You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Sistem Pernapasan

1. Pengertian

Asma merupakan penyakit pada jalan nafas yang tidak dapat pulih yang

terjadi karena spasme bronkus yang disebabkanoleh berbagai penyebab.

(Andra & Yessie, 2013)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktuf intermiten, reversible

dimanna trakea dan bronki berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi

tertentu. (Andra & Yessie, 2013)

Asma bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh

spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara

dan penurunan ventilasi alveolus (Padila, 2013)

Asma penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea

dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap terhada stimuli tertentu

(Padila, 2013)

Asma obstruksi jalan nafas bersifat reversible, terjadi ketika bronkus

mengalami inflamasi/ peradangan dan iperresponsif. (Padila, 2013).

Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang

dikarakteristikian dengan hiperrespontivitas, edema mukosa dan produksi

mukus. (branner & suddarth, 2015).

5
2. Anatomi Fisiologi

a. Hidung

Hidung merupakan alat pernafasan paling awal yang dilalui udara.

Didalam rongga hidung terdapat rambut kecil (silia) dan selaput

lender. Rambut kecil berguna menyaring udara kotor yang masuk

melalui hidung, sedangkan selaput lender menghasilkan lender

yang berfngsi menangkap udara kotor yang lolos oleh saringan

rambut kecil, menghangatkan suhu udara yang masuk ke paru-

paru, dan mengatur kelembapan udara.

b. Faring merupakan rongga pensimpangan antar jalan udara

pernapasan tentang tenggorok dan rongga hidng.

6
c. Epiglottis merupakan tulang rawan yang terletak di belakang lidah

dan terletak didepan laring (kotak suara). Epiglottis biasanya

memiliki konformasi menghadap atas agar udara dapat masuk ke

dalam jalur selanjutnya.

d. Diagfragma adalah lembaran otot yang terletak dibagian bawah

tulang rusuk, diagfragma merupakan otot penting yang

memisahkan rongga dadayang berisi jantung, paru-paru dan tulang

rusuk dari rongga perut.

e. Pita suara

Pita suara merupakan katub bergetar yang memotong aliran udara

dari paru-paru menjadi pulsa suara yang membentuk suara laring,

otot-otot laring menyeseuaikan panjang dan ketegangan dari pita

suara untuk menghasilkan tala dan nada.

f. Trakea (batang tenggorok)

Trakea berfungsi sebagai tempat lewatnya udara. Trakea

merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin

yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku

kuda (huruf C)

g. Bronkus (cabang batang tenggorok)

Bronkus ini merupakan daerah dada, trakea bercabang dua kekiri

dan kekanan disebut bronkus (cabang batang tenggorok )

didalamnya paru-paru, dalam bronkus terbentuk cabang-cabang

disebut bronkiolus, yang menuju tiap lobus ada paru-paru.

7
3. Etiologi

Etiologi asma dapat dibagi atas:

a. Enstrinsik / alergi

Asma yang disebabkan oleh elergen yang ditahui masanya sudah terdapat

protein, serbak sari, bulu halus, binatang dan debu.

b. Asma intrinsic / iropatik

Asma yang tidak ditemukan faktor

1) Kegagalan jantung/gangguan irama jantung

2) Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas

3) Asidosis

4. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversible. Obstruksi disebabkan

oleh satu atau lebih dari kontraksi otot-otot yang menglilingi bronkhi, yang

menyempitkan jalan nafas, atau pembekakan membranya yang malapisi

bronkhi, atau pengisap bronkhi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot

bronkhian dan kelenjer mukosa membesar, sputum yang kental, banyak yang

dihasilkan dan alveolimenjadi hiperinflansi, dengan udara terperangkap di

dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum

diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem

imunologis dan sistem otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk

terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian

menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen

8
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan

produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histami, bradikinim dan

prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang beraksi lambat (SRS-A).

pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi ototpolos dan

kelenjer jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembekakan membran

mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh

impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau

nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti

infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang

dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsungmenyebabkan

bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi dibahas di

atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon

parasimpatis.

Selaain itu reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak

dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi

bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergic yang

dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergic dikendalikan

terutama oleh siklik adenosine monofosfat cAMP.

Stimulasi reseptor alfamengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah

pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast

bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergic mengakibatkan

peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan

9
menyebabkan bronkodilatasi teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-

adrenergic terjadi pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan

terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kostriksi otot polos.

10
5. Pathway
Faktor Pencetus

Alergi Adioptik

Edema dinding Bronkiolus Spasme Otot Polos Sekresi Mukus Kental Di


Bronkiolus Dalam Lumen bronkiolus

Ekspirasi Menekan sisi Diameter Bronkiolus Bersihan Jalan Nafas


Luar Bronkiolus mengecil Tdiak Efektif

Perfusi paru Tidak Cukup


Intoleransi Aktivitas Dispnea
Mendapat Ventilasi

Gangguan Pertukaran Gas


6. Menifestasi Klinis

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dyspnea dan mengi. Pada beberapa

keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering

kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi

mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang

reseptor jalan nafas.

Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak

dalam dada disetai dengan pernafasan lambat, mengi dan laborious. Ekspirasi

selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi, yang mendorong pasien

untuk duduk tegak dan menggunakan serta otot-otot aksesori pernafasan. Jalan

nafas yang tersumbat menyebabkan dyspnea.

Batuk pada awalnya menyebabkan susah dan kering tetapi segera menjadi lebih

kuat. Sputum, yang terdiri dari sedikit mukusmengandung rasa gelatinosa

bulat, kecil yang dibatukan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk

sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi

karbodioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi.

Serangan asma dapat berlangung dari 30 menit sampai beberapa jam dan

dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma yang fatal, kadang terjadi

reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut asmatikus. Kondisi ini merupakan

kondisi yang mengancam hidup.

kemungkinan reaksi alergiuk lainnya yang dapat menyertai asma

termasuk eczema, ruam dan edema tomporer. Serangan asmatik dapat terjadi

12
secara periodic setelah pemajanan terhadap allergen spesifik, obat-obat tetentu,

latihan fisik dan kegairahan emosional.

7. Pemerksaan penunjang

a. Spirometri

b. Uji profokasi bronkus

c. Pemeriksaan sputum

d. Pemeriksaan cosinofit total

e. Uji kulit

f. Pemeriksaan kadar IgE spesifik dalam sputum

g. Foto dada

h. Analisis gas dara

8. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan asma bronkkal yaitu : (Brunner & Suddarth, 2015)

a. Kaji status pasiendengan monitor tingkat keparahan gejala, suara napas,

peak flow, oksimetri nadi, dan tanda-tanda vital.

b. Kaji riwayat reaksi alergi terhadap obat sebelum memberikan medikasi.

c. Identifikasi medikasi yang tengah digunakan oleh pasien.

d. Berikan medikasi sesuai yang diresepkan dan monitor respon pasien

terhadap medikasi tersebut medikasi mungkin mencangkup antibiotic jika

pasien telah lebih dulu mengalami infeksi pernafasan.

e. Berikan terapi cairan jika pasien mengalami dehidrasi

f. Bantu prosedur intubasi, jika diperlukan.

13
9. Therapy

Therapy terdapat 2 golongan medikasi-medikasi kerja cepat dan control

kerja lambat maupun produk kombinasi

a. Agonis adrenegik, beta2, pendek.

b. Antikolinergik.

c. Kortikosteroid, inhaler dosis, struktur (MDI).

d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.

e. Metilxantin

B. Konsep dasar asuhan keperawatan asma bronkial

1. Pengkajian

Adapun yang perlu dikaji pada klien dengan asma bronkial adalah

sebagai berikut :

a. Identitas klien

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang mengalami penyakit

asma adalah: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, pekerjaan,

pendidikan, tanggal jam masuk rumah sakit, tanggal jam pengkajian,

nomor rekam medic, diagnosa, keperawatan.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama meliputi sesak nafas terasa berat pada dada, dan

adanya kesulitan untuk bernafas .

2) Riwayat kesehatan sekarang, klien dengan serangan asma datang

mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang

14
hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain

seperti keringat dingin. Penggunaan otot bantu pernafasan,

kelelahan, sianosis, dan perubahan tekanan darah.

3) Riwaya penyakit dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti

adanya infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan,

amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat eserangan asma,

frekuensi, waktu, dan alergi-alergi yang dicurigai sebagai

pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan

untuk meringankan gejala asma.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Mengkaji tentang kesehatan yang terdahulu misalnya apakah

sewaktu kecil pernah mengalami gangguan pernafasan, dan

apakah mengalami gangguan, dan apakah mengalami demam.

c. Pola pengkajian kebutuhan dasar menurut Gordon yaitu:

1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Umumnya pasien mengalami asma mengeluh sesak nafas, nyeri

dada, kelemahan dan kelelahan, warna kulit pucat atau sianosis,

dyspnea saat aktivitas.

2) Nutrisi metabolic

Pasien dengan penyakit asma seringkali mengalami gangguan

pemenuhan nutrisi seperti mual, muntah, berat badan menurun,

edema, dan kehilangan nafsu makan.

15
3) Pola eliminasi

Masalah pasien penyakit asma biasanya terjadi penurunan

frekuensi berkemih.

4) Pola aktivitas dan latihan

Biasanya pasien mengalami kelemahan, kelelahan, dan dyspnea

karena kerja, dan takikardi.

5) Pola aktivitas tidur

Pasien dengan penyakit asma sering mengalami gangguan

tidur.

6) Pola kognitif perseptual

Pasien penyakit asma mengalami gangguan perseptual.

7) Pola konsep diri

Dapat mengalami harga diri, ideal diri, identitas diri dan

gambaran diri.

8) Pola peran dan hubungan sesame

Perubahan peran dan tanggung jawab keluarga, sahabat dan

aktivitas social yang biasa dilakukan yang biasa dilkukan.

9) Pola reproduksi seksualitas

Masalah kesehatan mempengaruhi dalam aktivitas seksual dan

peran sebagai suami atau istri yang berdasarkan masalah

bernafas berat saat aktivitas seksual. Mengkaji apakah sejak

menderita penyakit ini, pasien masih melakukan aktivitas

seksual atau tidak, dan bagaimana organ-organ reproduksi.

16
10) Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Pada umumnya pasien dengan penyakit asma mengalami

gangguan koping dan stress berdasarkan keprihatian vinansial

seperti biaya perawatan. Hal ini terlihat dalam perilaku

misalnya cemas, marah, ketakutan dan gelisah.

11) Nilai kepercayaan

Perubahaan dalam nilai ini keprihatian hanya menyerakan diri

kepada Allah SWT dan berdoa.

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Biasanya pada pasien asma bronkial,sering mengalami lemah,

kesadaran composmentis, mengukur tanda-tanda vital seperti

tekanan darah, respirasi dan nadi.

2) Kepala

Bentuk tengkorak warna dan distribusi rambut serta kulit

kepala. Pada palpasi untuk mengetahui pembengkakan atau

nyeri kepala.

3) Wajah

Mengkaji ekspresi yang muncul saat nyeri.

4) Pemeriksaan bila mata, kelopak mata, konjungtiva, selera dan

pupil. Palpasi dilakukan untuk mengetahui bola mata dan nyeri

tekanan

5) Telinga

17
Amati telinga luar periksa ukuran luar, bentuk dan warnah.

Catat bila ada nyeri dan peradangan, bila ada peradangan

pasien akan merasa nyeri . periksa juga fungsi pendengaran.

6) Hidung

Keadaan bentuk dan fungsi penciuman, amatilah warnah kulit

hidung, kesimetrisan lubang hidung, terdapat sekret atau tidak

dan adanya nyeri tekan.

7) Mulut

Pengkajian dimulai dari bibir, apakah ada sianosis, gusi, gigi

dan lidah. Palpasi dilakukan bila dari inspeksi belum

ditemukan darah yang meyakinkan.

8) Leher

Mengetahui bentuk leher serta organ-organ yang bberkaitan

dengan inspeksi dilakukan untuk mengetahui bentuk leher,

warnah kulit, adana pembengkakan serta gerakan kelenjar

tiroid.

9) Thoraks

Pada dada diinspeksi terutama bentuk dan kesinetrisan ekpansi.

Palpasi dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan dan kesimetrisan

dada, apakah ada pembengkakan didalam thoraks kiri dan

kanan. auskultasi terdapat adanya bunyi wheezing. Bunyi

perkusi normal adalah resonan. Bunyi timpani dapat ditemukan

pada daerah yang ada penimbunan udara.

18
10) Jantung

Mengetahui adanya ketidaknormal denyutan atau dorongan

hasil palpasi dijelaskan lokasinya, yaitu pada ruangan

intrakostal keberapa titik. Bunyi jantung normal dihasilkan oleh

penutupan katup-katup jantung, bunyi jantung pertama (S1)

dideskripsikan sebagai bunyi “ lub “ dan bunyi jantung kedua

(S2) sebgai “ dup”. pada faring yang mengalami gangguan

pada jantung akan terdengar tambahan atau bising.

11) Abdomen

Mengkaji bentuk dan gerakan-gerakan abdomen adanya

pembesaran hepar dan nyeri tekan serta mendengar suara

abdomen yaitu bising usus.

12) Genitalia

Yang diperiksa adalah kulit, adanya kelainan yang tampak dan

kebersihan.

13) Ekstremitas

Yang perlu dikaji adalah pergerkan, ada gangguan atau tidak,

warna kulit, terpasang alat atau tidak, edema adanya luka.

14) Kulit

Kulit dapat dikaji bersama-sama sewaktu mengkaji bagian

tubuh yang lain. Perlu dikaji adalah kkondisi kulit, warna,

turgor, dan adanya tanda-tanda luka atau decubitus terutama

pada pasien gangguan mobilitas.

19
2. Diagnosa Keperawatan

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, penurunan

produksi sekret, sekresi tertahan, sekresi kentel, penurunan energy,

kelemahan.

b. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2, kerusakan

alveoli

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea,

kelemahan, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.

3. Intervensi

a. Diagnosa I

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme,

penurunan produksi sekret, sekresi bertahan, sekresi kentel, penurunan,

energy, kelemahan

b. Dibuktikan oleh:

Adanaya keluhan kesulitan bernafas, perubahan kedalaman /

kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi

nafas tidak normal (mengi, ronki, krekels), batuk (menetap) dengan /

atau tanpa produksi sputum.

c. Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas

paten dengan bunyi nafas bersih/jelas

20
Table 4.1 Rencana Keperawatan Diagnosa I

Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyi nafas. Catat Beberapa derajas spasme bronkus

adanya bunyi nafas seperti ; terjadi dengan obstruksi jalan nafas

mengi, krekels, ronchi. dan dapat/ tidak dimanifestasikan

adanya bunyi nafas adventisius,

misalnya; krekels basah (bronkhitis)

bunyi nafas redup dengan expirasi

mengi (emfisema); atau tak adanya

bunyi nafas (asma berat).

2. Kaji / pantau frekuensi Takipnea biasanya ada pada beberapa

pernafasan. derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress / adanya

proses infeksi akut

3. Catat adanya / derajat dispnea Disfungsi pernafasan adalah variable yang

tergantung pada tahap proses kronis

4. Kaji pasien untuk posisi yang Peninggian kepala tempat tidur

nyaman mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi

5. Pertahankan solusi Mencetus tipe reaksi alergi pernafasan

lingkungan minimum yang dapat mentriger episode akut

6. Dorong / bantu latihan nafas Memberikan pasien dengan beberapa cara

21
abdomen dan untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea

mengeluarkannya melalui dan menurunkan jebakan udarah.

mulut/bibir

7. Observasi karakteristik batuk Batuk dapat menetap tetapi tidak dapat

efektif, khusus bilah pasien lansia, sakit

akut atau kelemahan.

8. Tingkatkan masukan cairan Hidrasi membantu menurunkan kekentalan

sampai 3000 ml/hari sesuai sekret, mempermudah pengeluaran.

toleransi jantung

a. Diagnosa II

Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2, kerusakan alveoli.

b. Kemungkinan dibuktikan oleh:

Dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuat sekret, nilai GDA

tidak normal (hipoksia dan hiperkapnia), perubahan tanda vital, penurunan

toleransi terhadap aktivitas.

c. Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi dan oksigenasi

jaringan adekuat.

Table 4.2 Rencana keperawatan diagnosa II

Intervensi Rasional

1. Kaji frekuensi kedalaman berguna dalam evaluasi derajat distress

22
pernafasan pernafasan / kronisnya proses penyakit

2. Tinggikan kepala tempat tidur, pengiriman oksigen dapat diperbaiki

bantu pasien untuk memilih posisi dengan posisi duduk tinggi dan latihan

yang udah untuk bernafas nafas untuk menurunkan kolaps jalan

nafas, dispnea dan kerja nafaas.

a. Diagnosa III

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dyspnea,

kelemahan, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.

a. Kemungkinan dibutuhkan oleh :

Penurunan berat badan, kehilangan masa otot, tonus otot buruk,

kelemahan, mengeluh gangguan sensasi pengecap, keengganan untuk

makan, kurang tertarik pada makanan.

b. Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan

nutrisi klien terpenuhi.

Tabel 4.3 keperawatan diagnosa III

Intervensi Rasional

1. Kaji kebiasaan diet, Pasien distress perenafasan akut sering

masukan makan saat ini anoreksia karena dyspnea, produksi

sputum dan obat.

2. Dorong periode istirahat Membantu menurunkan kelemahan

23
selama satu jam sebelum selama waktu makan dan memberikan

dan sesudah makan. kesempatan untuk meningkatkan

masukan kalori total.

3. Hindari makan penghasil Dapat menghasilkan ditensi abdomen

gas dan minuman karbonat yang mengganggu nafas abdomen dan

gerakan diagfragma dan dapat

meningkatkan dyspnea

4. Timbng berat badan sesuai Berguna untuk menentukan kebutuhan

indikasi kalori, menyusun tujuan berat badan,

dan evaluasi keadekuatan rencana

nutrisi.

4 Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh

perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain:

a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan.

b. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

c. Memberikan asuhan keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi yang diharapakan pada pasien dengan asma brokial adalah:

24
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif

b. Pertukaran gas normal

c. Nyeri berkurang atau hilang

d. Aktivitas maksimal

e. Pola nafas kembali efektif

f. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

g. Tidak terjadi infeksi

h. Pengetahuan pasien meningkat

i. Ansietas berkurang

j. Intoleransi aktivitas

25

You might also like