You are on page 1of 9

Jurnal Peternakan Vol 8 No 2 September 2011 (49 - 57) ISSN 1829 – 8729

PALATABILITAS BAKSO DAN SOSIS SAPI ASAL DAGING


SEGAR, DAGING BEKU DAN PRODUK KOMERSIAL
Y. ZURRIYATI
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau
Jl. Kaharuddin Nasution KM 10 Pekanbaru
E-mail: yayuzurriyati@yahoo.co.id

ABSTRACT

Meatball and sausage are two types of popular meat processing. This research was aimed to determine and compare
the palatability of meatball and sausage from fresh beef meat, frozen beef meat and commercial product. The research method
was level of preference /acceptance of panelists with the organoleptic test included color, aroma, texture, elasticity and flavor
of meatball and sausage with five criteria of hedonic scale of: 1 (strongly dislike), 2 (not like), 3 (neutral), 4 (like) and 5 (very
like). The values from panelists were statistically analyzed by using a non parametric Kruskal-Wallis method. The result
showed that the characteristics of color, aroma, texture, elasticity and taste of the meatball and sausage from fresh meat,
frozen meat or commercial product did not differ, although the panelists tended to be more like the meatball and sausage from
fresh meat.

Keywords : beef meat, meatball, palatability, sausage.

PENDAHULUAN atau tanpa pelayuan, daging segar yang


dilayukan kemudian didinginkan (daging
Ternak sapi merupakan pemasok dingin), daging segar yang dilayukan,
daging terbesar dari kelompok ruminansia didinginkan kemudian dibekukan (daging
dan sangat digemari karena mempunyai beku), daging masak, daging asap dan
citarasa dan nutrisi yang tinggi terutama daging olahan (Soeparno, 2005). Daging
sebagai sumber protein. Definisi daging sapi segar seperti layaknya produk ternak
menurut SNI 01-3947-1995 adalah urat lainnya mudah busuk atau rusak karena
daging yang melekat pada kerangka, perubahan kimiawi dan kontaminasi
kecuali urat daging bagian bibir, hidung mikroba. Upaya yang dapat dilakukan
dan telinga yang berasal dari hewan sehat untuk mengatasi kerusakan daging segar
sewaktu dipotong. Protein hewani adalah dengan melakukan pengawetan
mempunyai fungsi penting dalam berupa pengolahan terhadap daging.
mencerdaskan manusia karena
Pembuatan produk olahan daging
mengandung asam amino esensial dan
sapi dapat menggunakan daging segar
tidak dapat digantikan oleh bahan
maupun daging beku. Proses pembekuan
makanan lain, yang mampu memacu
daging dilakukan dengan tujuan untuk
fungsi otak. Asam amino yang banyak
memperpanjang masa simpan daging.
terdapat di dalam daging antara lain
Penyimpanan daging dalam kondisi beku
arginin, lisin, metionin, leusin, isoleusin
dilaksanakan pada suhu dimana
dan histidin. Secara umum daging juga
mikroorganisme tidak akan tumbuh dan
merupakan sumber mineral seperti
pada suhu dimana daging masih cukup
kalsium, fosfor dan zat besi serta vitamin
keras dan tahan pada penimbunan besar-
B kompleks. Komposisi kimia daging sapi
besaran. Pelaksanaannya di bawah suhu
terutama terdiri dari 75% air, 19% protein,
-15°C, apabila suhu penyimpanan cukup
2,5% lemak dan 3,5% substansi non
rendah maka perubahan kimia selama
protein nitrogen (Lawrie, 1991).
pembekuan dan penyimpanan beku dapat
Berdasarkan keadaan fisik, daging dipertahankan sampai batas minimum
dapat dikelompokkan menjadi beberapa (Buckle et al., 2007).
tipe yaitu daging segar yang dilayukan

49
Vol 8 No 2 PALATABILITAS BAKSO

Pada awalnya tujuan pengolahan daging sapi segar, daging sapi beku dan
daging adalah untuk mengawetkan membandingkannya dengan produk
produk daging sehingga dapat disimpan daging olahan sejenis (bakso dan sosis)
lebih lama dengan nilai nutrisi yang tetap yang dijual komersial.
tinggi. Sejalan dengan perkembangan
teknologi pengolahan, pengemasan dan MATERI DAN METODE
penyimpanan menyebabkan pengolahan
daging tidak hanya bertujuan untuk 1. Tempat dan Waktu
mengawetkan tetapi juga untuk Pengolahan daging sapi
diversifikasi pangan, meningkatkan dilaksanakan di Laboratorium Produksi
citarasa, kepraktisan dan untuk Ternak Daging, Kerja dan Aneka Ternak,
mendapatkan nilai tambah (added value) Fakultas Peternakan (Fapet) IPB dan
berupa uang dari kegiatan pengolahan pengujian organoleptik terhadap produk
daging. Pengolahan daging yang cukup olahan daging dilaksanakan di
dikenal dan berkembang luas di Indonesia Laboratorium Pengujian Organoleptik
berupa bakso dan sosis. Fapet IPB pada bulan Januari 2010.
Berdasarkan SNI 01-3818-1995 bakso
daging adalah produk makanan 2. Materi Penelitian
berbentuk bulatan atau lainnya yang
diperoleh dari campuran daging ternak 2.1 Bakso
dengan kadar daging tidak kurang dari Daging untuk pembuatan bakso
50% dengan pati atau serealia disertai atau dibedakan atas dua perlakuan yaitu
tanpa disertai penambahan bahan daging segar dan daging beku. Bahan
tambahan pangan yang diizinkan. Bahan untuk pembuatan bakso yaitu daging sapi
utama bakso adalah daging sedangkan masing-masing 1 kg untuk daging segar
bahan tambahannya adalah bahan pengisi dan daging beku, sagu atau tapioka 30%,
(tepung), garam, es atau air es, bumbu- es 30%, garam 3%, fosfat (STPP) 0,3%,
bumbu seperti lada serta bahan penyedap merica, bawang putih dan penyedap rasa.
(Sunarlim, 1992). Peralatan yang digunakan antara lain,
Sosis berasal dari bahasa latin adalah food cutter/food processor, pisau,
“salsus” yang berarti digarami atau secara talenan, penggiling bumbu, kompor,
harfiah adalah daging yang disiapkan panci, sendok dan wajan.
melalui penggaraman. Pembuatan sosis
bertujuan untuk mengawetkan daging 2.2 Sosis
segar yang tidak dikonsumsi dengan Daging untuk pembuatan sosis juga
segera. Sosis merupakan salah satu dibedakan atas dua perlakuan yaitu
produk daging giling atau daging cincang daging segar dan daging beku. Bahan
yang diberi bumbu-bumbu dan yang diperlukan dalam pembuatan sosis
dimasukkan dalam selongsong atau casing adalah daging sapi masing-masing 1 kg
menjadi bentuk silindris. Di banyak untuk daging segar dan daging beku,
negara, sosis merupakan topping populer tepung sagu 30%, lemak 15%, susu skim
untuk pizza. 12%, garam, STPP 0,07%, merica, bawang
Untuk mengetahui tingkat putih, bawang merah, bawang bombay,
preferensi konsumen terhadap bakso dan penyedap rasa, es, jahe, jinten, ketumbar
sosis yang terbuat dari daging sapi segar dan pala. Peralatan yang digunakan
dan daging sapi beku, maka perlu antara lain adalah food cutter/food processor,
dilakukan suatu penelitian. Tujuan pisau, talenan, penggiling bumbu,
penelitian ini adalah untuk mengetahui kompor, panci, sendok dan wajan,
tingkat palatabilitas bakso dan sosis asal selongsong (casing) dan stuffer.

50
ZURRIYATI Jurnal Peternakan

3. Metode Penelitian yang telah disediakan untuk setiap sampel


berdasarkan kriteria 5 skala hedonik yaitu
3.1 Bakso 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka),
Pembuatan bakso diawali dengan 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).
pemotongan daging dan penggilingan Selanjutnya nilai dari penilaian panelis
bumbu. Daging yang telah dipotong dianalisis secara statistik non parametrik
digiling menggunakan food cutter/food menggunakan metode Kruskal-Wallis
processor bersama garam, STPP dan (Steel and Torrie, 1993).
½ bagian es. Selanjutnya ditambahkan
bumbu, tepung dan sisa ½ bagian es.
Adonan digiling hingga tercampur rata
dan menjadi legit. Tahap selanjutnya
mencetak butiran bakso dan dimasukkan
ke dalam air hangat. Setelah mulai
mengembang bakso direbus sampai
Gambar 1. Penggilingan daging dan perebusan
matang (± 10-15 menit). Bakso yang telah daging dalam pembuatan baso
matang ditiriskan dan siap untuk
dikonsumsi atau dikemas dan disimpan.

3.2 Sosis
Pembuatan sosis diawali dengan
penggilingan daging dan lemak
menggunakan food cutter/food processor.
Selanjutnya ditambahkan garam, STPP
Gambar 2. Persiapan bumbu dan bahan yang
dan ½ bagian es. Semua bumbu
akan digiling dalam pembuatan
dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
sosis
penggilingan daging. Langkah selanjutnya
memasukkan susu skim dan tepung serta
HASIL DAN PEMBAHASAN
½ bagian es yang tersisa. Adonan digiling
hingga legit. Kemudian adonan Pengujian organoleptik merupakan
dimasukkan ke dalam selongsong (casing)
pengujian yang didasarkan pada proses
menggunakan stuffer. Sosis mentah
pengindraan. Pengindraan diartikan
kemudian direbus selama 45 menit sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
dengan suhu 60-70°C. Sosis matang siap kesadaran atau pengenalan alat indra akan
untuk dikonsumsi atau dikemas dan sifat-sifat benda karena adanya
disimpan. rangsangan yang diterima alat indra yang
berasal dari benda tersebut. Bagian organ
4. Pengujian Organoleptik pada
tubuh yang berperan dalam pengindraan
Bakso dan Sosis
adalah mata, telinga, indra pencicip, indra
Penilaian organoleptik yang pembau dan indra perabaan atau
dilakukan adalah uji hedonik (uji sentuhan. Pengujian ini dilakukan untuk
kesukaan) dengan melibatkan 20 orang menilai tingkat kesukaan panelis terhadap
panelis. Uji hedonik dilakukan terhadap suatu produk.
warna, aroma, tekstur, kekenyalan dan
Hasil pengujian organoleptik
rasa dari bakso dan sosis asal daging
terhadap produk olahan daging berupa
segar, daging beku dan produk komersial
bakso, dan sosis akan diuraikan di bawah
yang telah berlabel, berdasarkan tingkat
ini. Penilaian terhadap produk olahan
kesukaan panelis. Setiap panelis
daging dibandingkan dengan produk
memberikan penilaiannya pada formulir

51
Vol 8 No 2 PALATABILITAS BAKSO

sejenis yang beredar dipasaran tidak terdapat perbedaan yang nyata pada
(komersial). kategori warna dari ketiga jenis bakso.
Hasil pengamatan secara visual, bakso
1. Bakso dari daging segar terlihat berwarna abu-
abu kecoklatan terang dibandingkan
Hasil uji organoleptik tingkat
bakso daging beku yang berwarna abu-
kesukaan panelis dari bakso yang berasal
abu kecoklatan gelap, sementara bakso
dari daging segar (A), bakso komersial (B)
komersial berwarna lebih pucat. Warna
dan bakso yang berasal dari daging beku
produk bakso diantaranya dipengaruhi
(C) ditampilkan pada Tabel 1.
oleh kandungan mioglobin daging,
1.1 Warna semakin tinggi mioglobin daging maka
warna daging semakin merah. Warna
Pada Tabel 1 terlihat bahwa merah pada daging akan mengalami
kesukaan panelis terhadap warna bakso perubahan menjadi abu-abu kecoklatan
yang dihasilkan adalah netral (skor nilai 3) selama pemasakan karena terjadinya
untuk bakso komersial (B) dan bakso dari proses oksidasi (Soeparno, 2005).
daging beku (C), sedangkan warna bakso
dari daging segar (A) lebih disukai dengan
skor nilai 4. Dari hasil uji Kruskal-Wallis,

Tabel 1. Nilai kesukaan panelis terhadap bakso dari daging segar, bakso komersial dan bakso dari
daging beku
Peubah Bakso
A B C
Warna 4 3 3
Aroma 4 3 4
Tekstur 4 4 3
Kekenyalan 4 4 3
Rasa 4 4 3
Keterangan : A= Bakso dari daging segar; B= Bakso komersial; C= Bakso dari daging beku
1= sangat tidak suka; 2= tidak suka; 3= netral; 4= suka; 5= sangat suka

Warna biasanya menjadi parameter berwarna merah cerah. Banyaknya


utama dan pertama bagi konsumen dalam oksimioglobin maupun metmioglobin
memilih dan membeli daging dan secara tergantung pada konsentrasi oksigen yang
kritis digunakan untuk menerima atau ada (Lawrie, 1991).
menolak suatu daging. Pembentuk utama
Pada daging olahan, warna yang
warna daging terdiri dari dua macam
dibentuk merupakan hasil dari berbagai
pigmen yaitu pigmen daging disebut
proses dan reaksi yang sangat beragam.
mioglobin dan pigmen darah yang disebut
Faktor yang turut mempengaruhi warna
hemoglobin. Mioglobin dan hemoglobin
daging olahan antara lain adalah suhu,
mengandung bagian protein yang disebut
bahan tambahan dan proses
globin dan bagian yang terikat pada globin
pembuatannya.
adalah heme (hematin). Heme ini
mengandung satu atom Fe yang dapat
1.2 Aroma
berstatus tereduksi yang menyebabkan
daging berwarna merah ungu, teroksidasi Aroma adalah sensasi yang
yang menyebabkan daging berwarna kompleks dan saling terkait. Aroma
coklat (metmioglobin), atau Fe ini dapat daging berkembang selama pemasakan.
berpasangan dengan oksigen Berdasarkan tingkat kesukaan panelis
(oksimioglobin) yang menyebabkan daging pada aroma bakso A dan C adalah suka,

52
ZURRIYATI Jurnal Peternakan

sedangkan pada bakso B adalah netral. berperan dalam menentukan tekstur


Hasil uji Kruskal-Wallis tidak terdapat produk dengan cara meningkatkan
perbedaan aroma diantara ketiga jenis kelarutan protein (Zaika et al., 1978).
bakso. Pada bakso A (daging segar) dan Penambahan garam sebaiknya tidak
bakso C (daging beku), keduanya kurang dari 2% karena konsentrasi garam
ditambahkan dengan bumbu yang relatif yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan
lebih fresh dibandingkan bakso B rendahnya protein yang terlarut
(komersial). Hal ini mempengaruhi aroma (Sunarlim, 1992).
bakso yang dihasilkan. Bumbu merupakan
bahan aromatik. Penambahan bumbu dan 1.4 Kekenyalan
penyedap di dalam pembuatan bakso
Kekenyalan atau elastisitas adalah
seperti bawang putih, merica
kemampuan makanan kebentuk semula
mempengaruhi aroma bakso yang
setelah diberi tekanan. Berdasarkan
dihasilkan. Fungsi bumbu selain sebagai
tingkat kesukaan panelis terhadap
penyedap juga menambah karakteristik
kekenyalan bakso, panelis meyukai bakso
warna atau pola tekstur serta sebagai agen
A dan B, sedangkan pada bakso C, panelis
antioksidan dan antimikroba (Shelef,
tidak dapat menyatakan penilaiannya
1984).
secara tepat (netral). Walaupun secara
statistik tidak terdapat perbedaan
1.3 Tekstur
kekenyalan diantara ketiganya.
Penilaian panelis terhadap tekstur
Kekenyalan dari bakso dipengaruhi
bakso yang dihasilkan pada bakso A dan
oleh daya mengikat air dari daging yang
B adalah suka, sedangkan pada bakso C
tinggi. Daya mengikat air dapat
adalah netral. Hasil uji hedonik metode
didefinisikan sebagai kemampuan daging
Kruskal-Wallis tekstur dari ketiga jenis
untuk mempertahankan kandungan
bakso tersebut tidak berbeda nyata. Bakso
airnya selama mengalami perlakuan dari
yang dibuat dari daging pre rigor
luar seperti pemotongan, pemanasan,
memberikan tekstur yang lebih kompak
penggilingan dan pengolahan.
karena berhubungan dengan daya
Meningkatnya kadar protein semakin
mengikat air yang tinggi. Soeparno (2005)
meningkatkan kekenyalan bakso karena
juga menyatakan daging pre rigor yang
semakin tinggi air yang terikat (Purnomo,
digunakan dalam pembuatan bakso
1996), dengan demikian kesukaan
memiliki daya mengikat air yang lebih
kekenyalan bakso oleh panelis lebih
tinggi sehingga menyebabkan rendemen
tinggi.
tinggi dan tekstur bakso yang dihasilkan
lebih baik. Semakin besar daya mengikat air,
semakin tinggi persentase air yang terikat
Pada proses pengolahan daging juga
dalam produk. Penambahan Sodium
ditambahkan garam dapur yang berfungsi
tripolifosfat (STTP) pada proses pengolahan
untuk meningkatkan daya ikat air dari
bakso juga mempengaruhi kekenyalan
protein, dan pembentukan emulsi,
produk. STPP dapat meningkatkan daya
pemberi rasa, pelarut protein aktin dan
mengikat air dan pH daging sehingga
miosin sehingga dapat menstabilkan
meningkatkan kekenyalan produk daging
emulsi daging dan sebagai pengawet
olahan. Sodium tripolifosfat umum
karena dapat mencegah pertumbuhan
digunakan dalam pengolahan daging.
mikroba. Garam berfungsi mengekstraksi
Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5%
protein miofibrial dan meningkatkan daya
(Cross and Overby, 1988).
simpan karena dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
(Cross and Overby, 1988). Garam juga

53
Vol 8 No 2 PALATABILITAS BAKSO

1.5 Rasa (komersial) berwarna merah cerah,


sedangkan warna sosis A dan C relatif
Penilaian panelis terhadap ketiga
sama yaitu berwarna coklat cerah.
rasa bakso adalah suka (4) untuk bakso A
Adanya perbedaan warna tersebut diduga
dan B serta netral (3) untuk bakso C.
pada sosis B (komersial) diberi tambahan
Secara analisis statistik penilaian tingkat
nitrit dan nitrat. Garam nitrat akan
kesukaan panelis terhadap ketiga rasa
tereduksi oleh bakteri menghasilkan nitrit.
bakso adalah tidak berbeda nyata.
Kedua bahan ini dalam daging bereaksi
Walaupun demikian bakso yang berasal
dari daging pre rigor memiliki rasa yang dengan gugus sulfihidril (-SH) dan
membentuk garam yang tidak
lebih baik. Hal ini disebabkan karena
daging pre rigor mempunyai daya ikat air dimetabolisme oleh mikroba dalam
keadaan aerob. Nitrit akan membentuk
dan pH yang tinggi yang meningkatkan
keempukan dan juicy pada daging nitroksida, dengan pigmen daging akan
menjadi nitrosomioglobin yang berwarna
(Soeparno, 2005). Selanjutnya Winarno
merah cerah. Penggunaan nitrat dan nitrit
(1997) menyatakan bahwa rasa
yang berlebihan akan membentuk turunan
merupakan faktor penentu daya terima
nitrosoamin yang bersifat toksik. Senyawa
konsumen terhadap produk pangan.
ini diduga dapat menimbulkan kanker
Formulasi bumbu, bahan pengisi dan
(Winarno, 1997). Warna yang dihasilkan
kondisi daging (pre rigor atau post rigor)
dari sosis asal daging segar dan daging
untuk pembuatan bakso sangat
beku dalam penelitian ini tidak
berpengaruh terhadap rasa bakso yang
menggunakan tambahan nitrit dan nitrat
dihasilkan. Fungsi bahan pengisi
sehingga warna sosis yang dihasilkan
meningkatkan stabilitas massa daging,
adalah warna alami.
meningkatkan daya ikat air produk
daging, meningkatkan flavor, mengurangi
2.2 Aroma
pengerutan selama pemasakan,
meningkatkan karakteristik irisan produk Berdasarkan tingkat kesukaan
dan mengurangi biaya produksi. Bahan panelis terhadap aroma, sosis A lebih
pengisi yang biasa digunakan pada disukai dibandingkan sosis B dan C.
produk daging adalah tepung tapioka dan Walaupun hasil analisis statistik tidak
tepung terigu. terdapat perbedaan diantara ketiga jenis
sosis. Aroma dipengaruhi oleh bumbu dan
2. Sosis penyedap yang ditambahkan dalam
Hasil uji organoleptik tingkat adonan sosis. Bumbu merupakan bahan
kesukaan panelis dari sosis yang berasal aromatik yang diperoleh dari tumbuhan
dari daging segar (A), sosis komersial (B) atau diproduksi secara sintetis. Bumbu-
dan sosis yang berasal dari daging beku bumbu ini memberikan citarasa dan
ditampilkan pada Tabel 2. aroma yang diinginkan dalam produk.
Pada pembuatan sosis A dan C diberikan
2.1 Warna bumbu dan penyedap dengan komposisi
yang sama. Namun karena sosis C dari
Dari Tabel 2, terlihat bahwa tingkat daging beku, aroma sosis yang dihasilkan
kesukaan panelis terhadap warna sosis B kurang tajam dibandingkan daging segar.
lebih baik dibandingkan dengan sosis A Soeparno (2005) menyatakan daging beku
dan C. Hasil uji Kruskal-Wallis tidak bisa mengakibatkan penurunan daya
terdapat perbedaan kesukaan panelis terima aroma dan flavor.
terhadap warna dari ketiga sosis. Sosis B

54
ZURRIYATI Jurnal Peternakan

Tabel 2. Nilai kesukaan panelis terhadap sosis dari daging segar, sosis komersial dan sosis dari daging
beku
Sosis
Peubah
A B C
Warna 3 4 3
Aroma 4 3 3
Tekstur 4 4 3
Kekenyalan 4 4 3
Rasa 4 3 3
Keterangan : A= sosis dari daging segar; B= sosis komersial; C= sosis dari daging beku
1= sangat tidak suka; 2= tidak suka; 3= netral; 4= suka; 5= sangat suka

2.3 Tekstur 2.4 Kekenyalan


Dari tiga jenis sosis yang dihasilkan, Tingkat kesukaan panelis terhadap
tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur kekenyalan sosis yang dihasilkan adalah
sosis adalah antara netral (3) dan suka (4). suka (4) untuk sosis A dan B, sedangkan
Penilaian suka dipilih panelis pada sosis A netral (3) untuk sosis C. Walaupun secara
dan B, sedangkan netral pada sosis C. statistik tidak terdapat perbedaan tingkat
Hasil uji Kruskal-Wallis tidak terdapat kesukaan panelis terhadap kekenyalan
perbedaan kesukaan panelis terhadap dari ketiga jenis sosis. Kekenyalan
tekstur dari ketiga sosis. Tekstur sosis berhubungan dengan daya mengikat air
yang disukai panelis adalah halus dan dari daging yang tinggi. Daging pre rigor
kompak. akan menghasilkan bakso dengan
kekenyalan yang lebih baik dari bakso asal
Pada pembuatan sosis, kehadiran
daging post rigor.
bahan pengisi dan pengikat sangat
berpengaruh terhadap tekstur sosis yang Sodium tripolipospat (STPP)
dihasilkan. Bahan pengisi yang digunakan merupakan bahan tambahan yang umum
adalah tepung sagu dan bahan pengikat digunakan dalam pembuatan sosis. STPP
yang digunakan adalah susu skim. Bahan yang digunakan berfungsi untuk
pengikat merupakan bahan bukan daging meningkatkan pH daging, kestabilan dan
yang dapat meningkatkan daya mengikat kemampuan emulsi. Jika pH semakin
air dan mengemulsikan lemak. mendekati titik isoelektrik (5,4–5,5) maka
Penggunaan susu skim pada pembuatan daya mengikat air (DMA) akan semakin
sosis adalah sebagai bahan pengikat. rendah, penambahan STPP dapat
Ockerman (1983) melaporkan bahwa sosis meningkatkan DMA yang tinggi. STTP
yang menggunakan susu skim juga berfungsi untuk menurunkan susut
mempunyai tekstur halus dan masak karena dapat mengurangi air yang
penampakan yang lebih baik hilang selama pemasakan. Fosfat dan
dibandingkan dengan sosis tanpa susu garam, mempunyai sifat sinergisme
skim. Bahan pangan pengikat, proteinnya sehingga meningkatkan DMA,
lebih tinggi dari kandungan keempukan, memudahkan pengirisan,
karbohidratnya, sedangkan bahan pengisi menstabilkan warna, menghambat
kandungan karbohidratnya lebih tinggi ketengikan, karena fosfat mempunyai sifat
dari kandungan proteinnya (Siregar, sebagai antioksidan dan meningkatkan
2004). Bahan pangan pengikat dapat mutu produk (Ockerman, 1983).
meningkatkan daya ikat air dan daya
mengemulsi lemak, sedangkan bahan 2.5 Rasa
pengisi memiliki kemampuan dalam
Tingkat kesukaan panelis terhadap
mengikat air tetapi tidak mengemulsikan
rasa sosis yang dihasilkan adalah antara
lemak.
netral (3) dan suka (4). Tingkat kesukaan

55
Vol 8 No 2 PALATABILITAS BAKSO

terhadap rasa sosis A tertinggi kekenyalan dan rasa. Daging segar (pre
dibandingkan 2 jenis sosis lainnya. rigor) memiliki daya ikat air dan pH yang
Meskipun dari hasil analisis statistik tidak tinggi sehingga meningkatkan
terdapat perbedaan nyata diantara kekenyalan dan juicy pada produk olahan
ketiganya. daging berupa bakso dan sosis.
Secara umum produk sosis masak
DAFTAR PUSTAKA
mengandung garam 2-3%, yang berfungsi
sebagai penambah citarasa, bahan
Buckle K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M.
pengawet, pelarut protein serta Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan
meningkatkan daya mengikat air. Purnomo dan Adiono. Universitas
Penambahan lemak pada pembuatan sosis Indonesia Press. Jakarta.
juga memberi rasa lezat dan
mempengaruhi keempukan dan jus Cross, H.R., and A.J. Overby. 1988. Meat
daging dari produk yang dihasilkan. Sosis Science, Milk Science and Technology.
masak harus mengandung lemak yang Elsevier Publisher B.V. New York.
tidak melebihi 30%. Rust (1987)
Lawrie, R.A. 1991. Meat Science. Pergamon
menyatakan bahwa kandungan lemak
Press. Oxford, New York, Seoul, Tokyo.
sosis antara 15-30%. Penambahan air es
atau es pada pembuatan sosis juga Ockerman, H.W. 1983. Chemistry of Meat
mempengaruhi rasa sosis. Es yang Tissue. 10th Ed. Dept. of Animal Science.
ditambahkan dapat meningkatkan The Ohio State Univesity. Ohio.
keempukan dan sari rasa (juiciness) selain
membantu pembentukan emulsi daging. Pearson, A.M., and E.W. Tauber. 1984.
Penambahan es pada pembentukan emulsi Processed Meat. The Avi Publ Company
daging bertujuan: (1) melarutkan garam Inc. Westport Connecticut.
dan mendistribusikannya secara merata ke
Purnomo, H. 1996. Dasar-Dasar Pengolahan
seluruh bagian daging, (2) memudahkan
dan Pengawetan Daging. PT Gramedia.
ekstraksi protein serabut otot, (3)
Jakarta.
membantu pembentukan emulsi, serta (4)
mempertahankan suhu adonan agar tetap Rust, R.E. 1987. Sausage Product. In The
rendah akibat pemanasan mekanis science of Meat and Meat Product. 3rd
(Pearson dan Tauber, 1984). ed. J. F. Price and B. S. Schweigart (ed).
Food and Nutrition Press. Inc.
Peranan bumbu yang ditambahkan
Connecticut- USA.
juga cukup besar pengaruhnya terhadap
tingkat kesukaan panelis pada rasa sosis. Shelef, L.A. 1984. Antimicrobial Effect of
Bumbu-bumbu seperti bawang putih, Spices. J. Food Safety. 6 : 29-44.
merica, jintan, pala dan ketumbar
memberikan citarasa enak yang Siregar, H.J. 2004. Karakteristik Kornet Daging
diinginkan dalam produk. Kelinci yang Dimodifikasi dengan
Penambahan Minyak Jagung Bahan
KESIMPULAN Pengisi dan Komposisi Bahan Pengikat
yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bakso dan sosis dari daging sapi
Bogor
segar (pre rigor) cenderung lebih disukai
panelis dibandingkan dari daging beku Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
berdasarkan nilai uji organoleptik yang Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
lebih tinggi dibandingkan bakso dan sosis
dari daging beku dan produk komersial
sejenis meliputi warna, aroma, tekstur,

56
ZURRIYATI Jurnal Peternakan

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
Prosedur Statistika. Terjemahan PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Bambang Sumantri. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Zaika, L.L., Tatiana E.Z., S.A. Palumbo and J.L.
Smith. 1978. Effect of Spices and Salt on
Sunarlim, R . 1992. Karakteristik Mutu Bakso Fermentation. J. Food Science. 43 : 186-
Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan 189.
Natrium Klorida dan Natrium
Tripolifosfat terhadap Perbaikan Mutu.
Disertasi. Pasca sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

57

You might also like