You are on page 1of 2

1.

Hukuman Kebiri bagi Pelaku Pemerkosa


Kasus pemerkosaan dengan beragam alasan semakin mengkhawatirkan. Perkosaan bisa
terjadi kepada perempuan berbagai usia, tak peduli ibu-ibu, nenek, perempuan dewasa, remaja,
bahkan ada yang biadab menodai anak di bawah umur. Pelaku bisa dari berbagai usia dari tua
sampai anak-anak, bisa siapa saja dari orang-orang yang kenal dekat dengan korban sampai
orang yang sama sekali tidak di kenal. Keluarga yang seharusnya menjadi pelindung anak, ada
yang tega menodai si anak sendiri. Pelaku keluarga terdekat bisa ayah kandung, ayah tiri, ayah
angkat, kakak (kandung/tiri/angkat), adik, paman, om, tetangga, dll. Pelaku dari orang yang
dikenal bisa dilakukan oleh guru, teman, saudara teman, dll. Sementara pelaku dari orang yang
tak dikenal lebih banyak lagi.
Maraknya pemerkosaan bisa jadi lantaran hukuman yang diterima pelaku tak terlalu
memberikan efek jera. Ancaman hukuman penjara 12 tahun bagi pemerkosa seperti dalam Pasal
285 KUHP atau 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tampaknya tidak cukup membuat pelaku takut dan
kapok.

 Tanggapan
Menurut data Komnas Perempuan, selama 13 tahun terakhir kekerasan seksual yang
dilaporkan ke Komnas Perempuan oleh para mitra mencapai 93.960 kasus atau sekitar
seperempat dari total kasus kekerasan yang ada. Ironisnya meski hukuman maksimum
pemerkosaan menurut KUHP 12 tahun penjara, hukuman untuk pelaku hanya 3-7 tahun atau
terkadang malah terjadi penyelesaian damai antara pelaku dan korban, sehingga tidak
menimbulkan efek jera.
Kecenderungan pelaku tak kenal takut akan ancaman hukuman, karena barangkali pelaku
berpikir setelah keluar dari penjara toh mereka masih bisa berbuat apa saja yang dimaui termasuk
soal penyaluran syahwat. Kalau pemerintah mau bersikap tegas dengan memberikan hukuman
yang bisa membuat efek jera, barangkali para calon pelaku pemerkosa tak akan berani. Dari
beberapa sumber, pemerintah Korea Selatan sejak 19 Maret 2013, mengesahkan hukuman
KEBIRI SECARA KIMIAWI bagi pelaku pemerkosa. Kebiri ini tidak dengan di potong bagian
tertentu, tetapi dengan memasukkan cairan zat kimia yang membuat pelaku akan kehilangan
gairah seksual dan keinginan melakukan aktivitas seksual. Pengebirian ini dimaksudkan untuk
meningkatkan perlindungan warganya dari ancaman kejahatan seksual.
Sungguh menarik kalau pemerintah kita menerapkan hukuman pengebirian tersebut. Saya
nyakin 100% para laki-laki calon pemerkosa akan geper, tak bernyali, dan akan berpikir ribuan
kali sebelum melakukan tindakan pemerkosaan. Laki-laki mana yang mau kehilangan keinginan
untuk menyalurkan kebutuhan biologis? Di jamin tidak ada.
2. Hukum Mati Bagi Pengedar Narkoba
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan surat perintah untuk eksekusi mati
terhadap 10 terpidana mati gelombang kedua. Walau ada penolakan, namun mayoritas rakyat
Indonesia atau sebanyak 86 persen ternyata setuju dan mendukung menghukum mati pengedar
narkoba.
"Mereka beralasan, narkoba telah merusak generasi muda bangsa dan sebagai cara untuk
membuat efek jera," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari kepada pers di Jakarta,
Senin (27/4/2015), menanggapi pro dan kontra hukuman mati terhadap pengedar narkoba dan
adanya tekanan dari negara asing terkait eksekusi pengedar narkoba.
"Ternyata publik mendukung langkah Presiden Jokowi mengeksekusi mati pengedar
narkoba," katanya.

 Tanggapan
Menurut hasil survei nasional Indo Barometer yang diselenggarakan pada tanggal 15-25
Maret 2015, mayoritas publik Indonesia atau sekitar 84,1 persen menyatakan setuju dengan
hukuman mati yang diberikan kepada pengedar narkoba.
“Bagi mereka yang setuju, alasan yang banyak diungkap adalah narkoba merusak generasi
muda (60,8%), dan dapat menyebabkan efek jera (23,7%),” kata Qodari.
Sedangkan publik yang tidak setuju, alasan yang banyak diungkap adalah masih ada jenis
hukuman lain yang lebih manusiawi (36,2%) dan hukuman mati merupakan pelanggaran hak
asasi manusia (28,4%).
Sementara itu, lanjut Qodari, sebagian besar atau sekitar 84,6% masyarakat Indonesia
mendukung langkah Presiden Jokowi dalam menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba.
Sedangkan yang tidak mendukung hanya 10,3 persen.
“Dan mayoritas publik (86,3%) menyatakan Presiden Jokowi sebaiknya tetap melanjutkan
hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba, meski negara lain akan memutuskan hubungan
diplomatik dan menghentikan kerja sama ekonomi dengan Indonesia,” katanya.

You might also like