You are on page 1of 30

Laporan kasus

Benign Paroxysmal Positional Vertigo


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik SeniorBagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
Hasyifa Dhalila
1607101030146

Dokter Pembimbing:
dr. Nur Astini, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
beserta salam penulis sampaikan kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior Bagian/SMF Neurologi RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala terutama mengenai
kasus vertigo.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan
penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun, untuk kesempurnaan laporan ini.

Banda Aceh, Desember 2017

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo merupakan keluhan yang umum dijumpai pada praktek klinik
dimana pasien menggambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). (1) Beberapa studi telah
mencoba untuk menyelidiki epidemiologi dizziness yang meliputi vertigo dan
non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling
sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari
keempat jenis dizziness, vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%.
Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-
hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo.
1
Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita
dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. (2)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dianggap merupakan
penyebab tersering vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung
singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.
(1). Keluhan datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat
menyebutkan dengan tepat posisi tertentu dapat menimbulkan vertigonya.
Keluhan lain berupa mual bahkan muntah, sehingga penderita merasa khawatir
akan timbul serangan lagi , hal ini menyebabkan penderita sangat hati- hati dalam
posisi tidurnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan melakukan
manuver-manuver. BPPV berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang dan
biasanya akan kembali setelah pengobatan dengan manuver- manuver berhasil.(3)
Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian
Herdman terhadap 77 pasien BPPV. Mendapatkan 49 pasien (64%) dengan
kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, dan 18
pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat serta
didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal.(1)(3)

1
2

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penelitian laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik senior di Bagian/SMF Neurologi RSUD dr. Zainoel Abidin dan
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dokter muda tentang benign
paroxysmal positional vertigo.

1.3. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai sarana untuk mengetahui
dan mempelajari lebih dalam mengenai benign paroxysmal positional vertigo
berdasarkan teori dan kasus yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Keseimbangan


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindungi oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirirn secara
umum adalah telinga dalam , tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak di dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut labirin
tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang
endolimfa terdapat pada labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih
tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam lebirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap
labirin terdiri dari 3 kanalis semi sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain tiga kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus. (1)(3)

2.1 Tulang (warna abu-abu) dan membran (warna ungu)(4)

2.2 Fisiologi Alat Keseimbangan


Keseimbangan atau orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung pada input sensorik dan reseptor vestibuler di labirin,

3
4

organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensoris


tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu.(1)(3)
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik trdiri dari tiga kanalis
semisirklaris dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.(1)(3)
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan
silia akan menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmitter eksitator yagn
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hierpolarisasi.(1)(3)
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung.(1)(3)
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain , sehingga
kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah.(1)
5

2.3 BPPV (Benign Paroxyxmal Positional Vertigo)


2.3.1. Definisi
BPPV (Benign Paroxyxmal Positional Vertigo) adalah gangguan
vestibular yang paling sering dijumpai, dengan gejala pusing berputar diikuti
dengan mual atau muntah, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. BPPV
merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita di usia dewasa muda dan usia lanjut.(5)

2.3.2. Epidemiologi
BBPV sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan
usia lanjut. Prevalensi vertigo di Jerman, umur 18 tahun hingga 79 tahun adalah
30%, 24% diantaranya diasumsikan karena gangguan vestibuler. Beberapa studi
menunjukkan pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% merupakan
gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral. Di Indonesia angka
kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun
sekitar 50%. Vertigo adalah keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh
penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke.
Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya
4%–7% yang diperiksakan ke dokter. (6)
Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian
Herdman terhadap 77 pasien BPPV. Mendapatkan 49 pasien (64%) dengan
kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, dan 18
pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat serta
didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal.(7)

2.3.3. Etiologi
Penyebab BPPV dibagi menjadi dua yaitu penyebab primer dan sekunder.
Primer atau idiopatik (50%-70%), dan penyebab sekunder yaitu trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral (7%-17%), Penyebab
lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus (15%), penyakit meniere (5%),
migrain (<5%) dan pembedahan telinga dalam (<1%).(4)
6

2.3.4. Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Terdapat dua hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV adalah :(4)
1. Hipotesis kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia
yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada
permukaan kupula semisirkularis posterior yang letaknya langsung di
bawah makula urtikulus. Debris ini menyebabkannya lebih berat daripada
endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih sensitif terhadap
perubahan arah gravitasi.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
tergantung, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan vertigo
2. Hipotesis kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula,
melainkan mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada
perubahan posisi kepala debris tersebut akan bergerak ke posisi paling
bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus
ampularis.
7

2.2 Deskripsi dari canalithiasis of the posterior canal and cupulolithiasis of the
lateral canal.(4)

2.3.5. Manifestasi Klinis


Pada BPPV gejala yang paling menonjol adalah pusing berputar, kepala
terasa ringan, rasa terapung atau terayun, kesulitan berkonsentrasi, mual, keringat
dingin, pucat, muntah, sempoyongan waktu berdiri atau berjalan dan nistagmus.
Setiap orang memiliki gejala yang bervariasi. Gejala yang timbul dihubungkan
dengan perubahan posisi kepala.(8)

2.3.6. Diagnosis
2.3.6.1 Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan
dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang
timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.(3)
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan
obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain
yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
8

anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan


trauma akustik.(3)

2.3.6.2 Pemeriksaan Fisik


Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nigtasmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering
digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk
Canalith Repositioning Treatment.(4)
Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi
timbulnya respon nistagmus pada kacamata frenzel yang dipakai oleh pasien
dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan sistem video infra
merah. Penggunakan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari
beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.
Perekaman tersebut tidak dapat bersamaan dengan pemeriksaan ENG, karena
prosesnya dapat terganggu oleh pergerakan dan artefak kedipan mata, selain itu
nistagmus mempunyai komponen torsional yang prominen, yang tidak dapat
terdeteksi oleh ENG.(4)
Pada Uji Dix- Hallpike diperhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke
kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan
apakah lesinya perifer atau sentral. Tunggu 40 detik sampai respon abnormal
timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama kurang lebih 1 menit atau
sampai respon menghilang.(3)(4)(9)
9

2.4 Manuver Dix-Hallpike untuk menginduksi nystagmus pada Benign


Paroxysmal Positional Vertigo yang melibatkan kanalis semisirkularis posterior
kanan.(4)

Interpretasinya adalah jika normal tidak timbul vertigo dan nistagmus


dengan mata terbuka. Kadang-kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan
elektronistagmografi adanya beberapa detak nistagmus. Abnormal timbulnya
nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4 ciri, yaitu: ada masa laten,
lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo yang lamanya sama dengan
nistagmus, dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang
setiap kali manuver diulang.(3)(7)
Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat
arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus
kedepan : (5)
a. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis
posterior kanan
10

b. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis


posterior kiri
c. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis
anterior kanan
d. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis
anterior kanan
Perasat sidelying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat sidelying kanan
yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kiri atau kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior
pada posisi paling bawah dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang
tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.(5)
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung pada tepi
meja., kepala ditegakkan ke sisi kanan., tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk dilakukan perasat sidelying kiri,
pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 o ke kanan
(menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kanan atau kanalis posterior
kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.(5)
Interpretasi perasat sidelying pada orang normal nistagmus dapat timbul
pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan
tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan
nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul
bersamaan dengan nistagmus.(8)

2.3.7. Tata Laksana


Terapi pada BPPV bertujuan untuk reposisi otoconia yang terlepas kembali ke
utrikulus. Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu CRT
(Canalith Respositioning Treatment), Perasat Liberatory dan latihan Brandt-
Darroff.(7)
11

CRT sebaiknnya segera dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan


respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalitiasis pada
kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak
kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk
mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus, tempat
dimana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang
terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Tindakan ini dimulai pada
posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala
ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah
itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi
menghadap ke kiri dengan sudut 45o sehingga kepala menghadap ke bawah
melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala
menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher
dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, membungkukkan badan selama
satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang
sehat selama lima hari. Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien
dengan kanalitiasis pada kanal anterior kanan.(7)
Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT
kiri merupakan metode yang dapat digunakan, yaitu dimulai dengan kepala
menggantung kiri dan membalikkan tubuh ke kanan sebelum duduk.(7)

2.5 Canalith repositioning procedure (CRP)(8)


12

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi


reseptor semisirkularis. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi
tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik
baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik,
kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali
berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan
lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik
ke atas, bawah kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin
cepat, kemudian diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan
mata tertutup, yang makin lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada
penyebab yang ditemukan.(3)

2.6 Pemeriksaan Brandt-Daroff(3)


Perasat Liberatory, yang dikembangkan oleh Semont, juga dibuat untuk
memindahkan otolit ( debris/ kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe parasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat, apakah kanal anterior
atau posterior.(3)
13

2.7 Pemeriksaaan Laberatory(4)

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan liberatory


kanan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45o. Pasien yang duduk
dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah satu menit, pasien digerakkan secara
cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi sidelying kiri dengan kepala
menoleh 45o ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan
perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudia dikenakan dan
diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT.(4)
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien
BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang
disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan
benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine,
dipenhidramin). Benzodiazepine dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine
14

mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan
muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan
antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan.(7)

2.3.8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat
kepala diletakkan pada posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.(3)

2.3.9. Prognosis
Prosedur reposisi canalith memberikan pengobatan yang cepat dan tahan
lama pada kebanyakan pasien BPPV. Namun, dalam subkelompok kecil pasien,
kegagalan mungkin disebabkan berbagai faktor prognostik.(1)
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Nurlaila
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Lampeneureut
Suku : Aceh
Pekerjaan : PNS
No RM : 1-05-03-61
Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Pusing berputar sejak 2 minggu yang lalu

Keluhan Tambahan:
Mual

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan pusing berputar sejak 2
minggu yang lalu yang memberat sejak 1 hari yang lalu. Keluhan sering
muncul tiba-tiba terutama saat pasien bangun dari tidur ataupun dari posisi
duduk ke posisi berbaring. Keluhan yang dirasakan hilang timbul. Saat
keluhan timbul, pasien merasakan lingkungan sekitarnya berputar sehingga
pasien lebih nyaman menutup mata. Keluhan mual dirasakan tanpa keluhan
muntah. Telinga berdenging, telinga terasa penuh, dan penurunan
pendengaran tidak dirasakan. Keluhan kelemahan anggota gerak tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada.

15
16

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat stroke (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama, dan tidak
ada anggota keluarga dengan riwayat stroke, hipertensi, dan DM.

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:


Tidak ada

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:


Pasien seorang pegawai Instalasi Pemulasaraan Jenazah di salah satu Rumah
Sakit Umum Daerah. Merokok (-).

Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : E4M6V5 (Compos mentis)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
Keadaan Gizi : Gizi Normal

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedema : tidak ada
Anemia : tidak ada
17

b. Kepala
Bentuk : normocephali
Wajah : simetris (+), edema (-) dan deformitas (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3
mm/ 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan reflex cahaya
tidak langsung (+/+), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-
/-), nistagmus (-/-)
Telinga : serumen (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah tremor dan hiperemis (-)

c. Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
- JVP : TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai
e. Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Simetris, nyeri tekan Simetris, nyeri tekan
tidak ada tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronki (-) wheezing (-) Ronki (-) wheezing (-)

f. Jantung
18

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Perkusi : Atas : ICS III linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula
sinistra.
Kanan : ICS IV di linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

g. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,
keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena, kulit kuning, distensi, darm
steifung, darm kontur, dan pulsasi pada dinding perut tidak
dijumpai.
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat, bising pembuluh darah tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada. Simfisis teraba keras dan tegang.
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Ginjal : Ballotement tidak di ada
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.

h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)


i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai
j. Ekstremitas : Kesan lateralisasi (-)

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
19

3.4 Status Neurologis


A. G C S : E4M6V5 (compos mentis)
Pupil : Bulat isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : tidak diperiksa
- Brudzinski I : tidak diperiksa
- Brudzinski II : tidak diperiksa

B. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm

2. Bentuk pupil bulat bulat


+ +
3. Refleks cahaya langsung
4. Refleks cahaya tidak langsung
+ +

- -
5. Nistagmus
- -
6. Strabismus
- -
7. Eksoftalmus
Nervus III, IV, VI (gerakan Kanan Kiri
okuler)
Pergerakan bola mata : + +
1. Lateral + +
2. Atas + +
3. Bawah + +
4. Medial + +
5. Diplopia
- -
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
20

1. Membuka mulut Dalam batas normal


2. Menggigit dan mengunyah Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik) Kanan Kiri


1. Mengerutkan dahi Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Menutup mata Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Menggembungkan pipi Dalam batas normal Dalam batas normal

4. Memperlihatkan gigi Dalam batas normal Dalam batas normal

5. Sudut bibir Dalam batas normal Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik) Kanan Kiri


1. Bicara Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Menelan Dalam batas normal Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)


1. Mengangkat bahu Dalam batas normal Dalam batas normal
2. Memutar kepala Dalam batas normal Dalam batas normal
Nervus XII (fungsi motorik)
1. Artikulasi lingualis Dalam batas normal
2. Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Kelompok Sensoris
1. Nervus I (fungsi penciuman) Dalam batas normal
2. Nervus V
(fungsi sensasi wajah) Dalam batas normal
3. Nervus VII
(fungsi pengecapan) Dalam batas normal
4. Nervus VIII
(fungsi pendengaran) Dalam batas normal

C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
21

Sensibilitas
1. Rasa suhu : Tidak diperiksa
2. Rasa nyeri : Dalam batas normal
3. Rasa raba : Dalam batas normal

D. Anggota Gerak Atas


Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : kesan lateralisasi (-)
3. Tonus : N/N

Refleks
1. Biceps : (+/+)
2. Triceps : (+/+)

E. Anggota Gerak Bawah


Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : Kesan Lateralisasi (-)

Refleks
1. Patella : (+/+)
2. Achilles : (+/+)
3. Babinski : (-/-)
4. Chaddok : (-/-)
5. Gordon : (-/-)
6. Oppenheim : (-/-)

Klonus
1. Paha : (-/-)
2. Kaki : (-/-)
22

Sensibilitas
1. Rasa suhu : tidak diperiksa
2. Rasa nyeri : dalam batas normal
3. Rasa raba : dalam batas normal

F. Gerakan Involunter
1. Tremor : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
2. Chorea: Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
3. Atetosis : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
4. Myocloni : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
5. Spasme : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)

G. Fungsi Vegetatif
1. Miksi : dalam batas normal
2. Defekasi : dalam batas normal

H. Koordinasi dan Keseimbangan


1. Cara berjalan : dalam batas normal
2. Romberg test : positif
3. Tes Finger to finger : dalam batas normal
4. Tes finger to nose : dalam batas normal
5. Pronasi-supinasi : dalam batas normal

3.5 Diagnosis

Diagnosis Klinis : Benign Paroxysmal Positional Vertigo


Diagnosis Topis : Organ vestibular
Diagnosis Etiologis : Idiopatik
Diagnosis Banding : Meniere’s Disease

3.6 Terapi
Betahistin mesilat tab 6 mg/ 24 jam
Flunarizin tab 5 mg/ 24 jam
Lansoprazol caps 30 mg/24 jam
23

2.7 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang wanita berusia 41 tahun dengan keluhan pusing


berputar sejak 2 minggu dan memberat sejak 1 hari sebelum pasien berobat ke
poli. Keluhan hilang timbul dan muncul tiba-tiba terutama saat pasien bangun dari
tidur ataupun dari posisi duduk ke posisi berbaring. Saat keluhan timbul, pasien
merasakan lingkungan sekitarnya berputar sehingga pasien lebih nyaman menutup
mata. Keluhan mual dirasakan tanpa keluhan muntah. Telinga berdenging, telinga
terasa penuh, dan penurunan pendengaran tidak dirasakan. Keluhan kelemahan
anggota gerak tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,
kesadaran kompos mentis dengan GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital ditemukan
dalam batas normal. Status internus didapatkan dalam batas normal.
Pada status neurologis tidak ditemukan tanda rangsang meningeal tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan nervus cranialis tidak adanya
kelainan. Pada pemeriksaan fungsi motorik, fungsi sensorik dan otonom dalam
batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis dalam batas
normal dan tidak ditemukan refleks patologis. Hal ini menginterpretasikan bahwa
tidak terdapat gangguan sentral.
Dari hasil tes keseimbangan berupa tes Romberg didapatkan hasil positif.
Sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan
maka hasil ini mendukung ke arah Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV).
Yang menjadi poin diagnostik untuk kasus ini adalah pusing berputar yang
diperberat oleh perubahan posisi kepala. Hal ini khas terjadi pada BPPV. Keluhan
mual juga dirasakan. Selain itu adalah hasil tes Romberg (+) yang
menginterpretasikan adanya gangguan keseimbangan.
Untuk mendukung diagnosis ke arah BPPV perlu dilakukan tes provokasi
nistagmus. Gunanya adalah menentukan apakah ini termasuk vertigo sentral
maupun perifer. Tes provokasi akan menyebabkan timbulnya nistagmus. Arah

24
25

nistagmus dapat dinilai untuk menentukan jenis vertigo. Pada vertigo tipe perifer
akan timbul nistagmus yang bersifat horizontal maupun rotatoar.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan.(7) Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat hipertensi dan juga tidak terdapat gangguan pendengaran. Hal tersebut
menyingkirkan diagnosis banding Meniere’s Disease.
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.
Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit. Patomekanisme BPPV dapat
dibagi menjadi dua, antara lain :(1)
a. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula
utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. KSS posterior berubah posisi
dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith
tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
b. Teori Canalithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel
ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah.
Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di
sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan
kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus
yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah
26

seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat
sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency)
nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan
konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
Pada pasien ini diberikan terapi Betahistin mesilat. Betahistin mesilat
merupakan obat antivertigo yang bekerja dengan memperlebar sphincter
prekapiler sehingga meningkatkan aliran darah pada telinga bagian dalam, dengan
demikian menghilagkan endolymphatic hydrops. Betahistin juga memperbaiki
sirkulasi serebral dan meningkatkan aliran darah arteri karotis interna. Pemberian
betahistin diindikasikan untuk mengurang vertigo yang berhubungan dengan
gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau
sindroma meniere dan vertigo perifer.(7)
Flunarizine dengan zat aktif Flunarizin 2HCl adalah suatu penghambat
masuknya kalsium yang bekerja secara selektif dan tidak memiliki efek kontraksi
dan konduksi terhadap jantung. Obat ini digunakan untuk pengobatan dan
pencegahan gangguan vestibular akibat gangguan peredaran darah serebral dan
perifer seperti vertigo.(7)
Lansoprazole adalah inhibitor sekresi asam lambung yang efektif.
Lansoprazole secara efektif menghambat (H+/K+)ATPase (pompa proton) dari sel
parietal mukosa lambung. Pada pasien ini lansoprazole diindikasi untuk keluhan
mual.(7)
BAB IV
KESIMPULAN
BPPV dianggap merupakan penyebab tersering vertigo. Penatalaksanaan
berupa anamnesis yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan
kemungkinan penyebabnya, terapi dapat menggunakan obat dan atau manuver-
manuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan atau menyingkirkan otoconia
ke tempat yang stabil.
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berusia 41 tahun dengan diagnosa
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Keluhan khas yang dirasakan adalah
pusing berputar terutama saat pasien mengalami perubahan posisi disertai dengan
keluhan tambahan yaitu mual. Tes keseimbangan berupa tes Romberg didapatkan
hasil positif. Pada kasus ini diberikan terapi medikamentosa yaitu betahistin
metilat, flunarizine, dan lansoprazole.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmodjo BR. Vertigo: Aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran;


2004. 144 p.

2. Joesoef AA. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada


Unversity Press; 2000. 341-59 p.

3. Akbar M. Diagnosis Vertigo. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin; 2013. 1-14 p.

4. Lorne Parnes, Agrawal S, Atlas J. Diagnosis and management of benign


paroxysmal positional vertigo (BPPV). Can Med Assoc or its Licens.
2002;681–92.

5. Gilman, Sid, Herdman WJ, Manji H, Conolly S, Dorward N, et al. Oxford


Medical Handbook of Neurology. Oxford University Press; 2010.

6. Indriawati KR, Pinzon RT. Effects of Betahistine Mesilate Use to Improve


Peripheral Vertigo Symptoms at Bethesda Hospital.
2017;(September):427–36.

7. Blittar R, Furtado R, Paula L. Benign paroxysmal positional vertigo:


diagnosis and treatment. Int Tinnitus J. 2011;135–45.

8. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Northwest Univ


Med Sch Chicago,Illinois Vestib Disord Assoc. 2009;1–10.

9. Purnamasari P. Diagnosis dan Tata Laksana Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV). Bagian Ilmu Penyakit Saraf Univ Udayana Denpasar.
2010;1–24.

28

You might also like