You are on page 1of 5

Evaluasi Massa Batuan Gua Seropan, Desa Semuluh, Kecamatan Semanu,

Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Trang Wisesa Wardhana1, Wahyu Wilopo2

1). Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada; email:
trang.lucas@gmail.com
2). Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika
No.2 Bulaksumur, Yogyakarta 55281
3). Pusat Survey Geologi, Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122, Jawa Barat

ABSTRACT

Actually, at Semanu District there are enough water resources, but it is in the river under the surface, therefore
it is necessary to build a dams to pick the water up. Studies on evaluation of rock mass strength is needed to
determine the geotechnical strengthening method for construction durability. The purpose of this study is to
determining the geological conditions of Seropan Cave, classify the Seropan Cave based on RMR value
conditions, and also give some strengthening method recomendations for each rock mass class. Each parameter
of RMR is analyzed by geological data, Schmidt Hammer and cuttings. The corrected RMR can be found by
using the orientation of the strike dip toward the cave direction. Based on rock mass conditions, Seropan Cave is
divided into three zones. The first zone is along the mouth of the cave to the existing dam, dominated by the good
class of rock mass conditions. The second zone laid along the existing dam to water fall 1, dominated by the
poor class of rock mass conditions. The last zone is along the waterfall 1 to 2, dominated by Medium class of
rock mass conditions. There are 2 rock units at Seropan Cave, Kalkarenit Limestone Unit with Good RMR class
and Kalsilutit Limestone Unit with Moderate to Poor RMR class. The rock mass conditions at Kalkarenit
Limestone Unit better than Kalsilutit Limestone Unit. The common strengthening method that can be used in
Seropan Cave is rock bolt with three metres depth (good-class) and five metres depth (poor-class).

Keywords : Rock Mass Rating, Corrected RMR, Strengthening Method, Seropan Cave

1. Pendahuluan

Meningkatnya kebutuhaan air bersih untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat menuntut
para ahli dalam menentukan potensi sungai bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan air baik untuk kebutuhan
domestik, pertanian, maupun kebutuhan industri di daerah kars Gunung Kidul.
Sifat dari hidrologi kars adalah bukan pada air permukaan, tetapi pada air yang tersimpan di bawah tanah
pada sistem-sistem drainase bawah permukaan kars. Sifat batugamping yang mempunyai banyak rongga
percelahan dan mudah larut dalam air, maka sistem drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi
oleh sistem drainase bawah permukaan. Berkembangnya proses pelarutan, muka airtanah, mata air dan jalur
sungai bawah tanah di daerah kars juga dapat berubah-ubah menurut waktu.
Kecamatan Semanu mempunyai beberapa pemanfaatan sungai bawah tanah yaitu Bribin, Sindon dan
sungai bawah tanah lainnya, sehingga kebutuhan masyarakat semanu akan air bersih tidaklah kurang.
Terbatasnya dana untuk pengangkatan air bawah tanah, membuat pemanfaatan air bawah tanah pada daerah ini
menjadi kurang maksimal, sehingga masih terdapat daerah-daerah dengan kebutuhan air bersih yang kurang
memadai.
Dalam perkembangan pemanfaatan sungai bawah tanah yang terdapat pada gua-gua di daerah Semanu
(Gunung Kidul), sangat diperlukan adanya studi mengenai evaluasi kekuatan massa batuan. Sehingga dalam
pemanfaatannya, gua dan konstruksi didalamnya dapat bertahan lebih lama dengan adanya perkuatan geoteknik
yang dilakukan.

1
Gambar 1. Peta fisiografi daerah Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1970)

Informasi mengenai kualitas massa batuan dapat diketahui menggunakan metode klasifikasi geomekanik
Rock Mass Rating (RMR). Metode ini dilakukan berdasarkan pengamatan batuan dan penyelidikan bawah
permukaan dengan parameter utama lain berupa kuat tekan batuan utuh, Rock Quality Designation (RQD), spasi
diskontinuitas, kondisi diskontinuitas dan kondisi keairan.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi set menurut struktur geologi, dan masing-
masing bagian diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas set umumnya struktur geologi utama seperti
patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinuitas
mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi bagian-bagian.
Rumus umum RMR adalah (Bieniawski, 1989) :
RMR = A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + B
Dimana :
A1 : bobot uniaxial copressive strength (UCS) batuan
A2 : bobot RQD
A3 : bobot spasi rekahan
A4 : bobot kondisi rekahan (E1 + E2 + E3 + E4 + E5)
A5 : bobot kondisi air bawah tanah
B : bobot orientasi rekahan (untuk mendapatkan correted RMR)

Untuk mengetahui nilai UCS, berdasarkan Singh et al (1983), Schmidt Hammer telah banyak digunakan
untuk mengetahui kualitas beton maupun batuan. Schmidt Hammer itu sendiri telah banyak digunakan karena
pemakaiannya yang sederhana, cepat, tidak bersifat menghancurkan dan praktis. Perhitungan yang digunakan
untuk mendapatkan nilai Uniaxial Compressive Strength (UCS) dengan alat Schmidt Hammer adalah:
UCS = 2HR (Singh et al, 1983)
Dalam mencari nilai RQD, apabila tidak tersedia core batuan, maka nilai RQD dapat diestimasi dari
jumlah kekar (diskontinuitas) per satuan volum Jv (Palmstrom, 2005).
Hoek & David (1987) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat berbagai macam karakteristik massa
batuan yang dihadapi dalam dunia tambang bawah tanah yang menunjukan pertambangan yang masing-masing
menghadirkan tantangan desain yang unik. Berbagai metode dalam perkuatan konstruksi memegang peran
sangat penting untuk melindungi atau membuat massa batuan menjadi lebih stabil.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi Gua Seropan. Membuat zona kelas
massa batuan Gua Seropan berdasarkan kondisi nilai RMR. Memberikan rekomendasi perkuatan pada setiap
kelas massa batuan

2. Metode Penelitian
2.1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi pustaka dan pengumpulan data sekunder. Studi pustaka dilakukan dengan
mengumpulkan dan membaca berbagai macam buku dan paper yang terkait dengan penelitian. Serta
mengumpulkan peta-peta yang terkait dengan daerah penelitian serta melakukan interpretasi secara sederhana.

2.2. Tahap Pengambilan Data Lapangan


Pengambilan data dilakukan dengan secara langsung dilapangan untuk mendapatkan nilai dari setiap
parameter RMR. Dalam mendapatkan data geologi, dilakukan pengaambilan conto serta beberapa pengambilan

2
cutting bor dangkal. Untuk mendapatkan nilai UCS, didapatkan dengan menggunakan metode langsung
Berdasarkan Singh et al (1983) dengan alat berupa Schmidt Hammer.

2.3. Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan memberikan pembobotan dari setiap data parameter seperti UCS,
RQD, spasi rekahan, kondisi rekahan dan kondisi air tanah hingga kemuadian didapat nilai RMR terkoreksinya
dengan memasukkan orientasi kekar. Dimana setiap datanya akan menghasilkan nilai yang dapat dikelompokan
kedalam beberapa kelas. Nilai setiap parameter digunakan dalam menentukan kualitas massa batuan dan akan
membagi Gua Seropan kedalam beberapa kelas yang dapat digunakan sebagai panduan dalam menentukan
metode perkuatan yang dapat dilakukan.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Kondisi Geologi Gua Seropan
Pada daerah Gua Seropan sendiri merupakan hasil dari bentukan morfologi kars yang membentuk suatu
sungai bawah tanah. Morfologi kars pada daerah ini ditunjukan dengan proses pelarutan yang terjadi pada Gua
Seropan yang didominasi oleh batugamping yang mengandung mineral kalsit yang melimpah dan telah terjadi
proses pembentukan stalagmit dan stalagtit yang intensif. Kondisi struktur geologi pada Gua Seropan dapat
dibagi menjadi 2 bagian, dimana pada Lokasi pintu masuk hingga bendungan yang telah ada memiliki kondisi
struktur geologi yang tidak intensif, hal ini ditunjukan dengan kehadiran kekar yang tidak melimpah dan jarang
dijumpai, hal ini berbeda halnya dengan kondisi struktur geologi pada lokasi bendungan yang telah ada hingga
air terjun kedua, dimana banyak dijumpai kekar-kekar dalam jarak yang cukup rapat.
Gua seropan umumnya sangat didominasi oleh batugamping dengan kandungan mineral kalsit yang
melimpah dan juga terdapat batulanau yang mengandung mineral lempung berupa monmorilonit. Batugamping
yang mendominasi pada Gua Seropan berupa batugamping berlapis. Berdasarkan hasil analisi sampel batuan
serta pengukuran struktur geologi, maka dapat dibuat peta geologi Gua Seropan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta geologi jalur Gua Seropan

3.2. Hasil Pengukuran nilai RMR


Berdasarkan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada setiap lokasi pengamatan, diketahui
bahwa gua seropan secara keseluruhan memiliki rata-rata nilai kekuatan batuan sekitar 51-66 Mpa, RQD 82-100,
dengan tingkat pelapukan yang tidak begitu intensif (agak lapuk), kondisi air tanah relatif kering hingga basah
namun pada STA 12 dan 18 memiliki kondisi air tanah yang menetes, orientasi kekar dari mulut gua hingga air

3
terjun 1 didominasi arah Utara-Selatan, sedangkan orientasi kekar dari air terjun 1 hingga air terjun 2 didominasi
arah Barat-Timur.
Setalah kondisi massa batuan setiap STA diketahui, maka dapat dilakukan pembagian zonasi terhadap
jalur Gua Seropan untuk mengetahui daerah mana saja yang merupakan zona rentan atau lemah serta
membutuhkan suatu perkuatan yang lebih.
Berdasalahkan dari pengolahan data yang dilakukan, Gua Seropan memiliki 3 macam zona, yaitu: (gambar 3)
1. Zona Baik, yang terdiri dari STA 1, 2, 3, 4, 16 dan 17
2. Zona Sedang, yang terdiri dari STA 5, 6, 7, 8, 10, 12, 15 dan 18
3. Zona buruk, yang terdiri dari STA 9, 11, 13 dan 14

Gambar 3. Peta zonasi Gua Seropan berdasarkan kondisi massa batuan

Berdasarkan atas kondisi massa batuan yang telah dijumlahkan dengan kondisi bidang diskontinuitas
yang ada pada tiap STA, maka dapat diketahui kondisi massa batuan yang telah terkoreksi. Nilai dari RMRcorrected
ini dapat digunakan untuk mengetahui metode perkuatan apa saja yang cocok untuk dilakukan.

4. Kesimpulan

1. Pada daerah penelitian Gua Seropan terutama pada lokasi sepanjang mulut gua hingga bendungan yang telah
ada didominasi oleh arah orientasi kekar Utara-Selatan, dimana arah orientasi ini relatif searah dengan arah
orientasi Gua, namun pada STA 1 dan 2 memiliki arah gua yang tegak lurus terhadap arah orientasi kekar
tersebut. Pada lokasi sepanjang air terjun 1 hinga air terjun 2 arah oreintasi kekar yang mendonimasi adalah
Barat-Timur maupun Baratlaut-Tenggara, dimana arah orientasi ini cenderung tegak lurus terhadap arah gua
seperti contohnya pada STA 15, 16, 17 dan 18.
2. Gua Seropan dapat dibagi menjadi 2 Satuan batuan, yaitu Satuan Batugamping Kalkarenit yang melampar
dari lokasi pintu masuk gua hingga bendungan yang telah ada. Menunjukan struktur sedimen berupa
perlapisan dengan ketebalan hingga 2 meter. Batugamping kalkarenit ini berwarna putih dengan ukuran butir
pasir halus yang merupakan material karbonatan. Secara petrografi, pada Satuan Batugamping Kalkarenit ini
termasuk kedalam kelas Packestone (Embry & Klovan, 1971), dimana terdapat fosil planktonik, fosil
bentonik serta kandungan lumpur karbonat lebih dari 10%, namun memiliki tekstur grain-supported . Pada
Satuan batugamping Kalsilutit yang melampar dari airterjun pertama hingga airterjun kedua menunjukan
struktur sedimen berupa perlapisan dengan ketebalan hingga 20 cm pada bagian atas (yang lebih muda) dan
menebal pada bagian bawah (yang lebih tua). Batugamping kalsilutit ini berwarna putih hingga krem dengan
4
ukuran butir lempung hingga lanau. Secara petrografi, pada Satuan Batugamping kalsilutit ini termasuk
kedalam kelas Wackestone (Embry & Klovan, 1971), dimana terdapat fosil planktonik, fosil bentonik serta
serta memiliki tekstur Mud-supported.
3. Terdapat 3 kelas kondisi massa batuan pada Gua Seropan, yaitu zona sepanjang mulut gua hingga bendungan
yang telah ada didominasi oleh kondisi massa batuan dengan kelas Baik (terutama pada STA 1, 2, 3 dan 4);
zona sepanjang bendungan yang telah ada hingga air terjun 1 yang didominasi oleh kondisi massa batuan
dengan kelas Buruk (terutama pada STA 9, 11, 13 dan 14) namun pada zona ini terutama pada STA 10
merupakan lokasi yang paling tepat dalam pembangunan bendungan yang akan direncanakan, karena pada
STA 10 ini memiliki nilai RMR terkoreksi serta beda ketinggaian dengan platform yang cukup untuk
menglirkan air; dan yang terakhir adalah zona sepanjang air terjun 1 hingga air terjun 2 yang didominasi oleh
kondisi massa batuan dengan kelas Sedang (terutama pada STA 15 dan 18).
4. Pada Satuan Bagtugamping Kalkarenit termasuk kedalam kelas RMR Baik, sedangkan pada Satuan
Batugamping Kalsilutit termasuk ke dalam kelas RMR Sedang hingga Buruk. Sehingga kondisi massa batuan
pada Satuan Batugamping Kalkarenit lebih baik dari pada kondisi massa batuan Satuan Batugamping
Kalsilutit.
5. Metode perkuatan yang dapat dilakukan pada STA 1, 2, 3, 4, 16 dan 17 berupa rock bolt dengan rata-rata
kedalaman 3 m dengan jarak 2,5 m, serta shotcrete dengan ketebalan 50 mm. STA 5, 6, 7, 8, 10, 12,15 dan 18
diperlukan metode rock bolt dengan kedalaman hingga 4 meter dengan jarak 1,5-2 m, serta juga dapat
dilakukan metode shotcrete hingga ketebalan 100 mm. Sedangkan pada STA 9, 11, 13 dan 14 metode yang
dapat dilakukan adalah metode rock bolt sedalam 5 meter dengan jarak 1-1,5 m, serta wire mesh pada bagian
dinding dan metode shotcrete dengan ketebalan hingga 15 cm serta metode steel set.

Daftar Pustaka

Anonim, 2009, Ekskursi Geologi Regional 2009, Jurusan Teknik Geologi FT UGM.
Bieniawski, Z. T., 1989, Engineering Rock Mass Clasification, Mining and Mineral Resources Research
Institute, The Pennsylvania State University.
Embry, A.F., dan Klovan, J.E., 1971, A Late Devonian reef tract on Northeastern Banks Island, NWT: Canadian
Petroleum Geology Bulletin.
Hoek, E., & David, F. W., 1987, Support in Underground Hard Rock Mines, NSERC International Research
Professor, Department of Civil Engineering, University of Toronto, Canada.
Palmstrom, A., 2005, Measurements of and Correlations Between Block Size and Rock Quality Designation
(RQD), Tunnels and Underground Space Technology.
Singh, R. N., Hassani, F. P., dan Elkington, P. A. S., 1983, The Application of Strength and Deformation Index
Testing to The Stability Assessment of Coal measures Excavations, proceedings of 24th US Symposium
on Rock Mechanics, Texas A & M University, AEG.
Van Bemmelen, R. W., 1970, The Geology of Indonesia, Vol. IA. Martinus Nijhoff, The Hague, 2nd ed.

You might also like