You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa
juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan
piopneumotoraks. Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana
infeksinya ini berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari
robekan septik jaringan paru atau esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan
adalah dari robekan abses subpleura dan sering membuat fistula bronkopleura.
Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus aureus,
Klebsiela,mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain. Etiologi piopneumotoraks
biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru, adanya fistula
bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar
paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura,
abses sub phrenikdan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri
yaitu akibat invasi kuman piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbul
keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat seros. Dengan
bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan peningkatan
kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental.
Endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang akhirnya akan
melokalisasi nanah tersebut. Pencatatan tentang insiden dan prevalensi
hidropneumothorak belum ada dilkakukan, namun insiden dan prevalensi
pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut
Barrie dkk,seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula
peneliti yang mendapatkan 8:1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pyopneumothorax
2.1.1 Pengertian
Pyopneumothorax (juga dikenal sebagai hidropneumotoraks yang
terinfeksi atau empiemik hidropneumotoraks) adalah kumpulan pleura nanah dan
udara. Mungkin dipikirkan varian empyema toraks dengan komponen yang
mengandung udara walaupun etiologinya mungkin berbeda.
2.2 Hydropneumothorax
2.2.1 Pengertian
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan
dengan piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatu
keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga
mengakibatkan kolaps jaringan paru.
2.2.2 Klasifikasi
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
a. Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
b. Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang
sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi
dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan
karsinoma bronkus.
c. Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura
viseralis maupun pleura parietalis sebagai akibat dari trauma.
d. Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara
ke dalam rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi
kolaps sehingga dapat beristirahat.

2. Berdasarkan lokalisasi.
a. Pneumotoraks parietalis
b. Pneumotoraks mediastinalis
c. Pneumotoraks basalis
3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
a. Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu
hemitoraks mengalami kolaps.
b. Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya
sebagian.
4. Berdasarkan jenis fistel
a. Pneumotoraks ventil
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara
dapat masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali.
Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.
b. Pneumotoraks terbuka
Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai
hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di
dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
c. Pneumotoraks tertutup
Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura,
terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan. Pembagian
pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat
berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks
ventil.
2.2.3 Patofisiologi
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat
mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru
kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara /cairan masuk ke dalam
ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi,
maka distress pernapasan dangangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan
pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi
sistemik.

2.2.4 Gejala Klinis


A. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah:
a) Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien.
Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama
makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
b) Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien.
Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat,
tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
c) Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
d) Denyut jantung meningkat.
e) Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen
darah yang kurang.
f) Tidak menunjukkan gejala yang terdapat pada 5-10%
pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe
pneumotoraks tersebut:12,13
a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat.
b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering
dirasakan lebih berat.
c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada
keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak
masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak
napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan
pengisian yang kurang.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
a) Inspeksi:
1) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit
(hiper ekspansi dinding dada)
2) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal
b) Palpasi :
1) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
2) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
3) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
sakit
c) Perkusi :
1) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
dan tidak menggetar
2) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi
d) Auskultasi :
1) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah
sampai menghilang
2) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru
yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi
paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang
sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar
dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung
atau trakea kearah paru yang sehat,kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura
yang tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah
hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke
apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada
rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya
merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum.Udara yang tadinya terjebak
di mediastinum lambat laun akan bergerak
menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher.
Di sekitar leher terdapat banyak. jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga
pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma.

.
Foto Ro pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
2.2.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga
pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan
meningkat apabila diberikan tambahan O2Observasi dilakukan
dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
pertama selama 2 hari.Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar
dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk
rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif
di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena
mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang
telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set
yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri
dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum
ditusukkan pada posisi yang tetap didinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura,jarum
dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam
botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan
troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi
kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu
dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
midklavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks
kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang
ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa
kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut.

Pemasangan WSD
3. Tindakan Bedah
a) Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi,
kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks
kemudian dijahit.
b) Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura
yang menyebabkan paru tidak bisa mengembang, maka
dapat dilakukan dekortikasi.
c) Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang
mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
Pleurodesis.Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
2.3 Empyema
2.3.1 Pengertian
Empyema didefinisikan sebagai nanah di ruang pleura. Ini biasanya
merupakan komplikasi pneumonia. Namun, itu juga bisa timbul dari trauma dada
tembus, ruptur esofagus, komplikasi dari operasi paru-paru, atau inokulasi rongga
pleura setelah thoracentesis atau penempatan tabung dada. Empiema juga bisa
terjadi akibat perpanjangan abses subdiaphragmatic atau paravertebral.
2.3.2 Epidemiologi
Kejadian pneumonia yang rumit dengan empyema pleura nampaknya terus
meningkat. Tingkat empyema pleura pada anak-anak <2 tahun meningkat 2 kali
lipat dari 3,5 kasus per 100.000 anak pada tahun 1996-1998 menjadi 7,0 kasus per
100.000 pada tahun 2005 - 2007. Kenaikan yang lebih besar (2,81) terlihat pada
anak-anak berusia 2-4 dari 3,7 per 100.000 anak-anak menjadi 10,3 per 100.000
(Grijalva). Demikian pula, kejadian komplikasi penting pada pneumonia ini
meningkat di kalangan orang dewasa. Burgos, J., V. Falco, dan A. Pahissa.
2.3.3 Etiologi dan Patogenesis
Empyema biasanya disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru.
Ini mengarah pada penumpukan nanah di ruang pleura. Ada kaleng (1/2 liter) atau
lebih cairan yang terinfeksi. Cairan ini memberi tekanan pada paru-paru. Faktor
risiko meliputi:

• Pneumonia bakteri
• Tuberkulosis
• Operasi dada
• Paru abses
• Trauma atau luka di dada
Dalam kasus yang jarang terjadi, empiema dapat terjadi setelah
thoracentesis. Ini adalah prosedur di mana jarum dimasukkan melalui dinding
dada untuk menarik cairan di ruang pleura untuk diagnosis atau pengobatan
medis.4
Empyema juga bisa diakibatkan oleh penyebab selain pneumonia bakteri. Setiap
proses yang mengenalkan patogen ke dalam ruang pleura dapat menyebabkan
empiema. Kematian yang terkait dengan empiema dikaitkan dengan kegagalan
pernafasan dan sepsis sistemik, yang terjadi ketika respon imun dan antibiotik
tidak memadai untuk mengendalikan infeksi.
Drainase dilakukan untuk menghilangkan koleksi dan memperbaiki hasil.
Intervensi yang tepat tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan berkisar
dari drainase kateter minimal invasif untuk membuka dekortikasi bedah.
Intervensi dini menurunkan tingkat mortalitas yang terkait dengan empiema.
Diagnosis, pengobatan, dan pengelolaan empyema yang tepat sangat penting.
Tahap pengembangan efusi dapat dibagi menjadi 3 fase: eksudatif,
fibropurulen, dan organisasional. Efusi awal berkembang dari peningkatan cairan
interstisial paru seiring dengan permeabilitas pembuluh darah kapiler progresif.
Efusi sederhana sering steril dan diatasi dengan pengobatan antibiotik dari infeksi
paru yang mendasarinya. Pada 5-10% pasien dengan efusi pleura, efusi menjadi
terinfeksi dan penumpukan neutrofil. Respon inflamasi ini, yang ditunjukkan pada
gambar di bawah, juga menyebabkan produksi chemokines, sitokin, oksidan, dan
mediator protease. Efusi parapneumonik yang lebih rumit ini memerlukan
antibiotik dan beberapa bentuk drainase bedah atau modalitas pengobatan
alternatif untuk menghilangkan efusi purulen. Dalam efusi yang lebih rumit ini,
penurunan fibrinolisis dan aktivasi kaskade koagulasi menyebabkan produksi
fibrin dengan adhesi berikutnya dan koleksi cairan terlokalisir. Proses ini pada
akhirnya dapat menyebabkan fibrosis pleura dan penurunan ekspansi paru-paru.
Perkembangan empiema yang terkait dengan pneumonia adalah proses
progresif yang diklasifikasikan dalam tiga tahap. Awalnya, ada eksudat bebas
mengalir dengan pH normal yang disebut efusi parapneumonik sederhana. Ini
berlanjut ke tahap fibrinopurulen dengan meningkatnya cairan dan invasi bakteri
yang menyebabkan penurunan pH. Jika cairannya jelas tapi pH <7,2, ini disebut
efusi parapneumonik yang rumit sementara nanah jelas disebut empiema. Tahap
ketiga adalah tahap pengorganisasian dengan pembentukan kulit berserat padat.
2.3.4 Gejala dan Tanda
Gejala empiema mungkin termasuk salah satu dari berikut ini:
a. Nyeri dada, yang memburuk saat Anda bernafas dalam (pleurisy)
b. Batuk kering
c. Keringat berlebihan, terutama keringat malam
d. Demam dan menggigil
e. Ketidaknyamanan umum, ketidaknyamanan, atau perasaan sakit
(malaise)
f. Sesak napas
g. Penurunan berat badan (tidak disengaja)
h. Rhonchi
i. Egophony
j. Suara napas tubular
k. Turunkan suara nafas
l. Dullness to perkusi
2.3.5 Pengobatan
Empiema diobati dengan antibiotik parenteral dan drainase bedah yang
cepat. Terapi empiris, termasuk cakupan anaerobik, untuk empiema sering
mencakup penghambat klindamisin, karbapenem, atau beta-laktam plus beta-
laktamase seperti piperasilin / tazobaktam sampai organisme definitif
diidentifikasi pada kultur cairan pleura dan sensitivitas diperoleh. Untuk empiema
sekunder akibat aspirasi pneumonia atau proses parapneumonik, pilih antibiotik
yang aktif melawan flora mulut, S aureus, dan spesies Streptococcus. Untuk
empiema sekunder akibat trauma dada tembus, berikan antibiotik yang memiliki
cakupan untuk flora kulit. Harus ada pertimbangan kuat untuk menutupi dengan
vankomisin mengingat meningkatnya kejadian empiema yang disebabkan oleh
MRSA. Cairan pleura atau spesimen dahak yang diperoleh harus dikultur untuk M
tuberkulosis juga.
Asosiasi Amerika untuk Bedah Thoracic telah merilis pedoman baru untuk
mengelola empiema:
• Bila pneumonia tidak merespons antibiotik, dokter harus menyelidiki apakah
pasien memiliki efusi pleura.
• Untuk menetapkan diagnosis empiema, dokter harus mempertimbangkan adanya
nanah, noda Gram positif, atau kultur. Harus diobati dengan tube thoracostomy
dan kemudian operasi bila sesuai.
• Tabung torakostomi harus dilakukan dengan infeksi ruang pleura yang dicurigai
dan pH pleura kurang dari 7,2. Sekali lagi, bisa dilanjutkan dengan operasi jika
perlu.
• Pada pasien dengan empyema yang didapat masyarakat, kelompok tersebut
merekomendasikan sefalosporin generasi kedua atau ketiga plus metronidazol
atau aminopenisilin parenteral dengan penghambat beta-laktamase.
• Bagi mereka yang memiliki empyema yang didapat di rumah sakit atau
postprocedural, antibiotik harus termasuk yang aktif melawan Staphylococcus
aureus yang resisten methicillin dan Pseudomonas aeruginosa.
• Pada stadium empyema akut stadium II, operasi thoracoscopic dibantu video
(PPAT) harus menjadi pengobatan lini pertama.

2.4. Gejala Klinis Pyopneumothorax


a. Nyeri dada, yang memburuk saat Anda bernafas dalam (pleurisy)
b. Batuk kering
c. Keringat berlebihan, terutama keringat malam
d. Demam dan menggigil
e. Ketidaknyamanan umum, ketidaknyamanan, atau perasaan sakit
(malaise)
f. Sesak napas
g. Penurunan berat badan (tidak disengaja)
h. Rhonchi
i. Kulit sianosis
j. Suara napas tubular
k. Turunkan suara nafas
l. Dullness to perkusi
m. Denyut jantug meningkat.
2.5. Penatalaksanaan
Penanganan pyompneumothorax adalah yang pertama dilakukan
penaggulangan terhadap pneumothoraksnya yaitu:
Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar
dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit
di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.
Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga
pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut,
serta diberikan antibiotik untuk menangani empiemanya.
BAB III
KESIMPULAN

Pyopneumotorax dikenal sebagai hidropneumotoraks yang terinfeksi atau


empiemik hidropneumotoraks) adalah kumpulan pleura nanah dan udara, atau
merupakan gabungan antara empiema dan penumothoraks, dimana pada
penanganannya diutamakan sterilisasi rongga pleura dengan cara melakukan
torakosintesis agar paru dapat berkembang dengan baik lalu diikuti dengan
pemberian antibiotik empiris.
DAFTAR PUSTAKA
1. "The Increasing Incidence of Empyema." Current Opinion in Pulmonary
Medicine 19 (2013): 350-356.
2. Al-hameed, FM. 2013. Pneumothorax Imaging. Available at
:http://emedicine.medscape.com/article/360796-overview diakses pada 28
oktober 2017 pukul 06.05
3. Alsgaff, Hood, Mukty, H., Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 162-179.
4. Bowman, Jeffery, Glenn. 2010. Pneumotoraks, Tension and Traumatic.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551 diakses
pada 31 oktober 2017 pukul 12.11.
5. Daley, Brian James. 2014. Pneumotoraks. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/424547-overview#aw2aab6b2b4
diakses pada 31 oktober 2017 pukul 14.05.
6. F.J.H. Brims, S.M. Lansley, G.W. Waterer, Y.C.G. “Empyema thoracis:
new insights into an old disease.” Lee.European Respiratory
Review 2010 19: 220-228; DOI: 10.1183/09059180.00005610.
7. Fishman, P. A., Elias A., Grippi M. 2008. Fishman’s Pulmonary Disease
and Disorder 4th edition. United States of America: The McGraw Hill
Companies.
8. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 2007 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: EGC; Hal. 598.
9. Hisyam, Barmawi, Eko Budiono. 2009. Pneumotoraks Spontan dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 2341-
2342.
10. Hsu N. Y., Shih C. S., Hsu C. P., Chen P. R. 2005. Spontaneous
Hemopneumotoraks Revisited: Clinical Approach and Systemic Review of
the Literature. Ann Thorac Surg; 80(5): 1859-1863.
11. http://www.mdguidelines.com/empyema
https://academic.oup.com/bjaed/article/11/6/229/263734/Pus-in-the-
thorax-management-of-empyema-and-lung
12. James Walters, MBBS MRCP Noeleen Foley, MB BCH BAO MRCPI
MD FRCP Matthew Molyneux, MBBS FRCA. 2011. management of
empyema and lung abscess .Volume 11, Issue 6.
13. Luh S. P., Tsao T. C. 2007. Video-Assisted Thoracic Surgery for
Spontaneous Haemopneumotoraks. Respirology; 12(3): 443-447.
14. Luh, Shi-ping. 2010. Diagnosis and Treatment of Primary Spontaneous
Pneumotoraks. J Zhejiang Univ Sci B; 11 (10): 735-744.
15. Martin, Kevin T. 2007. Pneumotoraks. California: Respiratory Care
Educational Consulting Service.
16. Meier AH, Hess CB, Cilley RE. Complications and treatment failures of
video-assisted thoracoscopic debridement for pediatric empyema. Pediatr
Surg Int. 2010 Feb 11. [Medline].
17. Noppen M., de Keukeleire T. 2008. Pneumotoraks. Respiration; 76 (2):
121-127.
18. Noppen, M. 2010. Review: Endoscopy, Spontaneous Pneumotoraks:
Epidemiology, Pathophysiology and Cause. European Respiratory Review
2010. Vol. 19 Hal. 117, 217-219.
19. Smithuis, R., Delden, OV. 2013. Chest X-Ray Basic Interpretation.
Available at : http://www.radiologyassistant.nl/en/p497b2a265d96d/chest-
x-ray-basic-interpretation.html diakses pada 28 oktober 2017 pukul
06.00
20. Susan Sadoughi, MD, and André Sofair, MD, MPH.April 24, 2017.
Empyema Guidelines Published.The Journal Of Thoracic And
Cardiovascular Surgery. 153 (6) : 129-14
21. Tobler, Marc. "Empyema Imaging." eMedicine. Eds. Barry H. Gross, et al.
1 Nov. 2013. Medscape. 31 Oct. 2017
http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview.
22. Vyas, Jatin M. "Empyema." Medline Plus. 29 Jan. 2013. USDHHS. 31
Oct. 2014 http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000123.html.

You might also like