You are on page 1of 32

LAPORAN KASUS

Seorang pria 59 tahun dengan sudden deafness

Dokter Pembimbing :

dr. Ardhian Noor Wicaksono, Sp. THT-KL

dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :
Meida Putri Utami
406162065

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT RSUD SOEWONDO PATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 23 APRIL 2018 – 26 MEI 2018


BAB I
PENDAHULUAN

Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba,
bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai
penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga
frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam
waktu kurang dari 3 hari. Oleh karena kerusakannya terutama di koklea dan
biasanya bersifat permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat
otology.1,2
Ketulian pada tuli mendadak sebagian besar kasus terjadi pada satu telinga
(unilateral) dan hanya 1,7% - 2% kasus terjadi pada dua telinga (bilateral)
biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo. Di Amerika Serikat terjadi 5-20
kasus tuli mendadak per 100.000 penduduk pertahun. Hadjar E melaporkan di sub
bagian Neurotologi THT FKUI/ RS Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun
1999 sampai dengan tahun 2001 terdapat 262 pasien tuli mendadak yang
merupakan 6,24 % dari seluruh penderita ketulian dan 10% dari tuli sensorineural
dan 36% dari penderita tuli akibat kelainan vaskuler.2,3
Pada umumnya terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba. Kadang
bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya bersifat menetap.
Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama.1
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kecepatan
pemberian obat, usia, derajat tuli saraf dan adanya faktor- faktor predisposisi.
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan
untuk sembuh, bila telah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih
kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak sembuh.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Struktur telinga terbagi menjadi bagian luar, tengah, dalam. Telinga bagian
luar dan tengah hanya berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga
bagian dalam berperan dalam pendengaran dan keseimbangan. Telinga bagian
luar terdiri dari aurikula dan meatus akustikus eksternus dan berakhir pada sisi
medial di membran timpani. Telinga bagian tengah terletak di rongga berisi udara
dalam bagian petrosus os temporal, dan terdiri dari osikel auditori (malleus, inkus,
stapes), dan di telinga bagian dalam, terdapat organ sensori untuk pendengaran
dan keseimbangan4.

Gambar 1. Telinga4

2.1.1 Anatomi Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang

2
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar
dan rangka tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira
2,5 – 3 cm.5
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen.7 Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air
serta melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asing berukuran kecil dan
serangga.5

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian
petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas
sebagai berikut:6
 Batas luar: membran timpani
 Batas depan: tuba Eustachius
 Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)
 Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promontorium.

Gambar 2. Telinga tengah.5

3
Organ telinga tengah terdiri dari:
a. Membran timpani.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa
(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.6
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, sementara
membran timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar
yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua
serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks
cahaya.6
Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-belakang,
bawah depan, dan bawah belakang.6
Cabang-cabang dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal,
memberikan suplai darah pada pars flaksida, bagian manubrial dari pars tensa dan
persimpangan antara cincin fibrokartilaginosa dari membran timpani dan sulkus
timpanikum pada tulang temporal.7
Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flaksida dan bagian manubrial
cincin fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel skuamosa, dekat dengan
sel mast dan bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga timpani yang
juga berasal dari arteri karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari pars tensa
dengan cabang-cabang kecil, terlokalisasi tepat dibawah epitel membran timpani.
Jika dibandingkan dengan bagian manubrial, pars tensa memiliki vaskularisasi
yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan sebagian besar dari pars tensa

4
mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel. Keadaan kurangnya pembuluh darah
ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini lebih sedikit dari bagian
lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat infeksi sering berada
pada bagian ini.7

Gambar 3. Membran timpani.6

b. Rongga timpani.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya
merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior
pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia.
Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum.4

c. Tulang pendengaran.
Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga
tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus
melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada
ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap
celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam.4
d. Otot
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran
berfrekuensi tinggi. Otot tersebut adalah:4

5
 Muskulus tensor timpani. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas
tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian
mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani
dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus.
 Muskulus stapedius. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang
berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk
berinsersi ke dalam leher stapes.

e. Dua buah tingkap.


Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh
karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-
tulang pendengaran ke perilimfe telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan
tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak
dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan
diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra
rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala
timpani koklea.4

f. Tuba auditiva (tuba Eustachius).


Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring,
lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan
biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel
bertingkat, hingga selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat faring. Dengan
menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat
masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani menjadi seimbang.4

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga bagian dalam berisi cairan dan terletak dalam os temporal di sisi
medial telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari dua bagian labirin (labirin
vestibula dan labirin membranosa). Labirin vestibula merupakan ruang berliku

6
berisi perilimfe (menyerupai cairan serebrospinal) dan di labirin membranosa
yang mengandung cairan endolimfe (menyerupai cairan intraselular). Bagian ini
melubangi bagian petrosus os temporal dan terbagi menjadi tiga bagian: vestibula,
kanalis semisirkular, dan koklea (seperti siput). Bagian dari telinga dalam yang
berkaitan dengan proses pendengaran adalah koklea 4.

a. Koklea

Koklea merupakan suatu tuba yang melingkar-lingkar, pada potongan


melintang tampak tiga tuba melingkar yang saling bersisian : skala vestibuli, skala
media dan skala timpani. Skala vestibuli dan media di pisahkan satu sama lain
oleh membran reissner atau membran vestibular. Sedangkan skala timpani dan
media di pisahkan satu sama lain oleh membran basilaris. Pada permukaan
membran basilaris terletak organ Corti yang mengandung serangkaian sel yang
sensitif secara elektromagnetik dan membangkitkan impuls saraf sebagai respon
terhadap getaran suara, yaitu sel-sel rambut atau stereosilia. Sel-sel rambut ini
akan mengeluarkan potensial reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan cairan di
koklea. Sel rambut ini tidak memiliki akson, namun pada bagian basis dari tiap sel
rambut terdapat terminal sinaps dari neuron sensori yang nantinya akan
berkumpul menjadi ganglion spiral dan nantinya akan menjadi nervus
vestibulocochlearis (VIII). Di atas organ corti terdapat membran stasioner,
membran tektorial tempat stereosilia terbenam. Membran tektorial ini akan
menekuk stereosilia apabila terjadi getaran pada membran basilaris. Getaran yang
datang dari telinga tengah akan masuk ke dalam skala vestibuli melalui membran
tipis, tingkap lonjong (oval window) dan getaran tersebut akan keluar dari koklea
melalui tingkap bundar (round window) 4.

7
b. Organ Korti

Gambar 4. Organ Korti4

Organ korti, struktur yang mengandung sel-sel rambut yang merupakan


reseptor pendengaran, terletak di membran basilaris. Organ ini berjalan dari apex
ke dasar koklea dan dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan-tonjolan
sel rambut menembus retina reticularis yang kuat dan berbentuk seperti
membrane. Lamina ini ditunjang oleh pilar korti. Sel-sel rambut tersusun dalam 4
baris: 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang
terbentuk oleh pilar-pilar korti dan satu baris sel rambut dalam yang terletak
sebelah medial terhadap terowongan. Di setiap koklea manusia terdapat 20.000 sel
rambut luar dan 3.500 sel rambut dalam. Terdapat membrane tektorium yang tipis,
liat, tetapi elastic yang menutupi barisan sel-sel rambut. Ujung-ujung sel rambut
luar terbenam di dalamnya, tetapi ujuhng sel rambut dalam tidak. Badan-badan sel
neuron aferen yang menyebar di sekitar dasar sel rambut terletak di ganglion
spinalis di dalam mediulus, bagian tengah yang bertulang tempat koklea
melingkar. 90-95% dari neuron aferen ini mempersarafi sel rambut dalam; hanya
5-10% yang mempersarafi sel rambut luar yang jumlahnya lebih banyak, dan
setiap neuron mempersarafi sel luar ini. Sebagai bandingan, sebagian besar serat
eferen di neuron auditorius berakhir di sel rambut luar bukan di sel rambut dalam.
Akson neuron aferen yang mempersarafi sel rambut membentuk bagian auditorius

8
(koklear) neuron akustik vestibulokoklear dan berakhir di nucleus koklear
ventralis dan dorsalis di medulla oblongata. Jumlah total serat aferen dan eferen di
tiap-tiap nucleus auditorius sekitar 28.000.4

Di koklea, terdapat tight junction antara sel rambut dan sel phalanges di
dekatnya, tight junction ini mencegah endolimfe mencapai dasar sel. Namun
membrane basilaris relative permeable terhadap perilimfe di skala timpani, dan
dengan demikian, terowongan organ korti dan dasar sel rambut dibasahi oleh
perilimfe. Oleh karena adanya tight junction serupa, keadaan sel rambut dibagian
lain telinga dalam serupa; yaitu tonjolan-tonjolan sel rambut dibasahi oleh
endolimfe, sementara dasarnya dibasahi oleh perilimfe4.

c. Kanalis Semisirkularis

Di kedua sisi kepala, terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak


lurus satu sama lain, sehingga berorientasi dalam 3 bidang dalam ruang. Di dalam
kanalis tulang, terbentang kanalis membranosa yang terendam dalam perilimfe.
Terdapat struktur reseptor, Krista ampularis, di ujung tiap-tiap kanalis
membranosa yang melebar (ampula). Krista terdiri dari sel rambut dan sel
sustenkularis yang dilapisi oleh pemisah glatinosa (kupula) yang menutup ampula.
Tonjolan sel-sel rambut terbenam dalam kupula, dan dasar sel rambut berkontak
erat dengan serat aferen neuron vestibulokoklearis bagian vestibularis.4

2. 2. Fisiologi Pendengaran

Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara


atau tulang langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik
dibandingkan aliran suara melalui tulang.6

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga
dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen oval) yang juga
menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Selanjutnya getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimf dan membran basal ke arah

9
bawah, Perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar
(foramen rotundum) terdorong ke arah luar.6

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong


membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah dan menggerakkan perilimf
pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan
dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan
fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi
aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VIII, yang kemudian
meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40)
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.6

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran

2.3. Tuli Mendadak

2.3.1. Definisi
Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba,
bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai
penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga
frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam

10
waktu kurang dari 3 hari. Oleh karena kerusakannya terutama di koklea dan
biasanya bersifat permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat
otology.1,2

2.3.2. Epidemiologi
Ketulian pada tuli mendadak sebagian besar kasus terjadi pada satu telinga
(unilateral) dan hanya 1,7% - 2% kasus terjadi pada dua telinga (bilateral). Di
Amerika Serikat terjadi 5-20 kasus tuli mendadak per 100.000 penduduk
pertahun. Hadjar E melaporkan di sub bagian Neurotologi THT FKUI/ RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 terdapat 262
pasien tuli mendadak yang merupakan 6,24 % dari seluruh penderita ketulian dan
10% dari tuli sensorineural dan 36% dari penderita tuli akibat kelainan vaskuler.1,3
Diperkirakan sekitar 4000 kasus sudden sensorineural hearing loss
(SSNHL) terjadi di USA setiap tahunnya. Insidens kejadian di US ini berkisar
antara 5-20 kasus per 100.000 orang. Banyak kasus yang tidak dilaporkan,
sehingga sangat besar kemungkinan angka tersebut bisa lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan tuli mendadak dapat teratasi sebelum pasien tersebut mengunjungi
tempat pelayanan kesehatan.2
Distribusi antara pria dan wanita terlihat hampir sama. Berdasarkan data
dari beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa sekitar 53% pria terkena tuli
mendadak dibandingkan wanita. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian kasus ini. Tuli mendadak dapat mengenai
semua golongan usia, walaupun pada beberapa penelitian, hanya sedikit
ditemukan pada anak-anak dan lansia. Puncak insidensi muncul pada usia 50an.
Dewasa muda memiliki angka kejadian yang hampir sama dengan dewasa
pertengahan-tua. Usia rata-rata sekitar 40-54 tahun.2

2.3.3. Etiologi
Etiologi dari tuli mendadak dapat dibagi menjadi kategori yang luas: (1)
infeksi virus (2) autoimun, (3) ruptur membran labirin/ trauma, (4) vaskular, (5)
neurologik, dan (6) neoplastik. Terdapat bermacam kondisi didalam setiap
kategori ini yang berhubungan dengan tuli mendadak, diantaranya:8

11
Infeksi: Autoimun:
- Meningococcal meningitis - Autoimmune inner ear disease
- Herpesvirus (simplex, zoster, (AIED)
varicella, cytomegalovirus) - Ulcerative colitis
- Mumps - Relapsing polychondritis
- Human immunodeficiency virus - Lupus erythematosus
- Lassa fever - Polyarteritis nodosa
- Mycoplasma - Cogan’s syndrome
- Cryptococcal meningitis - Wegener’s granulomatosis
- Toxoplasmosis
- Syphilis
- Rubeola
- Rubella
- Human spumaretrovirus
Trauma Vaskular
- Perilymph fistula - Vascular disease/alteration of
- Inner ear decompression sickness microcirculation
- Temporal bone fracture - Vascular disease associated with
- Inner ear concussion mitochondriopathy
- Otologic surgery (stapedectomy) - Vertebrobasilar insufficiency
- Surgical complication of - Red blood cell deformability
nonotologic surgery - Sickle cell disease
- Cardiopulmonary bypass
Neurologic Neoplastic
- Multiple sclerosis - Acoustic neuroma
- Focal pontine ischemia - Leukemia
- Migraine - Myeloma
- Metastasis to internal auditory
canal
- Meningeal carcinomatosis
- Contralateral deafness after
acoustic neuroma surgery

12
Faktor Predisposisi

Terdapat faktor predisposisi pada kasus-kasus tuli mendadak saat ini masih
banyak diperdebatkan. Penggunaan alkohol yang berlebihan, kondisi emosional
penderita, kelelahan, penyakit metabolik (diabetes melitus, hiperlipidemia),
penyakit kardiovaskuler, stres, umur dan kehamilan sering dianggap sebagai
faktor predisposisi terjadinya tuli mendadak. Banyak ahli berpendapat bahwa
keadaan kardiovaskuler sangat berpengaruh terhadap kejadian tuli mendadak.7

2.3.4. Patogenesis

Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh
iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan
tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere dan neuroma
akustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi adalah iskemia koklea
dan infeksi virus. 1

Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Keadaan ini


dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva
interna. Pembuluh darah ini merupakan arteri ujung (end artery), sehingga bila
terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami
kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria
vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat
dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membran basal jarang
terkena.1

Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus influenza B
dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ korti, membran tektoria
dan selubung myelin saraf akustik. Ketulian yang terjadi biasanya berat, terutama
pada frekuensi sedang dan tinggi 3. Ada beberapa jalan yang dilalui virus untuk
dapat sampai ke telinga dalam yaitu yang paling sering melalui aliran darah
(viremia). Pada fase awal virus akan dideposit dalam membrane koklea. Selain itu
virus dapat masuk ke telinga dalam dari ruang subaraknoidea melalui akuaduktus

13
koklearis masuk ke ruang perilimfe. Jalur lain adalah langsung dari telinga tengah
masuk ke telinga dalam, seperti pada otitis media nonsupurativa akibat infeksi
saluran nafas. Partikel virus akan memperbanyak diri, mempercepat terjadinya
perubahan-perubahan patologis, yang kadang-kadang masih reversible tapi dapat
juga berupa kelainan yang menetap. Mula-mula virus akan melekat pada endotel
pembuluh darah, terjadi pembengkakan dan proliferasi endotel sehingga
mengakibatkan menyempitnya lumen pembuluh darah dan berkurangnya aliran
darah. Hemaglutinasi dan penyumbatan akan terjadi apabila partikel virus
menempel pada sel-sel darah merah, selain itu juga akan menyebabkan keadaan
hiperkoagulasi dan menyumbat pembuluh darah kapiler. Apabila terjadi pada
arteri yang mendarahi koklea akan muncul keluhan tinnitus dan ketulian. Bila
terjadi sumbatan yang lebih proksimal, akan terjadi gangguan pada fungsi
vestibuler berupa vertigo.7

Teori lainnya terjadi tuli adalah akibat ruptur membran intrakoklea.


Membran ini memisah telinga tengah dan telinga dalam. Di dalam koklea juga
terdapat membran-membran halus memisah ruang perilimfe dan endolimfe.
Secara teoritis, ruptur dari salah satu atau kedua jenis membran ini dapat
mengakibatkan tuli mendadak. Kebocoran cairan perilimfe ke ruang telinga
tengah lewat round window dan oval window telah diyakini sebagai mekanisme
penyebab tuli. Ruptur membran intrakoklea menyebabkan bercampurnya perilmfe
dan endolimfe dan merubah potensi endokoklea secara efektif.7

2.3.5. Gejala Klinis

Pada umumnya terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba. Kadang


bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya bersifat menetap.
Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama.
Kemungkinan sebagai pegangan harus diingat bahwa perubahan yang menetap
akan terjadi sangat cepat. Ketulian paling banyak bersifat unilateral dan hanya
sekitar 4% yang bilateral, dan biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo.1

Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau


menahun secara tidak jelas. Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya

14
pada satu telinga, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Kemungkinan ada
gejala dan tanda penyakit virus seperti parotis varisela, variola atau pada
anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut.1

2.3.6. Diagnosis

Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta


pemeriksaan penunjang audiologi dan laboratorium.

a. Anamnesis 1,2,3

1. Kehilangan pendengaran tiba-tiba biasanya satu telinga yang tidak jelas


penyebabnya berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.

2. Pasien biasanya mengingat dengan jelas kapan tepatnya mereka kehilangan


pendengaran, pasien seperti mendengar bunyi ”klik” atau ”pop” kemudian
pasien kehilangan pendengaran.

3. Gejala pertama adalah berupa tinitus, beberapa jam bahkan beberapa hari
sebelumnya bisa didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-obat
ototoksik, dan neuroma akustik.

4. Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal terbanyak dari tuli


mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear dan infeksi virus, dan
vertigo akan lebih hebat pada penyakit meniere, tapi vertigo tidak
ditemukan atau jarang pada tuli mendadak akibat neuroma akustik, obat
ototoksik.

5. Mual dan muntah.

7. Riwayat infeksi virus seperti mumps, campak, herpes zooster, CMV,


influenza B.

10. Telinga terasa penuh, biasanya pada penyakit meniere.

11. Riwayat berpergian dengan pesawat atau menyelam ke dasar laut.

12. Riwayat trauma kepala dan bising keras.

15
b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan kepala, leher dan kelenjar getah bening regional dianjurkan


untuk dilakukan. Limfadenopati dapat mengindikasi adanya keganasan atau
infeksi telinga tengah yang berefek pada nervus fasialis. Abnormalitas nervus
kranialis dapat memberi kecurigaan adanya lesi intrakranial (seperti neuroma
akustik atau keganasan) atau sklerosis multipel.3

Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop, tidak ditemukan kelainan pada


telinga yang sakit. Sementara dengan pemeriksaan pendengaran didapatkan hasil
sebagai berikut:1,2,3

 Tes penala :

Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, Schwabach memendek.

Kesan : Tuli sensorieural

 Audiometri nada murni :

Tuli sensorineural ringan sampai berat.

c. Pemeriksaan penunjang

 Audiometri khusus 1

- Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor : 100% atau kurang
dari 70%
- Tes Tone decay atau reflek kelelahan negatif.
Kesan : Bukan tuli retrokoklea

 Audiometri tutur (speech audiometry)1

- SDS (speech discrimination score): kurang dari 100%


Kesan : Tuli sensorineural

 Audiometri impedans1

Timpanogram tipe A (normal) reflek stapedius ipsilateral negatif atau


positif sedangkan kolateral positif.

16
Kesan : Tuli sensorineural Koklea

 BERA ( Brainstem Evolved Responce Audiometry)

Menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat

 ENG ( Electtronistagmografi), mungkin terdapat paresis kanal


 Radiologi, pemeriksaan CT scan dan MRI dengan kontras diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis seperti neuroma akustik dan malformasi tulang
temporal
 Arteriografi, dilakukan untuk kasus yang diduga akibat trombosis
 Pemeriksaan Laboratorium
- Hitung sel darah lengkap.
- LED.
- Faal Hemotasis dan faktor kuagalasi (PTT).
- Eletrolit pada kadar glukosa .
- Kolesterol dan trigliserida
- Uji fungsi tiroid
- Tes autoimun seperti antibodi antinuklear dan reumatic1

Derajat penurunan pendengaran menurut Who


Derajat penurunan Ambang pendengaran Temuan klinis
pendengaran pada audiometri nada
murni
Tidak ditemukan masalah
– Tidak ada penurunan
<25 dB pendengaran. Mampu
pendengaran
mendengar suara bisikan.
Mampu mendengar dan
– Penurunan mengulang kata-kata pada suara
26-40 dB
pendengaran ringan percakapan biasa dalam jarak 1
meter.
– Penurunan Mampu mendengar dan
41-60 dB
pendengaran sedang mengulai kata-kata pada suara

17
yang lebih keras dari
percakapan biasa dalam jarak 1
meter.
Hanya mampu mendengar
– Penurunan
61-80 dB beberapa kata pada suara
pendengaran berat
teriakan di telinga yang sehat.
– Penurunan Tidak mampu mendengar dan
pendengaran sangat ≥81 dB mengerti kata pada suara
berat termasuk ketulian teriakan keras.

2.3.7. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk tuli mendadak sampai saat ini merupakan suatu hal yang
kontroversi, tingginya angka perbaikan secara spontan ke arah normal maupun
mendekati normal menyulitkan evaluasi pengobatan untuk tuli mendadak. Tak ada
studi terkontrol yang dilakukan yang dapat membuktikan bahwa suatu obat secara
bermakna menyembuhkan tuli mendadak. Seperti diketahui angka penyembuhan
secara spontan tuli mendadak terjadi antara 40-70% kasus. Ada pendapat ahli
menyatakan bahwa sebagian besar kasus tuli mendadak mengalami proses
penyembuhan secara partial terutama selama 14 hari pertama setelah onset
penyakit.1

Terapi untuk tuli mendadak adalah: 1

1. Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik dan mental selama 2
minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar
pengaruhnya pada keadaan kegagalan neovaskular.
2. Vasodilatansia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian Complamin
injeksi.
 3x 1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
 3x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari
 3x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari
 3x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari
Disertai dengan pemberian tablet vasodilator oral tiap hari.

18
3. Prednison 4x 10 mg (2 tablet), tappering off tiap 3 hari
4. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
5. Neurobion 3x1 tablet /hari
6. Diit rendah garam dan rendah kolesterol
7. Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit), obat antivirus sesuai dengan virus
penyebab
8. Hipertonik oksigen terapi
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan
kortikosteroid injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara
rutin setiap hari serta konsultasi ahli penyakit dalam. Apabila hasil konsultasi
dengan Sub Bagian hematologi Penyakit Dalam dan Bagian kardiologi ditemukan
kelainan, terapi ditambah sesuai dengan nasehat bagian tersebut.1

Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1 bulan.


Kallinen et al (1997) mendefinisikan perbaikan pendengaran pada tuli mendadak
adalah sebagai berikut:

1. Sangat baik, apabila perbaikan >30 dB pada 5 frekuensi.


2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran <30 dB pada frekuensi
250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB pada frekuensi
4000 Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10- 30 dB pada 5 frekuensi.
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan <10 dB pada 5 frekuensi.
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di atas,
dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Apabila
dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat berkomunikasi secara adekuat
perlu dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien dapat menerima keadaan.
Rehabilitasi pendengaran agar dengan sisa pendengaran yang ada dapat digunakan
secara maksimal bila memakai alat bantu dengar dan rehabilitasi suara agar dapat
mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena pendengarannya tidak
cukup untuk mengontrol hal tersebut.1

19
Gambar 6. Manajemen Tuli mendadak

2.3.8. Prognosis

Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu:


kecepatan pemberian obat, usia, derajat tuli saraf dan adanya faktor- faktor
predisposisi. Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar
kemungkinan untuk sembuh, bila telah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh
menjadi lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga
tidak sembuh. Prognosis tuli mendadak tidak sejelek yang diperkirakan. Hampir
1/3 penderita dapat sembuh sampai normal kembali, 1/3 masih ada sisa 40-80
SRT (Speech Recognition Threshold) dan 1/3 lainnya mengalami tuli total. 2

20
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn Mindargo
Usia : 59 tahun
Alamat : Mojoagung 3/1 Puncakwangi, Pati
Tgl Lahir : 01-10-1958
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Suku : Jawa
No RM : 106333

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada hari Senin tanggal 30 April dan Sabtu tanggal


12 Mei 2018 di Poli THT RSUD RAA Soewondo Pati.

Keluhan Utama

Pendengaran menurun mendadak.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 30 April 2018 pasien datang ke Poli THT RSUD


Soewondo Pati dengan keluhan pendengaran menurun mendadak pada
kedua telinga sejak 1 hari yang lalu saat pulang dari sawah seperti
mendengar suara klik sebelumnya. Pasien mengatakan telinga kiri lebih
parah dibandingkan telinga kanan. Keluhan dirasakan semakin hari
semakin memberat. Tidak ada hal yang memperingan keluhan.
Sebelumnya pasien mengeluhkan kedua telinga berdenging sejak 4 hari
yang lalu dan keluar cairan bening sejak 2 hari yang lalu, namun sekarang

21
tidak dikeluhkan lagi. Tidak ada keluhan mual muntah, pusing berputar,
telinga terasa penuh, nyeri telinga, batuk pilek dan nyeri kepala. Pasien
tidak pernah berobat sebelumnya.

Pada tanggal 12 April pasien datang ke Poli THT RSUD Soewondo


Pati untuk kontrol. Pasien mengatakan bahwa sudah ada perbaikan untuk
keluhannya namun hanya sedikit. Keluhan berrdenging, telinga terasa
penuh, nyeri telinga, keluar cairan, mual muntah, pusing berputar, batuk
pilek dan nyeri kepala disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat keluhan serupa : Disangkal


- Riwayat terkena MMR : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat keluhan serupa : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Pekerjaan:
Pasien seorang petani sejak 1 tahun yang lalu, sebelumnya pasien bekerja
menggunakan router kayu dan terpapar bising selama 10 tahun.

22
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 71 kg
Tekanan darah : 160/100mmHg
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,40C

Kepala dan Leher


Kepala : Normosefal
Wajah : Simetris
Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Status Lokalis :

1. Telinga

Dekstra Sinistra
Aurikula Bentuk (N) Bentuk (N)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Preaurikula Fistula (-) Fistula (-)
Abses (-) Abses (-)
Retroaurikula Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
CAE Sekret (-) Sekret (-)
Serumen (-) Serumen (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Corpus allienum (-) Corpus allienum (-)
MEMBRAN TIMPANI

Perforasi (-), MT intak (-), MT intak


Cone of Light (+) cone of light arah (+ ) cone of light arah jam 7
jam 5
Warna Putih seperti mutiara Putih seperti mutiara

23
Bentuk Cekung Cekung

2. Hidung

Hidung Dekstra Sinistra


Bagian Hidung Luar
Bentuk Normal Normal
Frog nose (-) (-)
Depresi tulang hidung (-) (-)
Udara pernafasan (+) (+)
Rhinoskopi Anterior
Konka Media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Meatus Nasi Media Sekret (-) Sekret (-)
Massa (-) Massa (-)

MeatusNasi Inferior Sekret (-) Sekret (-)


Massa (-) Massa (-)

Corpus Alienum (-) (-)


Septum Deviasi (-)
Pemeriksaan Sinus Paranasal

Lokasi Dekstra Sinistra


Infraorbita Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

Glabela Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)


Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

Supraorbita Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)


Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

3. Tenggorok

Mukosa buccal Warna merah


: warna muda
merah muda
Ginggiva Warna merah muda
Gigi geligi Karies (-)

24
Palatum durum dan mole Warna merah muda
Lidah 2/3 anterior Merah muda,
Ulkus (-)
Tonsil

Tonsil Dekstra Sinistra


Ukuran T1 T1
Kripta Tidak melebar Tidak melebar
Permukaan Rata Rata
Warna Merah muda Merah muda
Detritus (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Merah muda Merah muda
Orofaring

Arkus faring Simetris, hiperemis (-)


Palatum Merah muda
Mukosa Merah muda
Dinding posterior orofaring Hiperemis (-)
Post nasal drip (-)
Tidak tampak massa

25
IV. Pemeriksaan Penunjang
Audiometri
Tanggal 20 April 2018 Tanggal 12 Mei 2018

Rata-rata kanan : 60 dB Rata-rata kanan : 47,5 dB


Rata-rata kiri : 65 dB Rata-rata kiri : 57,5 dB
(Penurunan pendengaran berat) (Penurunan pendengaran sedang)

V. RESUME

Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke poli


THT RSUD Soewondo Pati dengan keluhan penurunan pendengaran
mendadak sejak 1 hari yang lalu pada kedua telinga. Telinga kiri dirasakan
lebih parah dibandingkan telinga kanan. Keluhan dirasakan semakin hari
semakin memberat. Sebelumnya kedua telinga berdenging sejak 4 hari
yang lalu dan keluar cairan bening sejak 2 hari yang lalu, namun sekarang
tidak dikeluhkan lagi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaaran compos mentis, BB


71 kg, tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi : 80 x/menit, pernafasan : 20
x/menit, dan suhu : 36,40C.

26
Pada pemeriksaan audiometri didapatkan pada tanggal 20 April
2018 : rata-rata batas ambang pendengaran pada telinga kanan : 60 dB dan
rata-rata batas ambang pendengaran pada telinga kiri : 65 dB (Penurunan
pendengaran berat).

Pada tanggal 12 Mei 2018 didapatkan rata-rata batas ambang


pendengaran pada telinga kanan : 47,5 dB dan rata-rata batas ambang
pendengaran pada telinga kiri : 57,5 dB (penurunan pendengaran sedang).

VI. DIAGNOSIS

Sudden deafness bilateral

VII. DIAGNOSIS BANDING

Presbiakusis

VIII. PENATALAKSANAAN

 Metilprednisolon tab 8 mg 3x1


 Piracetam tab 800 mg 2x1
 Mecobalamin tab 2x1

IX. EDUKASI

1. Rutin kontrol setiap minggu selama sebulan


2. Tidak menghentikan obat secara mendadak
3. Diet rendah garam

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

27
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Sudden deafness : penurunan Pasien mengeluhkan penurunan
pendengaran sensorineural 30 dB atau pendengaran sejak 1 hari yang lalu
lebih, paling sedikit tiga frekuensi
berturut-turut pada pemeriksaan
audiometri dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 3 hari
Epidemiologi
 Sebagian besar kasus terjadi pada satu  Pasien mengeluhkan penurunan
telinga (unilateral) dan hanya 1,7% - pendengaran pada kedua telinga
2% kasus terjadi pada dua telinga
(bilateral)
 Puncak insidensi muncul pada usia  Usia pasien 57 tahun
50an
Etiologi
Penyebab tuli mendadak : infeksi virus, Idiopatik
autoimun, ruptur membran labirin/
trauma, kelainan vaskular, neurologik,
dan neoplastik

Data Anamnesis
 Kehilangan pendengaran tiba-tiba  Kedua telinga berdenging sejak 4
biasanya satu telinga yang tidak jelas hari yang lalu
penyebabnya berlangsung dalam  keluar cairan bening sejak 2 hari
waktu kurang dari 3 hari yang lalu
 Gejala pertama adalah berupa tinitus,
beberapa jam bahkan beberapa hari
 Pusing mendadak (vertigo)
 Mual dan muntah
 Riwayat infeksi virus seperti mumps,
campak, herpes zooster, CMV,
influenza B
 Riwayat hipertensi dan DM
 Riwayat berpergian dengan pesawat
atau menyelam ke dasar laut
 Riwayat trauma kepala dan bising
keras
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
 Tidak ada kelainan pada pemeriksaan  Tidak ada kelainan pada
otoskop pemeriksaan otoskop

28
 Tes penala : Rinne positif, Weber  Audiometri pada tanggal 20 April
lateralisasi ke telinga yang sehat, 2018 :
Schwabach memendek Rata-rata kanan : 60 dB
 Audiometri nada murni : Tuli Rata-rata kiri : 65 dB
sensorineural ringan sampai berat. (Penurunan pendengaran berat)
 Tes SISI (Short Increment Sensitivity
Index) dengan skor : 100% atau  Audiometri pada tanggal 12 Mei
kurang dari 70% 2018 :
Rata-rata kanan : 47,5 dB
 Tes Tone decay atau reflek kelelahan
negatif Rata-rata kiri : 57,5 dB
 Audiometri tutur (speech audiometry)
 SDS (speech discrimination score): ( Penurunan pendengaran sedang)
kurang dari 100%
 Audiometri impedans
 BERA ( Brainstem Evolved Responce
Audiometry)

 ENG ( Electtronistagmografi)
 Arteriografi
 Pemeriksaan Laboratorium

Tata Laksana
 Tirah baring (total bed rest) istirahat  Metilprednisolon tab 8 mg 3x1
fisik dan mental selama 2 minggu  Piracetam tab 800 mg 2x1
 Vasodilatansia yang cukup kuat  Mecobalamin tab 2x1
misalnya dengan pemberian -
Complamin injeksi.
- 3x 1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
- 3x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari
- 3x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari
- 3x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari
 Prednison 4x 10 mg (2 tablet),
tappering off tiap 3 hari
 Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
 Neurobion 3x1 tablet /hari
 Diet rendah garam dan rendah
kolesterol
 Inhalasi oksigen 4x15 menit (2
liter/menit), obat antivirus sesuai
dengan virus penyebab
 Hipertonik oksigen terapi

29
Prognosis
 .Ad vitam: Dubia ad bonam  Ad vitam: Dubia ad bonam
 Ad sanactionam: Dubia ad malam  Ad sanactionam: Dubia ad malam
 Ad fungsionam: Dubia ad bonam  Ad fungsionam: Dubia ad bonam

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Jenny B dan Indro S. Tuli mendadak. Dalam: Soepardi EF, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Hal 46-48
2. Stachler JR, et al. Clinical Practice Guideline: Sudden Hearing Loss.
Otolaryngology – Head and Neck Surgery 146(1S) S1–S35 © American
Academy of Otolaryngology—Head and Neck Surgery Foundation 2012: p.1-
28
3. Foden N, Mehta N, Joseph T. Sudden onset hearing loss: Causes,
investigations and management. Australian Fa mily Physician Vol. 42, No. 9,
September 2013: p.641-644
4. Seeley, Stephen, Tate. The Special Sense. Anatomy and Physiology. The
McGraw-Hill Companies, 2004: p. 528-540
5. Van De Graaff. Head. Human Anatomy, 6th edition. New York: The
McGraw-Hill Companies. 2001. pg 516-519
6. Indro S, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam:
Soepardi EF, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 10 – 13
7. Suckfull M. Continuing Medical Education :Perspectives on the
Pathophysiology and Treatment of Sudden Idiopathic Sensorineural Hearing
Loss. Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2009; 106(41):
669–76
8. Muller C, Vrabec J, Quinn FB. Sudden Sensorineural Hearing Loss. USA:
UTMB Dept. of Otolaryngology.June 13, 2001: p.1-15

31

You might also like