You are on page 1of 14

REFARAT

GANGGUAN SOMATISASI

Pembimbing
Dr.Nauli Aulia Lubis, M.ked (KJ), Sp.KJ

Oleh
1. Eko Fakhruddin 1708320001
2. Rizki Amalia Ritonga 1708320002
3. Siti Yusmar Laini 1708320004
4. Tri Agusrini Ritonga 1708320013
5. Try Adly Karunia Putra 1708320014

Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Kedokteran Jiwa


RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas Refarat
ini. Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi besar Muhammad
Salalahu’alaihi wasalam, yang telah membawa manusia dari jaman jahiliah atau
kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang, alam yang penuh ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini. Alhamdulillah berkat kemudahan
yang diberikan ALLAH Subhanallahuwata’ala.kami dapat menyelesaikan tugas
Refarat yang berjudul “GANGGUAN SOMATISASI”. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini, terutama dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked (KJ), Sp.KJ
selaku pembimbing. Semoga segala bantuan yang kami terima akan mendapat
balasan yang setimpal dari ALLAH Subhanahuwata’ala.Adapun tugas penulisan
refarat ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan kepanitraan
klinik senior di bagian ilmu kedokteran jiwa.
Kami sebagai penulis tugas refarat ini sangat menyadari bahwa dalam
penyusunan masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan untuk menjadi lebih baik
lagi.

Medan, 19 Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Defenisi .............................................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................................... 4
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................... 6
2.5 Diagnostik .......................................................................................................... 6
2.4.1 Kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi ............................................ 6
2.4.2 Pedoman Diagnostik ..................................................................................... 8
2.5 Penatalaksanaan .................................................................................................. 8
2.6 Prognosis ............................................................................................................ 9
BAB III ....................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekarang ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat


lokal, nasional maupun global. Namun bila berbicara soal data, jumlah penderita
masalah kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global dari sekitar 450
juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar 1 juta diantaranya meninggal
karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil bila dibandingkan
dengan upaya bunuh diri pada penderita masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta
orang/tahun.1
Dari data nasional Riset Kesehatan Dasar 2007 didapatkan prevalensi gangguan
kesehatan mental umum sebesar 11,6% dari jumlah penduduk. Dengan demikian
dapat diartikan bahwa dari 9 orang penduduk di Indonesia kemungkinan terdapat
sekitar 1 orang penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mental umum seperti
kecemasan, depresi dan gangguan somatoform.1
Gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda
serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini
juga mencakup interaksi pikiran-tubuh. Di dalam interaksi ini, dengan cara yang
masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang mempengaruhi
kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh.3

The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)


memasukkan lima gangguan somatoform spesifik, antara lain : gangguan somatisasi,
gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri.
DSM-IV-TR juga memiliki dua kategori diagnostik lain untuk gangguan somatoform,

1
2

yaitu : gangguan somatoform tidak terinci, dan gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan.3

1.2 Tujuan
Refarat ini disusun dengan harapan dan tujuan :
- Untuk dapat lebih mengetahui bagaimana ciri-ciri gangguan somatisasi yang
nantinya akan mudah untuk mendiagnosa secara pasti mengenai gangguan
somatisasi.
- Memberikan informasi tentang bagaimana cara penanganan dari gangguan
somatisasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zaman mesir kuno. Nama awal
gangguan somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang salah dan dianggap hanya
mengenai perempuan. ( Kata hysteria berasal dari kata Yunanin yang artinya uterus,
hystera). Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang ditandai dengan banyak
gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat
berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi
gejala nyeri, gastrointestinal, dan pseudoneurologis”.3

Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena


banyaknya keluhan dan banyaknya system organ yang terlibat ( contohnya
gastrointestinal dan neurologis ). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai
penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta
perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.3

Pada abad ke-17, Thomas Sydenham mengenali bahwa faktor psikologis


terlibat dalam patogenesis gejala. Pada tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter
Perancis mengamati keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta
menguraikan perjalanan gangguan yang biasanya kronis. Karena pengamatan klinis
yang tajam, gangguan ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun
istilah gangguan somatisasi sudah menjadi standar di Amerika Serikat.3

3
4

2.2 Epidemiologi
Penyakit ini sering didapatkan , berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk. Lebih
banyak pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik yang
banyak. Biasanya dimulai sebelum berumur 30 tahun. Sebelumnya pasien telah banyak
mendapat diagnosis, makan banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien ini terus
mencari penerangan medis untuk gejala yang dideritanya dan bersedia untuk
melakukan berbagai test medis, pembedahan, uji klinik, walaupun dia tahu hal tersebut
jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya adalah normal, atau ada gangguan
kecil.2

Fenomena ini dapat berupa spektrum yang ringan yang akan memperberat
gangguan somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup
dengan didominasi dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan
hubungan interpersonal. Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama
terutama pada wanita, dan riwayat anti sosial pada pria.2

2.3 Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer non dominan.4

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut5 :

a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis. Gangguan
somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20
persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi.3
5

b. Faktor lingkungan sosial


Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang
diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau
kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari
adanya penyakit serius (hipokondriasis).
- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-
impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom
fisik (gangguan konversi).
- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).
6

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali
kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada
kelainan yang mendasari keluhannya.4

Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan,


atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik,
yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul
dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki
yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat
ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.5

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil
membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik
dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.6

2.5 Diagnostik

2.4.1 Kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi4 :

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang
terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
7

1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan


sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama
menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala
gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain
dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau
reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi
erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau
defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas
pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau
benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala
disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang
dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial
atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium.
8

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan


buatan atau pura-pura).

2.4.2 Pedoman Diagnostik6

- Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak


dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik,yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.
- Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang menjelaskan keluhan-keluhannya.
- Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

2.5 Penatalaksanaan
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatisasi
adalah sebagai berikut:

- Psikoterapi
Berguna menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan pribadi pasien
hingga 50 persen, sebagian besar dengan menurunkan angka perawatan rumah sakit.
Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradaptasi dengan gejalanya,
mengekspresikan emosi yang mendasari dan membangun strategi alternative untuk
mengekspresikan perasaannya.
- Terapi Kognitif-Behaviour
Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber
reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan
keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang
berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang berusaha
untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk
membantuindividu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata
9

tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi
kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien.
Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita
gangguan somatisasi, membantu orangtersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yanglebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang
keyakinan klien yangterdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara
meyemangatimereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

- Memberikan Obat Psikotropik

Pemberian obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan


gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki resiko. Tetapi juga
diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan
yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan
somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat
dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit data yang tersedia
menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka.3

2.6 Prognosis
Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru dianggap
bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu
simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan
somatisasi jarang selama lebih satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering
terdapat hubungan antara periode meningkatnya stress dan memberatnya gejala
somatik.3
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
- Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang ditandai dengan banyak
gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum
usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR
sebagai “kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, dan pseudoneurologis”.
- DSM-IV menyederhanakan kriteria diagnostik yang diajukan di dalam DSM-
III-R. Untuk diagnosis gangguan somatoform, DSM-IV mengharuskan onset
usia sebelum 30 tahun. Selama perjalanan penyakit, pasien harus telah
mengeluhkan sekurangnya empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu
gejala seksual, dan satu gejala neurologis semu, yang semuanya tidak ada
yang dapat dijelaskan sepenuhnya melalui pemeriksaan fisik atau
laboratorium.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

1. Salma. Validasi Klinik General Health Questionnaire-12 sebagai


Instrumen Skrining Gangguan Somatoform di Puskesmas. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada; 2013
2. Iskandar, Yul. 2008. Somatoform. Diakses juli 2008. Dari
http://www.dryuliskandar.Multyply.com/journal//item//53
3. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. Jakarta:
EGC. 2010
4. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press. 2005
5. Nevid, J. S., dkk. Psikologi Abnormal Jilid I. Edisi 5. Jakarta:
Erlangga. 2005
6. Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Depkes RI. 1993

You might also like