You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Manusia

Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respons terhadap


getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang
suara, diskriminasi frekuensinya dan penghataran informasi dibawa ke susunan saraf
pusat. Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian:

1. Telinga luar
a. Aurikula.
Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada
permukaan anterolateral, ditemukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
b. Meatus akustikus eksterna
Tabung berkelok-kelok yang terbentang antara aurikula dan membrane
timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke
membrane timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga tengah (kavum timpani)
Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi udara dalam pars
peterosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane mukosa di dalamnya,
terdapat tulang-tulang pendengar yang memisahkan kavum timpani dari
meningen dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.
a. Membrane timpani
Membrane timpani adalah membrane fibrosa. Tepinya menebal
tertanam ke dalam alur sisi tulang disebut sulkus timpani. Membrane timpani
sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya disarafi oleh N.
auditorius.
b. Ossikula auditus
Terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus dan inkus berputar pada
sumbu anterior, posterior, dan berjalan melalui:
 Ligamentum yang menghubungkan prosesus anterior maleus dengan
dinding anterior kavum timpani.
1
 Prosesus anterior maleus dengan prosesus breve inkudis.
 Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve inkudis dengan
dinding posterior kavum timpani.
 Selama penghantaran getaran dari membrane timpani ke perilimf
melalui osikula.
c. Tuba auditive
Bagian ini meluas dari dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai nasofaring, 1/3 posterior terdiri dari tulang dan 2/3
anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum
Bagian ini terletak di belakang kavum timpani dalam pars petrosa
ossis temporalis, bentuknya bundar garis tengah 1 cm.
e. Selulae mastoidea
Prosesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua kehidupan.
Selulae mastoid adalah suatu rongga yang bersambung dalam prosesus
mastoid.

Figure 1 Struktut Telinga

2
3. Telinga dalam (labirinitus)
Suatu system saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis.
Di dalamnya terdapat labirin membranosa, merupakan suatu rangkaian saluran
dan rongga-rongga. Labirin membranosa berisi cairan endolimf.
a. Labirinitus osseus
Terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan kokhlea. Ketiganya
merupakan rongga-rongga yang terletak dalam substansi tulang padat
terstruktur dilapisi endosteum dan berisi cairan bening (perimilf) yang
terletakk dalam labirinitus membranaseus.
 Vestibulum
Bagian pusat labirinitus osseus pada dinding lateral, terdapat venestra
vestibuli yang ditutup oleh basis stapedis dan venestra kokhlea. Di
dalam vestibumu terdapat sakulus dan utrikulus labirinitus
membranaseus.
 Kanalis semisirkularis
Bermuara pada bagian posterior vestibulum. Ada tiga kanalis (superior,
posterior, dan lateralis). Tiap kanalis melebar pada salah satu ujungnya
yang disebut ampula.
 Kokhlea
Bermuara pada bagian anterior vestibulum. Puncaknya menghadap ke
anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Perilimf dalam skala
vestibuli dipisahkan dari kavum timpani oleh basis stapedis dan
ligamentum anulare pada venestra vestibuli.
Membran basilaris dibentuk oleh lapisan serat-serat kolagen. Permukaan
bawah yang menghadap skala timpani diliputi oleh jaringan ikat fibrosa yang
mengandung pembuluh darah. Membrane vestibularis adalah suatu lembaran
jaringan ikat tipis meliputi permukaan atas verstibular. Pelapis rongga perimilf
yaitu jaringan epitel selapis gepeng yang terdiri dari sel mesenkim. Ductus
koklearis mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan, di
bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler disebut stria
vaskularis, merupakan tempat sekresi endomilf, merupakan organ korti.
b. Labirinitus membranosus

3
Terdapat dalam labirinitus osseus. Struktur ini berisi endomilf dan
dikelilingi oleh perimilf, terdiri dari utrikulus dan sakulus yang terdapat
dalam vestibulum, terdiri dari ductus semisirkularis. Di dalam kanalis
sirkularis dan ductus kokhlearis struktur ini saling berhubungan dengan
bebas.
 Utrikulus
Bagian yang terbesar, terdiri dari dua buah sakus mempunyai hubungan
tidak langsung dengan sakulus dan ductus endolimfatikus melalui ductus
utrikulosakularis.
 Sakulus
Bentuknya bulat, berhubungan dengan utrikulus, bergabung dengan
ductus utrikulosakularis, berlanjut, dan berakhir pada kantong buntu
kecil sakus endolimfatikus, terletak di bawah durameter pada permukaan
posterior pars petrosa ossis temporalis.
Utrikulus dan sakulus mempunyai dinding dengan lapisan jaringan ikat
halus yang mengandung sejumlah fibroblast dan melanosit. Dinding lateral
macula utrikulus berbentuk ovoid.
c. Ductus semisirkularis
Ductus semisirkularis ini meskipun diameternya jauh lebih kecil dari
kanalis semisirkularis memiliki konfigurasi yang sama. Sebuah krista
ditemukan dalam setiap ampula, menyilang sumbu Panjang saluran yang
membentuk saluran penyokong seperti sel rambut pada macula, mikrovili,
stereosilia, dan linosilia dan terbenam dalam suatu massa gelatinosa yang
disebut kupula.
d. Ductus kokhlearis
Ductus kokhlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sakulus melalui ductus reuniens. Epitel yang terletak di
atas lamina basilaris membentuk organ korti (spiralis) dan mempunyai
reseptor-reseptor sensoris untuk mendengar.
e. Organ korti
Organ korti terdiri dari sel penyokong, berjalan sepanjang kokhlea,
berbentuk kerucut ramping. Bagian yang lebar mengandung inti yang disebut
apeks, masuk ke dalam permukaan bawah.

4
f. Ganglion spiral
Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral akson
bermielin, membentuk nervus akustikus. Cabang perifer (dendrit) yang
bermielin berjalan dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari
ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dan perimilf dalam skala vestibuli ke
endomilf dalam ductus kokhlearis.

Figure 2 Struktur Kokhlea

Bagaimana telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensinya dan


mengirim informasi suara ke dalam system saraf pusat. Membrane timpani berbentuk
kerucut, merupakan tangkai dari maleus, terikat kuat pada inkus oleh ligamentum-
ligamentum sehingga pada saat maleus bergerak inkus ikut bergerak. Artikulasi inkus
dengan steps menyebabkan steps terdorong ke depan pada cairan kokhlea. Setiap saat
maleus bergerak keluar sehingga mencetuskan gerakan ke dalam dan ke luar dari
permukaan venestra ovalis.

a. Transmisi suara melalui tulang

5
Oleh karena telinga dalam yaitu kokhlea tertanam pada kavitas (cekungan
tulang) dalam os temporalis yang disebut labirin tulang. Getaran seluruh tulang
tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada kokhlea itu sendiri. Oleh karena
itu pada kondisi yang memungkinkan garpu tala atau penggetar elektronik diletakkan
pada setiap prutoberonsia tulang tengkorak dan prosesus mastoideus akan
menyebabkan mendengar getaran suara.
Organ korti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respons terhadap getaran membrane basilaris. Terdapat dua tipe sel rambut (eksterna
dan interna) yang merupakan reseptor sensorik, sekitar 90% ujung-ujung ini berakhir
di sel-sel rambut bagian dalam yang memperkuat peran khusus sel untuk mendeteksi
suara.
b. Lokasi bunyi
Penentuan arah bunyi berasal dari deteksi perbedaan dalam waktu antara
tibanya rangsangan pada dua telinga. Perbedaan waktu merupakan factor penting pada
frekuensi 3.000 Hz dan perbedaan kekeran terpenting pada frekuensi di atas 3.000 Hz.
Banyak neuron dalam korteks auditorius menerima masukan dari kedua telinga dan
berespons maksimum atau minimum bila saat suatu rangsangan pada satu telinga
dilambatkan oleh massa tetap relative terhadap waktu tibanya pada telinga yang lain.
c. Keseimbangan
Berdiri, bergerak, dan banyak posisi tubuh yang lain melawan gaya gravitasi
bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan
melalui mekanisme motoric dan sensorik organ proprioseptif di sendi dan apparatus
vestibularis di telinga dalam. Apparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk
mengaktifkan respons motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan. Apparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis
semisirkularis dan utrikulus-sakulus. Kerusakan pada utrikulus-sakulus membuat
keseimbangan hilang pada posisi badan atas-bawah.
Sakulus (kantung kecil) dan utrikulus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada
dinding telinga dalam masing-masing berisi macula (organ macula). Jika kepala
bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, macula bergerak bersamanya, tetapi
otolit lebih pekat dari cairan di sekitarnya, sehingga stereosilia mengalami distorsi
(penyimpangan bayangan), dan menghasilkan potensial reseptor dalam sel rambut.
Potensial ini secara sinaptik memicu aksi potensial serabut saraf vestibular yang
kemudian dikirim ke otak.
6
Kanalis semisirkularis dari apparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi.
Tiga kanal yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Di setiap ujung masing-
masing kanal terdapat organ indra transduksi mekanoelektrik yang disebut ampula.
Seperti macula, setiap ampula berisi sel rambut dengan struktur silia yang sama. Silia
dikelilingi lapisan gelatin yang disebut kupula. Kupula menyilang lumen kanal ke
dinding kanal lainnya.
Akselerasi rotasi gerakan kepala menggerakkan kanalis semisirkularis,
mengubah pelekatan kupula ke jurusan sama, tetapi cairan endomilf tertinggal. Oleh
karena inersia, perbedaan gerakan cairan akan mendistorsi stereosilia, membuat
potensial reseptor dalam sel rambut. Potensial reseptor memicu serabut saraf
vestibular. Potensial aksi (impuls saraf) memberikan informasi pusat vestibular otak
tentang gerak rotasi tertentu.

2.2. Definisi Otitis Media Kronis (OMK)

Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode
berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah proses peradangan di
telinga tengah dan mastoid yang menetap >12 minggu. Otitis media kronik adalah
perforasi pada gendang telinga (Warmasif, 2009). Otitis media kronis adalah peradangan
teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu bulan. Orang awam biasanya
menyebut congek (Alfatih, 2007).

2.3. Tipe-Tipe Otitis Media Kronis (OMK)

Otitis Media Kronis (OMK) dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Tipe Tubotimpani (Tipe Benigna/ Tipe Aman/ Tipe Mukosa)


Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini
terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel

7
squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah. OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar
dikenal 2 jenis,yaitu:
 OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif.
 OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (Tipe Malignan/ Tipe Bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada
OMK tipe ini. Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom
bertambah besar.
Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya
adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi),
terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses
peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel
keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh
pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom Kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah:
 Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
 Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
 Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan
parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
8
b. Kolesteatom Akuisital
 Primary Acquired Cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani
pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena
adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada
daerah atik atau pars flasida.
 Secondary Acquired Cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran
timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori
metaplasi). Bentuk perforasi membran timpani adalah:
- Perforasi Sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan
postero-superior, kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi
masih ada terdapat sisa membran timpani.
- Perforasi Marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengan kolesteatom.
- Perforasi Atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
2.4. Epidemiologi Otitis Media Kronis (OMK)
Prevalensi Otitis Media Kronis pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi Otitis Media Kronis pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden otitis
media kronis saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis Media Kronis merupakan penyakit
THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris
sekitar 0,9% dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju

9
prevalensi otitis media kronis berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi
di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000).
Menurut survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996
ditemukan insidens Otitis Media Kronis (atau yang oleh awam sebagai “congek”) sebesar
3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia
diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 revalensi otitis media
kronis adalah 3,1% - 5,20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah
adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah otitis media kronis.
Prevalensi OMK di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar
15,21%. Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi otitis media kronis selama
periode 1988 – 1990 sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi OMK
sebesar 10,96%. Prevalensi penderita OMK di RS Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun
1997 sebesar 8,2% (Paparella MM, 2001).
2.5. Etiologi Otitis Media Kronis (OMK)
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore, 2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut,
penyumbatan tuba eustakius, cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga, atau
akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau
zat kimia. Penyebab OMK antara lain:
- Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
- Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
- Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan/ atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
10
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa
metode kultur yang digunakan adalah tepat. Bakterinya, antara lain:
 Streptococcus
 Stapilococcus
 Diplococcus pneumonie
 Hemopilus influens
 Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
 Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
 Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
- Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
- Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
OMK.
- Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
- Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang
menetap pada OMK adalah:
11
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
2.6. Patofisiologi Otitis Media Kronis (OMK)
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai
dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus
atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social
ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi
berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka
terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga
tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah,
biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal.
Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk
kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan
penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi.
Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi
perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke
telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa
kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya.
Berenang, kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya
focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut
yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
2.7. Manifestasi Klinis Otitis Media Kronis (OMK)
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
12
 OMK Tipe Benigna:
 Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberculosis.
 Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
 Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis
 Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
 OMK Tipe Maligna dengan Kolesteatoma:

13
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping
kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan
pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat
osteolitik kolesteatom. Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi
gendang telinga:
 Perforasi Sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga)
Otitis media kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung
(misalnya pilek) atau karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang.
Penyebabnya biasanya adalah bakteri. Dari telinga keluar cairan berbau busuk
tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk
pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan
melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga
luar. Infeksi yang menetap juga bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-
tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di telinga tengah yang mengantarkan
suara dari telinga luar ke telinga dalam) sehingga terjadi tuli konduktif.
 Perforasi Marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga)
Bisa terjadi tuli konduktif dan keluarnya cairan dari telinga.
 Perforasi Atik (lubang terdapat pada pars flaksida)
Biasanya terjadi tuli konduktif dan keluarnya cairan dari telinga.
2.8. Penatalaksanaan Otitis Media Kronis (OMK)
1. Otitis Media Kronis Tipe Benigna
a. OMK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b. OMK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMK adalah :

14
 Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981). Cara pembersihan
liang telinga (toilet telinga):
i. Toilet telinga secara kering (dry mopping). Telinga dibersihkan dengan
kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotic berbentuk
serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan
oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.
ii. Toilet telinga secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan
untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril
dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran
infeksi ke bagian lain dan kemastoid (Beasles, 1979). Pemberian serbuk
antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik,
misalnya asam boric dengan Iodine.
iii. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet). Pembersihan dengan
suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa
yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa.
Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan
H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
“displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan
Ludmann.
 Pemberian antibiotik topical
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik
topikal untuk OMK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan
sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret

15
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat
asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMK sulit dicapai oleh antibiotika
topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah
irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan
jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin
dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistesni. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk
atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
 Acidum boricum dengan atau tanpa iodine.
 Terramycin.
 Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg.
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK
aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus
tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang
terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin
efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi
tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984).
Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat
aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam
melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif
melawan kuman anaerob.Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi
neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan
sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram

16
negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman
anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang
lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak
foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal
yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah:
- Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,
E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif,
Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
- Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya:
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan
Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
- Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap: Stafilokokus, koagulase positif, 99%
Stafilokokus, koagulase positif, 95% Stafilokokus group A, 100% E. Koli,
96% Proteus sp, 60% Proteus mirabilis, 90% Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93% Pseudomonas, 5%.
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMK yang diberi obat tetes
telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik
8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
 Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan ,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya
bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat
minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi
tubuhnya. Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap
mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak
17
kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya
bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan
ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotic sistemik yang dianjurkan
pada Otitis media kronik adalah Kuman aerob Antibiotik sistemik,
Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin, P. Mirabilis Ampisilin atau
sefalosforin, P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin, P. Vulgaris,
Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida, E. Koli Ampisilin atau
sefalosforin, S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin, Eritromosin,
Aminoglikosida, Streptokokus Penisilin, Sefalosforin, Eritromisin,
Aminoglikosida, B. fragilis Klindamisin. Antibiotika golongan kuinolon
(siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang
mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif
terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti
cukup, meskipun dapat mengatasi OMK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat
diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada
OMK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.
2. Otitis Media Kronis Tipe Maligna
a. Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain
(Soepardi, 2001): Mastoidektomi sederhana. Dilakukan pada OMK tipe benigna
yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan

18
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi
tenang dan telinga tidak berair lagi.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah
dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior
liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini
merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan
operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMK tipe
benigna dengan perforasi yang menetap.
e. Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).

19
Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang
telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun
teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena
sering timbul kembali kolesteatoma.
2.9. Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Kronis (OMK)
a. Pemeriksaan Penunjang
- Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.
- Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
- Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani
b. Pemeriksaan Radiologi
- Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto
ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen.
- Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-
tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telah mengenai struktur-struktur.
- Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
- Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
- Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMA
20
Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain
yang dijumpai pada OMK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob
adalah Bacteriodes sp.
2.10. WOC Penyakit Otitis Media Kronis (OMK)
Infeksi Sekunder (ISPA) Trauma, Benda Asing

Bakteri Streptococcus
Rupture Gendang
Hemophylus Influenza Telinga

Invasi Bakteri

Infeksi Telinga Tengah

Kavum Timpani, Tuba Eustachius

Kesulitan/ Proses Peningkatan Tekanan udara pada -Pengobatan Kurang


sakit menelan Peradangan produksi cairan telinga tengah (-) tidak tuntas informasi
dan serosa -Episode
mengunyah berulang
MK: Nyeri MK: Kurang
Akumilasi cairan Retraksi membran pengetahuan
mucus dan serosa timpani
MK: Risiko Infeksi berlanjut
pemenuhan nutrisi dapat sampai ke
kurang dari kebutuhan telinga dalam
tubuh Rupture membrane Hantaran suara/ udara
timpani karena yang diterima
desakan menurun:
Terjadi erosi Merusak
-Tinitus pada kanalis tulang karena
Secret keluar dan semisirkularis adanya epitel
-Penurunan fungsi
berbau tidak enak skuamosa
pendengaran
(otorrhoe) dalam rongga
-Tuli konduktif telinga tengah
-Pening/ Vertigo (kolesteatom)
-Keseimbangan
MK: Gangguan
tubuh menurun
body image MK: Gangguan
persepsi sensori Tindakan
pendengaran operasi dengan
mastoidektomi
MK: Risiko terjadi
injuri (trauma)
MK: Cemas
MK: Intoleransi
MK: Nyeri akut
aktivitas
MK: Risiko
infeksi

21

You might also like