You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bidang kedokteran jiwa (psikiatri) dan ilmu hukum, keduanya memiliki
hubungan yang sama terhadap tingkah laku manusia namun berbeda dalam
proporsinya. Kedokteran jiwa usaha-usahanya ditujukan ke pencarian kekuatan
atau penyebab yang menjadikan gangguan tingkah laku, sedangkan ilmu hukum
lebih menekankan pada pengawasan tingkah laku manusia agar mencapai tingkah
laku yang wajar yang bisa diterima masyarakat.
Meskipun kedua ilmu ini berjalan pada aspek yang berlainan, namun
mereka akan selalu sering berhubungan apabila menyangkut tingkah laku manusia
yang tidak biasa. Soal penentuan hak milik, kesaksian, warisan, dan lain lain bagi
orang yang terganggu jiwanya atau tingkah lakunya akan membutuhkan bantuan
dari bidang kedokteran jiwa dalam menyelesaikan persoalan yang menyangkut
bidang hukum. Oleh karena itu, banya perhatian ditujukan pada aspek mental bila
terjadi hal-hal yang membuat suatu kejahatan meskipun cara penyelesaian dari
masing-masing peradilan berbeda satu dengan yang lain.1
Sebagai contoh, suatu kejahatan yang serius yang diadili di Assize Court
(High Court of Justiciary di Scotlandia). Aspek mental selalu mendapat perhatian,
meskipun di beberapa daerah terutama pengadilan yang kecil tetapi berada di kota
besar nasehat medik tidak begitu diperhatikan meskipun surat keterangan medik
sudah diberikan atau bahkan diminta. Di lain tempat ada juga yang melakukan
pemeriksaan rutin di penjara yang dilakukan oleh tim medik dengan maksud
memberikan saran, memeriksa narapidana agar dapat diberikan perawatan, dan
lain-lain bagi mereka yang membutuhkan. Tanpa pertolongan kedokteran jiwa
akan sukar untuk menentukan apakah tertuduh bisa mempertanggungjawabkan
perbuatannya atau tidak. Umpamanya seorang penderita gila dan seorang
delinquent akan sukar dibedakan apakah mereka harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya atau tidak meskipun tingkah laku yang dibuat oleh mereka adalah
sama. Tanpa melalui pemeriksaan yang teliti kita akan membuat suatu kesalahan

1
2

dalam menentukan tindak lanjut terhadap tertuduh yang mungkin akan merugikan
semua pihak. Akhirnya apabila pengadilan mengabaikan pemeriksaan psikiatrik
bagi tertuduh yang diduga mempunyai kelainan jiwa atau diragukan keadaan
jiwanya, maka kemungkinan besar tertuduh akan dihukum atau dipenjara karena
pelanggarannya, meskipun hal itu sebenarnya terjadi oleh akibat kelainan jiwa
yang akan lebih baik apabila dilakukan pengobatan daripada masuk penjara yang
berarti ditelantarkan.
Sebagai contoh lain, adanya seorang suami yang sering menyiksa atau
menyakiti istrinya tanpa sebab yang jelas sedangkan dugaan terhadap adanya
kemungkinan kelainan jiwa secara awam sama sekali tidak meyakinkan.
Kemudian pengadilan menganjurkan untuk memeriksakan keadaan jiwa suami,
dan ternyata suami tersebut mengidap waham curiga yang mengakibatkan ia
mempunyai perasaan bahwa istrinya mempunyai hubungan dengan laki-laki lain
secara diam-diam. Dengan kenyataan ini, pengadilan tidak mengirim suami
tersebut ke penjara melainkan ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan antara konsep psikiatri dan hukum?
2. Bagaimana tugas dokter ataupun psikiater dalam psikiatri forensik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Penyusunan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

pemahaman tentang Psikiatri Forensik.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami hubungan antara konsep psikiatri dan

hukum.
2. Mengetahui dan memahami tugas dokter ataupun psikiater dalam

psikiatri forensik.
1.4 Manfaat

Penyusunan referat ini dapat bermanfaat sebagai berikut:


3

1. Sebagai tambahan pengetahuan dan sumber pustaka praktis tentang

psikiatri forensik dengan demikian dapat memperluas wawasan di

bidang ilmu kesehatan jiwa

You might also like