You are on page 1of 15

GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY (GAMAJPP)

VOLUME 4, NO. 1, 2018: 87-101


ISSN: 2407-7801
DOI: 10.22146/gamajpp.45674

Validasi Modul CARE dalam Meningkatkan Kecerdasan


Emosional Guru Sekolah Dasar Inklusi

Puti Ayu Setiani1 & Budi Andayani2


Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. Teacher’s social emotional competence has a significant role for effective teaching.
Teachers faces challenges such as student’s negligent, student’s misbehaviour, and various
classroom dynamics make teachers often experience negative emotions, such as frustration
and anger. The challenge becomes greater for teachers who teach in inclusive classrooms.
Emotional intelligence training is one of way to improve this social emotional competence.
This study aimed to develop and test the validity of CARE module for primary school
teachers, especially in inclusive schools. Validation was done in two steps which are content
validity and empirical tests The content validity test used Aiken’s V for the data analysis. The
empirical test was conducted by using quasi-experimental with untreated control group
design with dependent pretest and posttest. Result showed that CARE module had good
content validity with Aiken’s V score varying from 0.75 to 0.96, but emotional intelligence had
not been significantly improved U (n=16) = 21, p > 0.05, in experimental group (M=12) than
control group (M=1.9).

Keywords: emotional intelligence; module; teacher; validation

Abstrak. Kompetensi sosial emosional guru memiliki peran siginifikan dalam efektivitas
mengajar. Guru menghadapi berbagai tantangan seperti kelalaian siswa, perilaku siswa yang
kurang baik, serta berbagai dinamika di kelas membuat guru seringkali mengalami emosi
negatif, seperti frustasi dan marah. Tantangan ini semakin besar ketika guru mengajar di kelas
inklusif. Pelatihan kecerdasan emosional merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
keterampilan sosial emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji
validitas modul CARE pada guru, khususnya di sekolah inklusi. Validasi dilakukan dalam
dua tahap, yaitu uji validitas isi dan uji empiris. Analisis uji validitas isi menggunakan
Aiken’s V. Uji empiris dilakukan dengan menggunakan desain penelitian untreated control
group design with dependent pretest and posttest dengan analisis data yang menggunakan
pendekatan non parametrik. Hasil penelitian menunjukkan modul CARE memiliki validitas
isi yang baik dengan rentang Aiken’s V 0,75-0,96, namun belum mampu meningkatkan
kecerdasan emosional U (n=16) = 21, p > 0,05, pada kelompok eksperimen (M=12) dibanding
kelompok kontrol (M=1,9).

Kata kunci: guru; kecerdasan emosional; modul; validasi

Profesi mengajar merupakan salah satu sional. Situasi yang dihadapi oleh guru saat
profesi yang sangat melibatkan aspek emo- mengajar sangat menantang kompetensi
sosial emosionalnya. Ketika guru
1Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat menjalankan tugasnya dalam mengajar,
dilakukan melalui: putiayusetiani@mail.ugm.ac.id
2 Atau melalui anikoentjoro@ugm.ac.id
guru mengalami baik emosi positif maupun

E-JURNAL GAMA JPP 87


SETIANI & ANDAYANI

negatif (Sutton & Wheatley, 2003). Emosi Dalam prinsip ini, setiap sekolah harus
positif biasanya dirasakan oleh guru ketika memberikan kesempatan kepada semua
melihat keberhasilan siswanya. Akan tetapi, siswa tanpa terkecuali. Prinsip inklusi saat
guru sering mengalami emosi negatif ketika ini juga sudah mulai diterapkan di
mengajar (Emmer, dalam Emmer & Stough, Indonesia.
2001). Emosi negatif yang dialami oleh guru Kota Yogyakarta sudah mulai
terjadi lebih kuat ketika menghadapi menerapkan penyelenggaraan pendidikan
permasalahan perilaku siswa. Hal ini terjadi inklusi berdasarkan Peraturan Walikota
karena guru menghadapi perubahan serta No.47 tahun 2008. Selain Peraturan
ketidakpastian situasi yang terjadi di dalam Walikota, dasar pelaksanaan
kelas (Emmer, dalam Emmer & Stough, penyelenggaraan pendidikan inklusi di
2001). Yogyakarta juga dikuatkan oleh Peraturan
Tantangan yang dialami guru terus Menteri Pendidikan Nasional No. 70 tahun
meningkat seiring perkembangan zaman. 2009 tentang pendidikan inklusi bagi
Banyak penelitian yang telah menyebutkan peserta didik yang memiliki kelainan dan
beberapa hal yang menjadi tantangan bagi memiliki potensi kecerdasan dan/bakat
guru, diantaranya mengajar siswa yang istimewa. Implikasi dari peraturan tersebut
tidak memiliki motivasi, menghadapi diharapkan semua sekolah dasar di kota
perilaku siswa yang buruk, beban kerja Yogyakarta akan berubah menjadi sekolah
yang terus meningkat, permasalahan inklusi.
dengan rekan kerja, kekhawatiran Inklusi sendiri mengandung
menghadapi orang tua, pengelolaan kelas, pengertian memasukkan elemen menjadi
serta kualitas hubungan guru dan siswa satu kesatuan (Booth & Ainscow, 2011).
yang kurang baik (Kyriacou, 2001; Chan, Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem
2006; Spilt, Koomen, & Thijs, 2011). Guru sekolah yang memberikan kesempatan bagi
akan mengalami emosi senang ketika siswa seluruh siswa, termasuk siswa berkebuhan
mengikuti arahannya, namun akan merasa khusus untuk berada dalam satu
frustasi ketika siswa tidak mampu lingkungan yang terintegrasi. Terdapat
menangkap konsep yang diajarkan olehnya, beberapa nilai yang diterapkan dalam
marah ketika terdapat siswa yang pelaksanaan pendidikan inklusi,
melakukan perilaku tidak baik, kecewa diantaranya adalah kesetaraan perlakuan
ketika siswa kurang berusaha, dan cemas (equality), pertimbangan terhadap hak-hak
ketika target mengajar tidak terpenuhi belajar individu (rights), pembangunan
(Kyriacou, 2001). Pengalaman emosional iklim untuk meningkatkan partisipasi aktif
tersebut sangat umum terjadi pada guru di seluruh siswa (participation), komunitas,
sekolah dasar reguler. dan pelaksanaan yang berkelanjutan
Perubahan kebijakan dalam (Ainscow, 1999). Pendidikan inklusi
pendidikan juga menjadi tantangan merupakan sistem pengajaran yang
tambahan dalam kondisi sosial emosional pelaksanaannya menggabungkan anak
guru. Perubahan yang terjadi setiap tahun berkebutuhan khusus dengan anak normal,
dalam kurikulum membuat guru harus dimana lingkungan sekolah memberi
mampu beradaptasi dengan tujuan kebebasan untuk mendukung anak
pembelajaran serta kondisi siswa. berkebutuhan khusus (Sadioglu, Batu,
Reformasi kebijakan pendidikan juga Bilgin, & Oksal, 2013).
dilakukan pada perubahan bentuk sekolah. Pada pelaksanaannya, penyelenggara-
Kebijakan yang saat ini tengah digaungkan an pendidikan inklusi masih terlihat belum
di seluruh dunia adalah prinsip inklusi. maksimal, khususnya untuk guru.

88 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

Penerapan kebijakan pendidikan inklusi Permasalahan emosional yang


menurut Chan (2006) memang dipandang dihadapi oleh guru juga tidak hanya berasal
sebagai stressor terbesar ketiga dalam dari tekanan kurikulum serta siswa, namun
kebijakan reformasi pendidikan di dunia. termasuk hubungan yang kurang baik
Guru menjadi pihak yang paling banyak dengan orang tua siswa. Salah satu guru di
memiliki tantangan dalam penerapan sekolah dasar wilayah Jogja utara
kebijakan ini. Berdasarkan hasil wawancara mengungkapkan bahwa orang tua siswa,
yang dilakukan di empat sekolah dasar kota khususnya siswa ABK sulit sekali untuk
Yogyakarta yang wilayah selatan, timur, diajak bekerja sama. Guru mengungkapkan
dan utara pada delapan orang guru serta bahwa ketika menghadapi orang tua siswa
kepala sekolah pada rentang bulan guru sering merasa cemas tentang
November 2016 didapatkan bahwa guru- bagaimana cara berkomunikasi yang baik
guru merasa tertekan dengan adanya siswa agar orang tua mampu memahami dan
yang terindikasi memiliki kebutuhan dapat bekerja sama dengan guru. Hal ini
khusus di kelas. Guru sering merasa frustasi membuat guru kesulitan untuk melakukan
dan marah ketika menghadapi lambatnya kerja sama dengan orangtua dalam proses
pemahaman siswa dalam menerima pengajaran kepada siswa.
pelajaran serta perilaku mengganggu di Dari uraian di atas terlihat bahwa
kelas. kompetensi sosial emosional yang dimiliki
Berdasarkan hasil observasi tersebut, oleh guru merupakan salah satu aspek
guru sering terdengar menyematkan label penting untuk menyukseskan berjalannya
malas dan bodoh pada siswa. Hasil prinsip inklusi. Akan tetapi, pada
observasi ini sesuai dengan laporan kenyataannya program pembekalan yang
observasi rekan sejawat ketika diberikan kepada guru baru berkisar
melaksanakan Praktik Kerja Profesi kepada pengetahuan mengenai pendidikan
Psikologi tahun 2015-2016 di salah satu SD inklusi dan karakteristik peserta didik
yang dijadikan tempat peneliti melakukan inklusi (berdasarkan hasil wawancara
studi pendahuluan. Guru tidak segan kepada kepala bidang inklusi DIKPORA
mengeluarkan kata “goblok” kepada siswa Kota Yogya serta wawancara kepala
yang lambat belajar. Kemarahan guru juga sekolah di dua SD, wilayah Jogja utara dan
seringkali termanifestasi ke dalam perilaku selatan, pada bulan November 2016).
yang destruktif, seperti berteriak kepada Program pembekalan yang diberikan oleh
siswa atau dengan menyindir siswa seperti dinas terkait biasanya menyasar pada
“pantas aja orangtuamu cerai, nilai kamu jelek kompetensi pedagogis. Materi-materi
soalnya”. Masih menurut laporan hasil pelatihan-pelatihan yang diajarkan kepada
observasi rekan sejawat, hal tersebut guru berkisar mengenai strategi pengajaran,
kemudian berdampak pada performa siswa metode, manajemen kelas, yang merupakan
di kelas. Siswa menjadi takut kepada guru, kompetensi pedagogis, dan jarang
enggan bertanya dan tidak termotivasi menyentuh peningkatan kualitas
untuk belajar pada mata pelajaran yang kompetensi sosial emosional (berdasarkan
tidak mampu diikuti olehnya. Hal tersebut hasil wawancara guru). Padahal,
kemudian mempengaruhi masalah kompetensi sosial emosional guru juga
performa akademis siswa. Permasalahan memiliki peran yang signifikan dalam
efikasi belajar siswa yang ditangani di SD proses pembelajaran dan tujuan tercapainya
tersebut juga menempatkan perilaku guru cita-cita inklusi.
sebagai salah satu sumber penyebabnya. Kompetensi emosional yang dimiliki
oleh guru tidak hanya akan berdampak

E-JURNAL GAMA JPP 89


SETIANI & ANDAYANI

pada kesejahteraan psikologis guru Guru akan memahami bahwa ekspresi


(Jennings & Greenberg, 2009), namun juga emosinya memiliki pengaruh terhadap
berdampak pada perkembangan sosial interaksinya dengan orang lain. Selain itu,
emosional siswa. Jennings dan Greenberg guru yang mengetahui bagaimana cara
(2009) mengatakan bahwa kualitas mengelola emosi dan perilakunya akan
kompetensi sosial emosional yang dimiliki mampu mengelola hubungan yang
oleh guru akan mempengaruhi dimilikinya dengan lebih positif dan
pembentukan iklim kelas yang positif. mampu memfasilitasi kelas menjadi lebih
Ketika guru memiliki kualitas kompetensi positif (Kremenitzer & Miller, 2008).
sosial emosional yang baik, guru akan turut Penelti-peneliti mengajukan beberapa
mendukung dan mengembangkan cara untuk mempromosikan peningkatan
hubungan dengan siswa, memotivasi siswa, kualitas kompetensi sosial emosional guru.
mengajarkan bagaimana cara Jennings dan Greenberg (2009) mengajukan
menyelesaikan konflik yang baik bagi manajemen stres dan mindfulness untuk
siswa, menjadi model bagi siswa dalam program peningkatan tersebut. Peneliti lain,
pembentukan penghormatan kepada orang yaitu Kelchtermans (2005) mengajukan
lain, menjadi model cara berkomunikasi peningkatan pemahaman terhadap emosi
yang baik, serta menjadi model dalam diri saat mengajar lewat pembelajaran
mempromosikan perilaku prososial naratif-biografi. Peneliti lainnya, seperti
(Jennings & Greenberg, 2009). Bracket dan Katulak (2006), Chechi (2012),
Kualitas kompetensi sosial emosional Hen dan Nov (2014) mengajukan program
yang dimiliki guru juga akan berpengaruh peningkatan kecerdasan emosional untuk
terhadap efektivitas guru dalam mengajar. peningkatan kualitas kompetensi sosial dan
Kompetensi sosial emosional yang dimiliki emosional guru.
oleh guru memiliki peran yang besar Kecerdasan emosional merupakan
terhadap keberhasilan pengajaran (Ergur, moderator antara pikiran dan perilaku yang
2009) serta berkontribusi terhadap performa secara efektif membuat individu mampu
dan pembelajaran siswa (Cohen, 2006). mengintegrasikan emosi dengan pikiran
Selain itu, kompetensi sosial emosional dan perilaku sehingga dapat mengurangi
yang baik akan membantu guru dalam permusuhan terhadap pengalaman
mendesain pelajaran sesuai dengan emosional (Mayer, Salovey, & Caruso,
kekuatan dan kelemahan siswa (Jennings & 2000). Kecerdasan emosional sendiri
Greenberg, 2009). Ketika guru mengetahui mengacu pada kemampuan untuk
kekuatan dan kelemahan siswa, guru akan memproses informasi dengan melibatkan
mampu memilih dan menyajikan emosi yang terkait dengan persepsi,
pengajaran sesuai dengan profil siswa asimilasi, ekspresi, regulasi dan juga
tersebut. Dengan penyajian yang sesuai manajemen emosi (Brackett, Rivers,
maka guru dapat memaksimalkan proses Shiffman, Lemer, & Salovey, 2006). Hal ini
pembelajaran siswa dalam menerima meliputi seperangkat kemampuan untuk
pelajaran. melakukan penalaran yang akurat tentang
Sutton dan Wheatley (2003) emosi dan menggunakan emosi serta
mengungkapkan emosi guru akan pengetahuan emosional untuk berpikir
mempengaruhi pemikiran, motivasi, serta (Lopes, Salovey, Cote, & Beers, 2006).
perilaku baik pada guru maupun siswa. Mayer, et al. (2000) mendeskripsikan
Guru yang memiliki kompetensi sosial bahwa kecerdasan emosional terdiri dari
emosional yang baik akan mengenali kemampuan untuk mengidentifikasi,
kekuatan dan kelemahan emosionalnya. menggunakan, memahami, dan meregulasi

90 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

emosi. Kemampuan mengidentifikasi Di Indonesia, studi mengenai program


ekspresi emosi, yaitu kemampuan untuk pelatihan yang dapat meningkatkan
mempersepsi baik emosi pribadi dan orang kecerdasan emosional dalam meningkatkan
lain dengan berbagai macam stimulus. kompetensi guru masih terbilang sedikit.
Kemampuan menggunakan emosi untuk Hasil pencarian dalam ETD UGM (Januari,
memfasilitasi cara berpikir yaitu 2017) memperlihatkan bahwa kebanyakan
kemampuan menggunakan atau penelitian mengenai kecerdasan emosional
menghasilkan emosi untuk memfokuskan berada di ranah industri organisasi.
perhatian, mengkomunikasikan perasaan, Adapun dalam ranah pendidikan, program
atau proses kognitif lain seperti penalaran, pelatihan kecerdasan emosional masih
pemecahan masalah, dan pengambilan difokuskan kepada peserta didik, padahal
keputusan. Kemampuan memahami emosi guru dalam hal ini dapat berperan sebagai
merupakan kemampuan untuk memahami role model siswa dalam pembentukan
informasi, emosi, mengkomunikasikan, ketrampilan sosial emosional.
mengefektifkan perasaan, dan memahami Peneliti dalam hal ini bermaksud
bagaimana mengkombinasikan, membuat suatu modul program pelatihan
meningkatkan, atau mengubah emosi dari kecerdasan emosional untuk guru. Modul
satu bentuk ke bentuk yang lain. program pelatihan ini peneliti sebut sebagai
Kemampuan mengelola emosi diri sendiri modul CARE (cerdas memahami dan
dan juga orang lain merupakan meregulasi emosi). Modul yang
kemampuan untuk membuka perasaan dan dikembangkan berdasar pada teori
menggunakan emosi secara efektif untuk kecerdasan emosional yang diungkapkan
memperoleh pemahaman dan juga oleh Salovey dan Mayer (1990). Modul ini
pengembangan diri (Mayer et al., 2000). akan dikembangkan dan mengacu pada
Kecerdasan emosional dapat Emotional Intelligence Training milik Brackett
ditingkatkan dan diajarkan melalui dan Katulak (2006), serta program pelatihan
program pelatihan. Pada bidang peningkatan kecerdasan emosional milik
pendidikan, Brackett dan Katulak (2006) Hen dan Nov (2014). Tujuan diadakannya
membuat satu hari pelatihan kecerdasan penelitian ini adalah untuk mengetahui
emosional untuk guru berdasarkan teori apakah modul CARE yang dibuat valid
kecerdasan emosional Salovey dan Mayer terhadap kecerdasan emosional dan untuk
(1990) yang berfokus kepada tiga hal, yaitu mengukur apakah pelatihan kecerdasan
(1) pemahaman mendalam terhadap emosional berdasarkan modul CARE dapat
ketrampilan emosi dasar serta pengetahuan meningkatkan kecerdasan emosional yang
tentang bagaimana ketrampilan emosional dimiliki oleh guru di akhir pelatihan.
memiliki peranan penting dalam berbagai Modul pelatihan yang dibuat dalam
situasi kelas, (2) pengambilan keputusan pelatihan ini menggunakan pendekatan
dalam situasi kelas agar kelas dapat berjalan pembelajaran melalui pengalaman
efektif, (3) peningkatan hubungan (experiential learning). Experiential learning
antarpribadi, serta strategi dan cara untuk merupakan proses dimana pengetahuan
meningkatkan ketrampilan kecerdasan diciptakan melalui transformasi
emosional bagi guru. Hasil dari penelitian pengalaman. Hasil pengetahuan
ini memperlihatkan bahwa guru dan kepala merupakan kombinasi dari pemahaman
sekolah yang mengikuti pelatihan ini dan transformasi pengalaman (Kolb, dalam
melaporkan peningkatan hubungan antar Kolb & Kolb, 2008). Metode pembelajaran
sesama rekan kerja, orangtua, dan juga melalui pengalaman ini telah terbukti dapat
siswa. meningkatkan ketrampilan emosional

E-JURNAL GAMA JPP 91


SETIANI & ANDAYANI

(Kotsou, Nelis, Gregoire & Mikolajczak, validitas tercapai, modul kemudian dapat
2011; McWilliams, Ma, & Hartel, 2005) dan dievaluasi efektivitasnya serta
dengan dipadukan melalui pemahaman generalisasinya untuk menentukan kualitas
teori (Weis & Arnesen, 2007). Burnard serta validitas eksternal dari modul
(1989) menjelaskan terdapat tiga aspek tersebut. Setelah didapatkan kualitas yang
penting yang harus ada di dalam experiential baik maka sebuah modul baru dapat
learning, yaitu pengalaman, refleksi, serta diimplementasikan secara luas (Noah &
transformasi pengetahuan dan makna. Kolb Ahmad, dalam Madihie & Noah, 2013).
(dalam Kolb & Kolb, 2008) dalam hal ini Hipotesis dalam penelitian ini adalah
juga membuat siklus experiential learning bahwa modul CARE memiliki validitas isi
yang terdiri dari empat tahap, yaitu dan empirik yang baik. Manfaat yang
mengalami (CE: Concrete Experience), diperoleh dari penelitian ini, yaitu terdapat
merefleksi (OR: Observation and Reflection), sebuah modul yang valid dan dapat
menggeneralisasi (AC: Abstract dijadikan acuan untuk dapat meningkatkan
conceptualisation), dan mempraktikkan (AE: kompetensi emosi guru ketika mengajar,
Active Experiment). khususnya di kelas inklusif. Dengan
Pada modul ini tahap CE dikembangkannya modul ini diharapkan
direpresentasikan melalui pengalaman guru dapat memiliki kecerdasan emosional
yang dialami langsung, yaitu lewat yang baik sehingga mampu mengelola kelas
permainan atau tantangan. Tahap OR dengan lebih efektif, memilki hubungan
direpresentasikan melalui observasi serta yang baik dengan siswa, rekan kerja dan
refleksi yang dilakukan terhadap juga orangtua siswa, serta sebagai sarana
pengalaman yang disajikan di tiap sesi. yang dapat diberikan kepada guru sebagai
Tahap AC direpresentasikan melalui tambahan bekal ketika menyelenggarakan
diskusi atau pembuatan kesimpulan yang pendidikan inklusif.
dilakukan oleh peserta baik secara individu
maupun kelompok di tiap sesi. Terakhir, Metode
tahap AE akan direpresentasikan melaui Variabel independen dalam penelitian ini
eksperimen langsung dalam situasi yang adalah modul CARE (Cerdas Memahami
dihadapi oleh peserta. Tahap AE akan dan Meregulasi Emosi) yang terdiri dari 5
dimulai dengan pembuatan rencana aksi sesi pelatihan, yaitu pengetahuan emosi,
dari peserta ketika menghadapi situasi identifikasi emosi, memahami emosi,
tersebut. menggunakan emosi, dan meregulasi
Dalam pembuatan sebuah modul, emosi. Variabel dependen dalam penelitian
setelah menentukan teori, tujuan, serta ini adalah kecerdasan emosional yang
media yang digunakan, Russel (dalam didefinisikan sebagai kemampuan dalam
Ahmad, 2009) serta Noah dan Ahmad mempersepsi emosi, memahami emosi,
(dalam Madihie & Noah, 2013) mengatakan menggunakan emosi dan meregulasi emosi.
diperlukan pengujian terbatas kepada Subjek penelitian adalah guru sekolah dasar
kelompok sasaran untuk mengevaluasi. Kota Yogyakarta yang memiliki
Pengujian terbatas dilakukan untuk pengalaman mengajar minimal setahun,
memperoleh validitas sebuah modul. Pada skor kecerdasan emosional sedang, dan
modul CARE, uji validitas dilakukan belum pernah mengikuti pelatihan
melalui uji validitas isi dan juga uji validitas kecerdasan emosional.
secara empiris sehingga akan diperoleh Kecerdasan emosional akan diukur
sebuah tahap yang disebut efficacy dari dengan modifikasi terhadap Emotional
sebuah modul (Liberman, 2007). Setelah Intelligence Scale (EIS) yang dikembangkan

92 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

oleh Schutte, Malouff, Haggerty, Cooper, sedangkan kelompok kontrol adalah


Golden, dan Dornheim (1998). Skala ini kelompok tanpa perlakuan.
Tabel 1.
Nilai Aiken's V Modul CARE
Sesi Nama Sesi Aktivitas Sesi Nilai Aiken Nilai Aiken
per aktivitas per Sesi
1 Berkenalan dengan Perkenalan 0,81 0,8
Emosi Menulis refleksi 0,94
Tantangan dan debrief 0,69
Materi 0,77
2 Identifikasi Emosi Tantangan dan debrief 0,75 0,75
Materi 0,81
Refleksi lembar kerja 0,69
Diskusi 0,75
3 Emosi itu Unik Kuis menonton film 0,72 0,79
dan debrief
Diskusi kasus 0,79
Refleksi lembar kerja 0,88
dan diskusi
4 Menjadi Tantangan dan debrief 0,75 0,82
Pendengar Aktif Materi 1 0,88
Diskusi 0,75
Materi 2 0,88
5 Regulasi Emosi Tantangan dan debrief 1 0,96
Materi 1
Refleksi 0,94
Latihan relaksasi 0,88
6 Penutup Pengisian lembar 0,91 0,91
evaluasi
mengukur kecerdasan emosional berdasar- Analisis data dalam penelitian ini
kan aspek kecerdasan emosional milik terbagi ke dalam dua, yaitu analisis
Salovey dan Mayer (1990). Aitem dinilai validitas isi dan empirik. Analisis data
berdasarkan skala likert dengan rentang 1 validitas isi akan diolah dengan
(sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat menggunakan Aiken’s V. Analisis data
setuju). Cek manipulasi dilakukan dengan empirik dilakukan dengan
mengukur perubahan pengetahuan membandingkan gain score pretest dan
mengenai kecerdasan emosi, pengenalan postest dari skala kecerdasan emosional
emosi, pengidentifikasian, pemahaman antara KE (kelompok eksperimen) dan KK
emosi, pengekspresian emosi, serta (kelompok kontrol) dengan menggunakan
pengaturan emosi. analisis statistik non-parametrik, Mann
Desain penelitian ini adalah kuasi- Whitney U Test.
eksperimental dengan desain untreated
control group design with dependent pretest and Hasil
post test (Shadish, Cook, & Campbell, 2002). Hasil pada penelitian ini terbagi ke dalam
Kelompok penelitian terdiri dari dua, yaitu dua kategori, yaitu hasil uji validasi isi dan
kelompok eksperimen dan kelompok juga empirik. Validitas isi modul diuji
kontrol. Kelompok eksperimen merupakan dengan menggunakan Aiken’s V dari
kelompok yang akan menerima intervensi, penilaian 4 orang penilai yang

E-JURNAL GAMA JPP 93


SETIANI & ANDAYANI

memberikan penilaian kuantitatif skala perempuan. Rata-rata usia partisipan


1-5. Hasil analisisnya dapat dilihat pada adalah 41 tahun dan seluruhnya memiliki
tabel 1.Selain uji validasi isi modul, ujicoba jenjang pendidikan akhir sarjana. Untuk
juga dilakukan untuk mengevaluasi materi, pengalaman mengajar, partisipan memiliki
pelatih, dan proses pembelajaran dalam pe- pengalaman mengajar dengan rentang
latihan. Penilaian dilakukan oleh 10 orang antara 1- 37 tahun dan mengajar dari
guru sekolah inklusi yang berperan sebagai rentang level kelas 1-6.

Tes Pengetahuan Kelompok Eksperimen Tes Pengetahuan Kelompok Kontrol


25 25 23
22 22
21 21 21
20 20
19 19 19 19 19
20 18 18 18 18 20
17 17 17 17 17 17 17 16,9
16,2
16 16 16 16
15
14
15 15
12
10 10
9
10 10

5 5

0
0
TL SU AS WI MA KA LC TR MU Rerata Skor
ED PA PB AN PD EY SA Rerata Skor

Pretest Posttest Pretest Posttest

Gambar 1. Skor tes pengetahuan kelompok eksperimen Gambar 2. Skor tes pengetahuan kelompok kontrol

peserta pelatihan. Penilaian dilakukan


dengan memberikan skor dalam rentang 1- Hasil tes pengetahuan
5. Hasil penilaian dihitung dengan Analisa tes pengetahuan dilakukan dengan
menggunakan persentase kesepakatan membandingkan gain score. Skor tersebut
penilai. Skor total dari penilai dibagi diperoleh dari mendpatkan dari skor
dengan skor maksimal, dikali dengan 100 posttest dan pretest antara kelompok
persen. eksperimen dengan kelompok kontrol. Skor
Pada aspek-aspek dalam materi, persentase
berada dalam rentang 86%-88%, sedangkan Skor Kecerdasan Emosional Kelompok
Eksperimen
untuk pelatih, persentase penilaian berada
160 137
dalam rentang 84%-86%, dan pada aspek 140
120
113118
97103
118 113119 111114
118
111114 117
108 113 117,6
105,6
92 92

proses belajar penilaian berada dalam 100


80
60
rentang 68%-90%. 40
20
0
Validitas empirik diuji melalui TL SU AS KA WI MA MU LC TR Rerata
Skor

ujicoba modul di lapangan pada target


Pretest Posttest
perserta untuk melihat apakah modul
Gambar 3. Skor Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen
efektif dalam menaikkan performa yang
diharapkan. Partisipan dalam pengujian ini Skor Kecerdasan Emosional Kelompok
berjumlah 16 orang peserta yang terdiri dari Kontrol

6 orang laki-laki dan 10 orang perempuan 160

140
118 118 120
dan dibagi ke dalam kelompok eksperiman 120
111
106
114 113 110 113
108 105
112 112
97
110,3
112,1

100
(n=9) dan kelompok kontrol (n=7). Rincian 80

data dapat dilihat pada tabel 3. Partisipan 60

40

pada kelompok eksperimen terdiri dari 4 20

0
orang laki-laki dan 5 orang perempuan, ED PA PB AN PD EY SA Rerata Skor

sedangkan pada kelompok kontrol terdiri Pretest Posttest

dari 2 orang laki-laki dan 5 orang Gambar 4. Skor Kecerdasan Emosional Kelompok Kontrol

94 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

kelompok eksperimen dapat dilihat pada menunjukkan bahwa tidak terdapat


gambar 1. Untuk kelompok kontrol, perbedaan gain score yang signifikan antara
gambaran perubahan skor dapat dilihat kelompok eksperimen dan kelompok
pada gambar 2. kontrol.
Gain score kedua kelompok
kemudian dibandingkan untuk melihat Diskusi
apakah terdapat perubahan gain score yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
signifikan diantara dua kelompok. modul CARE (Cerdas Memahami dan
Perbandingan gain score dianalisis dengan Meregulasi Emosi) memiliki validitas isi
menggunakan uji non parametrik, yaitu yang cukup baik. Nilai koefisien Aiken’s V
Mann Whitney-U test. validitas ini bergerak pada rentang 0,75 –
Hasil perhitungan gain score 0,96, yang bermakna cukup tinggi (Azwar,
pengetahuan emosi, yang diukur melalui 2012). Hal ini membuat hipotesis 1
tes pengetahuan, secara signifikan penelitian ini diterima, yaitu modul
meningkat, U (n=16) = 7, p <.05, pada pelatihan CARE memiliki validitas isi yang
kelompok eksperimen (M=2,8) dibanding baik.
kelompok kontrol (M=-0,1). Hal tersebut Hasil pengujian perbandingan gain
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan score tes pengetahuan antara kelompok
gain score yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
eksperimen dan kelompok kontrol. Selain menunjukkan bahwa pelatihan CARE dapat
menggunakan pengukuran kuantitatif, meningkatkan pengetahuan mengenai
pengetahuan yang diterima oleh kelompok kecerdasan emosional pada kelompok
eksperimen juga dilakukan melalui refleksi eksperimen secara signifikan dibandingkan
yang dilakukan pada tiap sesi pelatihan kelompok kontrol (U = 7, p < .05). Untuk
selesai. Selain refleksi, observasi juga peningkatan kecerdasan emosional,
dilakukan kepada tiap partisipan kelompok pelatihan CARE belum mampu
eksperimen untuk melihat proses partisipan meningkatkan kecerdasan emosional secara
selama pelatihan berlangsung. signifikan (U = 21, p > .05) pada kelompok
eksperimen. Oleh karena itu, hipotesis 2,
Hasil skala kecerdasan emosional yaitu bahwa modul pelatihan CARE dapat
Analisa skala kecerdasan emosional meningkatkan kecerdasan emosional
didapatkan dengan membandingkan gain ditolak.
score dari skor posttest dan pretest antara Terdapat beberapa faktor yang
kelompok eksperimen dengan kelompok mempengaruhi sukses tidaknya
kontrol. Skor kecerdasan emosional peningkatan performa dari suatu pelatihan.
kelompok eksperimen dapat dilihat pada Faktor-faktor tersebut diantaranya
gambar 3, dan gambar 4 untuk kelompok karakteristik pelatih, karakteristik peserta
kontrol. pelatihan, desain/metode pelatihan,
Analisis gain score kecerdasan lingkungan kerja, serta evaluasi (Burke &
emosional pada kedua kelompok kemudian Hutchins, 2008). Pada pelatihan CARE
dianalisis dengan menggunakan uji non sendiri, terdapat beberapa faktor yang
parametrik Mann Whitney-U Test. Hasil sudah terpenuhi dan belum terpenuhi.
penghitungan menunjukkan gain score Untuk faktor karakteristik pelatih,
kecerdasan emosional tidak meningkat pada pelatihan CARE pelatih telah terlebih
secara signifikan, U (n=16) = 21, p >.05, pada dahulu dinilai oleh 10 orang partisipan guru
kelompok eksperimen (M=12) dibanding SD inklusi pada tahap ujicoba. Menurut
kelompok kontrol (M=1,9). Hal tersebut Burke dan Hutchins (2008) karakteristik

E-JURNAL GAMA JPP 95


SETIANI & ANDAYANI

pelatih yang berpengaruh meliputi situasi yang dapat berbeda antara satu
kecakapan atau pengetahuan terhadap dengan yang lain. Materi ini merupakan
materi pelatihan, pengalaman profesional, materi pada aspek memahami emosi
serta pengetahuan terhadap prinsip (understanding emotion). Sesi 4 pada
pembelajaran. Dalam hal ini, pelatih pelatihan CARE mempelajari aspek
pelatihan CARE mendapatkan penilaian mengenai expressing and using emotion. Pada
sebesar 86% untuk penguasaan materi dan pelatihan CARE peserta diajak untuk
kemampuan berkomunikasi membuat mempelajari bagaimana cara
peserta terlibat aktif. Untuk kemampuan mengekspresikan emosi dengan tepat dan
menangani pertanyaan, pelatih strategi mendengar aktif agar dapat
mendapatkan penilaian sebesar 84%. Secara berkomunikasi dan melihat sudut pandang
umum pelatih dapat dinilai memiliki orang lain dengan baik. Materi ini serupa
kecakapan dan penguasaan dalam dengan sesi expressing and understanding
menyampaikan materi. emotion pada pelatihan Nelis et al. (2009).
Faktor berikutnya yang Terakhir, pada sesi 5, pelatihan CARE
mempengaruhi keberhasilan transfer mengajarkan bagaimana cara meregulasi
pelatihan adalah desain/metode pelatihan. emosi dan relaksasi sederhana. Materi ini
Desain materi pelatihan CARE sudah sesuai serupa dengan semua pelatihan yang
dengan merujuk pada beberapa pelatihan menjadi rujukan dalam penelitian ini.
kecerdasan emosional, diantaranya Brackett Meskipun pelatihan CARE dan
dan Katulak (2006), Nelis, et al. (2009), dan pelatihan-pelatihan kecerdasan emosional
Kotsou et al. (2011) Pada sesi 1, materi yang disebutkan sebelumnya memiliki
modul CARE memfokuskan pada materi yang sama, namun terkait metode
pengetahuan mengenai emosi. penyampaian terdapat beberapa persamaan
Pengetahuan mengenai emosi disajikan dan juga perbedaan. Pelatihan-pelatihan
dalam bentuk pemaparan fungsi emosi dan kecerdasan emosional yang telah
peran emosi dalam kehidupan. Hal ini dikembangkan menekankan pada
serupa dengan sesi 1 pada pelatihan Nelis, pentingnya kegiatan refleksi di dalamnya.
et al. (2009) dan Kotsou et al. (2011). Pada Kegiatan refleksi ditekankan sebagai salah
sesi 2, materi yang diberikan seputar satu proses evaluasi penalaran terhadap
bagaimana cara mengidentifikasi emosi, suatu kejadian atau peristiwa emosional.
baik pada diri sendiri maupun orang lain. Hal ini akan mempengaruhi penilaian
Identifikasi emosi orang lain diajarkan individu terhadap suatu peristiwa. Proses
melalui berbagai macam gambaran penilaian ini kemudian yang akan
mengenai ekspresi emosi, sedangkan untuk mempengaruhi individu dalam
diri sendiri, identifikasi emosi diajarkan mempersepsi, memahami, menggunakan,
melalui refleksi terhadap emosi yang serta meregulasi emosinya. Dalam
dirasakan dalam situasi mengajar. pelatihan CARE, refleksi merupakan salah
Identifikasi emosi yang dilakukan dalam satu tahap kegiatan dalam tahapan
pelatihan CARE dengan menebak dan experiential learning, yang menitikberatkan
mempelajari gambar-gambar mengenai pembelajaran pada pengalaman dan juga
ekspresi emosi. Hal ini serupa dengan refleksi (Supratiknya, 2011; Kolb, dalam
materi sesi 2 Nelis et al. (2009) dan Kotsou et Kolb & Kolb, 2008). Akan tetapi, dalam
al. (2011) yang menggunakan METT (Micro penelitian-penelitian rujukan pelatihan
Expression Training Test by Paul Ekman). CARE, terdapat perbedaan mengenai
Sesi 3 pelatihan CARE mempelajari jumlah dan interval waktu dalam kegiatan
mengenai konsekuensi emosi dari suatu refleksi dan pemberian umpan balik.

96 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

Berbeda dengan pelatihan rujukan, pengetahuan mengenai kecerdasan


pelatihan CARE tidak memiliki interval emosional dan skala kecerdasan emosional.
waktu pelaksanaan antar hari dan Tes pengetahuan pelatihan CARE dibuat
berlangsung selama 10 jam sehingga kurang secara spesifik untuk mengukur
memberikan kesempatan kepada partisipan pemahaman materi yang dimiliki oleh
untuk merefleksikan dan mengevaluasi peserta sehingga dapat mengukur
pengalaman emosional kesehariannya. peningkatan pengetahuan mengenai
Pelatihan CARE tidak memberikan satu kecerdasan emosional antara kelompok
hari khusus untuk mengevaluasi jurnal eksperimen dan kontrol. Untuk kecerdasan
harian emosi yang dialami oleh partisipan. emosional sendiri, pengukuran dilakukan
Padahal menurut Baldwin dan Ford (dalam dengan menggunakan Emotional Intelligence
Yamnil & McLean, 2001) interval waktu Scale hasil modifikasi dari Schutte et al.
pelatihan dan pemberian kesempatan (1998). Skala ini mengukur aspek
pengaplikasian materi (seperti membuat kecerdasan emosional secara umum (tidak
jurnal harian) pada situasi nyata akan spesifik dalam situasi mengajar). Tidak
mempengaruhi kesuksesan transfer spesifiknya aitem EIS pada situasi mengajar
pemahaman yang lebih mendalam. Selain memberikan peluang kurang terpotretnya
itu, pelatihan CARE juga tidak didesain dampak dari pelatihan. Hal ini karena
menggunakan kegiatan role play serta materi yang disajikan dalam pelatihan
latihan dan pembahasan mengenai cara CARE berdasarkan kondisi di sekolah
mempertahankan emosi positif seperti pada sedangkan pengukuran berdasarkan situasi
pelatihan-pelatihan di atas. Hal ini sehari-hari. Meskipun demikian, EIS sudah
membuat dampak pelatihan tidak sekuat dipakai sebagai salah satu evaluasi
pelatihan-pelatihan di atas. pelatihan kecerdasan emosional oleh Hen
Faktor berikutnya, yaitu lingkungan dan Nov (2014).
kerja meliputi hal-hal yang mempengaruhi Faktor terakhir yang mempengaruhi
transfer pelatihan di luar pelatihan itu kesuksesan pelatihan (Burke & Hutchin,
sendiri (Burke & Hutchin, 2008). Hal ini 2008) adalah karakteristik peserta pelatihan.
termasuk ke dalam suasana atau situasi Karakteristik peserta ini meliputi
lingkungan kerja yang mendukung kemampuan, keterampilan, motivasi, sikap
penerapan hasil pembelajaran dalam dan kepribadian (Baldwin & Ford, dalam
pelatihan. Lingkungan kerja yang Blume, Ford, Baldwin, & Huang, 2009).
dimaksud adalah budaya serta faktor Pada pelatihan CARE, partisipan pada
lingkungan sosial yang mendukung kelompok eksperimen dengan gain score
penerapan keterampilan yang telah tinggi memiliki refleksi diri yang cukup
diajarkan di dalam pelatihan. Beragamnya baik. MA, contohnya dalam jurnal sesi
asal sekolah partisipan membuat hal ini merefleksikan kondisi dirinya dengan
sulit diukur oleh peneliti. materi yang diajarkan.
Faktor lainnya yang dapat “Ternyata saya belum bisa menjelaskan
ditingkatkan lagi di dalam pelatihan CARE, dengan tepat tentang perasaan apa yang
yaitu evaluasi. Evaluasi merujuk pada data muncul dalam keseharian di tempat kerja
atau pengukuran spesifik yang dapat (saat mengajar) maupun dalam memberikan
mengukur perubahan perilaku (Burke & tindak lanjut yang tepat untuk
Hutchin, 2008). Dalam modul CARE, menyelesaikannya.”
pengukuran perubahan perfoma dilakukan Partisipan lainnya hanya membahas
dalam dua bentuk, yaitu melalui tes seputar materi yang diterima tanpa
pengetahuan untuk mengukur peningkatan melibatkan refleksi terhadap diri.

E-JURNAL GAMA JPP 97


SETIANI & ANDAYANI

Pemahaman peserta terhadap prinsip, kecerdasan emosional. Berbagai penelitian


konsep, keterampilan serta perilaku yang telah mengatakan bahwa kecerdasan
mereka pelajari akan berpengaruh terhadap emosional merupakan salah satu faktor
besarnya kesuksesan transfer pemahaman penting untuk mendukung performa guru.
dalam pelatihan (Goldstein, dalam Yamnil Meskipun modul CARE belum memiliki
& McLean, 2001). validitas empirik yang baik, namun modul
Selain faktor-faktor yang sudah CARE dapat menjadi pondasi awal untuk
disebutkan, waktu pengukuran setelah mengembangkan program kecerdasan
pelatihan kecerdasan emosional juga emosional bagi guru.
memberikan sumbangan terhadap Terdapat beberapa saran dari hasil
signifikansi perubahan skor performa. penelitian ini, diantaranya pelatihan
Penelitian mengenai dampak pelatihan hendaknya memberikan kesempatan
kecerdasan emosional kepada project kepada partisipan untuk mencatat kejadian
manager yang dilakukan oleh Clarke (2010) emosional sehari-hari (jurnal harian) dan
membuktikan hal tersebut. Posttest yang memberikan umpan balik terhadap
dilakukan oleh Clarke (2010) setelah 1 bulan peristiwa tersebut. Kegiatan refleksi dalam
pelatihan tidak memperlihatkan perubahan materi pelatihan diusahakan agar
skor signifikan. Akan tetapi, setelah 6 bulan mengarahkan partisipan untuk menilai dan
follow up terjadi perubahan yang skor merefleksikan aspek kecerdasan emosional
kecerdasan emosional yang signifikan dari diri sendiri. Alat ukur, yaitu skala
antara kelompok eksperimen dan kontrol. kecerdasan emosional yang digunakan
Hal ini mengindikasikan bahwa dampak hendaknya bisa spesifik mengukur aspek
dari pelatihan ini bisa jadi tidak terlihat emosional dalam situasi sekolah.
dengan segera. Pada pelatihan CARE,
posttest dilakukan hanya 1 minggu setelah Saran
pelatihan. Hal ini membuat partisipan Peneliti yang ingin melanjutkan penelitian
hanya sedikit memiliki kesempatan untuk ini hendaknya memodifikasi skala
menerapkan hal-hal yang sudah dipelajari kecerdasan emosional yang sudah
di pelatihan. diterjemahkan agar aitemnya dapat
Keterbatasan utama dalam penelitian menggambarkan situasi saat mengajar atau
ini adalah waktu pelaksanaan yang di sekolah. Timeline pelaksanaan penelitian
berdekatan dengan evaluasi akhir semester. hendaknya memperhatikan agenda
Hal ini berpengaruh pada jumlah tahunan sekolah.
keikutsertaan partisipan, durasi, dan waktu
pengukuran posttest pelatihan. Selain itu, Daftar Pustaka
aktivitas yang dijalankan masih belum Ahmad, J., Sulaiman, T., Abdullah, S. K., &
memberikan kesempatan untuk berlatih Shamsuddin, J. (2009). Building a
dan memberikan umpan balik mengenai customized module for the treatment
pengalaman emosional sehari-hari of drug addiction under the remedial
partisipan yang dicatat dalam jurnal harian. programs to be implemented on
inmates at the drug rehabilitation
Kesimpulan centers in Malaysia. US-China
Modul CARE memiliki validitas isi yang Education Review, 6(11), 57-64.
baik, namun masih belum memiliki Ainscow, M. (1999). Understanding the
validitas empirik yang baik, karena development of inclusive schools.
peningkatan hanya sebatas pada Psychology Press.
pengetahuan, belum sampai meningkatkan

98 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

Azwar, S. (2012). Validitas dan reliabilitas edisi Research in Economics & Social Sciences,
V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2, 297–304.
Blume, B. D., Ford, J. K., Baldwin, T. T., & Clarke, N. (2010), Impact of a training
Huang, J. L. (2009). Transfer of program designed to target the
training: A meta-analytic review. emotional intelligence abilities of
Journal of Management, 36, 1065-1105. project managers, International Journal
doi: 10.1177/0149206309352880 of Project Management, 28(5), 461-8.
Booth, T. & Ainscow. M. (2011). Index for doi: 10.1016/j.ijproman.2009.08.004
inclusion. Developing learning and Cohen, J. (2006). Social, emotional, ethical,
participation in schools. Bristol: CSIE and academic education: Creating a
Brackett, M. A., & Katulak, N. A. (2006). climate for learning participation in
Emotional intelligence in the classroom: A democracy and well-being. Harvard
skill-based training for teachers and Education Review, 76(2), 201-237.
students. In J. Ciarrochi & J. D. Mayer Emmer, E. T., & Stough, L. M. (2001).
(Eds.), Improving emotional Classroom management: A critical
intelligence: A practitioner's guide part of educational psychology, with
(pp.1.27). New York: Psychology implication for teacher education.
Press. Educational psyhologist, 36(2), 103-112.
Brackett, M. A., Rivers, S. E., Shiffman, S., Ergur, D. O. (2009). How can education
Lerner, N., & Salovey, P. (2006). professinals become emotionally
Relating emotional abilities to social intelligence. Social and behavioral
functioning: A comparison of self- science, 1, 1023-1028. doi:
report and performance measures of 10.1016/j.sbspro.2009.01.183
emotional intelligence. Journal of Hen, M., & Sharabi-Nov, A. (2014).
Personality and Social Psychology, 91, Teaching the teachers: Emotional
780–795. Retrieved from: intelligence training for
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm teachers. Teaching Education, 25(4),
ed/17014299 375-390. doi: 10.1080/10476210.2014.
Burke, L. A. & Hutchins, H. M. (2008), A 908838
study of best practices in training Jennings, P. A., & Greenberg, M. T. (2009).
transfer and proposed model of The prosocial classroom: Teacher
transfer. Human Resource Development social and emotional competence in
Quarterly, 19, 107–128. doi: relation to student and classroom
10.1002/hrdq.1230 outcomes. Review of Educational
Burnard, P. (1989). Teaching interpersonal Research, 79(1), 491-525. doi:
skills. A handbook of experiential 10.3102/0034654308325693
learning for health professional. Bristol: Kelchtermans, G. (2005). Teachers’ emotions
Springer Science Buisness Media. in educational reforms: Self-
Chan, D. W. (2006). Emotional intelligence understanding, vulnerable
and components of burnout among commitment and micropolitical
Chinese secondary school teachers in literacy. Teaching and Teacher
Hong Kong. Teaching and Teacher Education, 21(8), 995-1006. doi:
Education, 22, 1042–1054. doi: 10.1016/j.tate.2005.06.009
10.1016/j.tate.2006.04.005 Kolb, A. Y., & Kolb, D. A. (2008).
Chechi, K. V. (2012). Emotional intelligence Experiential learning theory: A
and teaching. International Journal of dynamic, holistic approach to
management learning, education and

E-JURNAL GAMA JPP 99


SETIANI & ANDAYANI

development in Armstrong, S. J. & McWilliams, J., Ma, R., & Hartel, C. (2005,
Fukami, C. (Eds.) Handbook of January). Can experiential learning
management learning, education and improve emotional intelligence and
development. London: Sage can that, in turn, improve the work
Publications. performance of middle managers?.
Kotsou, I., Nelis, D., Gregoire, J., & In ANZAM 2005: Engaging the multiple
Mikolajzak M. (2011). Emotional contexts of management: convergence and
plasticity: Conditions and effects of divergence of management theory and
improving emotional competence in practice: proceedings of the 19th ANZAM
adulthood. Journal of Applied conference (pp. 1-11). ANZAM.
Psychology, 827-839. doi: Nelis, D., Quoidbach, J., Mikolajcza, M., &
10.1037/a0023047 Hansenne, M. (2009). Increasing
Kremenitzer, J. P., & Miller, R. (2008). Are emosional intelligence: (How) is it
you a highly qualified, emotionally possible?. Personality and Individual
intelligent early childhood Differences, 47, 36-41. doi:
educator?. YC Young Children, 63(4), 10.1016/j.paid.2009.01.046
106. Sadioglu, O., Bilgin, A., Batu, S., & Oksal, A.
Kyriacou, C. (2001). Teacher stress and (2013). Problems, expectations, and
burnout: Future research. Educational suggestions of elementary teachers
Review, 53, 27-36. doi: regarding inclusion. Educational
10.1080/0013191012003362 Sciences: Theory and Practice, 13(3),
Lopes, Salovey, Cote, & Beers, (2006) An 1760-1765.
ability model of emotional intelligence: Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional
Implications for assessment and training intelligence. Imagination, Cognition and
in Druskat, V.U., Sala, F., & Mount, G. Personality, 9(3), 185-211.
(2006). Linking emotional intelligence Schutte, N. S., Malouff, J. M., Hall, L. E.,
and performance at work. New Jersey: Haggerty, D. J., Cooper, J. T., Golden,
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. C. J., & Dornheim, L. (1998).
Liberman, R. P. (2007). Dissemination and Emotional intelligence scale [Database
adoption of social skills training: record]. Retrieved from PsycTESTS.
Social validation of an evidence-based doi: 10.1037/t06718-000
treatment for the mentally Spilt, J. L., Koomen, H. M. Y. & Thijs, J. T.
disabled. Journal of Mental (2011). Teacher wellbeing: The
Health, 16(5), 595-623. doi: importance of teacher-student
10.1080/09638230701494902 relationship. Educational Psychology
Madihie, A., & Noah, S. M. (2013). An Review, 23, 457-477. doi:
application of the Sidek Module 10.1007/s10648-011-9170-y
Development in REBT counseling Supratiknya, A. (2011). Merancang program
intervention module design for dan modul psikoedukasi. Yogyakarta:
orphans. Procedia-Social and Behavioral Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Sciences, 84, 1481-1491. doi: Sutton, R. E. & Wheatley, K. F. (2003).
10.1016/j.sbspro.2013.06.777 Teacher’s emotions and teaching: A
Mayer, J. D., Salovey, P., & Caruso, D. review of the literature and
(2000). Models of emotional directions for future research.
intelligence in R. Strenberg. Handbook Educational Psychology Review, 15:
of intelligence. UK: Cambridge 327-358. doi:
University Press. 10.1023/A:1026131715856

100 E-JURNAL GAMA JPP


GURU, KECERDASAN EMOSIONAL, MODUL, VALIDASI

Weis, W. L., & Arnesen, D. W. (2007). Shadish, W. R., Cook, T. D., & Campbell, D.
Because EQ can't be told: Doing T. (2002). Experimental and quasi-
something about emotional experimental designs for generalized
intelligence. Journal of Organizational causal inference. Wadsworth Cengage
Culture, Communications and Conflict, learning.
11(2), 113–123. Yamnill, S. & McLean, G. N. (2001), Theories
supporting transfer of training.
Human Resource Development
Quarterly, 12, 195–208. doi:
10.1002/hrdq

E-JURNAL GAMA JPP 101

You might also like