You are on page 1of 10

HUBUNGAN KONSUMSI GOITROGENIK SIANIDA DENGAN KADAR

TIOSIANAT URIN DI DAERAH ENDEMIK GAKI KABUPATEN JEMBER

Association of Goitrogenic Potential Vegetables Contained Cyanide


Consumption and Urinary Thiocyanate Level in Jember District IDD
Endemic Area
Farida Wahyu Ningtyas*1, Ahmad Husain Asdie2
1
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Jember
Kampus Tegal Boto Jl. Kalimantan 73, Jember
2
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta
*e-mail: farida_wahyuningtyas@yahoo.com

Submitted: March 17, 2015, revised: May 11, 2015, approved: May 16, 2015

ABSTRACT
Background. Iodine Deficiency Disorder (IDD) is still a problem in Jember district.
Goitrogenic potential food cyanide contained consumption pattern at least 3-5 times
per week would be a risk factor of IDD. Cyanide, thiocyanate precursors contained
in many commonly vegetables which consumed by society. Thiocyanate distrupt
thyroid hormone hormogenesis through two pathways, inhibiting the active transport
and interfere with the activity of thyroid peroxidase. Objective. This study aimed
to determine the association between goitrogenic potential food cyanide contained
consumption and urinary thiocyanate levels. Method. A cross-sectional observational
study was conducted in the District Arjasa in March - May 2013. The data collected
was goitrogenic potential food cyanide contained consumption and urinary thiocyanate
levels from 203 housewives. The research instrument was a semi-quantitative
food frequency form. Measurements of thiocyanate urine levels carried out in IDD
laboratory, medical faculty, Diponegoro University at Semarang. Results. The results
showed an average consumption of goitrogenic potential food cyanide contained in
its raw state of 818.42 g/day, and after the cooking process 18.30 mg/day, while the
average level of urine thiocyanate was 1.2 mg/dl. There were no correlation between
cyanide consumption in a raw state and after cooking with urinary thiocyanate levels.
Conclusion. There were no correlation between consumption of goitrogenic potential
food cyanide contained in a raw state and after cooking to urinary thiocyanate levels.

Keywords: cyanide, food consumption, urinary thiocyanate level.

ABSTRAK
Latar belakang. Kabupaten Jember masih menghadapi masalah Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Pola konsumsi pangan sumber goitrogenik
minimal 3-5 kali per minggu menjadi faktor risiko GAKI. Sianida, prekursor tiosianat
banyak terkandung dalam sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat. Tiosianat
mengganggu hormogenesis hormon tiroid melalui 2 jalur, menghambat transpor aktif
dan mengganggu aktivitas thyroid peroxidase. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan konsumsi pangan sumber goitrogenik sianida dengan kadar
tiosianat urin. Metode. Penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan
disain cross sectional yang dilakukan di Kecamatan Arjasa pada bulan Maret-Mei
2013. Data berupa tingkat konsumsi bahan pangan sumber goitrogenik sianida
dan kadar tiosianat urin dari urin sewaktu. Responden adalah 203 orang ibu rumah
tangga. Instrumen penelitian adalah formulir semi quantitative food frequency dan
urin sewaktu. Pengukuran kadar tiosianat dilakukan di Laboratorium GAKI FK
Universitas Diponegoro Semarang. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata

101
MGMI Vol. 6, No. 2, Juni 2015: 101-110

konsumsi bahan pangan sumber goitrogenik sianida dalam keadaan mentah sebesar
818.42 gram/hari dengan konsumsi sianida setelah proses pengolahan sebesar
18.30 mg/hari, sedangkan rata-rata kadar tiosianat urin responden adalah 1.2 µg/
dl. Uji spearman menunjukkan tidak ada hubungan konsumsi bahan pangan sumber
sianida dalam keadaan mentah dan sianida setelah proses pengolahan dengan kadar
tiosianat urin. Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara konsumsi bahan pangan
sumber goitrogenik sianida dalam keadaan mentah dan sianida setelah pengolahan
dengan kadar tiosianat urin.

Kata kunci: sianida, tingkat konsumsi, tiosianat urin.

PENDAHULUAN rumahnya untuk ditanami sayuran sehing-


Di Indonesia, meski Gangguan ga dapat dikonsumsi untuk kebutuhan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) sudah rumah tangganya. Sianida dalam jumlah
tidak menjadi masalah kesehatan ma- kecil selalu ada dalam banyak macam
syarakat karena rata-rata kadar Iodium tumbuh-tumbuhan yang biasa dikonsumsi
urin sudah tinggi dan proporsi kadar Iodium masyarakat. Harganya yang murah atau
urin <100  µg/L telah di bawah 20 persen.1 bisa ditanam sendiri, menjadikan sumber
Namun, masih terjadi peningkatan angka pangan zat goitrogenik mudah diakses
prevalensi kejadian gondok di Indonesia oleh masyarakat.7 Hal ini memperbesar
dari 9.8 persen pada 1998 menjadi 11.1 peluang pangan sumber goitrogenik
persen pada 2003. Kabupaten Jember dikonsumsi oleh masyarakat meskipun
termasuk dalam kategori endemik GAKI tidak setiap hari.
sedang. Sebagian besar kecamatannya Sianida adalah prekursor tiosia-
termasuk dalam kategori endemik gon- nat, zat goitrogenik yang menghambat
dok, salah satunya Kecamatan Arjasa. hormogenesis hormon tiroid melalui dua
Kecamatan dengan prevalensi GAKI jalur, yaitu menghambat transpor aktif dan
tertinggi nomer dua pada saat pemetaan mengganggu aktivitas thyroid peroxidase
GAKI tahun 2007 di Kabupaten Jember.2 (TPO).8 Namun, sampai sekarang belum
Hasil penelitian sebelumnya, kadar diketahui besarnya kontribusi zat goitro-
tiosianat urin pada kelompok gondok genik, khususnya tiosianat terhadap
lebih tinggi dibandingkan dengan ke- kejadian GAKI pada masyarakat. Santoso,
lompok non gondok.3,4,5 Pola konsumsi menyebutkan asupan goitrogenik tiosianat
pangan sumber zat goitrogenik sianida berkontribusi negatif paling kuat terhadap
di Kabupaten Jember minimal 3-5 kali ekskresi iodium urin. 9 Asupan goitrogenik
per minggu dengan rata-rata konsumsi tiosianat yang tinggi beresiko terhadap
sianidanya sebesar 505 mg/hari menjadi ekskresi iodium urin lebih rendah sebesar
faktor risiko GAKI di Kabupaten Jember.5,6 3.53 kali dibandingkan seseorang dengan
Kecamatan Arjasa mempunyai asupan goitrogenik rendah.
kondisi tanah yang subur, sehingga Beberapa penelitian menyebut-
sebagian besar rumah tangganya bermata kan sebagian besar zat goitrogenik tidak
pencarian utama di sektor pertanian. Hal menimbulkan efek klinis kecuali ke-
ini mempengaruhi pola konsumsi pangan beradaannya bersama-sama dengan
masyarakatnya. Mereka cenderung me- kekurangan iodium. Oleh karena itu,
manfaatkan lahan kosong di sekitar konsumsi zat goitrogenik menjadi faktor

102
Hubungan Konsumsi Goitrogenik Sianida.... (Ningtyas FW, Asdie AH)

penyebab di daerah endemik.10 Penelitian talas, gadung, daun ubi manis, kedelai,
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kacang hijau, daun melinjo, kulit melinjo,
konsumsi pangan sumber goitrogenik daun kacang panjang, jagung muda, ka-
sianida dengan kadar tiosianat urin. cang koro dan kacang otok. Selain data
pola konsumsi, diambil juga urin sewaktu
METODE untuk melihat kadar tiosianat urin. Pe-
Penelitian ini termasuk penelitian ngukuran kadar tiosianat urin dengan me-
observasional menggunakan disain cross tode spectofotometri dilakukan di Labora-
sectional dengan jumlah sampel seba- torium GAKI FK Undip Semarang.
nyak 203 ibu rumah tangga. Besar sam- Analisis data pola konsumsi pa-
pel didapatkan dengan menggunakan ngan sumber goitrogenik sianida dengan
rumus pengujian hipotesis untuk proporsi cara merekap data SQFFQ yang terdiri
tunggal.11 Pengambilan sampel dilakukan dari frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi
dengan simple random sampling. Kriteria dan cara pengolahan bahan makanan
inklusi: ibu rumah tangga yang bisa baca sumber goitrogenik sianida. Frekuensi
tulis, menyediakan sendiri makanan dalam konsumsi pada penelitian ini terdiri dari
rumah tangganya dan bersedia menjadi konsumsi harian, mingguan dan tahunan.
responden penelitian. Kriteria eksklusi: Data tersebut kemudian dikonversi ke
hamil atau sedang menyusui. konsumsi harian, sehingga didapatkan
Penelitian ini dilaksanakan pada nilai konsumsi goitrogenik sianida dalam
bulan Maret - Mei 2013 di Kecamatan keadaan mentah dengan satuan gram.
Arjasa, Kabupaten Jember. Data yang Untuk melihat kandungan sianida dalam
dikumpulkan pada penelitian ini adalah bahan makanan sumber sianida dalam
jumlah konsumsi bahan pangan sumber keadaan mentah tersebut, data dikalikan
sianida dalam keadaan mentah (gram). dengan kadar sianida pada bahan pangan
Data dikumpulkan menggunakan instru- sumber sianida dari referensi penelitian
men formulir semi quantitative food fre- sebelumnya. Akhirnya didapatkan tingkat
quency (SQFFQ) yang dimodifikasi de- konsumsi sianida dalam satuan mg.
ngan penambahan kolom cara pengo- Hal yang sama juga dilakukan jika ingin
lahan. Referensi kadar sianida setelah mengetahui kadar sianida pada bahan
proses pemasakan didapatkan dari hasil makanan setelah pengolahan, satuannya
penelitian sebelumnya.12,13,14,15 Bahan pa- juga mg.
ngan sumber sianida yang diteliti pada Analisis data dilakukan dengan
penelitian ini ada 37 bahan pangan yaitu: menggunakan uji spearman, untuk melihat
buncis, kembang kol, gambas, kangkung, hubungan konsumsi bahan pangan
kubis, pare, sawi pahit, selada air, terong sumber goitrogenik sianida mentah (gram)
ungu, bayam, cabe hijau, daun singkong, dan konsumsi sianida setelah proses
daun pepaya, bawang daun, rebung, sawi pengolahan (mg) dengan kadar tiosianat
putih, sawi hijau, kacang tanah, selada, urin. Dipilih uji nonparametrik spearman
kecipir, bawang merah, bawang putih, karena data tidak berdistribusi normal.
singkong, ketela rambat, ganyong, gatot,

103
MGMI Vol. 6, No. 2, Juni 2015: 101-110

HASIL ponden berada pada rentang 26-35


Karakteristik responden di daerah tahun. Dilihat dari tingkat pendidikannya,
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. sebagian besar responden adalah lulus
Berdasarkan usia, sebagian besar res- sekolah dasar (SD).

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden n %
Usia
- 16-25 tahun 43 21.19
- 26-35 tahun 91 44.82
- 36-45 tahun 49 24.14
- 46-55 tahun 8 3.94
- 56-65 tahun 7 3.45
- 66-75 tahun 5 2.46
Total 203 100
Tingkat Pendidikan
- Tidak Sekolah - -
- Tidak lulus SD - -
- Lulus SD 102 50.25
- Lulus SMP 58 28.57
- Lulus SMU 42 20.69
- Lulus D3/S1 1 0.49
Total 203 100

Konsumsi goitrogenik pada pene- tingkat konsumsi pangan sumber zat


litian ini dilihat melalui konsumsi pangan goitrogenik sianida. Dengan memakai
sumber zat goitrogenik sianida dalam nilai mean sebagai standar, pada Tabel 3
keadaan mentah (gram) dan sianida ditampilkan gambaran konsumsi pangan
setelah proses pengolahan (mg). Tabel sumber goitrogenik sianida dan kadar
2 menunjukkan statistik deskriptif untuk tiosianat urin responden penelitian.

Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Std.
Variabel N Mean Minimum Maksimum
Deviation

Konsumsi bahan pangan sumber


203 818.42 610.22 131.30 4117.29
sianida mentah (gram)

Konsumsi sianida dalam keadaan


203 51.87 39.21 8.27 267.33
segar (mg)
Konsumsi sianida setelah proses
203 18.30 17.11 1.17 98.75
pengolahan (mg)
Kadar tiosianat urin (µg/dl) 203 1.29 0.78 0.15 4.96

104
Hubungan Konsumsi Goitrogenik Sianida.... (Ningtyas FW, Asdie AH)

Tabel 3. Gambaran Konsumsi Sianida dan Kadar Tiosianat Urin Responden

Variabel Penelitian n %

Konsumsi bahan pangan sumber sianida mentah (gram/hari)


≥ 818.42 77 37.93
< 818.42 126 62.07
Total 203 100
Konsumsi sianida setelah proses pengolahan (mg/hari)
≥ 10 120 59.11
< 10 83 40.89
Total 203 100
Kadar tiosianat urin (µg/dl)
≥2 28 13.79
<2 175 86.21
Total 203 100

Nilai 818.42 gram adalah rata-rata setelah pengolahan sebanyak ≥10 mg/
konsumsi bahan pangan sumber sianida hari. Rata-rata konsumsi sianida setelah
pada penelitian ini. Nilai ini dipakai karena pengolahan sebesar 18.30 mg/hari, nilai
belum ada standar nilai tingkat konsumsi ini lebih kecil jika dibandingkan konsumsi
sianida dengan satuan gram. Lebih dari sianida tanpa pengolahan yaitu sebesar
sepertiga reponden mengonsumsi bahan 51.87 mg/hari (dengan asumsi pangan
pangan sumber goitrogenik sianida dalam sumber goitrogenik sianida dikonsumsi
keadaan mentah sebanyak >818.42 tanpa pengolahan/dalam keadaan segar).
gram/hari. 10 mg adalah nilai ambang Dengan nilai batas normal yang di-
batas sianida yang diperbolehkan gunakan oleh Laboratorium GAKI FK
untuk dikonsumsi menurut FAO. Lebih Undip Semarang <2 µg/dl, sebagian besar
dari setengah jumlah reponden pada responden mempunyai kadar tiosianat
penelitian ini mengonsumsi sianida urin dalam kategori normal.

Gambar 1. Cara Pengolahan Pangan Sumber Goitrogenik


105
MGMI Vol. 6, No. 2, Juni 2015: 101-110

Tumis adalah cara pengolahan Sebagian besar responden mem-


yang paling banyak dipilih oleh responden punyai tingkat pendidikan hanya lulus
untuk pengolahan bahan pangan sumber sekolah dasar. Tingkat pendidikan ibu
goitrogenik. Urutan kedua dan ketiga sebagai penyedia makanan untuk ke-
ditempati oleh cara pengolahan rebus luarga mempengaruhi pilihan konsumsi
dan goreng. Ragi dan segar adalah cara pangan pangan keluarga. Ibu dengan
pengolahan yang dipilih oleh sedikit tingkat pendidikan rendah cenderung
responden pada penelitian ini. minim akan informasi sehingga berisiko
Hasil analisis hubungan konsumsi mengonsumsi pangan sumber goitrogenik
bahan pangan sumber goitrogenik dengan pengolahan yang kurang tepat
sianida mentah dengan kadar tiosianat lebih tinggi. Tingkat pendidikan ibu
urin menggunakan uji spearman menun- mempengaruhi status gizi keluarganya.19
jukkan hasil sig (2-tailed)=0.438 (p>0.05). Hal ini terkait dengan kemudahan tingkat
Dan hasil analisis hubungan konsumsi pendidikan ibu yang tinggi akan lebih
sianida mentah dengan kadar tiosianat mudah menerima informasi kesehatan
urin menggunakan uji spearman menun- khususnya bidang gizi, sehingga dapat
jukkan hasil sig (2-tailed)=0.386 (p>0.05). menambah pengetahuannya dan mampu
Dan hasil analisis hubungan konsumsi menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
sianida setelah pengolahan dengan kadar Hasil penelitian menunjukkan rata-
tiosianat urin menggunakan uji spearman rata tingkat konsumsi pangan sumber
menunjukkan hasil sig (2-tailed)=0.684 goitrogenik sianida dalam keadaan men-
(p>0,05). Kedua hasil analisis menunjuk- tah sebesar 818.42 gram/hari, dan
kan tidak ada hubungan konsumsi bahan sebagian besar responden berada dalam
pangan sumber goitrogenik sianida da- kategori di bawah rata-rata kelompok.
lam keadaan mentah dan konsumsi Rata-rata konsumsi pangan sumber
sianida setelah pengolahan dengan kadar zat goitrogenik sianida setelah proses
tiosianat urin. pengolahan sebesar 18.30 mg per hari,
jumlah ini lebih kecil dibandingkan rata-
PEMBAHASAN rata konsumsi sianida jika dikonsumsi
Responden pada penelitian ini dalam keadaan tanpa pengolahan atau
sebagian besar adalah ibu rumah tangga segar yaitu 51.87 mg/hari. Namun rerata
yang berada pada kisaran usia 26-35 asupan sianida sebagian besar responden
tahun dengan tingkat pendidikan lulus termasuk dalam kategori tinggi, diatas
sekolah dasar. Kisaran usia responden ambang batas rekomendasi FAO/WHO
termasuk dalam kategori wanita usia (≤10 mg/hari).20 Jumlah ini juga lebih
subur dan mempunyai peluang besar tinggi dibandingkan dengan penelitian
untuk bisa hamil. Wanita usia subur yang dilakukan Wulansari dengan rerata
adalah salah satu kelompok yang berisiko asupan sianida sebesar 2.60±1.66 mg/
terkena gondok sehingga kelompok ini hari. 21
merupakan salah satu sasaran dalam Sianida memiliki sifat mudah
penanggulangan GAKI.15 Hal ini perlu larut air, hilang atau berkurang karena
mendapatkan perhatian karena risiko GAKI panas.22 Pada umumnya proses rebus
pada ibu hamil mempunyai dampak yang pada sayuran mengurangi kadar sianida
lebih berat dan bersifat irreversible.17,18

106
Hubungan Konsumsi Goitrogenik Sianida.... (Ningtyas FW, Asdie AH)

lebih dari 50 persen, sedangkan proses penelitian yang dilakukan Murdiana dan
tumis mengurangi kadar sianida kurang Saidan yang nilai konsentrasi tiosianat
dari 50 persen.23 Setelah proses rebus dalam urin pada penderita gondok lebih
berkuah ternyata sisa sianida dalam besar dibandingkan dengan WUS bukan
bahan makanan menjadi kisaran 5.4-52 penderita gondok, masing-masing sebe-
persen. Pada cara pengolahan tumis, sisa sar 45.7 mg/L dan 38.0 mg/L.24
sianida dalam bahan makanan berkisar Hasil uji spearman menunjukkan
1.5–75 persen. Ketika dikulub/ blanshing, tidak ada hubungan antara konsumsi
sisa sianida pada bahan makanan pangan sumber goitrogenik sianida dalam
menjadi 0.5–34.32 persen. Sedangkan keadaan mentah, konsumsi sianida
sisa sianida pada singkong setelah mentah dan setelah proses pemasakan
beberapa cara pengolahan yang biasa dengan kadar tiosianat urin (α>0.05).
dilakukan masyarakat Jember berturut- Hal ini kemungkinan terjadi karena kadar
turut, kukus 45 persen, goreng 30 persen tiosianat urin sebagian besar responden
dan iris tipis goreng (kripik singkong) 4.25 yang mempunyai tingkat konsumsi
persen.12 Konsumsi sianida responden goitrogenik sianida tinggi berada dalam
masih tinggi, meskipun telah mengalami kategori normal. Hal ini terkait dengan
proses pemasakan. Hal ini kemungkinan penurunan kadar sianida pada bahan
terjadi karena pilihan proses pemasakan makanan setelah pemasakan yang cukup
yang tidak tepat pada pangan sumber besar sehingga kadar tiosianat urin
goitrogenik sianida. Tumis dan goreng responden cenderung normal atau kurang
masih menjadi pilihan cara pengolahan dari 2 µg/dl.
pangan sumber goitrogenik, padahal Belum optimalnya penurunan
penurunan kadar sianida pada dua sianida pada bahan makanan setelah
cara pengolahan itu tidak sebesar cara proses pemasakan terlihat dari tingginya
pengolahan pada kulub atau rebus. rata-rata konsumsi sianida setelah proses
Pilihan cara pengolahan yang tepat pada pemasakan. Hal ini terjadi karena tumis,
bahan makanan sumber zat goitrogenik cara pengolahan yang paling sedikit
dapat menurunkan kadar sianida yang mengurangi kadar sianida pada bahan
terkandung pada sayuran sehingga akan makanan masih menjadi pilihan utama
mempengaruhi asupan tiosianat kedalam masyarakat dalam mengolah pangan
tubuh.12 sumber goitrogenik sianida. Namun hal
Tiosianat adalah hasil detoksifi- ini dapat diatasi dengan peningkatan
kasi sianida. Tiosianat akan dikeluarkan pengetahuan tentang pangan sumber
didalam urin. Penentuan tiosianat dalam goitrogenik sianida sebagai penyebab
urin dapat digunakan sebagai tanda atau GAKI dan pilihan cara pengolahan yang
marker bahwa masyarakat mengonsumsi tepat untuk menurunkan kadar sianidanya
bahan makanan yang bersifat goitro- melalui penyuluhan. Masyarakat disuluh
genik.23 Hasil penelitian menunjukkan untuk mengolah pangan sumber goitro-
sebagian besar responden memiliki ka- genik sianida dengan cara rebus berkuah
dar tiosianat urin dalam kategori normal dan kulub/blanshing. Cara ini bisa
dengan rata-rata sebesar 1.29 µg/dl. Nilai menjadi solusi karena mampu mereduksi
ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kadar sianida pada bahan pangan

107
MGMI Vol. 6, No. 2, Juni 2015: 101-110

sumber goitrogenik sianida sampai 99.5 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.


persen.12,13 Hasil Pemetaan GAKI Kabupaten
Bloom dalam Notoadmodjo me- Jember. Jember: Dinas Kesehatan
nyatakan bahwa perilaku mempengaruhi Jember; 2007.
derajat kesehatan.24 Dalam hal GAKI, 3. Ningtyias FW. Hubungan Kadar
perilaku pencegahan seperti penggunaan Iodium, Tiosianat, Nitrat dan Selenium
garam berIodium dan pemilihan cara dengan Kejadian Gondok pada Anak
pengolahan yang tepat untuk bahan Sekolah Dasar di Daerah Endemik dan
pangan sumber zat goitrogenik sianida Non endemik Gondok di Kabupaten
dapat menghindari seseorang terkena Jember. Tesis. Surabaya: Program
GAKI. Diharapkan perilaku pemilihan cara Pascasarjana Universitas Airlangga;
pengolahan bahan makanan yang me- 2006.
ngandung goitrogenik menjadi solusi 4. Ningtyias FW, Sulistiyani, Ratnawati,
mengatasi masalah GAKI yang terjadi di LY. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kabupaten Jember. Kejadian Gondok pada Anak Sekolah
Dasar di Daerah Endemik dan Non
KESIMPULAN endemik Gondok Di Kabupaten
Tidak ada hubungan antara ting- Jember. Laporan Penelitian. Jember:
kat konsumsi bahan pangan sumber Biro Perencanaan dan Kerja Sama
goitrogenik sianida dalam keadaan mentah Luar Negeri Sekretaris Jenderal
maupun konsumsi sianida setelah proses Departemen Pendidikan Nasional;
pengolahan dengan kadar tiosianat urin. 2007.
Namun yang perlu mendapatkan perhati- 5. Ningtyias FW, Sulistiyani, Ratnawati
an tingginya rata-rata tingkat konsumsi LY. Peran Pola Konsumsi Tiosianat
bahan pangan sumber goitrogenik sianida. Terhadap Kejadian Gondok pada Siswa
Sekolah Dasar di Daerah Endemik dan
SARAN Non endemik Gondok di Kabupaten
Perlunya meningkatkan promosi Jember. Laporan Penelitian. Jember:
kesehatan untuk mengatasi masalah GAKI Lembaga Penelitian Universitas
dengan materi tentang garam beriodium Jember; 2008.
dan bahan pangan sumber goitrogenik 6. Megawati R. Faktor-faktor yang
sianida dan cara pengolahannya yang Mempengaruhi Kejadian Gondok di
tepat. Untuk penelitian lebih lanjut bisa Kabupaten Jember: Studi pada Anak
dilakukan dengan menyertakan data kadar Sekolah Dasar Kelas III dan IV di SDN
iodium urin sehingga bisa menjelaskan Sukowiryo dan SDN 3 Bangsalsari.
pengaruh konsumsi goitrogenik sianida Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan
terhadap GAKI. Masyarakat Universitas Jember; 2007.
7. Chandra AK, Mukhopadhyay S, Lahari
DAFTAR PUSTAKA D, Tripathy S. Goitrogenic Content
1. World Health Organization. WHO of Indian Cyanogenic Plant Foods &
Global Database on Iodine Deficiency. Their in Vitro Anti-thyroidal Activity.
Genewa: WHO; 2006. Indian Journal of Medical Research.

108
Hubungan Konsumsi Goitrogenik Sianida.... (Ningtyas FW, Asdie AH)

2004; 119 (5): ProQuest Research 15. Andiansari YM. Pengaruh Jenis
Library pg 180. Gadung dan Lama Perebusan
8. Gibbs JP. A Comparative Toxicological terhadap Kadar Sianida Gadung.
Assessment of Perchlorate and Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan
Thiocyanate Based on Competive Masyarakat Universitas Jember; 2012.
Inhibition of Iodide Uptake as The 16. McMichael AJ, Porter JO, Hetzel BS.
Common Mode of Action. Human and Iodine Deficiency, Thyroid Function and
Ecological Risk Assessment. 2006; 12 Reproductive Failure. In: Standbury
(1): ProQuest Research Library, Page JB, Hetzel BS, editors. Endemic Goiter
157. and Endemic Cretinism. New York:
9. Santoso EB. Hubungan antara John Wiley and Sons; 1980. p. 445-
Konsumsi Makanan Goitrogenik 460
dan Status Iodium pada Ibu Hamil di 17. Departemen Kesehatan Republik
Kecamatan Endemis GAKI Kabupaten Indonesia. Pedoman Distribusi Kapsul
Gunung Kidul Daerah Istimewa Minyak BerIodium Bagi Wanita Usia
Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: IKM Subur. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
UGM; 2005. Masyarakat; 1997.
10. Zimmermann MB, Jooste PL, Pandav 18. Michael JG, Barry MM, Lenore JMK.
CS. Iodine Deficiency Disorder.The Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Ja-
Lancet. 2008; 372: 1251-62. karta: EGC; 2009.
11. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J. 19. Febrianto ID. Hubungan Tingkat
Besar Sampel dalam Penelitian Kes- Penghasilan, Tingkat Pendidikan dan
ehatan. Penerjemah: Dibyo Pramono. Tingkat Pengetahuan Orangtua ten-
Yogyakarta: Gadjah Mada University tang Makanan Bergizi dengan Status
Press; 1997. Gizi Siswa TK Islam Zahrotul Ulum
12. Ningtyas FW, Asdie AH, Julia M, Karangampel Indramayu. Skripsi. Yog-
Prabandari YS. Eksplorasi Kearifan yakarta: Universitas Negeri Yogyakar-
Lokal Masyarakat dalam Mengon- ta; 2012.
sumsi Pangan Sumber Zat Goitrogenik 20. EPA. Toxicological Review of Hidrogen
terhadap Gangguan Akibat Kekurang- Cyanide Salt. United state of America:
an Iodium. Kesmas, Jurnal Kesehatan EPA; 2009. p.3-18
Masyarakat Nasional. 2014; 8 (7); 21. Wulansari M. Hubungan Asupan Sian-
306-312 ida dengan Kadar Iodium Asi pada Ibu
13. Murdiana A, Sukati S. Kadar Sianida Menyusui. Artikel ilmiah. Semarang:
dalam Sayuran dan Umbi-umbian di FK Universitas Diponegoro; 2010.
Daerah GAKI. PGM. 2001; 24: 33-37 22. Murdiana A. Kadar Sianida di Dalam
14. Ningtyias FW, Sulistiyani, Ratnawati Sayuran dan Umbi-umbian di Daerah
LY. Metode Reduksi Kadar Sianogenik Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
untuk Menurunkan Prevalensi Keja- (GAKI). Jakarta: Badan Litbang Ke-
dian Gondok di Kabupaten Jember. sehatan; 2001.
Laporan Penelitian. Jember: Univer-
sitas Jember; 2010.

109
MGMI Vol. 6, No. 2, Juni 2015: 101-110

23. Sukati S. Hubungan Keadaan Geo- 24. Notoatmojo S. Prinsip-prinsip dasar


grafis dan Lingkungan dengan GAKI. ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta:
Media Litbang Kesehatan. 2009; 19 Rineka Cipta; 2003.
(2): 101-108

110

You might also like