You are on page 1of 10

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

DITINJAU DARI FAKTOR PEMBENTUK SIKAP


Syafrida Elisa
Aryani Tri Wrastari
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract.
This study aims to determine how the form of teacher attitudes towards inclusive education in
terms of its constituent factors and determine the forming factors what affects teachers'
attitudes towards inclusive education. The study was conducted in four subjects that teach in an
inclusion school in Surabaya. Information about the subjects' attitudes revealed through in-
depth interviews as the method of data collection techniques. Data analysis techniques used in
this research is a thematic – analysis by coding the results of the interview transcripts and field
notes were then analyzed. These results indicate that teachers' attitudes consisting of a positive
attitude that is accepting attitudes towards inclusive education and negative attitudes that is
reject attitudes towards inclusive education. Factors that appear in this study, firstly, the teacher
factor consisting of teacher' background, views on children with special needs, the type of
teacher, grade level, teachers' beliefs, socio-political outlook, teachers' emphaty, and gender.
Second, the experience factors, consisting of, experience teaching children with special needs
and experiences of contact with children with special needs. Third, factors of knowledge that
consists of the level of teacher education, training, knowledge, and learning needs of teachers.
Fourth, educational environment factors that consist of resources support, support of parents
and families, and the school system.

Keywords: Teachers' Attitude, Inclusive Education, Forming Factors the Attitudes of Teachers

Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk sikap guru terhadap pendidikan
inklusi ditinjau dari faktor pembentuknya dan mengetahui faktor-faktor pembentuk apa yang
mempengaruhi sikap guru terhadap pendidikan inklusi. Penelitian dilakukan pada empat
orang subjek yang mengajar di sebuah sekolah inklusi di Surabaya. Informasi mengenai sikap
subjek diungkap melalui metode wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik dengan
melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian
di analisis. Hasil penelitian ini menunjukan bentuk sikap guru yang terdiri dari sikap positif
yaitu sikap menerima terhadap pendidikan inklusi dan sikap negatif yaitu sikap menolak
terhadap pendidikan inklusi. Faktor yang muncul dalam penelitian ini, yaitu pertama, faktor
guru yang terdiri dari latar belakang guru, pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus,
tipe guru, tingkat kelas, keyakinan guru, pandangan sosio-politik, empati guru, dan gender.
Kedua, faktor pengalaman yang terdiri dari pengalaman mengajar anak berkebutuhan khusus
dan pengalaman kontak dengan anak berkebutuhan khusus. Ketiga, faktor pengetahuan yang
terdiri dari level pendidikan guru, pelatihan, pengetahuan, dan kebutuhan belajar guru.
Keempat, faktor lingkungan pendidikan yang terdiri dari dukungan sumber daya, dukungan
orang tua dan keluarga, dan sistem sekolah.

Kata Kunci: Sikap Guru, Pendidikan Inklusi, Faktor Pembentuk Sikap Guru
Korespondensi: Syafrida Elisa Departemen Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, email :
syafridaelisa@yahoo.com atau aryani3wrastari@yahoo.com

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan


01 Vol. 2, No. 01, Februari 20132
Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari

Pendahuluan bidang pendidikan adalah pendidikan inklusi.


Berdasarkan Undang-Undang Republik Guru merupakan salah satu tokoh
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem penting dalam praktek inklusi di sekolah,
pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha karena guru berinteraksi secara langsung
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dengan para siswa, baik siswa yang
belajar dan proses pembelajaran agar peserta berkebutuhan khusus, maupun siswa non
didik secara aktif mengembangkan potensi berkebutuhan khusus. Seorang guru
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual diharapkan dapat memberikan kehidupan
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kelas agar menjadi lebih hangat dan pada waktu
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang bersamaan dapat memberikan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan pemahaman kepada murid yang lain untuk
negara. Prinsip penyelenggaran pendidikan yang dapat saling berinteraksi.
tercantum pada pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Praktek inklusi merupakan tantangan
Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa baru bagi pengelola sekolah. Taylor dan
pendidikan diselenggarakan secara demokratis Ringlaben (2012) menyatakan bahwa dengan
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan adanya pendidikan inklusi menyebabkan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai tantangan baru pada guru, yaitu dalam hal
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan melakukan perubahan yang signifikan
bangsa. terhadap program pendidikan dan
Meski undang-undang telah secara tegas mempersiapkan guru-guru untuk menghadapi
mengatur pemerataan hak dan kewajiban bagi s e m u a ke b u t u h a n s i s w a b a i k s i s w a
setiap warga negara untuk mengakses berkebutuhan khusus maupun non
pendidikan, kasus diskriminasi dalam bidang berkebutuhan khusus. Taylor dan Ringlaben
pendidikan masih kerap terjadi khususnya juga menjelaskan mengenai pentingnya sikap
terhadap anak berkebutuhan khusus. Contoh guru terhadap inklusi, yaitu guru dengan sikap
kasus diskriminasi di Indonesia salah satunya yang lebih positif terhadap inklusi akan lebih
terdapat di Sumatera Utara, setidaknya terdapat mampu untuk mengatur instruksi dan
15 kasus diskriminasi terhadap anak di dunia kurikulum yang digunakan untuk siswa
pendidikan. Kasus-kasus diskriminasi dalam bekebutuhan khusus, serta guru dengan sikap
bidang pendidikan tersebut terutama berkaitan yang lebih positif ini dapat memiliki
dengan penerimaan siswa baru maupun akses pendekatan yang lebih positif untuk inklusi.
untuk bersekolah, salah satunya seperti yang Penelitian sebelumnya yang
dijelaskan oleh Jailani (2011 dalam Ikhwan, 2011), membahas mengenai sikap guru terhadap
dalam diskusi refleksi Hari Anak Nasional, inklusi adalah Berry (2006) yang menemukan
bahwa di Kota Padang Sidempuan terdapat anak bahwa kelas inklusi yang efektif bersumber dari
yang ditolak mendaftar di sekolah menengah keyakinan yang dimiliki guru mengenai
kejuruan karena memiliki keterhambatan fisik. kepercayaan dan perlindungan dalam
Pihak sekolah menyatakan, penolakan tersebut memperbaiki prestasi akademik siswa.
berdasarkan pada surat keputusan Walikota. Leatherman dan Niemeyer (2005) meneliti
Jailani juga menjelaskan bahwa diskriminasi sikap guru melalui tiga komponen sikap, yaitu
dalam bidang pendidikan di Sumatera Utara kognisi, afeksi, dan perilaku yang
tidak hanya terjadi terhadap anak berkebutuhan menunjukkan lima bentuk sikap guru terhadap
khusus, tetapi juga terhadap orang yang memiliki inklusi, yaitu sikap terhadap anak
ekonomi lemah yang tidak bisa mengakses berkebutuhan khusus di dalam kelas, sikap
pendidikan karena mahalnya biaya, terlebih guru dipengaruhi oleh pengalaman yang
untuk mengakses sekolah-sekolah yang dimiliki dalam mengajar di kelas inklusi, guru
mengubah statusnya menjadi Rintisan Sekolah memperhatikan kebutuhan masing-masing
Berstatus Internasional (RSBI). siswa di dalam kelas, guru menekankan
Salah satu program pendidikan yang
pentingnya keterlibatan keluarga dari para
dilakukan untuk mengatasi isu diskriminasi dalam
siswa untuk menyusun program belajar, bagi

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan 02


Vol. 2, No. 01, Februari 2013
SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI DITINJAU DARI FAKTOR PEMBENTUK SIKAP

guru ketersediaan fasilitas dalam kelas dapat 3. Kelas Reguler dengan Pull Out
menjadi salah satu penunjang kelas inklusi Anak berkebutuhan khusus belajar
yang efektif. bersama anak non berkebutuhan
khusus di kelas reguler namun dalam
Pendidikan Inklusi
waktu-waktu tertentu ditarik dari
Inklusi adalah praktek yang mendidik
semua siswa, termasuk yang mengalami kelas reguler ke ruang lain untuk
hambatan yang parah ataupun majemuk, di belajar dengan guru pembimbing
sekolah-sekolah reguler yang biasanya khusus.
dimasuki anak-anak non berkebutuhan khusus 4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull
(Ormrod, 2008). Pendidikan inklusi Out
merupakan praktek yang bertujuan untuk Anak berkebutuhan khusus belajar
pemenuhan hak azasi manusia atas
bersama anak non berkebutuhan
pendidikan, tanpa adanya diskriminasi,
khusus di kelas reguler dalam
dengan memberi kesempatan pendidikan yang
berkualitas kepada semua anak tanpa kelompok khusus, dan dalam waktu-
perkecualian, sehingga semua anak memiliki waktu tertentu ditarik dari kelas
kesempatan yang sama untuk secara aktif reguler ke ruang lain untuk belajar
mengembangkan potensi pribadinya dalam dengan guru pembimbing khusus.
lingkungan yang sama (Cartwright, 1985 dalam 5. Kelas Khusus dengan Berbagai
Astuti, Sonhadji, Bafadal, dan Soetopo, 2011). Pengintegrasian
Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk
Anak berkebutuhan khusus belajar di
membantu mempercepat program wajib
belajar pendidikan dasar serta membantu dalam kelas khusus pada sekolah
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan reguler, namun dalam bidang-bidang
menengah dengan menekan angka tinggal tertentu dapat belajar bersama anak
kelas dan putus sekolah pada seluruh warga non berkebutuhan khusus di kelas
negara (Pedoman Umum Penyelenggaraan reguler.
Pendidikan Inklusi, 2007). 6. Kelas Khusus Penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar di
Model Pendidikan Inklusi Indonesia
dalam kelas khusus pada sekolah
Pendidikan anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan reguler.
dengan berbagai model sebagai berikut
(Ashman, 1994 dalam Emawati, 2008): Sikap
1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh) Thurstone memformulasikan sikap
Anak berkebutuhan khusus belajar sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis (Edwards, 1957
bersama anak non berkebutuhan
dalam Azwar, 2010). Lebih lanjut Thurstone
khusus sepanjang hari di kelas reguler menjelaskan bahwa sikap merupakan sebuah
dengan menggunakan kurikulum proses antara positif atau negatif yang
yang sama. disebabkan oleh suatu stimulus (Thurstone,
2. Kelas Reguler dengan Cluster 1931; Allport, 1935; Green and Goldfried, 1965
Anak berkebutuhan khusus belajar dalam Cacioppo and Berntson, 1994). Heri
bersama anak non berkebutuhan Purwanto (1998) menjelaskan lebih lanjut
khusus di kelas reguler dalam mengenai definisi sikap positif dan negatif.
Sikap positif adalah kecenderungan tindakan
kelompok khusus.
yang berupa mendekati, menyenangi, dan
mengharapkan objek tertentu, sedangkan
sikap negatif adalah kecenderungan untuk

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan


03 Vol. 2, No. 01, Februari 2013
Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari

menjauhi, menghindari, membenci, tidak toleransi yang lebih tinggi


menyukai objek tertentu.
dibandingkan guru laki-laki
Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi terhadap integrasi untuk siswa
Sikap guru terhadap pendidikan inklusi berkebutuhan khusus (Aksamit,
adalah gambaran yang positif atau negatif dari Morris, and Leunberger, 1987;
komitmen guru dalam mengembangkan anak Thomas, 1985; Eichinger, Rizzo,
berkebutuhan khusus yang menjadi tanggung and Strotnik, 1991 dalam Avramidis
jawab guru dan juga menggambarkan sejauh and Norwich, 2002). Harvey (1985
mana anak berkebutuhan khusus di terima di
dalam Avramidis and Norwich,
sebuah sekolah. Melalui sikap positif dari guru,
2002) melihat bahwa terdapat
anak berkebutuhan khusus akan mendapat lebih
banyak kesempatan dalam bidang pendidikan kecenderungan pada guru
untuk belajar bersama teman sebayanya, dan perempuan dalam menunjukkan
a k a n l e b i h m e n d a p a t k a n ke u n t u n g a n s i k a p p o s i t i f te rh a d a p i d e
pendidikan semaksimal mungkin (Olson, 2003). mengenai integrasi terhadap anak
Sikap guru yang negatif menggambarkan yang memiliki masalah perilaku
harapan yang rendah terhadap anak dibandingkan guru laki-laki.
berkebutuhan khusus di kelas inklusi (Elliot,
b. U s i a d a n P e n g a l a m a n
2008).
Mengajar
Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru Guru yang lebih muda dan dengan
terhadap Inklusi pengalaman mengajar yang masih
Av ra m i d i s d a n No r w i c h ( 2 0 02 ) sedikit memiliki sikap yang
merangkum berbagai penelitian mengenai faktor mendukung terhadap integrasi
yang mempengaruhi sikap guru, sebagai berikut : (Center and Ward, 1987; Berryman,
1. Siswa 1989; Clough and Lindsay, 1991
Konsep guru terhadap siswa dalam Avramidis and Norwich,
b e r ke b u t u h a n k h u s u s b i a s a ny a 2002). Har vey (1985 dalam
bergantung pada jenis hambatan siswa, Avramidis and Norwich, 2002)
tingkat keparahan hambatan siswa, dan menemukan bahwa terdapat
kebutuhan siswa akan pendidikan keengganan pada guru yang telah
(Clough and Lindsay, 1991 dalam berpengalaman dibandingkan
Avramidis and Norwich, 2002). Persepsi dengan guru pelatihan yang
guru mengenai jenis hambatan siswa bersedia menerapkan program
dapat dibedakan berdasarkan tiga integrasi kepada siswa
dimensi, yaitu hambatan fisik dan berkebutuhan khusus. Hal ini
sensori, kognitif, dan perilaku- dapat menjadi sebuah alasan
emosional yang dimiliki siswa. bahwa guru baru yang memenuhi
2. Guru syarat memiliki sikap yang positif
Faktor guru terbagi dalam terhadap program integrasi.
beberapa variabel, yaitu : c. Tingkat Kelas yang diajar
a. Gender Salvia dan Munson (1986 dalam
Faktor gender ini berkaitan dengan Avramidis and Norwich, 2002)
isu gender terhadap inklusi. menjelaskan bahwa seiring dengan
Beberapa peneliti menemukan bertambahnya usia siswa, maka
bahwa guru perempuan memiliki sikap positif yang dimiliki guru

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan 04


Vol. 2, No. 01, Februari 2013
SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI DITINJAU DARI FAKTOR PEMBENTUK SIKAP

akan berkurang, dan menunjukan a k a n s u l i t u n t u k


fakta bahwa guru yang mengajar mengikutsertakan siswa tersebut
kelas yang lebih tinggi lebih ke dalam kelas mainstream
memperhatikan pada materi (Avramidis and Norwich, 2002).
pelajaran dan kurang f. Keyakinan Guru
memperhatikan pada perbedaan Jordan, Lindsay, dan Stanovich
individu siswa. Penjelasan tersebut (1997 dalam Avramidis and
diperkuat oleh Clough dan Lindsay Norwich, 2002) menjelaskan
(1991 dalam Avramidis and bahwa, guru yang beranggapan
Norwich, 2002) yang menjelaskan bahwa kebutuhan khusus
bahwa bagi guru yang lebih merupakan sesuatu yang melekat
memperhatikan materi pelajaran, dengan siswa, memiliki cara
kehadiran siswa berkebutuhan mengajar yang kurang efektif
khusus di dalam kelas mereka dibandingkan dengan guru yang
menjadi masalah tersendiri dalam beranggapan bahwa lingkungan di
praktek pengurusan aktivitas kelas. sekitar siswa dapat menjadi
d. Pengalaman Kontak dengan pelengkap bagi masalah atau
Siswa Berkebutuhan Khusus hambatan yang dimiliki siswa.
Sebuah hipotesis mengenai kontak g. Pandangan Sosio-Politik
dengan siswa berkebutuhan Faktor ini menjelaskan mengenai
khusus menyebutkan bahwa sikap guru terkait dengan
sejalan dengan pelaksanaan guru keyakinan personal (pandangan
dalam program inklusi, sehingga terhadap politik dan sosial-
kontak dengan siswa politik) dan sikap personal
berkebutuhan khusus semakin (Avramidis and Norwich, 2002).
dekat, maka sikap yang dimiliki Lebih lanjut, faktor ini juga
guru semakin positif (Yuker, 1988 menjelaskan mengenai keyakinan
dalam Avramidis and Norwich, guru terhadap etnis dan budaya
2002). dari anak berkebutuhan khusus
e. Pelatihan dan keyakinan tentang dukungan
Faktor lain yang mempengaruhi pemerintah terhadap pendidikan
sikap guru yang menarik adalah inklusi.
pengetahuan yang dimiliki 2. Lingkungan Pendidikan
mengenai siswa berkebutuhan Salah satu faktor yang dapat
khusus yang dikembangkan mempengaruhi sikap positif guru
melalui pelatihan yang didapat. adalah ketersediaan dukungan
Faktor ini dipertimbangkan fasilitas di dalam kelas dan level
menjadi faktor penting dalam sekolah (Center and Ward, 1987; Myles
mempengaruhi sikap guru and Simpson, 1989; Clough and
terhadap pelaksanaan kebijakan Lindsay, 1991 dalam Avramidis and
inklusi. Tanpa rencana untuk Norwich, 2002). Dukungan yang
memberikan pelatihan kepada dimaksud dalam hal ini adalah,
guru mengenai pendidikan untuk sumber daya fisik seperti,
siswa berkebutuhan khusus, maka perlengkapan mengajar, perlengkapan

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan


05 Vol. 2, No. 01, Februari 2013
Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari

IT, lingkungan fisik yang mendukung, subjek.


dan lain-lain. Serta sumber daya No.
Faktor
Pembentuk
Sikap Guru
Tipe
Manifestasi Sikap
manusia,
Guru yangseperti, guru
percaya tanggung khusus, terapis,
jawab
guru
adalah membimbing dan memenuhi kebutuhan
Sikap Guru Sikap
1 Siswa : Guru memandang bahwa jenis kebutuhan
kepala sekolah,
menangani abk
orangtua dan lain-lain.
masing-masing siswa lebih telaten dalam khusus siswa mempengaruhi cara mengajar
dan titik jenuh guru
Guru yang percaya bahwa abk memiliki hak
Selain faktor yang disebutkan
yang sama dalam bidang pendidikan lebih
oleh Guru lebihmemilih mengajar siswa abk yang
Negatif
sudah mandiri dan mampu untuk sekolah
mendukung terhadap program inklusi
Avramidis dan GuruNorwich, terdapat
yang percaya bahwa semua faktor
layanan kelas lain yang
karena pengaruh pengalaman dengan abk
dengan abk di dalamnya memiliki tingkat Guru yang memilih mengajar siswa non abk
dapat mempengaruhi sikap
kesulitan dan kemudahan sendiri lebihguru terhadap memiliki keyakinan bahwa abk sulit ditangani
menerima keberadaan abk 2 Guru :
inklusi. Jobe,GuruRust,
Khusus dandan GuruBrissie (1996)
Reguler percaya abk melihat Guru Khusus memilikikedekatan yang lebih
sulit ditangani menginginkan dukungan dari dengan abk karena pengalaman dengan abk
sikap guru terhadap
terapis dan guru pendamping untuk abk faktor jenis
inklusi melalui dan pengetahuan mengenai karakteristiktik abk
Guru yang percaya abk kurang mampu untuk yang lebih banyak Positif
guru dan latarberadabelakang
di kelas inklusipendidikan
penuh lebih setuju guru.
NegatifJenis Tipe Guru Guru Reguler lebih pasrah dalam hal
program Luar Biasa
guru yang dimaksud adalah, guru
Guru yang percaya bahwa abk adalah penyakit
khusus atau penempatan abk di kelas inklusi terkait
pengalaman dengan abk yang sedikit
memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai
guru reguler, abk
sedangkan latar belakang Guru Reguler kurang dekat dengan abk karena
kurang terbiasa dengan kehadiran abk
Negatif

pendidikan guru terkait dengan pendidikan Guru Reguler dan Guru Khusus mendukung
adanya program pengelompokan dalam
terakhir yang dimiliki guru. berbagai layanan kelas untuk siswa abk karena
pengaruh sistem sekolah yang diterapkan
Guru yang melihat bahwa semua tingkat kelas
memiliki kesulitan dan kemudahan tersendiri
Positif
METODE PENELITIAN lebih bersikap menerima terhadap keberadaan
abk
Tingkat Kelas
Penelitian ini menggunakan tipe Guru yang melihat bahwa kelas dengan tingkat
yang lebih tinggi lebih mudah untuk ditangani
penelitian studi kasus intrinsik. Penelitian memandang kemampuan abk dapat
Negatif
mempengaruhi titik jenuh guru
dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian Guru Reguler dengan latar belakangbukan
pada suatu kasus khusus. Tipe penelitian studi Latar belakang PLB lebih memilih mengajar kelas reguler
Pendidikan karena merasa latar belakangpendidikannya
Negatif
kasus intrinsik menuntut peneliti untuk tidak sesuai untuk mengajar abk
Guru yang bekerja karena keingintahuan untuk
memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa menangani abk memiliki sikap yang lebih
positif terhadap abk
harus dimaksudkan untuk menghasilkan Guru yang bekerja karena penempatan dari
konsep-konsep atau teori ataupun tanpa ada Latar Belakang dinas pendidikan lebih pasrah dalam
Guru penempatan abk di kelasnya
Positif

upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2011). Guru yang bekerja karena ingin cari
pengalaman lebih dan kebutuhan ekonomi
Teknik penggalian data yang digunakan dalam memiliki kedekatan yang wajar, sebatas guru
dan murid dengan abk
penelitian ini yaitu melalui wawancara Guru Khusus yang memiliki pengalaman di
tempat terapi lebih memiliki kedekatan dengan
mendalam dengan menggunakan pedoman Pengalaman abk dan lebih memahami kebutuhan abk
Positif
Mengajar
umum, yaitu pedoman wawancara yang sangat Guru Reguler yang memiliki pengalaman lebih
sedikit dengan abk bersikap biasa dengan abk
umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus layaknya guru terhadap siswa
Pengalaman Guru yang memiliki kerabat abk lebih dekat
diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, Kontak dengan dengan siswa abk dan memiliki keyakinan Positif
ABK bahwa hak semua anak sama
bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan Guru yang percaya bahwa siswa beragam dan
eksplisit (Patton, 1990 dalam Poerwandari 2011). Keyakinan Guru
memiliki keunikan masing -masing lebih
Positif
mementingkan pemenuhan kebutuhan dari
Teknik analisis data yang digunakan adalah open masing-masing siswa
Guru yang percaya tanggung jawab guru
coding, axial coding, dan selective coding (Strauss adalah membimbing dan memenuhi kebutuhan
masing-masing siswa lebih telaten dalam
dan Corbin, 1990 dalam Poerwandari, 2011). menangani abk
Subjek penelitian ini adalah guru laki-laki dan Guru yang percaya bahwa abk memiliki hak
yang sama dalam bidang pendidikan lebih
perempuan yang mengajar di sekolah inklusi mendukung terhadap program inklusi
Guru yang percaya bahwa semua layanan kelas
dimana masing-masing terdiri dari guru khusus dengan abk di dalamnya memiliki tingkat
kesulitan dan kemudahan sendiri lebih
dan guru reguler. menerima keberadaan abk
Guru Khusus dan Guru Reguler percaya abk
sulit ditangani menginginkan dukungan dari
HASIL PENELITIAN terapis dan guru pendamping untuk abk
Guru yang percaya abk kurang mampu untuk
Berikut ini merupakan hasil analisis berada di kelas inklusi penuh lebih setuju Negatif
program Luar Biasa
terhadap keempat subjek yang disajikan dalam Guru yang percaya bahwa abk adalah penyakit
memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai
bentuk contoh manifestasi dari masing-masing abk
Guru merasa kebijakan inklusi dari pemerintah
faktor pembentuk sikap guru terhadap sangat bagus bagi kehidupan abk
Positif
Pandangan
Guru merasa dukungan pemerintah terhadap
pendidikan inklusi yang muncul pada keempat Sosio-Politik
sekolah masih kurang sehingga pemenuhan Negatif
kebutuhan abk kurang maksimal

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan 06


Vol. 2, No. 01, Februari 2013
SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI DITINJAU DARI FAKTOR PEMBENTUK SIKAP

Guru yang pernah ikut seminar dan pelatihan


mendapatkan motivasi diri yang positif terkait Berdasarkan fakta di lapangan,
Pelatihan
penanganan abk
Guru yang pernah ikut seminar dan pelatihan
Positif berbagai sikap terhadap inklusi yang
merubah pandangannya terhadap abk, bahwa ditunjukan keempat subjek ditemukan
abk juga memiliki kelebihan
Guru yang memiliki konsep inklusi penyatuan berbagai persamaan dan perbedaan.
dan penyetaraan kemampuan abk dengan non
abk memberikan dukungan penuh terhadap
Positif Berdasarkan faktor pengalaman terdapat faktor
inklusi
Pengetahuan
Guru yang memiliki konsep inklusi
latar belakang guru yang menunjukan alasan
penggabungan abk ke dalam kelas reguler
lebih setuju pemenuhan kebutuhan abk melalui
Negatif subjek menjadi guru di sekolah inklusi SDN K
program pengelompokan siswa Surabaya. Berdasarkan faktor ini ditemukan
Guru yang memiliki keinginan untuk belajar
Kebutuhan
Belajar Guru
menangani dan memahami abk memiliki rasa Positif tiga perbedaan, pertama terdapat guru yang
sayang dan senang kepada abk
Guru memiliki keinginan untuk melanjutkan bekerja di SDN K Surabaya karena penempatan
tingkat pendidikan ke PLB
Guru perempuan lebih menggunakan hati,
yang diberikan oleh dinas pendidikan karena
telaten, dan sabar
dalam menghadapi abk
Guru perempuan memiliki empati terhadap
subjek adalah seorang guru yang memiliki latar
Gender abk Positif belakang Pendidikan Guru, kedua, karena
Guru laki-laki memandang bahwa hubungan
dengan abk hanya sebatas hubungan antara kebutuhan ekonomi dan ingin mencari
guru dan murid
Guru yang memiliki perasaan prihatin dan pengalaman melihat bahwa dukungan
kasihan terhadap abklebih perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan abk
finansial di sekolah masih kurang, ketiga,
Empati Guru Guru yang selama menangani abk memiliki Positif karena rasa ingin tahu terhadap penanganan
kemauan untuk mendalami pemahamannya
mengenai abk memiliki perasaan sayang dan anak berkebutuhan khusus memiliki
senang terhadap abk
Lingkungan pengalaman dengan anak berkebutuhan
3 Pendidikan :
Dukungan kepala sekolah melalui pemberian khusus jauh sebelum bekerja di SDN K
fasilitas kepada abk membantu guru
menangani abk
Surabaya.
Adanyateam teachingdalam layanan kelas
khusus meringankan beban guru dalam
Faktor pandangan terhadap anak
mengajar abk dan menurunkan tingkat berkebutuhan khusus menunjukan bahwa
kejenuhan guru dalam menangani abk
Guru melakukan kegiatansharing masalah Positif semua subjek merasa anak berkebutuhan
dengan guru lainnya setiap seminggu sekali
untuk meringankan dan mencari solusi khusus sulit untuk ditangani, sehingga hal ini
bersama terhadap masalah yang ditemui
Dukungan
selama mengajar di kelas mempengaruhi pandangan terhadap tingkat
Sumber Daya
Tersedianya media belajar untuk siswa
memacu guru untuk kreatif dalam
menghadapi
kelas dan layanan kelas untuk anak
seluruh siswa terutama abk berkebutuhan khusus. Pandangan para subjek
Kurangnya pendampingan dalam kelas inklusi
penuh menyebabkan guru lebih memilih abk tersebut juga dipengaruhi oleh tipe guru yang
untuk ditempatkan di kelas khusus
Guru merasa dana sekolah masih kurang
Negatif
mereka miliki. Guru khusus tidak pernah
mencukupi kebutuhan sekolah dan
mempengaruhitersedianya sarana dan mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan
prasarana yang juga mempengaruhi proses
belajar dan mengajar menjadi kurang efektif
khusus lebih baik ditempatkan di layanan kelas
Kurangnya sarana dan prasarana seperti ruang
kelas mempengaruhi tingkat kejenuhan guru
khusus atau pra klasikal. Guru khusus dan guru
yang menyebabkan cara guru menghadapi reguler perempuan lebih memiliki kedekatan
siswa lebih negatif
Dukungan Kerjasama yang baik antara guru, orangtua dan terhadap anak berkebutuhan khusus. Mereka
Orang Tua dan keluarga menjadikan guru lebih memahami Positif
Keluarga kebutuhan abk lebih menerima kehadiran anak berkebutuhan
Sistem sekolah mengenai pengelompokan
siswa ke dalam beberapa layanan kelas khusus dan lebih memiliki empati kepada anak
mempengaruhikeyakinan guru menjadi lebih
negatif dalam memandang kemampuan abk di
berkebutuhan khusus. Empati yang ditunjukan
Sistem Sekolah Negatif
kelas reguler oleh kedua subjek ini berupa perasaan kasihan
Guru melihat suasana kelas dengan abk di
dalamnya lebih mengganggu dan sulit dan senang terhadap anak berkebutuhan
ditangani
khusus. Guru khusus dan guru reguler laki-laki
l e b i h b e r s i k a p b i a s a te rh a d a p a n a k
berkebutuhan khusus dan menjaga hubungan
dengan anak berkebutuhan khusus sebatas
hubungan antara guru dan murid.
Keyakinan yang dimiliki subjek
memunculkan hasil yang berbeda-beda. Guru
khusus lebih yakin pada cara pemenuhan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus harus
disesuaikan pada kebutuhan dan kondisi anak

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan


07 Vol. 2, No. 01, Februari 2013
Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari

yang beragam. Faktor pengetahuan sangat Sistem sekolah merupakan faktor yang
berperan dalam membentuk sikap guru ini, menarik dalam membentuk sikap subjek
dan menariknya seluruh subjek memiliki terhadap pendidikan inklusi. Sistem sekolah di
keinginan untuk mendalami pemahaman SDN K Surabaya adalah memenuhi kebutuhan
mengenai anak berkebutuhan khusus, baik a n a k b e r ke b u t u h a n k h u s u s m e l a l u i
melalui belajar dari rekan kerja yang lebih penempatan anak ke dalam berbagai layanan
senior, melalui pelatihan, maupun melalui kelas yang tersedia. Layanan kelas tersebut
mendaftar pada sebuah universitas untuk terdiri dari kelas inklusi penuh, kelas pra
klasikal, dan kelas khusus. Pembentukan
melanjutkan pendidikan di bidang
kebijakan ini merupakan kesepakatan bersama
Pendidikan Luar Biasa. dari para guru terdahulu yang melihat bahwa
Pandangan sosio-politik keempat terdapat beberapa anak berkebutuhan khusus
subjek lebih mengarah pada pandangan yang kurang mampu berada di layanan kelas
terhadap dukungan pemerintah. Keempat inklusi penuh. Menariknya, sistem sekolah ini
subjek melihat bahwa program pendidikan membentuk keyakinan dan pengetahuan para
inklusi dari pemerintah sangat bagus bagi subjek bahwa program inklusi adalah
kehidupan anak berkebutuhan khusus. menempatkan anak berkebutuhan khusus di
Namun, subjek TW lebih melihat bahwa sekolah reguler dimana untuk memenuhi
anak berkebutuhan khusus lebih baik kebutuhan mereka dapat melalui berbagai
diberikan program lain yang lebih sesuai layanan kelas yang ada.
karena merasa anak berkebutuhan khusus
PEMBAHASAN
sulit untuk ditangani. Lebih lanjut lagi,
Hampir sama dengan yang ditemukan
subjek TW merasa dukungan sumber daya
dalam penelitian sebelumnya, dalam
dari pemerintah untuk sekolah masih
kurang sehingga menghambat subjek untuk penelitian ini ditemukan bahwa seluruh faktor
memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan yang bersumber dari guru, siswa, dan
khusus. Pendapat subjek tersebut memang lingkungan pendidikan saling berhubungan
berkaitan dengan sumber daya yang tersedia satu sama lain. Namun, ditemukan perbedaan
di SDN K Surabaya. Fasilitas dan dana yang antara penemuan dalam penelitian ini dengan
tersedia memang bisa dikatakan masih penemuan dalam penelitian terdahulu.
kurang menunjang program belajar dan Pertama, berdasarkan faktor siswa, Avramidis
mengajar bagi seluruh siswa. Keempat dan Norwich (2002) menemukan bahwa sikap
subjek melihat dukungan rekan kerja sangat guru dipengaruhi oleh jenis hambatan yang
penting karena melalui sharing masalah dimiliki anak berkebutuhan khusus,
dengan rekan kerja, keempat subjek dapat sedangkan dalam penelitian ini sikap guru
menemukan solusi dalam menangani anak lebih dipengaruhi oleh kondisi keparahan anak
berkebutuhan khusus serta dapat b e r ke b u t u h a n k h u s u s a p a p u n j e n i s
menurunkan tingkat jenuh yang didapat hambatannya. Peneliti menemukan bahwa
selama mengajar. Dukungan dan kerjasama guru lebih mendukung program inklusi untuk
dari orang tua dan keluarga siswa pun tidak anak berkebutuhan khusus yang telah mampu
kalah penting bagi keempat subjek, karena bersekolah dan mengikuti pelajaran,
melalui orang tua dan keluarga subjek dapat sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus
lebih memahami kebutuhan anak yang kurang mampu mengikuti pelajaran
berkebutuhan khusus dan melalui diperlukan pendamping dalam belajar dan
kerjasama orang tua dan keluarga terapis untuk mempermudah guru menangani
perkembangan anak berkebutuhan khusus
mereka.
dapat dipertahankan.

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan 08


Vol. 2, No. 01, Februari 2013
SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI DITINJAU DARI FAKTOR PEMBENTUK SIKAP

Kedua, berdasarkan faktor guru dalam sistem sekolah. Sistem sekolah merupakan
penelitian ini ditemukan berbagai faktor yaitu faktor baru yang ditemukan dalam penelitian
tipe guru, tingkat kelas, latar belakang ini yang belum ditemukan dalam penelitian
pendidikan, latar belakang guru, pengalaman sebelumnya. Sistem sekolah menjadi penting
mengajar, pengalaman kontak dengan anak dalam mempengaruhi sikap guru terhadap
berkebutuhan khusus, keyakinan guru, pendidikan inklusi karena guru akan merubah
pandangan sosio-politik, pelatihan, keyakinannya terhadap pendidikan inklusi
pengetahuan, kebutuhan belajar guru, gender, menjadi sesuai dengan sistem yang berlaku di
dan empati. Penelitian ini menemukan faktor sekolah. Lebih lanjut lagi, guru dengan latar
baru yang belum ada pada penelitian belakang pendidikan bukan di bidang
sebelumnya, yaitu faktor latar belakang guru, Pendidikan Luar Biasa dan pengetahuan yang
pengetahuan, kebutuhan belajar guru, dan sedikit mengenai pendidikan inklusi akan
empati. Faktor latar belakang guru ini merasa bahwa program pendidikan inklusi
merupakan faktor yang menunjukan alasan yang diterapkan di sekolah merupakan
guru untuk bekerja sebagai guru di sekolah program yang paling tepat untuk diterapkan.
inklusi. Faktor ini cukup penting karena Sikap guru terhadap pendidikan
m e n j a d i m o t iva s i d a s a r g u r u u n t u k inklusi yang muncul dalam penelitian ini
menunjukan sikap positif atau negatif terhadap berupa sikap positif dan negatif. Sikap positif
pendidikan inklusi dan anak berkebutuhan dalam penelitian ini ditunjukan melalui
khusus. Faktor pengetahuan yang ditemukan penerimaan guru terhadap kehadiran anak
dalam penelitian ini memiliki kaitan dengan berkebutuhan khusus di dalam kelas yang
faktor keyakinan guru, latar belakang diajar, pandangan bahwa semua anak memiliki
p e n d i d i k a n , d a n p e l a t i h a n . Fa k t o r karakteristik dan kebutuhan masing-masing,
pengetahuan ini merupakan pemahaman guru serta harapan dan dukungan terhadap inklusi.
terhadap konsep inklusi yang dapat berdampak Sikap negatif ditunjukan melalui kurang
pada praktek mengajar guru di kelas. Lebih mendukungnya guru terhadap penempatan
lanjut lagi, faktor pengetahuan tersebut juga anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi
memunculkan faktor baru lagi yaitu faktor penuh, serta pandangan guru yang negatif
kebutuhan belajar guru yang menunjukan terhadap kemampuan anak berkebutuhan
bahwa guru yang mau menerima program khusus.
pendidikan inklusi di sekolah memiliki
keinginan untuk menambah pengetahuan SIMPULAN
mengenai pendidikan inklusi dan anak Sikap guru terhadap pendidikan inklusi yang
berkebutuhan khusus. Faktor lain yang muncul dalam penelitian ini berupa sikap
ditemukan dapat mempengaruhi sikap guru positif yaitu sikap menerima terhadap
terhadap pendidikan inklusi dalam penelitian
pendidikan inklusi dan sikap negatif yaitu sikap
ini adalah faktor empati. Faktor empati
merupakan faktor perasaan yang dimiliki oleh menolak terhadap pendidikan inklusi. Faktor
guru terutama terhadap anak berkebutuhan yang muncul dalam penelitian ini, yaitu
khusus. Ketika seorang guru memiliki empati pertama, faktor guru yang terdiri dari latar
kepada anak berkebutuhan khusus maka guru belakang guru, pandangan terhadap anak
tersebut memperhatikan dan berusaha untuk berkebutuhan khusus, tipe guru, tingkat kelas,
menerima keadaan anak berkebutuhan keyakinan guru, pandangan sosio-politik,
khusus.
empati guru, dan gender. Kedua, faktor
Ketiga, faktor lingkungan pendidikan
pengalaman yang terdiri dari pengalaman
yang melihat berbagai dukungan yang diterima
guru untuk menunjang kegiatan belajar dan mengajar anak berkebutuhan khusus dan
mengajar di sekolah inklusi. Faktor lingkungan pengalaman kontak dengan anak
pendidikan ini terdiri dari dukungan sumber berkebutuhan khusus. Ketiga, faktor
daya, dukungan orang tua dan keluarga, serta pengetahuan yang terdiri dari latar belakang

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan


09 Vol. 2, No. 01, Februari 2013
Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari

pendidikan guru, pelatihan, pengetahuan, dan Jobe, D., Rust, J. O., and Brissie, J. (1996). Teacher
kebutuhan belajar guru. Keempat, faktor Attitudes Toward Inclusion of Students
lingkungan pendidikan yang terdiri dari with Disabilities into Regular
dukungan sumber daya, dukungan orang tua dan Classrooms. Education, 117, 1.
keluarga, dan sistem sekolah. Leatherman, J. M., and Niemeyer, J. A. (2005).
Teachers' Attitudes Toward Inclusion:
DAFTAR PUSTAKA Factors Influencing Classroom Practice.
Astuti, I., Sonhadji, Bafadal, I., dan Soetopo, H. Journal of Early Childhood Teacher
(2011). Kepemimpinan Pembelajaran Education, 26:1, 23-36.
Sekolah Inklusi. Malang: Bayumedia. Olson, J. M. (2003). Special Education and
Avramidis, E., and Norwich, B. (2002). Teachers' General Education Teacher Attitudes
Attitudes towards Integration/Inclusion: a Toward Inclusion. Wisconsin-Stout;
Review of the Literature. European Journal University of Wisconsin-Stout.
of Special Needs Education, 17, 2, 129-147. Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan:
Azwar, S. (2010). Sikap Manusia. Teori dan M e m b a n t u S i s w a Tu m b u h d a n
Pengukurannya (Edisi ke 2). Yogyakarta : Berkembang (Edisi Keenam). Jakarta:
Pustaka Pelajar. Erlangga.
Berry, R. A. W. (2006). Inclusion, Power, and Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan Kualitatif
Community: Teachers and Students untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Interpret The Language of Community in an Depok: LPSP3.
Inclusion Classroom. American Purwanto, Heri. (1998). Pengantar Perilaku
Educational Research Journal, 43, 3, 489- Manusia untuk Keperawatan. Jakarta:
529. EGC.
Cacioppo J. T., and Berntson G. G. (1994). Taylor, R. W. and Ringlaben, R. P. (2012).
Relationship Between Attitudes and Impacting Pre-service Teachers' Attitudes
Evaluative Space: A Critical Review, With toward Inclusion. Higher Education
Emphasis on the Separability of Positive Studies, 2, 3.
and Negative Substrates. Psychological
Bulletin, 115, 3, 401-423.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat
PLB. (2007). Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Jakarta: Depdiknas.
Elliot, S. (2008). The Effect of Teachers' Attitude
Toward Inclusion on the Practice and
Success Levels of Children with and
without Disabilities in Physical Education.
International Journal of Special Education,
23, 3.
Emawati. (2008). Mengenal Lebih Jauh Sekolah
Inklusi. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 5, 1,
25-35.
Ikhwan, K. (2011, 23 Juli). 15 Kasus Diskriminasi
Pendidikan terhadap Anak di Sumut.
Detiknews [on-line]. Diakses pada tanggal
1 0 J u n i 2 0 1 2 d a r i
http://news.detik.com/read/2011/07/23/15
1626/1687827/10/15-kasus-diskriminasi-
pendidikan-terhadap-anak-di-sumut.

Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan 10


Vol. 2, No. 01, Februari 2013

You might also like