You are on page 1of 3

RADITYA YUDHA P

03411640000042

SQUARE ARRAY

1 1 1 1 −1
𝐾 = 2𝜋 ( − − + )
𝐴𝑀 𝐵𝑀 𝐴𝑁 𝐵𝑁
1 1 1 1 −1
𝐾 = 2𝜋 ( − − + )
𝑎 𝑎√2 𝑎√2 𝑎

2 2 −1
𝐾 = 2𝜋 ( − )
𝑎 𝑎√2

1 2 2 −1
𝐾 = 2𝜋 [ ( − )]
𝑎 1 √2
−1
1 2√2 2 √2
𝐾 = 2𝜋 [ (( − ) 𝑥 )]
𝑎 √2 √2 √2

−1
1 4 − 2√2
𝐾 = 2𝜋 [ ( )]
𝑎 2
−1
1
𝐾 = 2𝜋 [ (2 − √2)]
𝑎
2𝜋𝑎
𝐾=
2 − √2

VES OPTICAL ANALOGUE

Enhrenburg and Watson (1932) pursued the concept of optical analogy and developed a solution for any
number of layers of fixed thickness, h. This restriction on thickness ensures that the positions of current
images I, are readily predictable. The surface potential was formulated as

where the first four terms for QN are

The complexity increases with the number of layers. k is known as the reflection coefficient (or factor).
For multiple boundaries, it is generalized to
RADITYA YUDHA P
03411640000042

KURVA MATCHING SCHLUMBERGER

Pada dasarnya tahanan jenis semu untuk struktur berlapis ( tahanan jenis dan ketebalan perlapisan
diketahui ) dapat dihitung secara teoritis ( penyelesaian problem maju ) dengan cara menyelesaikan
persamaan Laplace untuk potensial listrik dalam koordinat silinder dan pertimbangan syarat – syarat
batas. Karena penyelesaian sukar dan panjang dengan melibatkan fungsi Bassel dan syarat – syarat batas
maka interpretasi dapat dilakukan dengan teknik Curve Matching. Teknik Curve Matching adalah
mencocokkan kurva tahanan jenis semu hasil pengukuran lapangan dengan kurva tahanan jenis semu
yang dihitung secara teoritis.

Struktur berlapis mempunyai tahanan jenis dan ketebalan lapisan yang sangat banyak variasinya, sehingga
kita perlu kurva tahanan jenis semu teoritis ( standar atau baku ) struktur berlapis yang mempunyai variasi
yang sangat banyak juga. Pemilihan kurva bantu yang paling cocok dengan kurva tahanan jenis yang
diperoleh di lapangan, memerlukan waktu yang lama karena variasi kurva baku yang banyak tersebut. Dua
hal itulah yang merupakan kendala – kendala dalam penggunaan Curve Matching. Untuk menghindari
kendala – kendala tersebut, digunakan teknik Curve Matching struktur medium 2 lapis yang terdiri 2 kurva
baku dan 4 kurva bantu. Hal ini dapat dilakukan karena struktur banyak lapis dapat dianggap sebagai
struktur 2 lapis yang setiap lapisannya dapat diwakili oleh 1 atau kombinasi banyak lapis. Terdapat 2 jenis
kurva baku, yaitu kurva baku struktur 2 lapis yang menurun (ρ2 < ρ1) dan naik (ρ2 > ρ1) . Sedangkan 4 tipe
kurva bantu tersebut adalah ( Mooney, 1966 ) :

a. Kurva bantu tipe H


Tipe ini lengkungnya berbentuk pinggan ( minimum di tengah ). Dibentuk oleh 2 lengkung baku,
yaitu depan menurun dan belakang naik. Dan terjadi seperti ada 3 lapisan dengan .
Dalam struktur 2 lapis, dianggap lapisan bawah lebih resistan, sehingga arus mengalir pada lapisan
semu rapat arus berbanding terbalik terhadap tahanan jenisnya. Sehingga total konduktansinya
sama dengan jumlah dari masing – masing konduktan
b. Kurva bantu tipe A
Kurva ini mencerminkan harga yang selalu naik. Dibentuk oleh 2 kurva baku, yaitu depan naik dan
belakang turun. Sama seperti kurva bantu tipe H, tipe A ini terjadi seperti ada 3 lapisan dengan
. Dan dengan cara yang sama seperti pada kurva tipe H pula, kurva bantu tipe A dapat
diperoleh dari rumusan :

c. Kurva bantu tipe K


Lengkung kurva ini berbentuk bell (maksimum di tengah ). Dibentuk 2 lengkung baku, yaitu depan
naik dan belakang turun. Seperti 3 lapisan dengan . Kurva bantu
tipe K diperoleh dari rumusan :
RADITYA YUDHA P
03411640000042

Dimana ε adalah angka banding ketidak isotropan.


d. Kurva bantu tipe Q
Kurva ini mempunyai harga selalu turun. Dibentuk oleh 2 kurva baku, yaitu depan turun dan
belakang juga turun. Seperti 3 lapis dengan . Kurva Bantu tipe Q diperoleh dari
rumusan :

adalah faktor kemerosotan atau penurunan yang bergantung pada kontras tahanan jenis
antara lapisan pertama dan kedua yang tergantung pada perbandingan ketebalannya.

Gambar 1. Kurva Matching Schlumberger

You might also like