You are on page 1of 15

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penderita Shizophrenia Berdasarkan Kitab

Undang- Undang Hukum Pidana.


Safrizal
Pembimbing Satu: Dr. Erdianto, SH., M.Hum
Pembimbing Dua: Ferawati, SH., M.H
Alamat: Jl. Guna Karya Subrantas Kel. Tuah Karya Kec. Tampan
Alamat E-Mail: safrizalkevin@gmail.com

ABSTRACT
In reality, not all crimes are committed by someone who has a healthy mental state. A person who
has a mental disorder also has a role in criminal acts. As the case of Rodrigo Gularte drug dealer where the
alleged perpetrators are Schizophrenic sufferers. Rodrigo Gularte was sentenced to death in a Supreme
Court ruling on the review of No.46 PK / Pid.Sus / 2010. In this case the decision is used as a measure of the
extent to which the sufferer of schizophrenia to be asked for criminal responsibility. The purpose of this
Thesis Writer is First, to know the criminal responsibility to the perpetrators of Schizophrenia patients
based on the Criminal Code. Second, knowing the legal review of the imposition of capital punishment by a
judge in the judgment of the Supreme Court Court on the review of No.46 PK / Pid.Sus / 2010 against
Schizophrenia perpetrators based on the Criminal Code.
Writing this research using the type of normative legal research, reviewing legislation that refers
to the Criminal Code. This study has a descriptive nature. Sources The data used are secondary data
consisting of primary and secondary legal materials. Techniques of collecting data on literature review
method or document study such as books or prevailing laws and regulations. So this study has a relationship
in the legislation and in the literature.
From the results of research problems there are two main things that can be concluded. First, the
criminal responsibility of the perpetrators of Shizophrenia sufferers based on the Criminal Code is included
in the category of Article 44, then according to the provisions of criminal law can’t be punished, but the act
of the person is still an act contrary to the law (Wederrechtelijk) but the perpetrator is given a forgiving
excuse The law so that the perpetrator's (Schuld) errors are erased. Secondly, the legal review of the
imposition of capital punishment by judges in the judgment of the Supreme Court Court of Judicial Review
No.07 PK / Pid.Sus / 2010 against the Schizophrenic offender under the Criminal Code is not a judge's
stance contrary to the principle of legality, based on the judge's conviction and court evidence that the
defendant shows an attitude that can be held accountable for his crime.

Keywords: Criminal Accountability - Schizophrenia - Legality Principle.


BAB I berdasarkan gejala tertentu. Gejala ini termasuk
halusinasi pendengaran dan khayalan, seperti
PENDAHULUAN
merasa dikuasai oleh kekuatan di luar dirinya.1
A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan rumusan Pasal 44 ayat
Dalam kenyataannya, tidak semua (1) KUHP, ada dua sebab yang menjadikan
kejahatan dilakukan oleh seseorang yang sipelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan,
memiliki keadaan jiwa yang sehat. Seseorang yakni kurang sempurna akalnya dan sakit
yang memiliki gangguan jiwa juga mempunyai ingatan. 2 Mengenai pengertian “kurang
peranan dalam berbuat di luar batas, hingga sempurna akalnya”, pada saat pembentukan
tindakan kriminal. Tanggal 10 Oktober 2016 Pasal tersebut digunakan kata geestvermogens.
dihari kesehatan jiwa dunia, Surat kabar Tempo Parlemen Belanda menyetujui istilah
mencatat bahwa jumlah penduduk dunia yang verstandelijke vermogens, namun doktrin dan
mengalami gangguan jiwa sebanyak < 21 juta perkembangan dalam yurispudensi
orang diantaranya menderita Schizophrenia. mengartikannya dengan geetsvermogens
Schizophrenia adalah salah satu bentuk
penyakit gila atau psikosis, gangguan 1
Tempo, Senin 31Oktober 2016 ,hlm.20
kepribadian ini ditandai dengan keadaan 2
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar
terganggunya jiwa dan diidentifikasi terutama Grafika, Jakarta, 2006, hlm.52
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 1
(kemampuan jiwa). M.v.T. pembentukan Pasal Psychological Consultant & Center of
ini adalah sebagai berikut.3 Behavioral Studies tanggal 3 November 2014,
”orang yang tidak dapat mempertegas bahwa kondisi Rodrigo tidak
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya stabil, terdapat gangguan depresi ditambah
adalah: schizophrenia paranoid. Akibatnya, Rodrigo
1. Orang yang tidak dapat bebas menentukan disebut mengalami baik delusi maupun
kehendaknya terhadap perbuatan yang halusinasi. 6 Rodrigo Gularte telah terbukti
dilakukannya. menyelundupkan Narkotika golongan 1 jenis
2. Orang yang keadaan jiwanya sedemikian Kokain. PengadilanMahkamah Agung atas
rupa sehingga ia tidak dapat menginsafi peninjauan kembali No.46 PK/Pid.Sus/2010
bahwa perbuatannya tersebut terlarang dan menolak alasan sakit jiwa yang diajukan
juga tidak dapat menyadari akibat daripada terdakwa dan menetapkan bahwa putusan yang
perbuatannya.” dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap
Berdasarkan rumusan Pasal 47, apabila berlaku. Selain itu pengadilan dalam
pelaku tindak pidana penderita gangguan atau putusannya berpendapat tidak ditemukan dasar
sakit jiwa telah terbukti bersalah maka penghapus pidana baik alasan pembenar
berdasarkan Pasal 47 ayat (1) maksimum maupun alasan pemaaf, sehingga terdakwa
pidana pokok terhadap tindak pidananya Rodrigo Gularte tetap dalam putusan pidana
dikurangi sepertiga dan ayat (2) menegaskan mati, dan telah dieksekusi di Nusakambangan
jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang Rabu dini hari, 29 April 2015.
diancam dengan pidana mati atau pidana Eksekusi mati terhadap delapan terpidana
penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana dari berbagai negara termasuk Rodrigo Gularte
penjara paling lama lima belas tahun. Artinya telah banyak mendapatkan perhatian dunia,
dalam KUHP tidak ada ditemukan aturan yang karena hal ini memicu kemarahan dari
menegaskan untuk menjatuhkan putusan beberapa negara yang warga negaranya
hukuma mati bagi pelaku tindak pidana yang termasuk dalam daftar dieksekusi.Artinya
mengalami gangguan atau sakit jiwa.Akan permasalahan ini tidak hanya berpengaruh
tetapi , tidak setiap pertumbuhan yang tidak tentang permasalahan hukum namun
sempurna atau tidak setiap gangguan penyakit berpengaruh memicu retaknya hubungan
itu dapat membuat seseorang menjadi niet diplomasi terhadap negara yang memiliki
toerekeningsvatbaar atau tidak dapat warga negaranya yang dihukum mati di
dipertanggungjawabkan. Penilaian dalam tiap- Indonesia.
tiap peristiwa itu ada ditangan hakim.4 Penulis memahami mengapa terdakwa
Seorang penderita Schizophrenia dapat Rodrigo Gularte ditangkap namun dalam Pasal
kesulitan untuk membedakan manakah yang 44 KUHP dan Pasal 47 KUHP memberikan
nyata ataupun imajinasi dimana ia kesulitan posisi kepada pelaku tindak pidana yang
untuk menahannya sehingga membuatnya sulit mengalami sakit jiwa atau kelainan jiwa adalah
untuk menyampaikan emosinya secara normal. dianggap tidak mampu bertanggung jawab.
Namun, walau bagaimanapun pengidap Maka kemudian penulis bermaksud untuk
penyakit ini dapat membahayakan dirinya atau mengetahui lebih lanjut mengenai penyelesaian
bahkan orang lain. Seperti kasus Rodrigo permasalahan tentang apakah terdakwa
Gularte pengedar narkoba dimana pelaku termasuk kategori subjek hukum pidana yang
diduga adalah pengidap Schizophrenia Seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
yang terlihat dalam putusan Pengadilan Pidana untuk klasifikasi bagi pelaku tindak
Mahkamah Agung atas peninjauan kembali pidana yang mengalami sakit jiwa atau
No.46 PK/Pid.Sus/2010 dengan terdakwa kelainan jiwa. Maka atas uraian diatas penulis
Rodrigo Gularte. 5 Berdasarkan diagnosa tertarik untuk mengkaji lebih dalam
Summary Report Psychological Assisting pertanggungjawaban pidana yang dilakukan
Rodrigo Gularte Kusumowardhani oleh penderita gangguan jiwa, maka penulis
mengangkat judul Skripsi yaitu
3
Ibid
4 6
Ibid, hlm.53. http://www.viva.co.id/kemenpar/read/618812-sakit-jiwa-
5
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5a9e37a9d39 jadi-senjata-terakhir-rodrigo-bebas-eksekusi-mati diakses,
b8e749b10c6a0b49f0424 diakses tanggal,20 April 2017. tanggal 4 April 207.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 2
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap D. Kerangka Teoritis
Pelaku Penderita Shizophrenia Berdasarkan 1. Pertanggungjawaban Pidana
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Dalam hukum Indonesia, pembuktian
tentang “ketidakmampuan bertanggung jawab”
B. Rumusan Permasalahan diserahkan kepada pembuat tindak pidana.
Adapun permasalahan yang penulis angkat Dalam Pasal 44 KUHP, terdapat dua
adalah sebagai berikut : kategori ketidakmampuan bertanggung jawab.
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban Pertama, cacat tumbuh atau cacat jiwa dalam
pidana terhadap pelaku penderita pertumbuhannya merujuk kepada penyakit jiwa
Shizophrenia berdasarkan Kitab Undang- yang diderita oleh pembuat tindak pidana sejak
Undang Hukum Pidana? kelahirannya. Kedua, terganggu jiwa pembuat
2. Bagaimanakah tinjauanhukum terhadap tindak pidana yang merujuk kepada gangguan
penjatuhan pidana mati oleh hakim dalam jiwa bukan bawaan dari lahir. Cacat ini dapat
putusan pengadilan Pengadilan terjadi ketika pembuat tindak pidana masih
Mahkamah Agung atas Peninjauan kecil atau beranjak dewasa.7
Kembali No.46 PK/Pid.Sus/2010terhadap Pembuktian ketidakmampuan
pelaku Schizophrenia berdasarkan bertanggung jawab mensyaratkan bekerja sama
KUHP? antara ahli jiwa dan hakim. Ahli jiwa bertugas
mendiagnosis apakah pelaku tindak pidana
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian penderita Schizophrenia mengalami cacat atau
1. Tujuan Penelitian gangguan jiwa. Namun keputusan tentang
a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban ketidakmampuan bertanggung jawab menganut
pidana terhadap pelaku penderita sistem normatif yang menyerahkan keputusan
Schizophrenia berdasarkan Kitab Undang- kepada hakim berdasarkan keterangan ahli jiwa
Undang Hukum Pidana. (psikiatris). 8 Dengan demikian, dapat
b. Untuk mengetahui tinjauan hukum disimpulkan bahwa dalam suatu
penjatuhan pidana mati oleh hakim dalam pertanggungjawaban pidana terdapat unsur-
putusan pengadilan Pengadilan Mahkamah unsur yang harus dipenuhi, yaitu:
Agung atas peninjauan kembali No.46 a. Adanya kemampuan bertanggung jawab dari
PK/Pid.Sus/2010terhadap pelaku pelaku;
Schizophrenia berdsarkan KUHP. b. Adanya unsur kesalahan dalam tindakan
pelaku
2. Kegunaan Penelitian c. Adanya unsur melawan hukum (secara
a. Penelitian ini diharapkan berguna bagi formil dan materil) dalam tindakan pelaku;
perkembangan ilmu hukum dan dapat d. Tidak adanya keadaan tertentu yang dapat
memperluas daya berfikir dan dapat memaafkan tindakan pelaku.
menjadi salah satu referensi, khususnya Berdasarkan uraian teori yang
mengenai pertanggung jawaban pidana digunakan, dapat dikatakan bahwa apabila
bagi pelaku penderita Schizophrenia. pelaku tindak pidana penderita Schizophrenia
b. Diharapkan dengan penelitian ini mampu memahami kewajiban hukumnya dan
masyarakat dan penegak hukum dapat mampu membedakan perbuatan yang baik dan
memberikan ruang perhatian terhadap buruk, yang boleh dan tidak boleh dilakukan
pelaku tindak pidana kejahatan yang maka ia dapat diminta pertanggung jawaban
mengalami gangguan secara mental. hukum. Namun sebaliknya apabila pelaku
c. Penelitian ini diharapkan dapat tindak pidana penderita Schizophrenia
memberikan sumbangan pemikiran manakala ia tidak mampu mengendalikan
kepada pihak-pihak yang perbuatannya maka kriteria yang bersifat
berkepentingan dan untuk memenuhi umum ini harus diperjelas dengan keterangan
salah satu syarat guna memperoleh gelar ahli di bidang psikiatri.
sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Riau.
7
Ibid hlm.74
8
Ibid.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 3
2. Teori Penegakan Hukum Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai
Penegakan hukum diartikan sebagai suatu aparat penegak hukum seperti yang
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2
hukum, yaitu pikiran-pikiran dari badan Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
pembuat Undang-undang yang dirumuskan dan Republik Indonesia dan berdasarkan Pasal 6
ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum ayat (1) KUHAP, diharapkan dapat
yang kemudian menjadi suatu menegakkan hukum sebagaimana
kenyataan. 9 Pembangunan hukum harus mestinya.Kegiatan penyidikan yang dilakukan
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, oleh penyidik Polisi merupakan serangkaian
dengan kata lain pembangunan harus memiliki tindakan hukum atas diri tersangka oleh
konotasi positif terhadap perkembangan penyidik yang berupa tindakan penangkapan,
masyarakat. Oleh karena itu pembangunan penahanan, penggeledahan badan, penyitaan
hukum harus merupakan skema kebijakan dan pemeriksaan surat.Psikolog juga berperan
semesta yang disusun berdasarkan kebutuhan dalam membantu polisi dalam rangkaian
masyarakat itu sendiri.10 penegakan hukum dengan melakukan asesment
Banyaknya kasus mengenai kejahatan kondisi berisiko dan berbahaya dari
dengan pelakunya sebagai seorang yang tersangka,psikolog mendeteksi kondisi
mengalami gangguan kejiwaan tentu saja intelektualitas tersangka tindak pidana.
membuat resah masyarakat, dalam hal ini yang Melakukan diagnosa kompetensi mental
akan difokuskan ialah pelaku tindak Pidana tersangka, dengan tujuan untuk mendeteksi
kejahatan penderita Schizophrenia dengan apakah tersangka memiliki kompetensi mental
terdakwa Rodrigo Gularte pelaku tindak (sakit jiwa) atau tidak. Diagnosa psikolog
Pidana penderita Schizophrenia yang adalah untuk mendukung kecurigaan polisi saat
menyelundupkan obat-obatan terlarang, namun interogasi, apakah pelaku dipengaruhi oleh
hakikatnya penderita Schizophrenia mengalami obat-obatan atau tidak.13
halusinasi pendengaran dan khayalan, seperti
merasa dikuasai oleh kekuatan di luar dirinya. E. Kerangka Konseptual
Dikarenakan bagi pelaku yang mengalami Adapun konsep-konsep yang digunakan
gangguan kejiwaan tentu membutuhkan dalam penulisan penelitian ini yaitu:
perawatan medis dengan perlindungan sebagai 1. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu
pasien.11 yang dipertanggungjawabkan secara
Disisi lain pelaku juga merupakan pelaku pidana terhadap seseorang yang
tindak kejahatan yang bahkan berdampak melakukan perbuatan pidana atau tindak
memakan korban nyawa yang seharusnya pidana, untuk adanya
dikenakan sanksi pidana atas pertanggungjawaban pidana harus jelas
kejahatannya.Kecuali jika pengadilan terlebih dahulu siapa yang
berpendapat lain, jika penilaian ini dipertanggungjawabkan.14
memaksakan hukuman penjara, 2. Penyelidik adalah setiap pejabat polisi
pertanggungjawaban dari hukuman yang negara Republik Indonesia.15
berbuat jahat adalah hukuman penjara, kecuali 3. Penyidik adalah Pejabat polisi dan
pembayaran itu dibuat melalui Kantor Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
pemerintah pusat sebagai tanggung jawab
narapidana , sesuai tata tertib pengadilan. 12

9
Satjipto Rahardjo, masalah Penegak Hukum,Suatu https://1.next.westlaw.com/Document/Ib202457c945311d9b
Tinjauan Psikologis, Sinar Baru, Bandung, 1993, hlm.15. c61beebb95be672/View/FullText. diakses tanggal ,24
10
Widia Edorita, “Menciptakan Sebuah Sistem Hukum Yang September 2017.
13
Efektif: Dimana Harus Dimulai?”, Jurnal Ilmu Hukum, Anne Ahira, Pembentuk Kepribadian Seseorang, PT.
Fakultas Hukum Universitas Riau, Edisi 1, No.1, Agustus
Raja Grafindo Persada,Bandung, 2010, hlm. 92.
2010, hlm.87.
11 14
http://www.viva.co.id/kemenpar/read/618812-sakit-jiwa- Roeslan saleh,Perbuatan dan Pertanggung Jawaban
jadi-senjata-terakhir-rodrigo - Pidana, Aksara Bara, Jakarta,
bebas-eksekusi-mati diakses, tanggal 4 April 2017. 1981, hlm.75.
12 15
Dikutip dari Jurnal West Law ” Program Tanggung jawab Pasal 1 butir 4, Undang-Undang No.8 Tahun 1981,
keuangan” melalui KUHAP
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 4
yang di beri kewenangan khusus oleh F. Metode Penelitian
Undang-undang.16 1. Jenis Penelitian
4. Pelaku tindak pidana adalah seseorang Jenis penelitian yang dilakukan
yang melakukan tindak pidana yang adalah penelitian hukum normatif yaitu
bersangkutan, baik disengaja atau tidak suatu penelitian hukum kepustakaan,
sengaja seperti yang disyaratkan oleh karena menjadikan bahan kepustakaan
undang-undangan dan telah sebagai tumpuan utama dalam melakukan
menimbulkan akibat yang tidak penelitian ini, peneliti membahas tentang
dikehendaki oleh undang-undang.17 asas-asas hukum.
5. Hukum adalah suatu himpunan kaidah- 2. Sumber Data
kaidah dari badan perundang-undangan , Sumber data yang digunakan
hakim, administrasi, dan setiap orang penulis untuk melakukan penelitian ini
yang berkepentingan.18 adalah data sekunder.Data sekunder
6. Kitab Undang-Undang Hukum antara lain mencakup dokumen-
Pidana adalah peraturan perundang- dokumen resmi, buku-buku-, hasil- hasil
undangan yang mengatur mengenai penelitian yang berwujudkan laporan,
perbuatan pidana secara materiil di jurnal, dan sebagainya.
Indonesia.19 a. Bahan Hukum Primer
7. Pengampunan adalah seseorang yang Bahan hukum primer merupakan
telah dewasa dan sakit ingatan, menurut bahan hukum yang bersifat autoritatif
undang-undang harus diletakkan dibawah artinya mempunyai otoritas. Bahan-
pengampunan(curatele).20 bahan hukum primer terdiri dari
8. Putusan pengadilan adalah pernyataan peraturan perundang-undangan,
hakim yang diucapkan dalam sidang catatan-catatan resmi atau risalah
pengadilan terbuka, yang dapat berupa dalam pembuatan peraturan
pemidanaan atau bebas atau lepas dari perundang-undangan dan putusan-
segala tuntutan hukum.21 putusan hakim. 23 Adapun yang
9. Schizophrenia adalah salah satu bentuk termasuk sebagai sumber bahan
hukum primer yang akan
penyakit gila atau psikosis. Gangguan
dipergunakan dalam mengkaji setiap
kepribadian ini ditandai dengan keadaan
permasalahan dalam penulisan Skripsi
terganggunya jiwa dan diidentifikasi ini, peraturan-peraturan tersebut dapat
terutama berdasarkan gejala tertentu. diuraikan sebagai berikut:
Gejala ini termasuk halusinasi 1) Undang-Undang Nomor 01
pendengaran dan khayalan, seperti tahun 1946 tentang Kitab
merasa dikuasai oleh kekuatan di luar Undang-Undang Hukum Pidana
dirinya.22 (KUHP);
2) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara
Pidana;
3) Putusan pengadilan Pengadilan
Mahkamah Agung atas
16
Pasal 1 butir 3, Undang-Undang No.8 Tahun 1981, peninjauan kembali No.46
KUHAP PK/Pid.Sus/2010.
17
Moeljatno,Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, b. Bahan Hukum Sekunder
Jakarta, 2000, hlm.4
18
Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV.Pustaka Setia, Bahan hukum sekunder merupakan
Bandung, 1999, hlm.100. bahan hukum yang berupa semua
19
https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Undang- publikasi tentang hukum yang bukan
undang_Hukum_Pidana, diakses tanggal merupakan dokumen-dokumen
15 Mei 2017. resmi. Publikasi tentang hukum
20
R,Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT.Raja
Grafindo meliputi buku-buku terkait
21
Pasal 1 butir 11, Undang-Undang No.8 Tahun 1981, penelitian, jurnal-jurnal hukum,
KUHAP
22
http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-
23
Shizophrenia/dikses,tanggal 7 april 2017. Ibid, hlm. 181.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 5
komentar-komentar atas putusan berlaku bagi semua tindak pidana yang terjadi
pengadilan.24 di wilayah negara baik dilakukan oleh warga
c. Bahan Hukum Tersier negaranya sendiri maupun oleh warga negara
Bahan hukum tersier merupakan asing. Kedua, perundang-undangan hukum
bahan hukum yang memberikan pidana berlaku bagi semua tindak pidana yang
informasi, petunjuk, maupun dilakukan oleh warga negara dimana pun ia
penjelasan dalam bahan hukum berada.28
primer dan bahan hukum sekunder Jadi pengertian dari tindak pidana
seperti Kamus Besar Bahasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai
Indonesia,maupun kamus hukum.25 atau melanggar suatu aturan hukum atau
3. Teknik Pengumpulan Data perbuatan yang dilarang oleh aturan
Teknik pengumpulan data yang hukumyang disertai dengan sanksi pidana
digunakan dalam penulisan penelitian ini yang mana aturan tersebut ditunjukkan kepada
adalah dengan cara mengkaji, membaca, orang yang melakukan atau orang yang
menganalisis literatur-literatur kepustakaan menimbulkan kejadian tersebut. Tindak pidana
yang memiliki korelasi dengan merupakan bagian dasar daripada suatu
permasalahan yang sedang diteliti. kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang
4. Analisis Data dalam melakukan suatu kejahatan jadi untuk
Teknik pengumpulan data yang adanya kesalahan hubungan antara keadaan
peneliti gunakan adalah penelitian dengan perbuatannya yang menimbulkan
terhadap asas-asas hukum melalui kaidah- celaan harus berupa kesengajaan atau
kaidah hukum,yang merupakan patokan- kealpaan.29
patokan berprilaku atau bersikap tidak Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus)
pantas. 26 Penelitian tersebut dilakukan dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk
terhadap dokumen dan studi kepustakaan. kesalahan sedangkan istilah dan pengertian
Studi dokumen merupakan langkah awal kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan
dari setiap penelitian hukum karena terjadinya suatu tindak pidana adalah karena
penelitian hukum selalu bertolak dari seseorang tersebut telah melakukan suatu
premis normatif. 27 Setelah data perbuatan yang bersifat melawan hukum
dikumpulkan kemudian dikumpulkan sehingga atas perbuatannya tersebut maka
kemudian dilakukan klasifikasi sesuai pelaku tindak pidana harus bertanggung jawab
dengan pokok permasalahan yang ada, dan untuk dapat diadili dan bilamana terbukti benar
disampaikan secara sistematis dalam bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana
bentuk tulisan yang mudah dimengerti. yang telah dilakukan oleh seseorang maka
Dalam penelitian ini metode penarikan dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana
kesimpulan secara deduktif yaitu dibahas sesuai dengan Pasal yang mengaturnya.
masalah-masalah yang sifatnya umum
menuju kepada hal-hal yang bersifat B. Tinjauan Umum Tentang
khusus. Pertanggungjawaban Pidana.
Pertanggungjawaban pidana diartikan
BAB II sebagai diteruskannya celaan yang bjektif yang
TINJAUAN PUSTAKA ada pada perbuatan pidana secara subyektif
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana. yang ada memenuhi syarat untuk dapat
Secara teoritis berlakunya hukum pidana dipidana karena perbuatannya itu. Dasar
suatu negara mengandung dua kemungkinan. adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas,
Pertama, perundang-undangan hukum pidana sedangkan dasar dipidananya pembuat adalah
asas kesalahan. Ini berarti pembuat perbuatan
24 pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai
Ibid,hlm,196.
25
Ibid. kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana
26
Soerjono soekanto dan sri madmudji, Penelitian Hukum
28
Normatif, Rajawali Pers,Jakarta,1985,hlm 62 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika,
27
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Jakarta, 2012, hlm.85.
29
Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Adam Chazawi, Hukum Pidana,PT. Grafindo Persada,
hlm 68. 2001, hlm.1
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 6
tersebut. Kapan seseorang dikatakan mmpunyai kejahatan hanya dapat dimintakan
kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawabannya bagi orang yang
pertanggungjawaban pidana.30 sehat dan karena adanya kehendak dari diri
Oleh karena itu, pertanggungjawaban sipelaku untuk melakukan perbuatan
pidana adalah pertanggungjawaban terhadap tersebut,dan bukan karena adanya daya
tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, paksa. ‘Sehat’ disini bisa berarti jiwanya,
yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah maupun tubuhnya. Mengenai sehat
tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya jiwanya berarti bahwa pelaku kejahatan
pertanggungjawaban pidana karena telah ada tidak dapat dipidana jika ternyata secara
tindak pidana yang dilakukan oleh seeorang. medis dinyatakan gila, atau keadaan –
Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya keadaan lain yang berdasarkan diagnosa
merupakan suatu mekanisme yang dibangun dokter, kejahatan tersebut dilakukan diluar
oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap kesadaran si pelaku.
pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu Dalam Pasal 44 KUHP menyatakan
perbuatan tertentu.31 tidak dapat dipidana barang siapa
Maka berdasarkan pada KUHP, hal – hal melakukan perbuatan olehkarena jiwa dari si
yang menghapuskan pengenaan pidana pembuat itu tidak tumbuh dengan sempurna
adalah sebagai berikut: atau diganggu oleh penyakit sehingga
1. Karena tidak mampu bertanggung jawab. sipembuat tindak pidana tidak dapat
Dalam Pasal 44 (1) KUHP dipertanggungjawabkan. Dariperumusan ini
menyatakan bahwa:“Barangsiapa dapat ditentukan syarat-syarat yang
melakukan perbuatan yang tidak dapat termasuk dalam ketentuan Pasal 44 yaitu,
dipertanggungjawabkan padanya, a) Mempunyai jiwa yang tidak tumbuh
dengan sempurna atau jiwa sipembuat
disebabkan karena jiwanya cacat dalam
diganggu oleh penyakit, Yang dimaksud
tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling)
disini adalah berhubung dengan keadaan
atau terganggu karena penyakit
daya berpikir tersebut dari si pelaku, ia
(ziekelijke storing), tidak dipidana.Dan tidak dapat dicela sedemikian rupa
ayat ke ­(2) menyatakan: “jika ternyata sehingga pantaslah ia tidak dikenai
bahwa perbuatan tidak dapat hukuman. Dalam hal ini diperlukan
dipertanggungjawabkan padanya orang-orang yang ahli seperti dokter
disebabkan karena jiwanya cacat dalam spesialis dan seorang psikiater.
tumbuhnya atau karena gangguan b) Tingkat dari penyakit itu harus
penyakit, maka hakim dapat sedemikian rupa sehingga perbuatannya
memerintahkan supaya orang itu tidak dapat dipertanggung jawabkan
dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, kepadanya. Namun demikian apabila kita
paling lama satu tahun sebagai waktu mencoba mencari ketentuan yang
percobaan. menyatakan bagaimana/kapan seseorang
2. Pembelaan terpaksa. itu dianggap tidak mempunyai jiwa yang
Yaitu keadaan dimana orang sehat hal tersebut tidak akan ditemukan,
melakukan perbuatan yang dilarang oleh jadi untuk menentukannya kita harus
hukum karena adanya ancaman yang kembali melihat Memorie van
serius yang dapat membahayakan dirinya Toelichting (M.v.T) atau penjelasan
maupun orang lain, terhadap kehormatan daripada KUHP itu. Dalam M.t.V
kesusilaan atau harta benda sendiri ditentukan bahwa seseorang tidak dapat
maupun orang lain. dipertanggungjawabkan.Bagaimana kita
3. Dilakukan karena melaksanakan perintah dapat untuk melihat
Ontoerekeningsvatbaarheid (Pasal 44)
undang - undang.
dalam KUHP.
Misalnya eksekutor tembakan mati.
c) Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa
Jika kita membaca ketentuan diatas sehingga ia tidak dapat mengerti akan
tersebut, maka dapat diartikan bahwa harga dan nilai dari perbuatannya.
d) Ia tidak dapat menentukan kehendaknya
30
Mahrus Ali, Opcit,hlm.156.
terhadap perbuatan yang ia lakukan.
31
Ibid.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 7
e) Ia tidak dapat menginsyafi bahwa total tersebut menderita skizophrenia
perbuatannya adalah terlarang. hebefrenik.Menurut Hawari, jumlah penderita
Maka jelaslah bahwa terhadap orang skizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai
yang termasuk dalam kategori Pasal 44 lima per 1000 penduduk. Apabila penduduk
menurut ketentuan hukum pidana tidak dapat Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka
dihukum, namun perbuatan orang tersebut diperkirakan sekitar 1 juta jiwa menderita
tetaplah merupakan perbutan yang schizophrenia. Jadi angka penderita
bertentangan dengan hukum (Wederrechtelijk) schizophrenia di Indonesia masih tergolong
akan tetapi terhadap pelaku diberikan alasan tinggi.35
pemaaf oleh Undang-undang, atau schuld Gangguan jiwa merupakan sebuah
(kesalahan) pembuat/ pelaku terhapus.32 penyakit yang menyebabkan perubahan pada
Dilihat dari sudut pandang terjadinya fungsi jwa yang dapat terjadi pada siapa saja.
tindak pidana yang dilarang, seseorang akan “Setiap orang dianggap mengetahui undang-
dipertanggungjawabkan dari tindakan-tindakan undang” dengan demikian tidak perlu
tersebut apabila tindakan tersebut melawan dibuktikan bahwa tersangka/terdakwa
hukum dan tidak ada alasan pembenaran atau mengetahui undang-undang atau mengetahui
peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana sifat terlarang dari perbuatannya. Seandainya
yang dilakukannya. Dilihat dari sudut ini harus dibuktikan, amat sulit mengetahui
kemampuan bertanggung jawab yang dapat sanubari seseorang.36.
Dengan adanya pemenuhan hak atas
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
kesehatan diupayakan agar penyandang
Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah
schizophrenia tidak lagi di diskriminasikan
asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab oleh masyarakat umum yang beranggapan
itu dalam hal dipidananya mens rea seseorang bahwa penyandang schizophrenia adalah orang
yang melakukan perbuatan sebagaimana yang yang terkena kutukan, selain itu juga agar
telah diancamkan.33 masyarakat lebih terbuka lagi untuk melihat
Meskipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa penyandang schizophrenia pun bagian
hukum pidana fositif Indonesia menganut asas dari masyarakat yang mempunyai hak yang
tiada pidana tanpa kesalahan, penggunaan asas sama dengan masyarakat lainnya tanpa
ini tidak dapat dibantah lagi adanya. Asas terkecuali. Penyandang schizophrenia juga
kesalahan dalam hukum pidana adalah hal yang memerlukan peranan yang sama dengan orang-
fundamental. Sebab, asas ini telah begitu orang sehat lainnya sehingga mereka tidak
meresap dan menggema dalam hampir semua merasa terkucilkan dari masyarakat sekitarnya,
ajaran-ajaran penting dalam hukum pidana. 34 dan merasa masih mampu memberikan manfaat
Alasan pembenar berlaku jika tidak ada sifat terhadap lingkungan di sekitarnya.37
melawan hukum, sedangkan alasan pemaaf
berlaku jika tidak ada sifat tercela. Singkatnya BAB IV
dapat dikatakan bahwa alasan pembenar HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menghapuskan dapat dipidananya perbuatan,
sedangkan alasan pemaaf menghapuskan dapat A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
dipidananya pembuat. Pelaku Penderita Schizophrenia
Berdasarkan Kitab Undang-Undang
C. Tinjauan Umum Penegakan Hukum Bagi Hukum Pidana.
Penderita Schizophrenia. Sebagaimana telah diutarakan bahwa
Schizophrenia merupakan gangguan jiwa delik memiliki sifat melawan hukum. Undang-
dengan klasifikasi berat dengan perjalanan undang yang berisi larangan atau perintah
penyakit yang progresif, cenderung menahun
35
(kronik),eksaserbasif(sering mengalami Andi Khadafi “ Kebijakan Hukum Pidana Terhadap
kekambuhan) serta yang paling banyak Pemasungan Orang yang Menderita Schizophrenia di
Indonesia” Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
diderita,kira-kira 60% penderita gangguan jiwa Samudra Edisi
menderita gangguan skizophrenia dan 40% dari Volume12,Nomor1,JanuariJuni2017,hlm.45.diaksesmelaluii
nternet,ejurnalunsam.id/index.php/jhsk/article/download/91/
32
Ibid 60/,diakses tanggal 1 oktober 2017.
33 36
Ibid,hlm.24 Leden Marpaung, Opcit.hlm.55
34 37
Ibid Opcit,Andi Khadafi,hlm.54
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 8
menimbulkan sanksi sebagai akibat tidak hakim dapat memutuskan bagi pelaku tindak
dipenuhinya larangan/perintah tersebut.Unsur pidana yang mengalami gangguan jiwa untuk
dari perintah/larangan tersebut,salah satunya dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa untuk
adalah“wederrechtelijk” jika sifat masa penyembuhan dalam tahapan masa
“wederrechtelijk” tidak didapati maka sifat percobaan dan diperkuat di Pasal (3) bahwa ini
dapat dihukum menjadi hapus.Alasan-alasan berlaku di Pengadilan Tingkat Pertama dan
yang menghapuskan/membebaskan hukuman Terakhir.
ini dalam ilmu hukum pidana disebut Namun Penulis merasa ada kelemahan
“Strafuitsluitingrond”. Pada hakikatnya pada Pasal 44 KUHP apabila melihat
“perbuatan” telah memenuhi semua unsur delik berdasarkan uraian diatas:
tetapi sifat dapat dihukum lenyap karena a) Bahwa Pasal ini ditujukan kepada orang
terdapat alasan-alasan yang membebaskan. yang tidak mampu bertanggung jawab dan
Adakalanya sifat dapat dihukum lenyap karena dalam kondisi yang sakit secara kejiwaan
alasan-alasan tertentu tetapi sifat atau tidak sempurna akalnya, sehingga
“wederrechtelijk” tetap ada. 38
menurut mereka “kelainan jiwa” pun
Dalam KUHP terdapat Peraturan termasuk di dalamnya, sehingga alasan
mengatur tentang Pelaku Kejahatan yang peniadaan pidana pun layak untuk
mengalami gangguan jiwa dan menganggap dijatuhkan terhadap mereka. Konsekuensi
bahwa penderita mengalami sakit atau ganguan logisnya, yaitu lepas dari segala tuntutan
jiwa tidak dapat mempertanggungjawabkan jika memang tersangka berada dalam
perbuatan dilakukannnya,yaitu diantaranya :39 kondisi yang diurai diatas,
1. Pasal 44 KUHP Undang-undang Nomor b) Bahwa Pasal ini kurang jelas dalam
1 Tahun 1946 Tentang KUHP. memberikan uraian mengenai batasan
a. Pasal 44 ayat (1) Barangsiapa kemampuan bertanggung jawab seseorang,
melakukan perbuatan yang tidak pada praktiknya di dalam proses
dapat dipertanggungkan kepadanya penyelidikan seringkali ditemukan fakta
karena jiwanya cacat dalam bahwa tersangka masih dalam keadaan
pertumbuhan atau terganggu normal dan “prima” secara fisik, namun
karena penyakit,tidak dipidana. secara mental dan kejiwaan ia bermasalah
b. Pasal 44 ayat (2) Jika ternyata sehingga ia melakukan kejahatan, inilah
perbuatan itu tidak dapat yang dimaksud dengan “kelainan jiwa”
dipertanggungkan kepada pelaku jelasnya dalam tahap pemikiran ini,
nya karena pertumbuhan jiwanya gangguan jiwa ini terbagi menjadi “sakit
cacat atau terganggu karena jiwa” dan “kelainan jiwa”. Pada kerangka
penyakit,maka hakim dapat pemikiran pertama di atas, kelainan jiwa
memerintahkan supaya orang itu tergolong menjadi sebuah kondisi dimana
dimasukkan kerumah sakit jiwa, orang yang mengalaminya harus dilepas
paling lama satu tahun sebagai dari segala tuntutan hukum jika memang
waktu percobaan. terbukti adanya kelainan jiwa dalam diri
c. Pasal 44 ayat (3) Ketentuan dalam tersangka, dengan kata lain pendapat ini
ayat (2) hanya berlaku bagi tidak membedakan antara “sakit” dan
Mahkamah Agung, Pengadilan “kelainan jiwa”.Mengenai definisi
Tinggi, dan Pengadilan Negeri. gangguan kejiwaan, jika kita melihat
Dari penjelasan peraturan diatas Penulis kacamata dunia kedokteran, bentuknya
menilai apabila pelaku tindak pidana sangat beragam dan sangat luas, contoh
mengalami gangguan jiwa atau cacat jiwa saja penulis kemukakan bahwa menurut
karena penyakit tidak dapat dunia kedokteran khususnya psikologi,
dipertanggungjawabkan,namun diPasal (2) ketika seseorang memiliki niat untuk
melakukan tindak kejahatan ini sudah
38
Leden Marpaung,Opcit,hlm.60 merupakan “kelainan’ dan berbeda dengan
39
Pasal 44 KUHP Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 cara berpikir orang yang normal, terlebih
lagi melakukannya, manusia seharusnya
Tentang KUHP hidup berdampingan secara damai dan

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 9
memberikan manfaat bagi orang lain, dan langsung dengan kata “melawan hukum”.
ketika terjadi sebuah penyimpangan maka Adanya pendapat ahli bahwa pidana mati tidak
ini sudah terjadi sebuah konflik sesuai dengan ideologi negara Pancasila
jiwa/gangguan jiwa. bukanlah merupakan novum. Dan memutuskan
c) Pasal yang seharusnya dimuat sebagai memberlakukan hukuman mati terdakwa
Pasal pengganti Pasal 44, memuat Rodrigo Gularte.Pertanggungjawaban
pengertian yang jelas apakah yang pidana menjurus kepada pemidanaan petindak,
dimaksud itu adalah “sakit jiwa” atau jika telah melakukan suatu tindak pidana dan
“kelainan jiwa”, seharusnya kalimat memenuhi unsur-unsurnya yang telah
“jiwanya cacat dalam tumbuhnya” ini ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari
diperjelas, sebab ini memang dapat sudut terjadi suatu tindakan yang terlarang
diasumsikan juga sebagai “kelainan jiwa”, (diharuskan), seseorang akan
dan ini pun memungkinkan seorang pelaku dipertanggungjawab pidanakan atas tindakan-
tindak pidana yang mengalami gangguan tindakan tersebut apabila tindakan tersebut
atau sakit jiwa lolos dari jeratan hukum. bersifat melawan hukum untuk itu.40
Tentu hal ini akan merugikan pihak Dilihat dari sudut kemampuan
korban. bertanggung jawab maka Rodrigo Gularte
2. Pasal 47 Undang-undang Nomor 1 Tahun “mampu bertanggung jawab” apabila dilihat
1946 Tentang KUHP dari fakta persidangan atas perbuatan
a. Pasal 47 ayat (1) Jika hakim pidanannya.Menentukan pertanggungjawaban
menjatuhkan pidana, maka maksimum kriminal adalah wewenang hakim, dengan
pidana pokok terhadap tindak memperhatikan pendapat ahli. Apabila selama
pidananya dikurangi sepertiga. persidangan terdakwa bisa berkomunikasi
b. Pasal 47 ayat (2) Jika perbuatan itu dengan baik, maka hakim berpendapat bahwa
merupakan kejahatan yang diancam mereka berada dalam kondisi sehat jasmani dan
dengan pidana mati atau pidana rohani. Orang yang sehat jasmani dan rohani,
penjara seumur hidup, maka dijatuhkan bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. 41
pidana penjara paling lama lima belas
tahun. B. Tinjauan Hukum Terhadap Penjatuhan
Pidana Mati oleh Hakim Dalam Putusan
Dari penjelasan peraturan diatas Penulis Pengadilan Mahkamah Agung atas
menilai apabila pelaku tindak pidana Peninjauan Kembali No.46
mengalami gangguan jiwa atau cacat jiwa PK/Pid.Sus/2010 Terhadap Pelaku
diberikan putusan pidana penjara maka masa Penderita Schizophrenia Berdasarkan
tahanan akan dikurangi dikurangi sepertiga dan KUHP.
ayat (2) menegaskan apabila Dari penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia
peraturan diatas Penulis menilai apabila pelaku tentang Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun
tindak pidana mengalami gangguan jiwa atau 2009 lahir sebagai penyempurna Undang-
cacat jiwa diputus pidana hukuman mati atau Undang Kekuasaan Kehakiman sebelumnya
seumur hidup maka dijatuhkan pidana penjara yakni Undang-Undang No. 4 ahun 2004.
paling lama lima belas tahun. Artinya Putusan Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman
Pengadilan Mahkamah Agung atas Peninjauan dibuat untuk menjalankan amanat Undang-
Kembali No.46 PK/Pid.Sus/2010 yang undang Republik Indonesia 1945 yang
memvonis Rodrigo Gularte dengan Hukuman menyatakan bahwa Indonesia merupakan
Mati membuktikan hakim berpendapat bahwa negara hukum yang sudah seharusnya dalam
Rodrigo Gularte adalah subyek hukum yang penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman
melawan hukum subjektif karena secara tersebut merdeka, dan bebas dari kepentingan
ontologis setiap perbuatan selalui didahului manapun.
dengan niat atau maksud yang diarahkan untuk
mewujudkan perbuatan yang dilarang. Dalam
rumusan delik, sifat melawan hukum subjektif 40
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja
kadang kala dirumuskan dengan kata “niat”, Grafindo Persada, Jakarta, 1990,hlm.28
”maksud” atau “sengaja” yang disambungkan 41
Hamdan, Alasan Penghapus Pidana (Teori dan Studi
Kasus), Refika Aditama, ,Bandung, 2012 hal.62.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 10
Dalam rangka mengadili dan membuat tindak pidana sehingga dapat
menjatuhkan pidana, hakim tidak dapat mengukur sejauh mana pidana yang layak
dilepaskan dari sistem aturan pidana. Namun dijatuhkan. Sebab, pidana yang layak bukaan
demikian, hakim diberikan keleluasaan untuk hanya pidana yang melebihi ancaman pidana
menggali lebih jauh berdasarkan perubahan tetapi pidana itu dapat memberikan manfaat
sosial dan perasaan keadilan masyarakat bagi pembuat pidana.44
apakah perbuatan yang dilarang undang- Penegakan hukum berasal dari
undang itu dianggap social adequate patut masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
ataukah tidak patut. Hal ini menegaskan bahwa kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu
hakim bukanlah corong undang-undang yang maka masyarakat dapat mempengaruhi
hanya menjadikan undang-undang sebagai penegakan hukum. Penegakan hukum bukanlah
satu-satunya dasar penjatuhan pidana, tetapi merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri,
juga harus mempertimbangkan dinamika sosial melainkan mempunyai hubungan timbal balik
dan perasaan hukum masyarakat tentang yang erat dengan masyarakatnya. Dan
perbuatan yang dilarang tersebut. Dengan diketahui pula untuk mencapai kedamaian
doktrin sifat hukum materiel, maka penjatuhan harus ada kepatuhan dari masyarakat. Dan
pidana tidak hannya dirumuskan dalam actus kepatuhan tersebut antara lain ditentukan ada
reus dan mens rea pidana, tetapi lebih jauh dari kesadaran hukum. Kesadaran hukum
itu, hakim juga dapat menggali perubahan- merupakan nilai nilai yang terdapat didalam
perubahan sosial untuk memberikan arti dari diri manusia tentang hukum yang ada atau
kepatutan suatu perbuatan terlarang.42 tentang hukum yang diharapkan akan ada.
Dengan doktrin bersifat hukum meteriel, Dalam melaksanakan penetapan hukum, selain
keadilan dapat menemukan bentuk konkrit dan faktor kesadaran hukum masyarakat perlu pula
dapat diukur. Dikatakan adil manakala suatu memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat.45
perbuatan yang dilarang dan tidak patut Maka berdasarkan Subsidair Penulis
dinyatakan dengan tindak pidana. Dikatakan menghubungkan penerapan peraturan
adil manakala perbuatan terlarang secara social Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1946
adequante patut dinyatakan bukan merupakan Tentang Kitab – Undang-Undang Hukum
tindak pidana bukan berdasarkan hal ini, hakim Pidana (KUHP), mencermati bahwa dalam
diharuskan untuk melakukan mendahulukan kasus Rodrigo Gularte penderita schizophrenia
kepatutan diatas undang-undang sehingga berdasarkan surat diagnosa Summary Report
perbuatan tersebut bukan merupakan tindak Psychological Assisting Rodrigo Gularte
pidana meskipun undang-undang Kusumowardhani Psychological Consultant &
melarangnya.Disinilah letak keadilan Center of Behavioral Studies tanggal 3
itu,ketidak adilan terjadi manakala hakim November 2014.46 berdasarkan bukti kebenaran
menjatuhkan pidana dengan mereduksi tindak materiel yang terungkap di dalam sidang
pidana pada undang-undang semata dan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor
mengabaikan kepatutan dari perbuatan 46.PK/Pid.Sus/2010 Rodrigo Gularte telah
tersebut.43 melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Namun tugas berat hakim dalam
menjatuhkan putusan tidak terkait dengan 1. Perbuatan Melawan Hukum
penilaian normatif, tatapi bagaimana ia Hoffman menerangkan bahwa untuk
mendudukkan posisinya sebagai representasi adanya suatu perbuatan melawan hukum
47
masyarakat dan mendekatkannya dengan harus dipenuhi empat unsur, yaitu:
keadaan individualitas membuat tindak
pidana. Penilaian normatif menjadi bermakna 44
Ibid hlm.172
45
manakala hakim dapat menjalankan tugas Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
beratnya itu. Dalam keadaan demikian, Penegakan Hukum, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 1993,
hlm. 13.
sesuatu keniscayaan bagi hakim untuk 46
http://www.viva.co.id/kemenpar/read/618812-sakit-jiwa-
mengetahui dan memahami keadaaan jadi-senjata-terakhir-rodrigo-bebas-eksekusi-mati diakses,
tanggal 4 April 207.
47
S.R Sianturi, asas-asas Pidana Indonesia dan
42
Muhammad Ainul Syamsu,Opcit.hlm.171 Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem. 1996, Jakarta,
43
Ibid hlm.244
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 11
a) Er moet een daad zijn verricht ( harus obatan terlarang (kokain) Golongan I, sudah
ada yang melakukan perbuatan). jelas pelakunya orang yang sudah
b) Die daad moet onrechtmatig dewasa,yang dapat diminta
zijn(perbuatan itu harus melawan pertanggungjawaban pidana. Berdasarkan
hukum). fakta dipersidangan bahwa Rodrigo Gularte
c) Die daad moet aan een ander schadeheb sudah memenuhi syaratnya seseorang yang
bentoege bracht (perbuatan itu harus dapat dipertanggungjawabkan sebab
menimbulkan kerugian pada orang lain) Rodrigo Gularte:
d) De daad moet aan schuld zijn te wijten a) Dapat menginsyafi makna yang
(perbuatan itu karena kesalahan yang senyatanya dari perbuatannya.
dapat ditimpakan kepadanya). b) Dapat menginsyafi bahwa perbuatan
itu dapat dipandang patut dalam
Berkaitan dengan sifat perbuatan pergaulan masyarakat.
melawan hukum,jika dilihat dari Subsidair c) Mampu menentukan niat atau
persidangan,Rodrigo Gularte pengidap kehendaknya dalam melakukan
Schizophrenia telah melanggar ketentuan perbuatan.
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1997 Dalam bagian lain adjudikasi, hakim juga
tentang Narkotika yang sekarang telah direvisi diberikan kewenangan memilih untuk
menjadi Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun menjatuhkan pidana atau membebaskan
2009 tentang Narkotika,telah menyelundupkan terdakwa. Hal ini dikaitkan dengan sejauh
obat-obatan terlarang(kokain) Golongan I mana pembuktian dipersidangan dapat
Nomor Urut 7 Lampiran Undang-Undang RI menetapkan kebenaran bahwa terdakwa
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. bersalah atau tidak bersalah. Berdasarkan
undang-undang, kewenangan dalam
2. Kesengajaan menjatuhkan putusan bergantung kepada
Kesengajaan sebagai salah satu bentuk keyakinan hakim yang dilandasi ( setidaknya )
kesalahan pidana memiliki 3 unsur yaitu: dua alat bukti.49Dalam konteks diskresi, hakim
a. Berupa tindakan dilarang dibatasi sedemikian rupa agar keyakinannya
b. Adanya akibat yang menjadi pokok sejalan dengan alat bukti yang terungkap
alasan diadakannya larangan dipersidangan. Tidak ada keyakinan tanpa alat
tersebut. bukti, sehingga tidak dimungkinkan adanya
c. Bahwa tindakan tersebut melanggar. pertentangan antara keyakinan hakim dan alat
Elemen kesengajaan jika dihubungkan bukti. Hal inilah yang menjadi batasan diskresi
dengan kasus penyelundupan obat-obatan hakim dalam menjatuhkan pidana. Namun
terlarang (kokain) Golongan I yang dilakukan manakala hakim tidak memproleh dua alat
terdakwa Rodrigo Gularte dilakukan sengaja bukti, maka hakim hanya mempunyai diskresi
dengan perencanaan yang sistematik seperti untuk membebaskan terdakwa.50
halnya yang disampaikan tuntutan jaksa Berdasarkan kondisi terdakwa yang dapat
penuntut hukum: 48 “Kebenaran materiel yang berkomunikasi dengan baik, majelis hakim
terungkap di dalam sidang Pengadilan,yaitu menilai ia tidak mengalami gangguan jiwa
bahwa Terpidana Mati Sdr. Rodrigo M.Gularte sehingga bisa bertanggung jawab.Artinya
membeli sendiri Kokain tersebut di Brasil, bahwa sikap hakim terhadap kasus Rodrigo
untuk kemudian rencananya akan dijual sendiri Gularte dalam Putusan Pengadilan Mahkamah
di Indonesia.” Perbuatan yang dilakukan Agung Nomor 46.PK/Pid.Sus/2010 tidak
tersebut merupakan perbuatan yang dilarang bertentangan dengan asas legalitas. Walaupun
oleh peraturan perundang-undangan berlaku. pihak Rodrigo Gularte memberikan surat
3. Kemampuan Bertanggungjawab diagnosa bahwa pelaku mengalami penyakit
Kemampuan bertanggungjawab schizophrenia namun hakim memiliki
jika dihubungkan dengan kasus Rodrigo keyakinan yang dilandasi alat bukti yang
Gularte penderita schizophrenia terungkap dalam persidangan. Dalam hal ini,
dengan melakukan penyelundupan obat-
48 49
Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor Muhammad Ainul Syamsu, Op.Cit. hlm.145
50
46.PK/Pid.Sus/2010 Ibid
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 12
penjatuhan pidana tidak hanya didasarkan atas undangan khusus demi memenuhi
ketercelaan perbuatan dan pembuatnya tetapi (equality before the law) dan
juga mengharuskan bahwa proses atribusi menghapuskan
ketercelaan tersebut dilaksanakan berdasarkan diskriminasi,dikarenakan di dalam
proses hukum yang wajar. KUHP hakikatnya hanya
menerangkan secara universal saja.
PENUTUP 2. Penyidik memang sebaiknya tidak
A. Kesimpulan serta merta mempercayai status
Berdasarkan hasil penelitian dan kejiwaan pelaku tindak pidana hanya
pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan surat keterangan sakit
dan saran sebagai berikut: jiwa. Menurut penulis penyidik lebih
1. Pertanggungjawaban pidana terhadap menggedepankan riwayat kejiwaan
pelaku penderita Shizophrenia pelaku tindak pidana.
berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana terhadap Shizophrenia
termasuk dalam kategori Pasal 44, DAFTAR PUSTAKA
maka menurut ketentuan hukum pidana A. Buku
tidak dapat dihukum, namun perbuatan
orang tersebut tetaplah merupakan Ahira,Anne,2010,Pembentuk Kepribadian
perbuatan yang bertentangan dengan Seseorang, PT. Raja Grafindo
hukum (Wederrechtelijk) akan tetapi Persada,Bandung.
pelaku diberikan alasan pemaaf oleh
Undang-undang sehingga kesalahan Ali,Mahrus, 2012,Dasar-dasar Hukum Pidana,
(Schuld) pelaku terhapus. Sinar Grafika, Jakarta.
2. Tinjauan hukum terhadap penjatuhan
pidana mati oleh hakim dalam putusan Ali, Zainuddin,2014, Filsafat Hukum, Sinar
pengadilan Pengadilan Mahkamah Grafika, Jakarta.
Agung atas Peninjauan Kembali No.07
PK/Pid.Sus/2010 terhadap pelaku Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar
Schizophrenia berdasarkan KUHP Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
bukanlah merupakan sikap hakim yang Persada, Jakarta.
bertentangan dengan asas legalitas,
berdasarkan keyakinan hakim dan Barda,Nawawi,Arief ,1990,Perbandingan Hukum
bukti persidangan bahwa terdakwa Pidana, Raja Grafindo Persada,
menunjukkan sikap yang dapat Jakarta.
mempertanggungjawabkan perbuatan
pidananya. Chazawi, Adam ,2001,Hukum Pidana,PT.
B. Saran Grafindo Persada, Jakarta.
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka penulis menyarankan sebagai Djamali,Abdoel,R, 1984, Pengantar Hukum
berikut: Indonesia, PT.Raja Grafindo
1. Kebijakan hukum pidana terhadap Persada,Jakarta.
pelaku tindak pidana yang menderita
Skizofrenia di Indonesia pada saat ini Efendi, Erdianto,2011, Hukum Pidana Indonesia,
belum mendapatkan pengaturan yang PT. Refika Aditarma, Bandung.
memadai untuk menjadi landasan
hukum bagi aparat penegak hukum. Hamdan, 2012, Alasan Penghapus Pidana (Teori
mengingat Undang-undang No.1 dan Studi Kasus), Refika Aditama, ,Bandung.
Tahun 1946 (KUHP) yang berlaku
sekarang sudah terlalu lama untuk Mahmud,Marzuki ,Peter, 2014, Penelitian
menjadi landasan hukum, menurut Hukum., Kencana Prenanda Media
penulis sudah harus direvisi atau Group, Jakarta.
membuat peraturan perundang-

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 13
Marpaung, Leden, 2006, Asas-Teori-Praktik Nomor 1, Januari-Juni
Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. 2017,hlm.45.diaksesmelaluiinternet,ejurnal
unsam.id/index.php/jhsk/article
______________.1991,Unsur-unsur Perbuatan /download/91/60/,diakses tanggal 1
yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta. oktober 2017.

Moeljatno, 2000, Asas Asas Hukum Pidana, Erdianto Efendi,2014,Meninjau Kembali


Rineka Cipta, Jakarta. kebijakan Pemidanaan Pelaku Tindak
Pidana Korupsi,Jurnal Ilmu
Prakoso, Djoko ,1987, Hak Asasi Tersangka dan Hukum,Fakultas Hukum Universitas Riau.
Peranan Psikologi dalam Konteks Erdiansyah, 2010 ,“ Kekerasan Dalam Penyidikan
KUHAP, PT. Bina Aksara, Jakarta. Dalam Perspektif Hukum dan Keadilan”,
Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Rahardjo,Satjipto, 1993, masalah Penegak Universitas Riau.
Hukum,Suatu Tinjauan Psikologis, Sinar
Baru, Bandung. Widia Edorita , 2010 “Menciptakan Sebuah
Sistem Hukum Yang Efektif: Dimana
Saleh ,Roeslan. 1982 Pikiran-pikiran tentang Harus Dimulai?”, Jurnal Ilmu Hukum,
pertanggungjawaban pidana, Ghaila FakultasHukum Universitas Riau.
Indonesia, Jakarta.
USA,Plaintif-Appellee,v.JamesWELLS,
Sianturi,R,S,1996,asas-asas Pidana Indonesia dan Defendant-Appellant,diakses melalui
Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem. https://1.nextwestlaw.com/Search/Results
1996, Jakarta. .html?query=responsbility,pada tanggal,
24 September 2017.
Soekanto,Soerjono, 2011, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT C. Peraturan Perundang-Undangan
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
______________. dan madmudji,sri, 1985, 1945.
Penelitian Hukum Normatif, Rajawali
Pers,Jakarta. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1946 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum
______________. 1998, Penelitain Hukum Pidana (KUHP).
Normatif, Rajawali Press, Jakarta.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Syamsu, Muhammad Ainul, 2016, Penjatuhan Hukum Acara Pidana.
Pidana dan & Dua Prinsip Dasar Hukum
Pidana, Prenadamedia Group, Jakarta. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
Syarifin, 1999,Pengantar Ilmu Hukum,
CV.Pustaka Setia, Bandung. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang
Kepolisian Republik Indonesia.
Wijaya, Sastra,Sofyan, 1990, Hukum pidana I,
Armicco, Bandung. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009tentang
Kekuasaan Kehakiman
B. Jurnal
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Andi Khadafi “ Kebijakan Hukum Pidana Kesehatan.
Terhadap Pemasungan Orang yang
Menderita Schizophrenia di Indonesia” D. Surat Kabar
Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Samudra Edisi Volume 12, Tempo,Senin 31 Oktober 2016.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 14
E. Internet
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5a9
e37a9d39b8e749b10c6a0b49f0424
diakses tanggal, 20 April 2017.

http://www.viva.co.id/kemenpar/read/618812-
sakit-jiwa-jadi-senjata-terakhir-rodrigo
bebas-eksekusi-mati diakses, tanggal 4
April 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Undang-
undang_Hukum_Pidana,diakses tanggal
15 Mei 2017.

https://kanggurumalas.com/gangguan-kejiwaan-
daan-pertanggungjawaban-pidana -sebuah-
pemahaman-mengenai-44-ayat-1kuhp/.diakses
tanggal 18, Oktober,2017.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume V Nomor 2 Oktober 2018 Page 15

You might also like