Professional Documents
Culture Documents
Elysa & Wrastari 2013 PDF
Elysa & Wrastari 2013 PDF
Abstract.
This study aims to determine how the form of teacher attitudes towards inclusive education in
terms of its constituent factors and determine the forming factors what affects teachers'
attitudes towards inclusive education. The study was conducted in four subjects that teach in an
inclusion school in Surabaya. Information about the subjects' attitudes revealed through in-
depth interviews as the method of data collection techniques. Data analysis techniques used in
this research is a thematic – analysis by coding the results of the interview transcripts and field
notes were then analyzed. These results indicate that teachers' attitudes consisting of a positive
attitude that is accepting attitudes towards inclusive education and negative attitudes that is
reject attitudes towards inclusive education. Factors that appear in this study, firstly, the teacher
factor consisting of teacher' background, views on children with special needs, the type of
teacher, grade level, teachers' beliefs, socio-political outlook, teachers' emphaty, and gender.
Second, the experience factors, consisting of, experience teaching children with special needs
and experiences of contact with children with special needs. Third, factors of knowledge that
consists of the level of teacher education, training, knowledge, and learning needs of teachers.
Fourth, educational environment factors that consist of resources support, support of parents
and families, and the school system.
Keywords: Teachers' Attitude, Inclusive Education, Forming Factors the Attitudes of Teachers
Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk sikap guru terhadap pendidikan
inklusi ditinjau dari faktor pembentuknya dan mengetahui faktor-faktor pembentuk apa yang
mempengaruhi sikap guru terhadap pendidikan inklusi. Penelitian dilakukan pada empat
orang subjek yang mengajar di sebuah sekolah inklusi di Surabaya. Informasi mengenai sikap
subjek diungkap melalui metode wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik dengan
melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian
di analisis. Hasil penelitian ini menunjukan bentuk sikap guru yang terdiri dari sikap positif
yaitu sikap menerima terhadap pendidikan inklusi dan sikap negatif yaitu sikap menolak
terhadap pendidikan inklusi. Faktor yang muncul dalam penelitian ini, yaitu pertama, faktor
guru yang terdiri dari latar belakang guru, pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus,
tipe guru, tingkat kelas, keyakinan guru, pandangan sosio-politik, empati guru, dan gender.
Kedua, faktor pengalaman yang terdiri dari pengalaman mengajar anak berkebutuhan khusus
dan pengalaman kontak dengan anak berkebutuhan khusus. Ketiga, faktor pengetahuan yang
terdiri dari level pendidikan guru, pelatihan, pengetahuan, dan kebutuhan belajar guru.
Keempat, faktor lingkungan pendidikan yang terdiri dari dukungan sumber daya, dukungan
orang tua dan keluarga, dan sistem sekolah.
Kata Kunci: Sikap Guru, Pendidikan Inklusi, Faktor Pembentuk Sikap Guru
Korespondensi: Syafrida Elisa Departemen Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, email :
syafridaelisa@yahoo.com atau aryani3wrastari@yahoo.com
guru ketersediaan fasilitas dalam kelas dapat 3. Kelas Reguler dengan Pull Out
menjadi salah satu penunjang kelas inklusi Anak berkebutuhan khusus belajar
yang efektif. bersama anak non berkebutuhan
khusus di kelas reguler namun dalam
Pendidikan Inklusi
waktu-waktu tertentu ditarik dari
Inklusi adalah praktek yang mendidik
semua siswa, termasuk yang mengalami kelas reguler ke ruang lain untuk
hambatan yang parah ataupun majemuk, di belajar dengan guru pembimbing
sekolah-sekolah reguler yang biasanya khusus.
dimasuki anak-anak non berkebutuhan khusus 4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull
(Ormrod, 2008). Pendidikan inklusi Out
merupakan praktek yang bertujuan untuk Anak berkebutuhan khusus belajar
pemenuhan hak azasi manusia atas
bersama anak non berkebutuhan
pendidikan, tanpa adanya diskriminasi,
khusus di kelas reguler dalam
dengan memberi kesempatan pendidikan yang
berkualitas kepada semua anak tanpa kelompok khusus, dan dalam waktu-
perkecualian, sehingga semua anak memiliki waktu tertentu ditarik dari kelas
kesempatan yang sama untuk secara aktif reguler ke ruang lain untuk belajar
mengembangkan potensi pribadinya dalam dengan guru pembimbing khusus.
lingkungan yang sama (Cartwright, 1985 dalam 5. Kelas Khusus dengan Berbagai
Astuti, Sonhadji, Bafadal, dan Soetopo, 2011). Pengintegrasian
Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk
Anak berkebutuhan khusus belajar di
membantu mempercepat program wajib
belajar pendidikan dasar serta membantu dalam kelas khusus pada sekolah
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan reguler, namun dalam bidang-bidang
menengah dengan menekan angka tinggal tertentu dapat belajar bersama anak
kelas dan putus sekolah pada seluruh warga non berkebutuhan khusus di kelas
negara (Pedoman Umum Penyelenggaraan reguler.
Pendidikan Inklusi, 2007). 6. Kelas Khusus Penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar di
Model Pendidikan Inklusi Indonesia
dalam kelas khusus pada sekolah
Pendidikan anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan reguler.
dengan berbagai model sebagai berikut
(Ashman, 1994 dalam Emawati, 2008): Sikap
1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh) Thurstone memformulasikan sikap
Anak berkebutuhan khusus belajar sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis (Edwards, 1957
bersama anak non berkebutuhan
dalam Azwar, 2010). Lebih lanjut Thurstone
khusus sepanjang hari di kelas reguler menjelaskan bahwa sikap merupakan sebuah
dengan menggunakan kurikulum proses antara positif atau negatif yang
yang sama. disebabkan oleh suatu stimulus (Thurstone,
2. Kelas Reguler dengan Cluster 1931; Allport, 1935; Green and Goldfried, 1965
Anak berkebutuhan khusus belajar dalam Cacioppo and Berntson, 1994). Heri
bersama anak non berkebutuhan Purwanto (1998) menjelaskan lebih lanjut
khusus di kelas reguler dalam mengenai definisi sikap positif dan negatif.
Sikap positif adalah kecenderungan tindakan
kelompok khusus.
yang berupa mendekati, menyenangi, dan
mengharapkan objek tertentu, sedangkan
sikap negatif adalah kecenderungan untuk
pendidikan guru terkait dengan pendidikan Guru Reguler dan Guru Khusus mendukung
adanya program pengelompokan dalam
terakhir yang dimiliki guru. berbagai layanan kelas untuk siswa abk karena
pengaruh sistem sekolah yang diterapkan
Guru yang melihat bahwa semua tingkat kelas
memiliki kesulitan dan kemudahan tersendiri
Positif
METODE PENELITIAN lebih bersikap menerima terhadap keberadaan
abk
Tingkat Kelas
Penelitian ini menggunakan tipe Guru yang melihat bahwa kelas dengan tingkat
yang lebih tinggi lebih mudah untuk ditangani
penelitian studi kasus intrinsik. Penelitian memandang kemampuan abk dapat
Negatif
mempengaruhi titik jenuh guru
dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian Guru Reguler dengan latar belakangbukan
pada suatu kasus khusus. Tipe penelitian studi Latar belakang PLB lebih memilih mengajar kelas reguler
Pendidikan karena merasa latar belakangpendidikannya
Negatif
kasus intrinsik menuntut peneliti untuk tidak sesuai untuk mengajar abk
Guru yang bekerja karena keingintahuan untuk
memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa menangani abk memiliki sikap yang lebih
positif terhadap abk
harus dimaksudkan untuk menghasilkan Guru yang bekerja karena penempatan dari
konsep-konsep atau teori ataupun tanpa ada Latar Belakang dinas pendidikan lebih pasrah dalam
Guru penempatan abk di kelasnya
Positif
upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2011). Guru yang bekerja karena ingin cari
pengalaman lebih dan kebutuhan ekonomi
Teknik penggalian data yang digunakan dalam memiliki kedekatan yang wajar, sebatas guru
dan murid dengan abk
penelitian ini yaitu melalui wawancara Guru Khusus yang memiliki pengalaman di
tempat terapi lebih memiliki kedekatan dengan
mendalam dengan menggunakan pedoman Pengalaman abk dan lebih memahami kebutuhan abk
Positif
Mengajar
umum, yaitu pedoman wawancara yang sangat Guru Reguler yang memiliki pengalaman lebih
sedikit dengan abk bersikap biasa dengan abk
umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus layaknya guru terhadap siswa
Pengalaman Guru yang memiliki kerabat abk lebih dekat
diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, Kontak dengan dengan siswa abk dan memiliki keyakinan Positif
ABK bahwa hak semua anak sama
bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan Guru yang percaya bahwa siswa beragam dan
eksplisit (Patton, 1990 dalam Poerwandari 2011). Keyakinan Guru
memiliki keunikan masing -masing lebih
Positif
mementingkan pemenuhan kebutuhan dari
Teknik analisis data yang digunakan adalah open masing-masing siswa
Guru yang percaya tanggung jawab guru
coding, axial coding, dan selective coding (Strauss adalah membimbing dan memenuhi kebutuhan
masing-masing siswa lebih telaten dalam
dan Corbin, 1990 dalam Poerwandari, 2011). menangani abk
Subjek penelitian ini adalah guru laki-laki dan Guru yang percaya bahwa abk memiliki hak
yang sama dalam bidang pendidikan lebih
perempuan yang mengajar di sekolah inklusi mendukung terhadap program inklusi
Guru yang percaya bahwa semua layanan kelas
dimana masing-masing terdiri dari guru khusus dengan abk di dalamnya memiliki tingkat
kesulitan dan kemudahan sendiri lebih
dan guru reguler. menerima keberadaan abk
Guru Khusus dan Guru Reguler percaya abk
sulit ditangani menginginkan dukungan dari
HASIL PENELITIAN terapis dan guru pendamping untuk abk
Guru yang percaya abk kurang mampu untuk
Berikut ini merupakan hasil analisis berada di kelas inklusi penuh lebih setuju Negatif
program Luar Biasa
terhadap keempat subjek yang disajikan dalam Guru yang percaya bahwa abk adalah penyakit
memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai
bentuk contoh manifestasi dari masing-masing abk
Guru merasa kebijakan inklusi dari pemerintah
faktor pembentuk sikap guru terhadap sangat bagus bagi kehidupan abk
Positif
Pandangan
Guru merasa dukungan pemerintah terhadap
pendidikan inklusi yang muncul pada keempat Sosio-Politik
sekolah masih kurang sehingga pemenuhan Negatif
kebutuhan abk kurang maksimal
yang beragam. Faktor pengetahuan sangat Sistem sekolah merupakan faktor yang
berperan dalam membentuk sikap guru ini, menarik dalam membentuk sikap subjek
dan menariknya seluruh subjek memiliki terhadap pendidikan inklusi. Sistem sekolah di
keinginan untuk mendalami pemahaman SDN K Surabaya adalah memenuhi kebutuhan
mengenai anak berkebutuhan khusus, baik a n a k b e r ke b u t u h a n k h u s u s m e l a l u i
melalui belajar dari rekan kerja yang lebih penempatan anak ke dalam berbagai layanan
senior, melalui pelatihan, maupun melalui kelas yang tersedia. Layanan kelas tersebut
mendaftar pada sebuah universitas untuk terdiri dari kelas inklusi penuh, kelas pra
klasikal, dan kelas khusus. Pembentukan
melanjutkan pendidikan di bidang
kebijakan ini merupakan kesepakatan bersama
Pendidikan Luar Biasa. dari para guru terdahulu yang melihat bahwa
Pandangan sosio-politik keempat terdapat beberapa anak berkebutuhan khusus
subjek lebih mengarah pada pandangan yang kurang mampu berada di layanan kelas
terhadap dukungan pemerintah. Keempat inklusi penuh. Menariknya, sistem sekolah ini
subjek melihat bahwa program pendidikan membentuk keyakinan dan pengetahuan para
inklusi dari pemerintah sangat bagus bagi subjek bahwa program inklusi adalah
kehidupan anak berkebutuhan khusus. menempatkan anak berkebutuhan khusus di
Namun, subjek TW lebih melihat bahwa sekolah reguler dimana untuk memenuhi
anak berkebutuhan khusus lebih baik kebutuhan mereka dapat melalui berbagai
diberikan program lain yang lebih sesuai layanan kelas yang ada.
karena merasa anak berkebutuhan khusus
PEMBAHASAN
sulit untuk ditangani. Lebih lanjut lagi,
Hampir sama dengan yang ditemukan
subjek TW merasa dukungan sumber daya
dalam penelitian sebelumnya, dalam
dari pemerintah untuk sekolah masih
kurang sehingga menghambat subjek untuk penelitian ini ditemukan bahwa seluruh faktor
memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan yang bersumber dari guru, siswa, dan
khusus. Pendapat subjek tersebut memang lingkungan pendidikan saling berhubungan
berkaitan dengan sumber daya yang tersedia satu sama lain. Namun, ditemukan perbedaan
di SDN K Surabaya. Fasilitas dan dana yang antara penemuan dalam penelitian ini dengan
tersedia memang bisa dikatakan masih penemuan dalam penelitian terdahulu.
kurang menunjang program belajar dan Pertama, berdasarkan faktor siswa, Avramidis
mengajar bagi seluruh siswa. Keempat dan Norwich (2002) menemukan bahwa sikap
subjek melihat dukungan rekan kerja sangat guru dipengaruhi oleh jenis hambatan yang
penting karena melalui sharing masalah dimiliki anak berkebutuhan khusus,
dengan rekan kerja, keempat subjek dapat sedangkan dalam penelitian ini sikap guru
menemukan solusi dalam menangani anak lebih dipengaruhi oleh kondisi keparahan anak
berkebutuhan khusus serta dapat b e r ke b u t u h a n k h u s u s a p a p u n j e n i s
menurunkan tingkat jenuh yang didapat hambatannya. Peneliti menemukan bahwa
selama mengajar. Dukungan dan kerjasama guru lebih mendukung program inklusi untuk
dari orang tua dan keluarga siswa pun tidak anak berkebutuhan khusus yang telah mampu
kalah penting bagi keempat subjek, karena bersekolah dan mengikuti pelajaran,
melalui orang tua dan keluarga subjek dapat sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus
lebih memahami kebutuhan anak yang kurang mampu mengikuti pelajaran
berkebutuhan khusus dan melalui diperlukan pendamping dalam belajar dan
kerjasama orang tua dan keluarga terapis untuk mempermudah guru menangani
perkembangan anak berkebutuhan khusus
mereka.
dapat dipertahankan.
Kedua, berdasarkan faktor guru dalam sistem sekolah. Sistem sekolah merupakan
penelitian ini ditemukan berbagai faktor yaitu faktor baru yang ditemukan dalam penelitian
tipe guru, tingkat kelas, latar belakang ini yang belum ditemukan dalam penelitian
pendidikan, latar belakang guru, pengalaman sebelumnya. Sistem sekolah menjadi penting
mengajar, pengalaman kontak dengan anak dalam mempengaruhi sikap guru terhadap
berkebutuhan khusus, keyakinan guru, pendidikan inklusi karena guru akan merubah
pandangan sosio-politik, pelatihan, keyakinannya terhadap pendidikan inklusi
pengetahuan, kebutuhan belajar guru, gender, menjadi sesuai dengan sistem yang berlaku di
dan empati. Penelitian ini menemukan faktor sekolah. Lebih lanjut lagi, guru dengan latar
baru yang belum ada pada penelitian belakang pendidikan bukan di bidang
sebelumnya, yaitu faktor latar belakang guru, Pendidikan Luar Biasa dan pengetahuan yang
pengetahuan, kebutuhan belajar guru, dan sedikit mengenai pendidikan inklusi akan
empati. Faktor latar belakang guru ini merasa bahwa program pendidikan inklusi
merupakan faktor yang menunjukan alasan yang diterapkan di sekolah merupakan
guru untuk bekerja sebagai guru di sekolah program yang paling tepat untuk diterapkan.
inklusi. Faktor ini cukup penting karena Sikap guru terhadap pendidikan
m e n j a d i m o t iva s i d a s a r g u r u u n t u k inklusi yang muncul dalam penelitian ini
menunjukan sikap positif atau negatif terhadap berupa sikap positif dan negatif. Sikap positif
pendidikan inklusi dan anak berkebutuhan dalam penelitian ini ditunjukan melalui
khusus. Faktor pengetahuan yang ditemukan penerimaan guru terhadap kehadiran anak
dalam penelitian ini memiliki kaitan dengan berkebutuhan khusus di dalam kelas yang
faktor keyakinan guru, latar belakang diajar, pandangan bahwa semua anak memiliki
p e n d i d i k a n , d a n p e l a t i h a n . Fa k t o r karakteristik dan kebutuhan masing-masing,
pengetahuan ini merupakan pemahaman guru serta harapan dan dukungan terhadap inklusi.
terhadap konsep inklusi yang dapat berdampak Sikap negatif ditunjukan melalui kurang
pada praktek mengajar guru di kelas. Lebih mendukungnya guru terhadap penempatan
lanjut lagi, faktor pengetahuan tersebut juga anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi
memunculkan faktor baru lagi yaitu faktor penuh, serta pandangan guru yang negatif
kebutuhan belajar guru yang menunjukan terhadap kemampuan anak berkebutuhan
bahwa guru yang mau menerima program khusus.
pendidikan inklusi di sekolah memiliki
keinginan untuk menambah pengetahuan SIMPULAN
mengenai pendidikan inklusi dan anak Sikap guru terhadap pendidikan inklusi yang
berkebutuhan khusus. Faktor lain yang muncul dalam penelitian ini berupa sikap
ditemukan dapat mempengaruhi sikap guru positif yaitu sikap menerima terhadap
terhadap pendidikan inklusi dalam penelitian
pendidikan inklusi dan sikap negatif yaitu sikap
ini adalah faktor empati. Faktor empati
merupakan faktor perasaan yang dimiliki oleh menolak terhadap pendidikan inklusi. Faktor
guru terutama terhadap anak berkebutuhan yang muncul dalam penelitian ini, yaitu
khusus. Ketika seorang guru memiliki empati pertama, faktor guru yang terdiri dari latar
kepada anak berkebutuhan khusus maka guru belakang guru, pandangan terhadap anak
tersebut memperhatikan dan berusaha untuk berkebutuhan khusus, tipe guru, tingkat kelas,
menerima keadaan anak berkebutuhan keyakinan guru, pandangan sosio-politik,
khusus.
empati guru, dan gender. Kedua, faktor
Ketiga, faktor lingkungan pendidikan
pengalaman yang terdiri dari pengalaman
yang melihat berbagai dukungan yang diterima
guru untuk menunjang kegiatan belajar dan mengajar anak berkebutuhan khusus dan
mengajar di sekolah inklusi. Faktor lingkungan pengalaman kontak dengan anak
pendidikan ini terdiri dari dukungan sumber berkebutuhan khusus. Ketiga, faktor
daya, dukungan orang tua dan keluarga, serta pengetahuan yang terdiri dari latar belakang
pendidikan guru, pelatihan, pengetahuan, dan Jobe, D., Rust, J. O., and Brissie, J. (1996). Teacher
kebutuhan belajar guru. Keempat, faktor Attitudes Toward Inclusion of Students
lingkungan pendidikan yang terdiri dari with Disabilities into Regular
dukungan sumber daya, dukungan orang tua dan Classrooms. Education, 117, 1.
keluarga, dan sistem sekolah. Leatherman, J. M., and Niemeyer, J. A. (2005).
Teachers' Attitudes Toward Inclusion:
DAFTAR PUSTAKA Factors Influencing Classroom Practice.
Astuti, I., Sonhadji, Bafadal, I., dan Soetopo, H. Journal of Early Childhood Teacher
(2011). Kepemimpinan Pembelajaran Education, 26:1, 23-36.
Sekolah Inklusi. Malang: Bayumedia. Olson, J. M. (2003). Special Education and
Avramidis, E., and Norwich, B. (2002). Teachers' General Education Teacher Attitudes
Attitudes towards Integration/Inclusion: a Toward Inclusion. Wisconsin-Stout;
Review of the Literature. European Journal University of Wisconsin-Stout.
of Special Needs Education, 17, 2, 129-147. Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan:
Azwar, S. (2010). Sikap Manusia. Teori dan M e m b a n t u S i s w a Tu m b u h d a n
Pengukurannya (Edisi ke 2). Yogyakarta : Berkembang (Edisi Keenam). Jakarta:
Pustaka Pelajar. Erlangga.
Berry, R. A. W. (2006). Inclusion, Power, and Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan Kualitatif
Community: Teachers and Students untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Interpret The Language of Community in an Depok: LPSP3.
Inclusion Classroom. American Purwanto, Heri. (1998). Pengantar Perilaku
Educational Research Journal, 43, 3, 489- Manusia untuk Keperawatan. Jakarta:
529. EGC.
Cacioppo J. T., and Berntson G. G. (1994). Taylor, R. W. and Ringlaben, R. P. (2012).
Relationship Between Attitudes and Impacting Pre-service Teachers' Attitudes
Evaluative Space: A Critical Review, With toward Inclusion. Higher Education
Emphasis on the Separability of Positive Studies, 2, 3.
and Negative Substrates. Psychological
Bulletin, 115, 3, 401-423.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat
PLB. (2007). Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Jakarta: Depdiknas.
Elliot, S. (2008). The Effect of Teachers' Attitude
Toward Inclusion on the Practice and
Success Levels of Children with and
without Disabilities in Physical Education.
International Journal of Special Education,
23, 3.
Emawati. (2008). Mengenal Lebih Jauh Sekolah
Inklusi. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 5, 1,
25-35.
Ikhwan, K. (2011, 23 Juli). 15 Kasus Diskriminasi
Pendidikan terhadap Anak di Sumut.
Detiknews [on-line]. Diakses pada tanggal
1 0 J u n i 2 0 1 2 d a r i
http://news.detik.com/read/2011/07/23/15
1626/1687827/10/15-kasus-diskriminasi-
pendidikan-terhadap-anak-di-sumut.