Professional Documents
Culture Documents
71
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
ABSTRACT
Electrical sounding expectation is used to estimate the early model from a groundwater system in the
field, which can be used as a comparison of field results. The comparison enhances to entrust the process
of field activities and provide the opportunity to modify the programs in the field and to ensure that we have
enough information received efficiently - in a point of view of geological framework. A Usefulness of a
mapping hydrogeology is to show the under surface geometry (structure) and the hydraulic property from
earth materials which is used to investigate the hydrodynamic property appeared from the underground
water on natural shares ( Basin) or a part of its filler.
The exploration using the method of the electrical sounding is conducted on land surface by injecting a
directional current (DC) with a low frequency into a deeper ground passing through two current electrodes.
A different potential capacity is measured on the surface by two potential electrodes. The result of the
measurement capacity which is injected and the potential difference occurred in every different electrode
distance will give a value variation of a typical resistance. The value variation shows the existence of an
underground rock coat variation, while the method of hydrochemistry explains the genesis of the
groundwater based on a physical characteristic and chemistry substances on the field.
Both methods are expected to reconstruct the aquifer condition and its system through surface and
underground surveys. The combination results of both surveys must be depicted in a form of a
hydrogeology map (and its differential map), a block diagram depicting the aquifer, and aquifer system in
a form of two dimensions. The other surface hydrogeology surveys use geological method. In contrast, the
underground hydrogeology survey use the electrical sounding method.
Keywords: Electrical sounding, characteristic, groundwater
ABSTRAK
Pendugaan geolistrik digunakan untuk memperkirakan model awal dari sistem air tanah pada daerah
studi yang dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap hasil lapangan. Perbandingan tersebut
menambahkan rasa percaya pada pelaksanaan kegiatan lapangan dan menyediakan kesempatan untuk
memodifikasi program lapangan untuk memastikan bahwa informasi yang didapat telah mencukupi secara
efisien – dalam kerangka kerja geologi. Kegunaan pemetaan hidrogeologi adalah untuk menunjukkan
geometri bawah permukaan (struktur) dan properti hidrolik dari material bumi yang berguna untuk
menginvestigasi properti hidrodinamik air tanah pada bagian alamiah (cekungan) atau bagian pengisinya.
Eksplorasi dengan metode geolistrik dilakukan di atas permukaan tanah dengan menginjeksi aliran
searah (DC) dengan frekuensi rendah ke dalam tanah melalui dua elektroda arus. Besaran beda potensial
yang terjadi diukur di permukaan dengan dua elektroda potensial. Hasil pengukuran besaran yang
diinjeksikan dan beda potensial yang terjadi untuk setiap jarak elektroda yang berbeda akan memberikan
variasi harga tahanan jenis. Variasi nilai tersebut menunjukkan adanya variasi lapisan batuan di bawah
permukaan, sedangkan metoda hidrokimia menerangkan genesa air tanah berdasarkan pada karakteristik
sifat fisik dan kimia yang ada dilapangan.
Dari kedua metoda tersebut diharapkan dapat merekokstruksikan kondisi akifer dan sistemnya melalui
survey permukaan dan bawah permukaan. Hasil kombinasi kedua survey tersebut selanjutnya harus
digambarkan dalam bentuk peta hidrogeologi (dan peta turunannya), diagram blok yang menggambarkan
akifer, dan sistem akifer dalam bentuk dua dimensi. Survey hidrogeologi permukaan lainnya menggunakan
metoda geologi. Sementara itu, survey hidrogeologi bawah menggunakan metoda sounding.
Kata kunci : Geolistrik, karakteristik, air tanah
72
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
lapisan pembawa air (aquifer) bersifat cekungan Jawa Barat Utara di bagian
jenuh dan dalam terminologi disebut Barat dengan cekugan Sunda di
sebagai airtanah yang berada pada bagi-an timur. Tinggian ini dicirikan
suatu cekungan airtanah terten-tu, oleh kelurusan bawah permukaan
cekungan ini dipengaruhi oleh kondisi berupa lipatan dan patahan nomal
geologi, hidrogeologi, dan ga-ya yang ber-arah Utara-Selatan. Di
tektonik serta struktur bumi yang bagian Timur patahan normal tersebut
membentuk cekungan airtanah. terbentuk cekungan pengendapan
Dengan memformulasikan enam yang disebut dengan Jakarta Sub
parameter fisik/alam biotik dan Basin. Cekungan Jakarta tersebut
abio-tik yang mempengaruhi mempunyai ciri ada-nya endapan
kehidupan manusia di dalam suatu aluvial yang tebal, se-dang cekungan
lingkungan binaan, yaitu sudut lereng, di Barat Tangerang High memiliki ciri
batuan /tanah, air, vegetasi, bahan endapan pantai dan delta.
galian, bencana alam geologi, dan Struktur-struktur tersebut pada saat
sekaligus membuat urutan dan ini sulit dijumpai di permukaan karena
pembobotan da-ri setiap parameter pada saaat ini endapan Kuar-ter yang
yang diperlukan. Landasan utamanya berumur lebih muda telah menutupi
yaitu dengan ca-ra mengenali sebaik lapisan batuan tersebut.
mungkin potensi alam di suatu daerah Berdasarkan Pta Geologi Lembar
sebelum mela-kukan program Serang (Rusmana, dkk., 1982),
pengembangan di suatu lingkungan batu-an Tersier yang tersingkap di
binaan di daerah tersebut. permu-kaan hanya dapat dijumpai di
Kajian sistem pengelolaan air bagian Selatan Wilayah Tangerang
ba-wah tanah ini dimaksudkan untuk yaitu di daerah Balaraja hingga
memperoleh data mengenai kondisi Serpong, berupa lapisan batulempung
kuantitas dan kualitas air bawah Formasi Genteng. Endapan Kuarter
ta-nah di Kota Tangerang yang dapat yang me-nutupi batuan tersebut
digunakan dalam menganalisis serta berupa batuan Volkanik yang berasal
mengevaluasi pengelolaan air bawah dari G. Gede-Pangrango dan G. Salak.
tanah. Sedangkan tujuan Pembahasan kondisi Geologi
dilaksana-kannya kegiatan ini adalah maupun kondisi Morfologi, sebaran
untuk : batuan serta struktur-struktur yang
1. mengetahui tipologi akifer di Kota terdapat di wilayah Tangerang.
Tangerang, Des-kripsi singkat mengenai
2. mengetahui karakteristik zona satuan-satu-an batuan yang terdapat
akifer yang airtanahnya di wilayah Tangerang adalah sebagai
berdasarkan geolistrik berikut :
3. mengetahui genesa airtanah
berdasarkan pada hidrokimia Formasi Bojongmanik
airtanah Terdapat di bagian Selatan Kota
dan berumur Miosen (12 -5 juta tahun
BAHAN DAN METODE PENELITIAN yang lalu). Satuan batuan ini terdiri
dari lapisan batulempung, batupasir
Tatanan Regional
kuarsaan, dan batupasir tufan. Di
Pada bagian ini dijelaskan secara ba-gian atas satuan ini dicirikan oleh
singkat mengenai kondisi struktur la-pisan batupasir tufan dengan sisipan
geo-logi dan stratigrafi batuan yang lensa-lensa batugamping, dan
membentuk Wilayah Tangerang. Kota me-nunjukkan adanya lignit.
Tangerang berada pada suatu
tinggi-an struktur yang dikenal dengan Formasi Genteng
se-butan Tangerang High (Suyitno dan Terdapat di bagian Tenggara
Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk Kota dan berumur Pliosen (5 – 2 juta
oleh batuan Trsier yang memisahkan tahun yang lalu). Satuan ini batuan
73
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
terdiri dari lapisan batupasir hasil tufan menyebar dan membentuk bentuk
dan batulempung dengan sisip-an kipas aluvial.
batuapung. Satuan ini dicirikan oleh Endapan Dataran Pantai
banyaknya fosil kayu yang Endapan batuan ini berasal dari
ter-silifikasi. material batuan yang terbawa oleh
aliran sungai dan berumur antara
Formasi Serpong 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini.
Terdapat di bagian Tenggara Kota Endapan tersebut tersusun oleh
dan berumur Pliosen (5 – 2 juta tahun material lempung, pasir, dan
yang lalu). Satuan ini batuan terdiri konglo-merat. Endapan aluvial
dari perselingan konglomerat, tersebut dapat membentuk endapan
batu-pasir, dan batulempung delta, endapan rawa, endapan gosong
(Turkandi,T., dkk.:1992). pasir pantai, dan endapan sungai
dengan bentuk meander atau sungai
Satuan Batuan Tuf Banten Atas / teranyam.
Tuf Banten
Berada di bagian Baratdaya Stratigrafi
ber-umur pilo – Pleistosen atau 2 juta
Berdasarkan Peta Geologi Lembar
ta-hun yang lalu. Satuan ini terdiri dari
Serang (Rusmana, dkk., 1982),
lapisan tuf asal dari letuan G. Rawa
batu-an Tersier yang tersingkap di
Danau. Tuf tersebut menunjukkan
permu-kaan hanya dapat dijumpai di
ke-adaan yang lebih asam (pumice)
bagian Selatan Kota Tangerang yaitu di
di-bandingkan dengan batuan volkanik
dae-rah Balaraja hingga Serpong,
yang diendapkan sesudahnya. Pada
berupa lapisan
bagian atas satuan tersebut
batulempung-batupasir-tuf dari
menun-jukkan adanya perubahan
Formasi Bojongmanik dan lapisan
kondisi pengendapan dari di atas
batupasir tufan dan batulempung
permukaan air menjadi di bawah
For-masi Genteng. Endapan Kuarter
permukaan air.
yang menutupi batuan tersebut berupa
ba-tuan volkanik yang berasal dari G.
Endapan Kipas Aluvial Volkanik
Gede-Pangrango dan G. Salak.
Muda
Satuan yang tersebar di bagian
Struktur Geologi
Tenggara Kota Tangerang ini terdiri
dari material batupasir dan batu Kota Tangerang berada pada
lem-pung tufan, endapan lahar, dan sua-tu tinggian struktur yang dikenal
kong-lomerat. Ukuran butiran pada de-ngan sebuatan Tangerang High
endap-an kipas aluvial ini semakin (Su-yitno &n Yahya, 1974). Tinggian
halus ke arah Utara. Satuan ini ini terbentuk oleh batuan Tersier yang
terbentuk oleh material endapan memisahkan cekungan Jawa Barat
volkanik yang ber-asal dari gunungapi Utara di bagian Barat dengan
di sebelah Selatan Kota Tangerang ce-kungan Sunda di bagian Timur.
seperti G. Slak dan G. Gede/ Ting-gian ini dicirikan oleh kelurusan
Pangrango. Batuan ini diendap-kan struk-tur bawah permukaan berupa
pada umur Pleistosen (2 juta – 20.000 lipatan dan patahan normal yang
tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik berarah Utara-Selatan. Di bagian
tersebut terbentuk pada saat Timur pa-tahan normal tersebut
gunungapi menghasilkan material terbentuk ce-kungan pengendapan
vol-kanik dengan jumlah besar. yang disebut dengan Jakarta Sub
Kemudian ketika menjadi jenuh oleh Basin. Cekungan Jakarta tersebut
air, tum-pukan material tersebut mempunyai ciri ada-nya endapan
bergerak ke bawah dan membentuk aluvial yang tebal, se-dangkan
aliran sungai. Ketika mencapai tempat cekungan di Barat Tange-rang high
yang datar material tersebut akan memiliki ciri endapan pantai dan delta.
74
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
75
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
76
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
77
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
78
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
79
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
(Simon 1946 dalam Hadian, 1996) kurang 50 m bmt) tidak ada intrusi dari
berpendapat bahwa terdapat air laut.
bebera-pa parameter yang bisa Genesa airtanah yang memiliki rasa
dijadikan se-bagai acuan/dasar di payau sampai asin yang terdapat pada
dalam penen-tuan genesa airtanah daerah kajian adalah berasal dari air
yang berasal dari intrusi air laut. formasi. Air formasi adalah airtanah
Parameter ter-sebut adalah Cl - , HCO3- yang terbentuk bersamaan dengan
, CO32- , dan DHL. Hubungan antara terbentuknya lapisan batuan itu sendiri
parameter-parameter tersebut adalah (terjebak pada saat pembentukan
sebagai berikut : batuan).
Berdasarkan data yang diperoleh
a. R = ( Cl - )/( HCO3- + CO32- ) dari hasil pengujian kimia airtanah
apabila harga R : yang berasal dari sumur bor diperoleh
<0.5 Tidak ada intrusi bahwa :
0.5 – 1.3 Sudah ada intrusi - Nilai rata-rata Cl– adalah 82.76
1.3 – 2.8 Intrusi sedang mg/L.
2.8 – 6.6 Intrusi besar - Nilai rata-rata HCO3- adalah 0
6.6 – 15.5 Intrusi sangat besar mg/L.
15.5 – 200 Air laut - Nilai rata-rata CO32- adalah 267.80
b. Nilai DHL : mg/L.
0 – 1500 µS Air tawar Berdasarkan perhitungan diatas
1500 – 5000 µS Air payau sedikit diperoleh nilai R adalah 0.31,
5000 – 15000 µS Air payau sekali sehing-ga diperoleh kesimpulan bahwa
15000 – 50000 µS Air asin pada akifer dalam (kedalaman lebih 50
>50000 µS Air sangat asin m bmt) tidak ada intrusi dari air laut
Genesa airtanah yang memiliki rasa
c. Nilai Cl - : payau – asin yang terdapat pada
Untuk air tawar nilai Cl – lebih kecil daerah kajian adalah berasal dari air
atau sama dengan 500 mg/L. formasi. Air formasi adalah airtanah
Pengambilan sampel airtanah yang yang terbentuk bersamaan dengan
dilakukan sebanyak 150 buah, dengan terbentuknya lapisan batuan itu sendiri
rincian 122 sampel air sumur pantek (terjebak pada saat pembentukan
dan 28 sampel air sumur bor. batuan).
Untuk mengetahui genesa dari Akifer dangkal (kedalaman kurang
air-tanah yang terdapat pada daerah 50 m bmt) yang berkembang pada
ka-jian, maka dilakukan pengolahan daerah kajian adalah akifer produktif
data lapangan berdasarkan teori yang dengan aliran melalui ruang antar
ada dan diperoleh hasil sebagai berikut butir. Akifer dangkal yang merupakan
: akifer bebas ini memiliki daerah
Berdasarkan data yang diperoleh resapan (recharge area) di atas akifer
dari hasil pengujian kimia airtanah itu sendiri. Untuk mendukung
yang berasal dari sumur pantek kesinambungan dari akifer ini maka
diperoleh bahwa : sebaiknya pada daerah kajian terdapat
1. Nilai rata-rata Cl – adalah 106.56 seluas mungkin lahan hijau. Penutupan
mg/L. lahan dengan beton supaya dibatasi
2. Nilai rata-rata HCO3- adalah 0 dan sebanyak mungkin dibuat sumur
mg/L. serta parit resapan.
3. Nilai rata-rata CO32- adalah 442.71 Akifer dalam (kedalaman lebih 50
mg/L. m bmt) yang berkembang pada daerah
kajian adalah akifer produktif dengan
Berdasarkan perhitungan diatas aliran melalui ruang antar butir. Akifer
diperoleh nilai R adalah 0.24, dalam yang merupakan akifer tertekan
sehing-ga diperoleh kesimpulan bahwa ini memiliki daerah resapan (rercharge
pada akifer dangkal (kedalaman area) di luar wilayah daerah kajian.
80
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
DAFTAR PUSTAKA
Hadian M. Sapari Dwi, 2004 Optimisasi
Potensi Airtanah Pulau Sangiang Di
Selat Sunda, Buletin of Scientific
Contribution, vol 2, No. 1 Januari
2004, Jur. Geologi FMIPA Unpad
Iwaco dan Waseco, 1984 . West Java
provincial water sources master
plan for water supply, Kabupaten
Tangerang, vol. A: Groundwater
resources,.
Prawoto, 2003 Pemakaian Model
Numerik dalam Hidrogeologi dan
Geoteknik, Pr. Sem. Numerical
81
Penentuan Tipologi Akifer Berdasarkan Metoda Geolistrik dan Hidrokimia, Kota Tangerang
(M. Safari Dwi Hadian)
BATUAN KUARTER
ALUVIAL
Aluvial Pantai : lempung, setempat mengandung material organik, mudah
digali, pemeabilitas rendah, jenuh air
Aluvial Sungai : lempung, pasir, kerikil, kerakal, dengan komposisi
andesitik – basaltik, lepas-lepas, mudah digali, permabilitas tinggi
Aluvial Lembah : lempung tufan, pasir, lepas-lepas, mudah digali/
permeabilitas sedang-tinggi, muka air tanah dangkal
ENDAPAN PEMATANG PANTAI
Pasir halus dengan komposisi andesitik, mengandung fragmen cangkang,
lepas-lepas, mudah digali, airtanah dangkal, setempat terdapat airtanah
segar
ENDAPAN DELTA
Pasir dan kerikl berkomposisi andesitik – basaltik, terpilah baik,
lepas-lepas di bagian atas, kompak di bagian bawah, mudah digali,
permeabilitas tinggi berkurang ke arah bawah, muka airtanah dangkal
ENDAPAN GUNUNG API MUDA
Lempung tufan, pasir tufan, konglomerat, endapan lahar, butiran
mengkasar ke arah Selatan, pelapukan dalam, permeabilitas meningkat ke
arah Selatan, muka airtanah dalam
BATUAN TERSIER
FORMASI SERPONG
Perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, dan batulempung dengan
sisipan batugamping
FORMASI GENTENG
Batupasir tufan berukuran halus, selang-seling dengan lapisan yang
berukuran lebih kasar, juga lempung tufan, mengandung fragmen
batuapung, mudah digali, permeabilitas rendah-sedang
FORMASI BOJONGMANIK
Tuf berlapis-lapis, batupasir, batulempung mengandung ligni, batupasir
konglomeratan, lensa batugamping, fosil moluska, susah digali,
permeabilitas rendah
82
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005: 72-82
Sumber : Rusmana., dkk, 1991, Peta Geologi Lembar Serang, PPPG, Bandung
Turkandi., dkk, 1992, Peta Geologi Lembar Jakarta, PPPG, Bandung
Peta Geologi Teknik Daerah Jakarta – Bogor, 1969, PPPG, Bandung
83