You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAKS

Oleh :

ARI NUR AMIN

PROGRAM PELATIHAN PERIOPERATIF

RSUD DR SAIFUL ANWAR MALANG

2022
PNEUMOTHORAKS

I. DEFINISI
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas
dalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara
sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.(3)
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada.(4)
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena(5). Tersering disebabkan
oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udarake
rongga torak. Pneumotorak dapat terjadi berulang kali (6).

Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal


dari alveolus akanmemasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini
disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura
visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saatinspirasi
tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udarasemakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavumpleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea,maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yangseharusnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada
paru ipsi lateral.Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax (3,6,7,9)

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2,5) :
1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul
akibat ruptur bulla kecil (12 cm)
subpleural, terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya,
Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur
emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut,
pneumonia, abses paruatau Ca paru. fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktik kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya
suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru (2,5). Pneumotoraks tipe
ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis
ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan
atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah
suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan
udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk
tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru. (2,5)
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (8) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam
keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak
ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami
re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,
tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana
terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (8)
. Pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif .
(8)
Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar
karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka(8). Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga
pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas (2).
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (8) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru


(> 50% volume paru)
Klasifikasi lain berdasarkan luasnyanya kolaps :
1. Pneumothorax ringan
Paru hanya mengalami kolaps ringan sekitar 10% saja.
2. Pneumothorax sedang
Paru mengalami kolaps sekitar 50% saja.
3. Pneumothorax berat
Pneumothorax berat adalah pneumothorax dengan keadaan paru yang sudah
kolaps total (100%) karena terdesak udara dalam rongga pleura yang cukup
banyak dengan tekanan yang cukup besar.

A. Pneumothorak kolaps total dekstra (nampak ujung panah adalah garis kolaps)

B/C.Pneumothorak kolaps sebagian dekstra (ujung panah adalah garis kolaps)


D. Pneumothorak kolaps sebagian di segmen anterior paru. Sedangkan segmen
posterior masih nampak mengembang (ujung panah adalah garis kolaps)
III. ETIOLOGI
Etiologi Trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama
disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering
disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan
ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Kelainan yang sering timbul
secara umum pada setiap trauma thorax baik tajam maupun tumpul yaitu(3):
1. Kulit dan jaringan lunak : Luka, memar, dan emfisema subkutis
2. Tulang : Fraktur costa, sternum, pernapasan paradoksal.
3. Pleura : Pneumothorax, hemothorax, hemopneumothorax,
kilothorax, serothorax
4. Jaringan paru : Traumatic wet lung
5. Mediastinum: Pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan
bronkus
6. Jantung : Hemoperikardium, luka jantung(3).

IV. PATOFISIOLOGI
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena
lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan
pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan
udara masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga
dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian
menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap.
Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif
sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara
inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak
negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali
lagi ke posisi semula.Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter
(6,7,9).

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala preshock atau shock
dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan
tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumotorak .Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana
proses ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan
mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum
pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan
tension pneumotorak(6,7,9).

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan


lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang
menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser
kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak
komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum
pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah
penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.
Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena
cava. Kejadian inidikenal dengan tension pneumotorak (6,7,9).
V. PATHWAY
VI. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis) (10).
Gejalanya bisa berupa:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1. Hidung tampak kemerahan
2. Cemas, stres, tegang
3. Tekanan darah rendah (hipotensi) (10).
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis
pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
1. Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal melebar,
2. Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus suara
melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat gangguan
respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
4. Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative (5,8).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain : (6)

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang- kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan
dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak


panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk
kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-
24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk
(2)

pneumotoraks tertutup dan


terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2),
.
(4)

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set


Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse
ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem
penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea
mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa
kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung
pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan
cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan
dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
IX. TEKNIK INSTRUMENTASI

A. Persiapan Pasien
Pasien diposisikan lateral / lumbotomy ngan sisi kontralateral dada diberi ganjal agar
terekspos dengan bebas sela

B. Persiapan alat dan bahan


Persiapan Instrumen
Desinfeksi klem x 1
Hand vat mess no 4 x 1
Pinset cirrugie sedang dan besar
Pinset anatomis sedang dan besar
Gunting metzemboum x1
Gunting kasar x1
Gunting benang x1
Pean bengkok sedang x 2
Pean manis x1
Kotcher besar x 2
Neirbecken x 1
Cucing x 2
Hak tajam x 2
Langenback x 2
Scapula hak x1
Rasparatorium x1
Elevator x 2
Tang klipper
Tang cucut

C. Teknik Instrumentasi
1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).
2. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril.
3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit sampai
pleura.
4. Tempat yang akan dipasang drain adalah : - Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).
Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma tinggi. -
linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit.
6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.
7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit
dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara
hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka. Catatan : pada hematothoraks akan segera
menyemprot darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar .
8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral.
Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul, untuk
memudahkan mengarahkan drain.
9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat
lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit,
duapertinganya.
10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya
kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau).
11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri
dengan simpul hidup
12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral sampai
ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks.
13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem
dahulu.
14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang akan
menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan
menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; p. 1063.
3. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada Pneumothorax
Post Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam. RSUD Panembahan
Senopati Bantul; 2010. Diakses 22 Maret 2011.
http://www.fkumycase.net/.
4. Anonim, Medicastore. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 22 Maret 2011.
http://www.medicastore.com

5. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:


2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551.
6. Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 22 maret 2011.
http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax,
7. Fajrin (2008, Agustus 23), Pneumothorax. Diakses 22 Maret 2011 dari The
Power of Muslim Doctor’s :
http://dokterkharisma.blogspot.com/2008/08/pneumothorax.html
8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya : Airlangga University Press; p. 162-179.
9. Anonim, Nefrology Ners (2010 November 3), Pneumothorax, Diakses 22
Maret 2011 dari Perhimpunan Perawat Ginjal Intensif Indonesia :
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/
10. Fahmi (2010, Februari 02). Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax), Diakses 21
Maret 2011 Universitas Negeri Malang :
http://forum.um.ac.id/...7ed4eed11a474&topic=9843.msg9932#msg9932
11.Malueka, Rusdy, Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; p. 56.
LEMBAR PENGESAHAN

PEMBIMBING RUANGAN PESERTA PELATIHAN

ISMED PRASETYO, SST ARI NUR AMIN, A.MD. KEP

You might also like