Professional Documents
Culture Documents
KAJIAN PUSTAKA
A. Ekosistem Sungai, Danau dan Laut
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen biotik
dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam
ekosistem perairan terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produser, konsumer,
dan dekomposer) yang membentuk suatu hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi (Hedy dan Metty, 1994).
Keanekaragaman ekosistem tidak luput dari macam-macam ekosistem yang
ada di dunia ini. Secara umum ekosistem dibedakan menjadi 2, yaitu ekosistem
darat dan ekosistem air. Ekosistem perairan dibedakan menjadi ekosistem air tawar
dan ekosistem air laut, dan yang akan di bahas pada makalah ini adalah ekosistem
perairan, yaitu ekosistem air tawar yang meliputi sungai dan danau, serta ekosistem
air laut yaitu pantai/pesisir, estuaria, bakau dan mangrove.
1. Ekosistem Sungai
Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buaan berupa jaringan
pengaliran air beserta material di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara,
dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (PP No. 38 Tahun 2011,
dalam Maryono,2017). Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu
arah. Sungai biasanya berasal dari area pusat air di pegunungan. Volume dan
lebar sungai bertambah apabila mengalir ke bawah, bergabung bersama sungai
lain untuk mebentuk induk sungai (Latuconsina, 2016). Berdasarkan defenisi
tersebut maka diuraiakan bahwa bagian-bagian sungai secara memanjang dari
hulu ke hilir adalah mata air pertama, sungai bagian hulu (up-stream), sungai
bagian tengah (middle-stream), sungai bagian hilir (down-stream) (Maryono,
2017). Pengelolaan beberapa lahan basah seperti sungai merupakan masalah
yang sangat penting. Strategi pengelolaan lahan basah yang efektif adalah
dengan cara memasukkan seluruh wilayah badan air, misalnya daerah aliran
sungai, dalam kawasan yang dilindungi dan pengelolaan (Indrawan, 2007).
2. Ekosistem Danau
Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas dan mempunyai air
yang relatif tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Jorgensen and
3
4
Vollenweiden, 1989). Sementara itu, menurut Lewis (2000) danau adalah suatu
badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air
yang bersifat khas dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai
produktivitas biologi yang tinggi. Ekosistem danau termasuk habitat air tawar
yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat
lambat sekitar 0,0001—0,01 m/detik. Pergerakan air pada danau dibentuk oleh
gelombang dan aliran air yang dipengaruhi oleh arah dan lama kecepatan angin,
bentuk tepian, serta kedalaman perairan tersebut.
Menurut Odum (1994), tipe danau dapat ditentukan berdasarkan 3 kategori
sebagai berikut.
a. Danau oligotrofik-eutrofik, yaitu klasifikasi danau menurut produktivitas
primernya. Danau oligotrofik merupakan danau yang memiliki kadar hara
yang rendah, sedangkan danau eutrofik merupakan danau dengan kadar hara
tinggi.
b. Danau khusus, meliputi danau distrofik dengan kandungan asam humat yang
tinggi; danau tua yang dalam dengan binatang yang endemik; dan lain-lain.
c. Danau binaan atau buatan, merupakan danau yang sengaja dibuat oleh
manusia sehingga tipe ini tergantung pada daerah dan pengairan alaminya.
Clapham (1983) membagi ekosistem perairan danau menjadi 2 zona
kehidupan (Gambar 2.1) yaitu :
a. Zona pelagik (daerah perairan terbuka), merupakan daerah dengan dasar
yang sangat dalam sehingga tanaman berakar tidak dapat hidup di zona ini.
b. Zona litoral (daerah tepian danau), daerah di mana sinar matahari dapat
menembus sampai ke dasar perairan.
3. Ekosistem Laut
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi
dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya
tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan
suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian
atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah
dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah
permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari
pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya,
sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk.
Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah
permukaannya secara horizontal.
a. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.
Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya
matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300 meter.
Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m
Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai
(1.500-10.000 m).
b. Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari
tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut.
Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan kedalaman air
sekitar 200 m.
Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan kedalam
an 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.
Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman
200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.
Abisalpelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai 4.000m;
tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar matahari tidak
mampu menembus daerah ini.
Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman
lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya terdapat lele laut dan
6
4. Ekosistem Pantai/Pesisir
Pantai merupakan daerah pinggir laut atau wilayah daratan yang berbatasan
langsung dengan bagian laut (Wibisono, 2005). Menurut Nybaken (1992), pantai
adalah suatu daerah dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Pantai juga bisa
didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan.
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut dan
daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang
surut laut (Leksono, 2007). Sebagai wilayah peralihan, ekosistem pesisir
memiliki struktur komunitas dan tipologi yang berbeda dengan ekosistem
lainnya. Ekosistem pesisir dan laut beserta sumberdaya yang dikandungnya
sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir di dalam memenuhi kebutuhan
hidupya. Beragam ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir secara fungsional
saling terkait dan berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk suatu system
ekologi yang unik (Tuwo, 2011).
5. Terumbu Karang
Didunia terdapat dua jenis karang yaitu karang hematifik dan karang
ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini terletak pada kemampuan
karang hermatifik didalam menghasilkan terumbu (reef). Kemampuan
menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang
bersimbiosis didalam jaringan karang hermatifik. Sel-sel tumbuhan ini
dinamakan zooxanthellae. Selanjutnya karang hermatifik hanya ditemukan
didaerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar diseluruh dunia.
7
7. Ekosistem Estuari
Estuari adalah ekosistem pesisir semi tertutup, sebagai daerah peralihan
antara air tawar yang berasal dari sungai dengan air asin dari laut (Wibisono,
2005). Wilayah perairan estuari bersifat sangat subur dan produktif dikarenakan
kandungan nutrien yang tinggi dari laut dan sungai. Kegiatan manusia di sekitar
perairan estuari akan mempengaruhi dinamika ekosistem estuari. Sebagian besar
penduduk dunia dan Indonesia (hampir mencapai 70%) bermukim di sekitar
wilayah pesisir dan sepanjang tepian sungai (Dahuri, 2011).
Perairan ini juga masih mendapat pengaruh dari pasang dan surut. Menurut
Wibisono (2007) kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas, karena kondisi lingkungan yang
bervariasi, antara lain :
Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang dari laut, yang
berlawanan menjadikan pola sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri
fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat
air laut.
Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan
komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan
sekelilingnya.
Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air
laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah
estuaria tersebut.
8. Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan pasang surut, hutan
payau, atau hutan bakau. Bakau sebenarnya hanya salah satu jenis tumbuhan
yang menyusun Hutan mangrove yaitu jenis rhizopora spp. Dengan demikian
pemberian istilah hutan bakau kurang tepat. Oleh sebab itu, ditetapkan hutan
mangrove sebagai nama baku untuk mangrove forest.
10
Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan substropika yang khas,
tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang banyak
terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh
optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang
aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan diwilayah pesisir yang
tidak bermuara sungai, pertumbuhan mangrovenya kurang optimal. Mangrove
tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal, dan berombak besar
dengan arus pasang surut kuat, karena kodisi ini tidak memungkinkan terjadinya
pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya.
Lugo dan Snedaker (1974) dalam day et al.,(1989), mengklasifikasikan
hutan mangrove menjadi 6 tipe komunitas hutan mangrove berdasakan pada
bentuk hutan dan kaitannya pada proses geologi serta hidrologi di Florida, USA,
yaitu 1) Hutan delta (over washforest); 2) Hutan tepi pantai (Fringe forest); 3)
Hutan Tepi sungai (riverin forest); 4)Hutan Daratan (basin forest); 5) Hammock
forest; 6)Hutan semak (Scrub forest).
Tingginya potensi ekosistem hutan mangrove memberikan fungsi fisik,
kimia, dan biologi, yaitu :
a. Fungsi fisik
1) Menjaga kestabilan garis pantai dari terjangan gelombang.
2) Melindungi pantai dari proses abrasi serta menahan tiupan angin kencang
dari laut. Hasil pengamatan sediadi (1991) menentukan erosi dipantai
marunda, Jakarta yang tidak bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m,
sementara yang bermangrove hanya 1 m.
3) Merangkap sedimen secara periodic hingga terbentuk lahan baru. Anwar
(1998) menginformasikan laju akumulasi tanah di suwung bali dan gili sulat
Lombok adalah 20,6kh/m2/thn .
4) Kawasan penyangga proses instrusi air laut ke darat, atau sebagai filter air
asin menjadi air tawar.
b. Fungsi kimia
1) Sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2 sehingga berperaan dalam
mengurangi laju pemanasan global
11
2) Sebagai pensiklus dan penyuplai nutrient yang diperlukan biota laut sebagai
pengelola bahan-bahan limbah hasil pencemaran industry maupun hasil
pencemaran kapal-kapal dilautan. Gunawan dan Anwar (2005) menemukan
tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar merkuri (Hg) 16 kali
lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove alami dan 14 kali lebih
tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery).
c. Fungsi biologi
1) Sebagai bahan pelapukan (serasah) yang merupakan sumber makan bagi
hewan avertebrata (detrivor) yang berperan sebagai sumber makanan hewan
yang lebih besar melalui rantai makanan.
2) Sebagai kawasan pemijahan (spawning ground), mencari makan(feeding
ground) dan pembesaran (nursery ground) biota laut. Hutan mangrove juga
dijadikan habitat ideal bagi fauna laut non-ikan seperti krustasea(kepiting
dan udang) dan moluska (gastropoda dan bivalvia).
3) Sebagai kawasan berlindung, bersarang serta berkembang biak bagi burung
dan satwa lainnya.
B. Kerusakan dan Upaya Konservasi Ekosistem Perairan
1. Ekosistem Sungai
a. Kerusakan Ekosistem Sungai
Manusia cenderung memanfaatkan sumber daya air pada perairan sungai
untuk berbagai kepentingan, misalnya air minum, pertanian,perikanan, industry,
dan transportasi. Seiring meningkatnya jmulah pendudu maka semakin
meningkat pula berbagai aktivitas manusia yang memanfaatkan sungai sebagai
ekosistem perairan. Sungai sebagai pendukung kehidupan manusia semakin
terbebani karena daya dukungnya semakin menurun, yang semakin diperburuk
dengan aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan sehingga menghasikan
bahan polutan yang menurunkan kualitas air perairan sungai sehingga tidak
dapat diperuntukkan secara maksimal (Latuconsina, 2016)
Polutan dari aktivitas manusia dapat dibagi ke dalam empat kateogri, yaitu :
Patogen, menyebabkan penyakit, speerti kolera (vibrio cholera) masuk ke
badan air yang bersumber buangan limbah aktivitas manusia yang belum
diolah sebelumnya.
12
rumah tangga dan toko dibuang ke berbagai aliran sungai yang bermuara ke
Danau Toba. Banyak pemukiman penduduk di sekitar pinggiran Danau Toba
bertata letak membelakangi danau dan ternak masyarakat di kawasan itu juga
menghasilkan limbah yang langsung mencemari Danau Toba.
Salah satu kasus yang menjadi bukti nyata yang menyangkut penurunan
kualitas air Danau Toba adalah peningkatan pertumbuhan eceng gondok di
danau tersebut. Eceng gondok adalah salah satu tumbuhan yang hidup di air
berawarawa dan kotor. Hal ini dapat terjadi karena asupan meteri-materi organik
dan anorganik di dalam perairan yang diperoleh setiap harinya dari air limbah
domestik, pertanian dan juga limbah peternakan masyarakat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Escherichia coli terhadap 6 sampel air
Danau Toba di kawasan pemukiman penduduk Kecamatan Muara Kabupaten
Tapanuli Utara yang dilakukan oleh Sinaga (2014) menunjukkan bahwa kisaran
jumlah Escherichia coli berkisar antara 140 - >1600 jml/100 ml, hal ini tidak
sesuai dengan batas kandungan Escherichia coli yang ditetapkan oleh
pemerintah. Menurut PermenKes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 batas maksimal
jumlah Escherichia coli yang diperbolehkan yaitu 0 jml/100 ml, yang
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas air di danau Toba.
Danau Rawa Pening juga salahsatu danau yang mengalami penurunan
kualitas, hal ini ditandai dengan penelitian yang dilakukan Trisakti (2014) yang
menyebutkan bahwa perkembangan eceng gondok yang signifikan terjadi pada
tahun 2005 dan 2013. Pesentase luas tutupan eceng gondok sekitar 25% pada
tahun 2000, mengalami peningkatan menjadi 65% pada tahun 2005, menurun
kembali menjadi 32% pada tahun 2009 dan selanjutnya meningkat kembali
menjadi 45% pada tahun 2013. Pertambahan eceng gondok yang sangat cepat
akan mengakibatkan terganggunya aktivitas budidaya perikanan, rusaknya
keindahan danau dan pendangkalan danau yang semakin cepat.
b. Upaya Konservasi Ekosistem Danau
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan ekosistem
danau, diantaranya dengan melakukan konservasi berupa:
1) Pemerintah setempat sebaiknya membuat larangan tegas seperti
mengelurkan perda yang mengatur tentang pambakaran lahan dan hutan
16
angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Indonesia
merupakan negara berpantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika
Serikat (AS), Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar
95.181 km.
Sedangkan Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air
asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran (Dahuri, 2011).
Usaha konservasi terhadap hutan pantai ini harus dilakukan, terutama pada
daerah-daerah yang menjadikan pantai sebagai sumber kehidupan. Pengrusakan
hutan pantai yang terus menerus baik sengaja ataupun tidak akan merusak
ekosistem pantai itu sendiri. Beberapa usaha konservasi yang bisa diterapkan
misalnya dengan melakukan penyuluhan terhadap masyarakat yang berada
diwilayah pesisir pantai. Hasil penelitian menyebutkan dengan strategi
penyampaian informasi tertentu dan dengan memperhatikan latar belakang
ekonomi akan sangat mempengaruhi keberhasilan usaha konservasi wilayah laut
dan pesisir.
Wilayah pesisir tergolong sumberdaya milik bersama, harus tetap lestari dan
berkelanjutan. Dengan telah terjadinya perubahan kondisi lingkungan berupa
erosi dan pencemaran akan dapat mengancam keanekaragaman hayati dan
sumberdaya alam. Menurut Kastolani (2012) bahwa pemanfaatan sumberdaya
milik bersama harus mempertimbangkan faktor internalitas lingkungan dan
faktor ekstenalitas lingkungan. Yang dimaksud dengan internalitas lingkungan
adalah mengambil peran (bertanggungjawab) untuk mengelola dampak
lingkungan yang dapat merugikan keselamatan manusia dan lingkungan
sekitarnya. Sedangkan eksternalitas lingkungan adalah perilaku yang tidak
bertanggungjawab atas kegiatan yang dilakukannya sehingga dapat merugikan
manusia dan lingkungan sekitarnya.
18
(semen) yang diberi kawat betoniser (sebagai tulang) untuk penguat fisiknya.
Bentuk terumbu karang buatan dapat ditunjukan pada gambar 2.2.
2) Pencangkokan
serius dan perdagangan karang hias hidup, maka merasa perlu dilakukan suatu
solusi agar kondisi karang tidak semakin rusak. Berkaitan dengan hal tersebut
maka perlu dilakukan tindakan konservasi dan rehabilitasi. Salah satu langkah
kearah tersebut adalah melakukan penelitian transplantasi karang dengan
fragmentasi untuk mencarikan kemungkinan dapat dilakukan untuk
menyelamatkan kondisi karang. Trasnplantasi karang dapat dilihat pada gambar
2.3.
Kerusakan lamun juga dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik
stress. Kerusakan-kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan oleh natural
stress biasanya disebabkan oleh gunung meletus, tsunami, kompetisi dan predasi.
Anthrogenik stress bisa disebabkan :
1) Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.
2) Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh
sinar matahari).
3) Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak memupuk
tambak).
4) Water polution (logam berat dan minyak).
5) Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara penangkapannya
yang merusak).
b. Upaya Konservasi Padang Lamun
Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat
kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat
akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun
di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi
kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini
akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat
yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar.
Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam
konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun
adalah pengelolaan berbasis masyakat. (Taurusman, et.al. 2009).
1) Berwawasan Lingkungan.
Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut
yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu
diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-
akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri
secara menyeluruh. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan
laut perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan
24
pengerukan pasir, batu, ataupun hal-hal lain yang dapat merusak muara sungai.
Penyuluhan terhadap masyarakatpun penting dilakukan sebagai upaya preventif
terhadap kerusakan ekositem estuaria ini. Cara lain yang harus ditempuh adalah:
1) Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada
ekosistem perairan wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem
pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan
yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan
akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu,
pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan
penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah
pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya atau konservasi maka
penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang
penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang memerlukan kualitas
perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya
industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau
limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan terlebih
dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
7. Ekosistem Mangrove
a. Kerusakan Ekositem Mangrove
Beberapa faktor utama yang mengancam kelestarian sumber daya
keanekaragaman hayati pesisir dan lautan adalah:
1) Pemanfaatan berlebih (over eksploitation) sumber daya hayati
2) Penggunaan teknik dan peralatan penangkap ikan yang merusak lingkungan
3) Perubahan dan degradasi fisik habitat
4) Pencemaran
5) Introduksi spesies asing
6) Konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya
7) Perubahan iklim global dan bencana alam.
Salah satu contoh dari pemanfaatan berlebih sumber daya hayati terjadi
pada ekosistem hutan mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem laut
memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan mahkluk hidup.
Kerusakan hutan mangrove dan ekosistemnya diwilayah pesisir dewasa ini,
merupakan isu lingkungan yang penting dan menjadi perhatian Negara –negara
di Asia Tenggara (FAO 1985 dikutip Amri 2008). Kawasan hutan mangrove di
Indonesia begitu luas yakni sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas
hutan di Indonesia. Akan tetapi, dari seluruh luas kawasan mangrove itu, hanya
58,82 % atau 2, 5 juta hektar saja dalam keadaan baik. Sisanya mengalami
kerusakan akibat berbagai sebab (Siburian, 2016).
28
5) Penanaman
Penaman mangrove, sebaiknya dilakukan pada saat air surut. Namun
demikian, apabila keadaan tidak memungkinkan, maka penanaman
mangrove bisa tetap dilaksanakan pada saat air tergenang, dengan syarat
pada saat melakukan penanaman, akar bibit benar-benar tertancap dengan
baik di sedimen dan terikat kuat di samping ajirnya.