
anafilaktik
pusing
Otot : lemah, lemas
(Penurunan kesadaran)
(Baratiwidjaja dan Rengganis, 2014)
36
7. a. Bagaimana cara diagnosis?
Jawab:
Jawab:
37
5. Angiodema herediter: Ditandai dengan angiodema saluran
napas bagian atas dan sering kali disertai kolik abdomen.
Tidak dijumpai kelainan kulit atau kolaps vaskular.
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2009)
Jawab:
38
Cross-linking IgE akan menyebabkan degranulasi sel mast, yang
akan menyebabkan pelepasan histamin; yang akan
menyebabkan terjadinya urtika sentral dengan flare eritem.
Urtika dan flare diukur 15-20 menit setelah alergen disuntikan
Uji serum in vitro
Dengan mengukur kadar IgE spesifik antigen. Uji ini
diperuntukan untuk pasien yang mempunyai dermatografisme
atau dermatitis yang luas; yang tidak dapat menghentikan obat,
misalnya pasien yang sangat alergi, keadaan dimana terdapat
kemungkinan terjadi anafilaksis.
(Nelson,2014).
1. Jumlah leukosit dan hitung jenis sel, pada penyakit alergi jumlah
leukosit normal kecuali alergi disertai dengan infeksi.
2. Serum IgE total, meningkatnya serum IgE total menyokong adanya
penyakit alergi.
3. Tes Kulit, bertujuan untuk menentukan antibody IgE spesifik
dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan
adanya antibody yang serupa pada organ yang sakit..
4. Spirometri, menentukan obstruksi saluran nafas baik beratnya
maupusn reversibilitasnya, serta menilai hasil pengobatan asma.
5. Foto dada, untuuk melihat komplikasi asma dan Foto paranasal,
untuk melihat komplikasi rhinitis.
Jawab:
Syok Anafilaktik.
Jawab:
39
1) Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas,
paha, ataupun sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan
pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik.
Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian
intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian
subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk
orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat
diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan
nadi menunjukkan perbaikan
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena
kecuali pada keadaan tertentu saja misalnya pada saat syok
(mengancam nyawa) ataupun selama anestesia. Pada saat pasien
tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi
injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin
mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis
500 mcg (5 ml dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000)
diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika
respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis
10 mcg/kg BB (0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin
1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama beberapa
menit. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu
adrenalin 2-4 ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi
untuk mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin
setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara penyuntikkan
yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps
yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.
2) Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan,
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut
anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat
untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah
40
anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru diharapkan
menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125
mg intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien
stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison
intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap
6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB
(Suryana, 2003).
Farmakologi : injeksi epinerfrin 1 :1000 yang diberikan adalah
0,01 ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml secara intra
muscular dan dapat diberi setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali.
41
alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat
lain yang lebih aman (IDI; Bakti Husada, 2014)
f. Komplikasi?
Jawab:
1. Koma
2. Kematian
Jawab:
42
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk
Jawab:
43
( HR. Muslim no. 2573 )
Maka jelaslah dari penjelasan nash-nash ini bahwa
disamping menghapuskan kesalahan, juga diperoleh peningkatan
derajat dan tambahan kebaikan. Imam an-Nawawi rahimahullah
memberikan komentar atas hadits di atas, bahwa terdapat kabar
gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak berkurang
sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang
penebus berbagai kesalahan dengan segala penyakit, segala
musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu hanyalah
sedikit. Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan
derajat dengan perkara-perkara ini dan tambahan kebaikan (Syarh
an-Nawawi atas Shahih 193).Muslim 16
2.6 Kesimpulan
Syok anafilaktik
44
Daftar Pustaka
Adam, JM. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi.
Jakarta : Penerbit Bina Rupa Aksara.
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta: UI Press.
50.Jakarta:PT ISFI
45
Price, S., Wilson, L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sari. 2013. Inflamasi Alergi pada Asma. Jakarta: FK UI.
Setiati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Internal Pubishing
: Jakarta
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta:
Interna Publishing.
46