Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Hasyifa Dhalila
1607101030146
Dokter Pembimbing:
dr. Nur Astini, Sp.S
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
beserta salam penulis sampaikan kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior Bagian/SMF Neurologi RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala terutama mengenai
kasus vertigo.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan
penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun, untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
2.3.2. Epidemiologi
BBPV sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan
usia lanjut. Prevalensi vertigo di Jerman, umur 18 tahun hingga 79 tahun adalah
30%, 24% diantaranya diasumsikan karena gangguan vestibuler. Beberapa studi
menunjukkan pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% merupakan
gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral. Di Indonesia angka
kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun
sekitar 50%. Vertigo adalah keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh
penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke.
Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya
4%–7% yang diperiksakan ke dokter. (6)
Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian
Herdman terhadap 77 pasien BPPV. Mendapatkan 49 pasien (64%) dengan
kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, dan 18
pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat serta
didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal.(7)
2.3.3. Etiologi
Penyebab BPPV dibagi menjadi dua yaitu penyebab primer dan sekunder.
Primer atau idiopatik (50%-70%), dan penyebab sekunder yaitu trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral (7%-17%), Penyebab
lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus (15%), penyakit meniere (5%),
migrain (<5%) dan pembedahan telinga dalam (<1%).(4)
6
2.3.4. Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Terdapat dua hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV adalah :(4)
1. Hipotesis kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia
yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada
permukaan kupula semisirkularis posterior yang letaknya langsung di
bawah makula urtikulus. Debris ini menyebabkannya lebih berat daripada
endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih sensitif terhadap
perubahan arah gravitasi.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
tergantung, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan vertigo
2. Hipotesis kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula,
melainkan mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada
perubahan posisi kepala debris tersebut akan bergerak ke posisi paling
bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus
ampularis.
7
2.2 Deskripsi dari canalithiasis of the posterior canal and cupulolithiasis of the
lateral canal.(4)
2.3.6. Diagnosis
2.3.6.1 Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan
dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang
timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.(3)
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan
obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain
yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
8
mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan
muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan
antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan.(7)
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat
kepala diletakkan pada posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.(3)
2.3.9. Prognosis
Prosedur reposisi canalith memberikan pengobatan yang cepat dan tahan
lama pada kebanyakan pasien BPPV. Namun, dalam subkelompok kecil pasien,
kegagalan mungkin disebabkan berbagai faktor prognostik.(1)
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Pusing berputar sejak 2 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan:
Mual
15
16
Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : E4M6V5 (Compos mentis)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
Keadaan Gizi : Gizi Normal
b. Kepala
Bentuk : normocephali
Wajah : simetris (+), edema (-) dan deformitas (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3
mm/ 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan reflex cahaya
tidak langsung (+/+), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-
/-), nistagmus (-/-)
Telinga : serumen (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah tremor dan hiperemis (-)
c. Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
- JVP : TVJ (N) R-2 cm H2O.
d. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai
e. Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Simetris, nyeri tekan Simetris, nyeri tekan
tidak ada tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronki (-) wheezing (-) Ronki (-) wheezing (-)
f. Jantung
18
g. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,
keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena, kulit kuning, distensi, darm
steifung, darm kontur, dan pulsasi pada dinding perut tidak
dijumpai.
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat, bising pembuluh darah tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada. Simfisis teraba keras dan tegang.
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Ginjal : Ballotement tidak di ada
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
19
B. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
- -
5. Nistagmus
- -
6. Strabismus
- -
7. Eksoftalmus
Nervus III, IV, VI (gerakan Kanan Kiri
okuler)
Pergerakan bola mata : + +
1. Lateral + +
2. Atas + +
3. Bawah + +
4. Medial + +
5. Diplopia
- -
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
20
C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
21
Sensibilitas
1. Rasa suhu : Tidak diperiksa
2. Rasa nyeri : Dalam batas normal
3. Rasa raba : Dalam batas normal
Refleks
1. Biceps : (+/+)
2. Triceps : (+/+)
Refleks
1. Patella : (+/+)
2. Achilles : (+/+)
3. Babinski : (-/-)
4. Chaddok : (-/-)
5. Gordon : (-/-)
6. Oppenheim : (-/-)
Klonus
1. Paha : (-/-)
2. Kaki : (-/-)
22
Sensibilitas
1. Rasa suhu : tidak diperiksa
2. Rasa nyeri : dalam batas normal
3. Rasa raba : dalam batas normal
F. Gerakan Involunter
1. Tremor : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
2. Chorea: Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
3. Atetosis : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
4. Myocloni : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
5. Spasme : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
G. Fungsi Vegetatif
1. Miksi : dalam batas normal
2. Defekasi : dalam batas normal
3.5 Diagnosis
3.6 Terapi
Betahistin mesilat tab 6 mg/ 24 jam
Flunarizin tab 5 mg/ 24 jam
Lansoprazol caps 30 mg/24 jam
23
2.7 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
24
25
nistagmus dapat dinilai untuk menentukan jenis vertigo. Pada vertigo tipe perifer
akan timbul nistagmus yang bersifat horizontal maupun rotatoar.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan.(7) Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat hipertensi dan juga tidak terdapat gangguan pendengaran. Hal tersebut
menyingkirkan diagnosis banding Meniere’s Disease.
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.
Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit. Patomekanisme BPPV dapat
dibagi menjadi dua, antara lain :(1)
a. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula
utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. KSS posterior berubah posisi
dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith
tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
b. Teori Canalithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel
ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah.
Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di
sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan
kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus
yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah
26
seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat
sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency)
nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan
konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
Pada pasien ini diberikan terapi Betahistin mesilat. Betahistin mesilat
merupakan obat antivertigo yang bekerja dengan memperlebar sphincter
prekapiler sehingga meningkatkan aliran darah pada telinga bagian dalam, dengan
demikian menghilagkan endolymphatic hydrops. Betahistin juga memperbaiki
sirkulasi serebral dan meningkatkan aliran darah arteri karotis interna. Pemberian
betahistin diindikasikan untuk mengurang vertigo yang berhubungan dengan
gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau
sindroma meniere dan vertigo perifer.(7)
Flunarizine dengan zat aktif Flunarizin 2HCl adalah suatu penghambat
masuknya kalsium yang bekerja secara selektif dan tidak memiliki efek kontraksi
dan konduksi terhadap jantung. Obat ini digunakan untuk pengobatan dan
pencegahan gangguan vestibular akibat gangguan peredaran darah serebral dan
perifer seperti vertigo.(7)
Lansoprazole adalah inhibitor sekresi asam lambung yang efektif.
Lansoprazole secara efektif menghambat (H+/K+)ATPase (pompa proton) dari sel
parietal mukosa lambung. Pada pasien ini lansoprazole diindikasi untuk keluhan
mual.(7)
BAB IV
KESIMPULAN
BPPV dianggap merupakan penyebab tersering vertigo. Penatalaksanaan
berupa anamnesis yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan
kemungkinan penyebabnya, terapi dapat menggunakan obat dan atau manuver-
manuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan atau menyingkirkan otoconia
ke tempat yang stabil.
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berusia 41 tahun dengan diagnosa
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Keluhan khas yang dirasakan adalah
pusing berputar terutama saat pasien mengalami perubahan posisi disertai dengan
keluhan tambahan yaitu mual. Tes keseimbangan berupa tes Romberg didapatkan
hasil positif. Pada kasus ini diberikan terapi medikamentosa yaitu betahistin
metilat, flunarizine, dan lansoprazole.
27
DAFTAR PUSTAKA
28